Aku Haris, umurku dua puluh lima tahun, laki-laki, belum menikah dan belum punya pasangan alias jomblo. Aku memang terlahir jomblo sejak lahir sampai sekarang, tapi aku bahagia seperti lirik lagu yang cukup terkenal 'I single i am Verry happy'. Mungkin karena tampangku yang pas-pasan dan pekerjaan ku yang remehan membuat ku menjadi jomblo abadi. Gadis sekarang kan maunya yang mapan dan tampan walaupun slengean.
Ku ambil satu buah rokok yang tergeletak di atas meja, lalu ku nyalakan lagi ujungnya. Asap putih pun mulai mengepul keluar dari mulut ku. Sudah habis yang ketiga pagi ini, sambil menikmati suasana pagi di depan rumahku. Ditemani secangkir kopi dan pisang goreng yang ibu ku siapkan.
Inilah kegiatan ku saat pagi, saat aku berangkat bekerja siang hari. Aku bekerja sebagai petugas keamanan di salah satu pabrik di kotaku. Kadang aku berjaga pagi, sore ataupun malam, bergantian dengan beberapa temanku.
Kulihat seseorang baru saja keluar dari pintu rumah nya. Inilah yang aku tunggu sejak tadi. Pemandangan pagi yang selalu membuat ku ketagihan.
Dialah Tante Jelita penghuni baru di kompleks ini, tepatnya rumahnya berada di depan rumah ku. Umurnya jelas berada jauh di atas ku, tapi kecantikan dan tubuhnya sama sekali tidak membuat wanita itu terlihat tua tapi justru sebaliknya. Dia janda beranak satu, umur anaknya baru lima bulan. Kasihan sekali wanita secantik itu harus menjada, katanya suaminya ketahuan berselingkuh dengan karyawan nya sendiri.
Sungguh bodoh bukan, kurang apa coba Tante Jelita itu. Sudah cantik, bohay dan banyak uang lagi. Andai saja aku bisa mempunyai istri seperti itu pasti aku akan sangat betah di rumah. Lihatlah, baru bangun tidur penampilan masih acak-acakan saja begitu cantik, apalagi bodynya yang aduhai itu yang selalu menjadi suka berkhayal kadang-kadang.
Aku tersenyum manis saat Tante Jelita tersenyum padaku sebentar, lalu kembali melakukan kegiatan nya yaitu menyiram tanaman. Kebetulan memang sedang masuk musim kemarau jadi setiap pagi Tante Jelita akan keluar untuk menyirami tanaman nya.
Dua ibu-ibu lewat jalan di depan rumah ku, akupun pura-pura bermain dengan gadget ku. Tak ingin ketahuan sedang memandangi janda kembang di depan rumah, bisa-bisa para ibu-ibu berdaster itu akan menggosip tentang ku.
"Mbak Lita rajin sekali pagi-pagi sudah nyiramin tanaman." Kudengar salah satu ibu itu berbicara pada Tante Jelita.
"Ohh iya ini Bu, sayang kalau enggak disiram nanti layu." Ohh dengarlah suara begitu lembut, mendayu-dayu ditelinga ku. Pikiran ku jadi kemana-mana hanya dengan mendengar suaranya saja. Aku berusaha tenang sambil terus memainkan ponsel ku dengan asal.
"Bener itu, tanaman kalau lama enggak disiram bakalan layu. Iya nggak Bu Irma." Kedua ibu-ibu itu terkikik, aku bisa mendengar nya. Dasar ibu-ibu julid, mainnya sindir-sindiran. Mentang-mentang Tante Jelita itu janda jadi kalian bisa menyindirnya begitu.
Aku geram melihat kelakuan duo ibu-ibu dengan mulut pedasnya itu. Sepertinya mulut mereka sudah seperti bon cabe level 30. Kalau menurutku si mereka cuma iri karena body mereka tidak sebagus bodynya Tante Jelita. Mereka pasti takut kalau mata suami mereka jelalatan melihat Tante Jelita. Wajar saja lah, aku yang masih muda dan perjaka Ting Ting saja bisa terpesona dengan Tante Keke. Apalagi mereka yang sudah jadi bandot tua.
Akhirnya duo julid itupun pergi, setelah puas menyindir Tante Jelita. Ingin rasanya aku jejali mulut mereka dengan pisang goreng ini biar diam.
Ku lihat Tante Jelita sudah selesai menyirami tanaman nya. Dia pun meletakkan selang yang tadi dipakainya dengan sedikit membungkuk. Dia yang hanya memakai daster di atas lutut tentu saja bagian bawahnya terangkat saat membungkuk seperti itu.
Glek, air liur ku hampir saja menetes saat pemandangan indah terpampang nyata di depan mata ku. Jarak rumah kami yang berhadapan hanya terpisah jalan dan halaman kecil membuat aku bisa melihat jelas. Entah dia sadar atau tidak melakukan hal itu.
Pinggul ramping itu bergoyang ke kiri dan kanan, seirama dengan pergerakan Tante Jelita yang sedang merapikan selang.
'Nunduk lagi Tan, iya ayo nunduk. Tanggung tan, sedikit lagi.' Sayangnya aku hanya berani berkata dalam hati. Mana mungkin aku berani berkata langsung, bisa-bisa aku kena tampar.
Ku usap wajahku dengan kasar agar pikiran kotorku hilang. Tapi ternyata bayangkan itu tetap saja masih ada dalam pikiran ku.
Siaalll... Ku matikan puntung rokok ku yang masih menyala dengan kesal. Gara-gara kejadian tadi, sesuatu yang tadinya tidur jadi bangun. Kalau sudah begini harus segera diselesaikan urusannya, kalau enggak kepalaku bisa pusing seharian.
"Ohh Tante Jelita ku... kenapa kau selalu menyiksa diri ku yang jomblo ini," gumamku pelan takut ada yang dengar. Maklum lah, katanya tembok aja punya telinga.
Kamar mandi adalah tempat yang bisa membuat ku betah berlama-lama di sana. Para pria pasti tau sebabnya. Aku pun sama, mumpung ibuku belum pulang dari tukang sayur. Jadi aku bisa bersuara seenaknya, tidak perlu ku tahan lagi.
Ku putar kran air untuk sedikit menyamar suara, untuk berjaga-jaga kalau ibu tiba-tiba pulang. Kulepas semua pakaian ku, lalu kuregangkan jari-jari ku untuk pemanasan sebelum bertempur.
"Sabar bro..." Ku usap lembut.
Mataku mulai terpejam, membayangkan Tante Jelita. Tanganku pun mengikuti dengan bergerak lincah, maju mundur cantik dengan tempo yang cepat.
Aku merancau tidak jelas sambil membayangkan Tante Jelita ada didepan mataku. Khayalan ku semakin liar dan dengan suara manja yang terus aku lontarkan tanpa takut ibu mendengar.
Sepuluh menit berlalu.
Jari-jari ku semakin cepat bergerak, saat perasaan hebat itu datang. DUAARRR. Sedetik kemudian, aku bisa merasa lega dan nyaman.
"Sayang sekali kalian harus terbuang sia-sia," kataku sambil menatap mereka yang berceceran di lantai kamar mandi.
Setelah urusan bawahku beres, aku melanjutkannya dengan acara membersihkan diri sekaligus mandi besar sebelum ibu pulang.
Suiittt ... suiiit... Aku terus bersenandung sambil berkaca di depan cermin. Kusisir rambutku yang masih setengah basah ke arah belakang, tak lupa juga ku semprotan minyak wangi ke seluruh tubuh ku.
"Hhmm wanginya, kalau Tante Jelita didekatku pasti klepek-klepek." Sayangnya aku tidak pernah punya kesempatan untuk berdekatan dengan janda anak satu itu. Sabar, sabar... aku akan menunggu sampai kesempatan itu datang.
"Haris.....!!!" Suara ibu memanggilku dengan berteriak, pasti ada yang tidak beres kalau sudah begitu. Ibu seperti nya sedang marah tapi marah kenapa? Lebih baik aku lihat dulu.
Aku pun keluar dari kamar dan menghampiri ibu yang sedang berkacak pinggang. "Ada apa Bu?"
"Kenapa sabun di kamar mandi habis lagi?" tanya ibuku kesal.
Mati aku, bagaimana aku menjelaskan nya pada ibu.
Baca novel othor yang baru juga ya.
Judulnya Nikahi Aku, Kak!
Setelah kejadian pagi itu aku jadi malu pada ibuku sendiri. Ibu kalau melihat ku juga senyum-senyum sendiri sambil nyindir.
"Makanya cari pacar, nanti nggak ngabisin sabun terus." Lagi-lagi ibu menyindir ku kalau ada kesempatan. Dasar mulut emak-emak emang ga ada habisnya kalau sudah ada bahan. Anak sendiri pun jadi santapan.
"Iya, iya Bu, doain biar aku cepat ketemu jodoh ku," ucapku sambil memainkan ponsel smartphone ku yang baru satu bulan ku beli dari hasil menyisihkan sebagian gajiku menjadi penjaga keamanan. Sementara sebagian gajiku yang lain selalu ku berikan pada ibu untuk keperluan sehari-hari, bayar listrik, air dan lain-lain. Cukup nggak cukup si, walaupun kadang makan seadanya. Yang penting listrik dan air ke bayar.
Ibuku awalnya jualan makanan matang seperti sayur tumis, lauk pauk dan lainnya. Masakannya enak dan pas di lidah, jadi wajar saja kalau banyak pembelinya. Tapi setengah tahun terakhir kesehatan ibuku sedikit menurun, sering sakit-sakitan dan setelah diperiksa ternyata beliau terkena diabetes.
Sejak saat itu aku menyuruh ibuku untuk berhenti berjualan, sayang sebenarnya karena hasil dari berjualan lumayan bisa menopang hidup kami. Tapi aku tidak tega melihatnya sakit terus karena kelelahan sedikit langsung drop. Bukannya malah untung tapi uang yang sudah terkumpul jadi untuk membayar rumah sakit.
"Ibu masak sayur lodeh sama sambal terasi kesukaan kamu, ibu mau pergi sebentar ke rumah depan," kata ibu padaku.
Ibu mau ke rumah Tante Jelita, waahh mau apa dia. "Mau apa ke sana Bu?" tanya ku kepo.
"Ibu disuruh menjaga bayinya, katanya hari ini mbaknya ijin." Tetangga sekitar memang kerap kali menggunakan jasa ibu, entah untuk memasak kalau ada acara dan juga yang lain. Tidak masalah menurut ku karena tidak setiap hari jadi tubuh ibu bisa istirahat setelahnya.
"Emang ibu bisa jaga bayi?"
"Bisa dong, ngurusin bayi mah gampang. Kalau nangis tinggal di kasih susu. Kalau sudah agak besar baru repot karena lari-larian kesana-kemari. Sudah ibu pergi dulu, sebelum mbak Lita nya mau berangkat ke toko." Ibu buru-buru saat melihat mobil Tante Jelita sudah keluar dari garasi.
Aku hanya bisa memandang nya dari jauh, lihat saja perbedaan kami. Dia kemana-mana menggunakan mobil, tidak kepanasan dan kehujanan. Pantas saja kulitnya putih mulus wong nggak pernah kena matahari. Beda sekali dengan ku yang cuma punya motor bebek tua.
Ibu sudah menyebrang jalan dan sampai di halaman rumah Tante Jelita, aku melihatnya dari ruang tamu yang pintunya terbuka. Tante Jelita keluar dari rumah nya sambil menggendong bayi nya. Dia sudah rapi dan cantik, menggunakan terusan pas body yang panjangnya di atas lutut. Dipadukan dengan blazer di atasnya. Dia suka sekali menggunakan pakaian yang ketat dan pres body.
Aku masih saja memperhatikan mereka dari rumahku, bayi yang tadi ada di gendongan Tante Jelita kini sudah berpindah ke ibuku. Mereka sedikit berbincang lalu Tante Jelita pun masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari sana. Selesai sudah, aku tidak bisa melihatnya lagi hari ini karena siangnya giliranku jaga sampai malam. Besok lagi aku bisa melihatnya, oh Tante Jelita cantikku... kapan aku bisa punya kesempatan dekat dengan mu.
Aku merebahkan tubuh ku di sofa, menggunakan ke dua tanganku sebagai bantalan. Jarum jam di dinding masih menunjukkan pukul sepuluh pagi, masih ada waktu tiga jam untuk ku sebelum berangkat. Lebih baik aku tidur sekarang, agar fisikku kembali fit untuk berjaga nanti.
Ternyata tidak butuh waktu lama aku sudah terlelap mungkin karena banyak menguras tenaga pagi tadi. Sekarang aku sudah masuk ke dalam dunia mimpi ku.
'Dimana ini, ini seperti kamar. Tapi kamar siapa ini?' Aku ingat tadi aku tidur si sofa ruang tamu, tapi kenapa tiba-tiba aku berada di kamar yang asing. Tubuh ku masih sama hanya menggunakan celana pendek tanpa atasan.
Ku lihat sekeliling, ada banyak perlengkapan wanita di atas meja rias. Lalu dekorasi kamar yang feminim, ini jelas kamar perempuan tapi ini kamar siapa dan kenapa aku bisa ada di sini. Kalau sampai ada yang lihat bisa-bisa aku dituduh mencuri. Bisa digebukin satu kampung aku.
'Lebih baik aku pergi dari sini sebelum ada yang datang,' gumamku.
Kakiku turun dari kasur empuk itu, rasanya dingin saat telapak kakiku menyentuh lantai kamar itu. Segera aku berjalan menuju pintu kamar.
Ceklek. Aku memaku saat mendengar pintu yang aku tebak adalah pintu kamar mandi itu terbuka. Tangan ku yang sudah memegang gagang pintu pintu pun berhenti. Kakiku gemetaran, aku sudah ketahuan, tamat sudah riwayat ku.
"Mas Haris...."
Suara itu kenapa begitu lembut, seperti membelai-belai telingaku. Sepertinya itu seorang perempuan, bagaimana ini apa aku kabur saja. Ya sepertinya kabur adalah pilihan yang tepat. Aku pun bersiap membuka pintu.
"Mas Haris... kamu mau kemana?"
Kali ini aku dibuat merinding disko mendengar suara itu. Baru suaranya saja sudah bisa membuat bulu-bulu halus ku berdiri. Ehh tadi dia memanggil namaku, dan sepertinya suaranya aku kenal.
"Mas..."
Aku tidak tahan lagi, tubuhku berbalik sendiri saat mendengar suara itu lagi. Tapi sedetik kemudian mataku melebar saat melihat siapa yang ada di depan mataku.
"Tante Jelita?" Bidadari ku, cintaku, yang selalu menjadi obyek khayal ku sekarang ada di depan mataku. Dan yang lebih membuat jantung ku tiba-tiba berdebar kencang adalah tubuh Tante Jelita yang hanya menggunakan handuk dan ukurannya terlihat begitu minim.
"Mas Haris...." Dia memanggil namaku lagi dengan manja. Apa ini mimpi, aku berusaha mengedipkan mata ku berkali-kali dan Tante Jelita masih ada di depan ku.
"A-apa ini kamar Tante?" tanya ku gugup, jakunku sudah naik turun sejak tadi melihat pemandangan indah itu.
"Bukan, tapi ini kamar kita mas," katanya sambil tersenyum manis.
"Ka-kamar kita?" tanyaku tak percaya. "Bagaimana bisa?" Tentu saja aku terkejut. Kamar kita artinya aku dan Tante Jelita sudah... menikah?? Aku semakin melebarkan mata.
"Apa kamu lupa kalau kita suami istri?" Tante Jelita berjalan menuju ke arah ku. Bagaimana ini, aku takut tidak bisa menahan diri lagi.
"Aku istrimu, mas. Aku milikmu sekarang," ujar Tante Jelita dengan suara mendayu-dayu, terdengar sangat indah ditelingaku. Apa katanya tadi, istri? jadi aku bisa melakukan apapun padanya kan?
"Iya mas, lakukanlah. Aku sudah sangat merindukan mu..." Tente Jelita membelai wajah ku dengan jari-jari lentiknya. Ini seperti mimpi, aku bisa merasakan belaian tangan Tante Jelita. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu, aku akan melakukan apapun yang aku mau.
Tangan ku mencoba meraih sosok yang ada di depan ku. Aku takut ini hanya mimpi. Kurasakan kulit wajahnya begitu halus dan lembut. Aku terus menyusuri pipi lalu ke leher dan tibalah jari-jemari ku sampai di atas sesuatu yang selalu aku mimpi-mimpikan.
Aku merancau tak jelas, impian ku selama ini menjadi nyata. Aku bisa merasakan bagaimana rasanya menyusuri keindahan dunia bersama wanita pujaan ku, Tante Jelita. Wanita yang baru dua bulan menempati rumah kosong di depan rumah ku.
"Terus Tan... "
Aku benar-benar dibuat melayang oleh Tante Jelita, pelayannya jelas mantap, bikin mata merem melek. Kata orang janda lebih berpengalaman memang benar adanya. Kalau begini, yang masih gadis bukan apa-apanya.
Aku seperti raja, cukup diam dan Tante Jelita yang bekerja. Kalau begini aku mana sanggup tahan lama-lama, goyangan mampu membuat ku ingin meledak lagi seperti pagi tadi.
Kepala ku mendongak ke atas, kurasakan tubuh ini bergetar hebat. Sesuatu yang hangat baru saja menyembur dari sumbunya.
"Ris... Haris... bangun nak... nyebut..." Samar aku mendengar suara ibu memanggilku. Rasanya tubuhku lemas saat ingin membuka mata.
Tapi sedetik kemudian aku langsung berjingkat kaget. Tadi ada suara ibu, apa artinya ibu melihat ku sedang bermain dengan Tante Jelita?
"Ibu?" aku terlonjak kaget melihat ibu ada di depan ku. Berarti benar tadi ibu lihat..aaaa Bagaimana ini dia pasti marah.
"Kamu itu mimpi apa sih... sampai teriak-teriak senyum-senyum sendiri. Ibu takut kamu kesambet setan lewat," ujar ibu, wajahnya panik.
"Mimpi?" Aku bingung tentu saja. Lalu akupun mencoba mencari jawaban, tepatnya mencari sosok Tante Jelita yang tadi ada bersamaku. Ehh tapi kenapa tiba-tiba aku sudah ada di rumah ku lagi, lalu dimana Tante ku yang tadi bersama ku.
Apa ini benar mimpi, tapi itu sungguh seperti nyata. Bahkan aku bisa merasakan tanganku menyentuh nya. Aarrggghhh... sial ternyata tadi itu cuma mimpi.
"Haris! malah ngelamun. Kamu ditanya kok malah diam saja." Ibu masih khawatir padaku, jelas saja karena aku anaknya satu-satunya.
"Enggak apa-apa Bu, cuma tadi mimpi ketemu bidadari aja," jawabku agar si ibu tidak khawatir lagi.
"Oalah... kamu itu sepertinya kesambet setan jomblo jadinya seperti ini. Cepet-cepet cari pacar to nak, ibu khawatir kalau kamu jadi melenceng kalau kelamaan jomblo."
Kurang asem ibu itu, anak sendiri dikatain terus. Gini-gini kan anakmu Bu. Ku garuk rambut ku yang acak-acakan.
"Sabar Bu, belum ketemu yang pas. Jodohku masih sembunyi," kataku.
"Kamu itu terlalu pilah pilih Ris. Banyak yang mau sama kamu kok, ibu heran kamu itu mau cari yang seperti apa?" Ibu mengomel. Kalau sudah masalah pasangan pasti urusannya jadi panjang. Ibu itu sepertinya ngebet banget pengen punya menantu.
"Ya nggak muluk-muluk lah Bu, asal aku sreg trus mau menerima ku apa adanya dengan pendapatan yang pas-pasan. Trus sayang sama ibu dan mau mengurusi ibu." Aku ragu kalau para gadis yang mendekati ku itu juga bisa sayang sama ibu. Jaman sekarang jarang sekali menantu yang sayang sama mertuanya, apalagi kalau mengurusi mertua pasti mereka tidak akan mau.
"Ibu masih sehat nak, nggak perlu diurusi. Yang penting kamu bahagia." Ibu memang terlalu baik orangnya.
"Ya nggak bisa gitu Bu, yang mau menikah dengan ku ya harus mau mengurus ibu. Mau diajak susah juga, nggak mau enaknya aja." Memang sulit mencari wanita yang seperti itu, tapi tidak apa-apa. Aku pasti bisa bertemu dengan wanita yang seperti itu suatu saat nanti.
"Ya wis lah, terserah kamu aja Ris." Ibu pasrah, nah begitu dong Bu. Cari pasangan hidup ya nggak bisa grasa grusu.
"Awaa... aaa... aappaa...pa..." Samar telingaku mendengar suara bayi ada di dekat sini. Ehh ngomong-ngomong soal bayi bukannya ibu seharusnya menjaga anaknya Tante Jelita ya. Kalau ibu ada di sini lalu anak itu dimana?
"Bu, anaknya Tante Jelita dimana? Apa ibu tinggal di rumah sendirian?" tanyaku.
"Itu yang ada diatasmu siapa?"
Aku mengikuti arah jari telunjuk ibu, dan benar saja kalau saat ini bayi cantik itu sedang tengkurap di atas tubuhku. Kenapa aku tidak sadar dari tadi. "Kenapa ditaruh disini Bu?"
"Tadi dia minta turun kesitu saat kamu tidur. Ya cantik... kamu cantik sekali siihhh seperti mamah mu...," tutur ibu sambil memainkan pipi chubby bayi itu. Aku setuju, bayi itu memang sangat cantik seperti ibunya.
Ehh tapi tunggu, kenapa rasanya celanaku hangat. Apa ini karena mimpi tadi yang membuat larva ku keluar. Tapi seharusnya kan tidak sebasah dan hangat seperti ini, sepertinya ada yang tidak beres.
Aku melihat bayi itu masih betah di atasnya ku, menepuk-nepuk perut kotak-kotak ku yang terbuka. Lucu sekali, masih bayi saja tau mana barang yang bagus dan tidak. Ibu tadi bilang anak itu ingin turun di atas ku, ternyata dia penasaran dengan perut kotak-kotak ku.
Wajahku memang pas-pasan, ganteng enggak. Warna kulit ku juga kecoklatan karena sering terpapar sinar matahari. Tapi menurut ku malah terlihat eksotis. Jangan salah, meski wajah ku jauh dari kata tampan tapi bentuk tubuh ku ini TOP . Sudah seperti binaragawan yang ada di tv tv. Otot lenganku saja besar, da-da dan perutku kotak-kotak sempurna.
Itulah yang menjadi daya tarik para gadis yang selama ini mengejarku. Itu semua karena aku sering melakukan latihan fisik, sebelum jadi penjaga keamanan atau scurity biasanya memang ada latihan khusus ala militer dan sampai sekarang pun aku masih sering melakukannya, makanya tubuh ku tetap seperti ini. Beda sekali dengan teman-teman ku, setelah mendapat pekerjaan mereka jadi malas dan hasilnya sekarang perut mereka buncit seperti ibu hamil.
"Wa.. a... wa... waa.... "
"Sepertinya dia menyukai mu, Ris. Dari dari coba gendong lagi enggak mau," ujar ibu sambil melihat anak itu yang masih asyik memegangi perut ku.
Ehhh tapi tunggu, yang anget-anget tadi jangan-jangan.
"Bu tolong angkat dulu ini bayinya," perintah ku yang sudah berfirasat buruk.
"Namanya Sasha, Ris. Ada apa sih, kok kamu panik begitu wajahnya."
"Sasha... ya itu cepat angkat dulu Bu. Ini loh aku ngerasa anget-anget di celanaku." Aku pun menceritakan apa yang aku rasakan pada ibu. Aku yakin yang anget-anget itu bukan dari larva putih ku yang menyembur tapi dari sesuatu yang lain dan asalnya dari anak yang di atas ku ini.
Ibu segera mengangkat anak itu tinggi-tinggi, dilihatnya celana anak itu basah. Benarkan dugaanku. Apes bener, apa dia balas dendam karena aku suka membayangkan ibunya tadi. Hahaha dasar bayi, kata orang memang perasaan anak kecil itu sangat peka.
"Ya ampun kamu ngompol nduk. Walah walah ibu lupa enggak pakaiin Pampers tadi. Maaf ya Ris, kamu jadi bau pesing begini." Ibu merasa bersalah karena membuat ku basah dan bau ompol.
"Enggak apa-apa Bu, aku bisa mandi lagi. Sekalian mau berangkat nanti," ujarku, hanya masalah kecil begitu untuk apa marah apalagi pada bayi kecil yang tidak tau apa-apa. Meski tubuh ku besar dan terlihat galak tapi hatiku lembut seperti malaikat. Hehehe
Waduh baca juga novel othor yang baru
Judulnya Nikahi Aku, Kak!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!