NovelToon NovelToon

Terjebak Pesona Mamah Muda

1. Bunuh Diri

Aida berdiri di pinggir jembatan. Ia terlihat sedang bersedih. Kedua orang tuanya meninggal dunia beberapa minggu yang lalu. Harta kedua orang tuanya habis disita oleh bank untuk membayar hutang bank. Hanya satu yang tersisa yaitu sebuah mobil miliknya yang dibelikan oleh orang tuanya ketika ia berulang tahun yang ke tujuh belas tahun. Kini Aida hidup sebatang kara tidak punya sanak saudara. Semua saudara dari orang tuanya menjauhinya. Tidak seperti sewaktu orang tuanya masih ada, keluarga orang tuanya sering datang ke rumah. Teman-temannya juga menjauhinya.

Aida berdiri di pinggir jembatan sambil meratapi nasibnya. Ingin rasanya ia bunuh diri terjun ke sungai.

“Mamah, Papah biarkan Aida menyusul Mamah dan Papah. Aida tidak sanggup harus hidup sendiri,” kata Aida.

Aida sudah hendak bersiap-siap untuk terjun ke sungai. Namun ketika ia hendak meloncat ia melihat seorang wanita setengah baya sedang membawa sebuah kardus ke pinggir sungai. Ketika dilihat lebih jelas lagi di dalam kardus ternyata isinya seorang bayi.

“HEI! MAU DIAPAKAN BAYI ITU?” teriak Aida.

Wanita paruh baya tersebut langsung meninggalkan begitu saja bayi itu di pinggir sungai. Aida yang tadinya hendak melonpat dari jembatan cepat-cepat kembali ke jalan dan mencari jalan untuk turun ke pinggir sungai. Aida turun ke pinggir sungai lalu mendekati dus yang tadi ditinggalkan wanita tadi. Aida menaruh jarinya di hidung bayi tersebut.

“Alhamdullilah, dia masih hidup,” ucap Aida.

Aida menggendong bayi itu.

“Kasihan sekali kamu sayang, kamu dibuang oleh orang tuamu,” kata Aida sambil menimang-nimang bayi tersebut.

“Ayo ikut Kakak, Kakak juga hidup sendiri. Orang tua Kakak sudah meninggal,” kata Aida.

Aida membawa bayi itu pergi dari situ. Tanpa Aida ketahui wanita paruh baya itu mengintip dari balik batang pohon.

“Alhamdullilah, ada yang mau mengambil Cucuku. Semoga saja ia perempuan yang baik dan mau mengurus Cucuku,” kata wanita itu.

Lalu wanita itu pergi meninggalkan tempat tersebut.

Aida membawa bayi tersebut masuk ke dalam mobilnya. Aida mengelus-elus pipi bayi itu.

“Sungguh malang sekali nasibmu, Dik,” kata Aida.

“Sekarang biar kakak yang akan menjagamu,” kata Aida.

Aida berpikir sejenak.

“Tapi bagaimana caranya bisa menafkahi bayi ini? Bayikan butuh susu, pospak dan yang lainnya. Belum lagi kalau dia sakit harus ke dokter,” kata Aida kepada dirinya sendiri.

Aida berpikir lagi.

“Jual saja mobil ini, harganya pasti lumayan untuk bisa membeli rumah dan untuk makan,” kata Aida.

Aida memasukkan kembali bayi itu ke dalam dus.

“Maaf ya, De. Terpaksa Kakak taruh kamu ke dalam dus agar kamu tidak jatuh,” kata Aida.

Aida mengikat dus itu dengan seat belt agar tidak jatuh. Kemudian Aida mengendarai mobilnya meninggalkan tempat itu.

*****

Satu Tahun Kemudian.

Aida mengkayuh sepedanya dengan tergesah-gesah. Sebetulnya sekarang belum waktunya ia pulang kerja, namun tadi ia menerima telepon dari Ibu Ida tetangganya yang mengatakan kalau Maira badannya panas tinggi. Aida terpaksa meminta ijin untuk pulang ke rumah.

Ketika Aida melewati sebuah mobil yang sedang parkir di pinggir jalan tanpa sengaja setang sepeda Aida menyenggol seorang laki-laki yang sedang berdiri di sebelah kanan mobil yang sedang parkir dan seorang laki-laki pengemudi motor yang sedang berhenti di sebelah kanan mobil.

“Hei! Kalau jalan pakai mata!” tegur laki-laki yang sedang berdiri.

Aida menghentikan sepedanya di depan motor tersebut. Aida menoleh ke belakang.

“Maaf, Pak. Saya tidak sengaja, saya terburu-buru,” kata Aida sambil membungkukan badannya beberapa kali karena ia merasa bersalah.

“Maaf-maaf. Enak saja cuma minta maaf! Sakit tau kena stang sepeda,” seru pengemudi motor.

Namun tiba-tiba terdengar suara teriakan dari belakang.

“HEI! MAU MALING LUH, YA?”

Seorang laki-laki menggunakan suit berlari mendekati kedua orang itu sambil berteriak, “MALING-MALING!!!” Laki-laki itu adalah Firas Randi Rahadian pemilik mobil itu.

Kedua orang itu langsung panik. Laki-laki yang sedang berdiri langsung naik ke atas motor dan pengemudi motor itu langsung menjalankan motornya. Namun ketika melewati Aida, laki-laki yang duduk di belakang motor menendang pangkal kaki Aida dengan keras sehingga Aida terjatuh membentur aspal bersama dengan sepedanya.

Firas berhenti di samping mobil sambil bernafas dengan ngos-ngosan. Ketika melihat kaca mobil yang berada di sampingnya masih dalam keadaan utuh ia langsung menarik nafas lega. Tadinya Firas sudah cemas ketika melihat seorang yang berdiri menghadap ke mobilnya dan seorang pengendara motor yang menghentikan motornya di sebelah kanan mobilnya. Sepertinya mereka berniat memecahkan kaca mobilnya. Dari kejauhan Firas sudah melihat lelaki yang berdiri di sebelah mobilnya hendak mengayunkan helmnya ke kaca mobil. Namun tiba-tiba ada seorang perempuan lewat naik sepeda dengan tergesah dan menyenggol kedua orang tersebut.

Firas menghampiri Aida yang terjatuh dari sepedanya. Firas membantu berdirikan sepeda Aida. Aida berusaha bangun sambil menahan sakit pada bahu, sikut dan pinggul sebelah kirinya, belum lagi pangkal kakinya yang ditendang oleh maling tadi.

Firas mengulurkan tangannya kepada Aida untuk membantu Aida bangun, namun ditolak oleh Aida.

“Saya bisa berdiri sendiri,” kata Aida.

Aida berusaha bangun sambil menahan sakit, akhirnya Aida bisa berdiri. Aida membersihkan bajunya yang kotor oleh debu jalanan.

“Terima kasih. Kalau tidak ada kamu mungkin mereka sudah memecahkan kaca mobil saya,” ucap Firas.

“Tidak usah berterima kasih kepada saya, Pak. Saya juga tidak sengaja menyenggol mereka,” jawab Aida yang sedang memperhatikan luka lecet pada sikutnya.

Firas memperhatikan pakaian yang dikenakan oleh Aida. Sepertinya ia mengenal pakaian yang dikenakan oleh Aida. Tanda lambang di baju Aida mirip seperti lambang perusahaan milik teman kakeknya. Dan melihat wajah Aida sepertinya ia pernah melihatnya. Tapi dimana? Firas lupa lagi.

Tapi kenapa dia berkeliaran di luar pas jam kantor? Ini kan belum jam istirahat, kata Firas di dalam hati.

“Kamu mau kemana?” tanya Firas.

“Saya mau pulang, anak saya mendadak sakit panas,” jawab Aida.

“Saya antar pulang, ya,” kata Firas.

“Tidak usah, Pak. Rumah saya sudah dekat, tuh di sebelah mini market Indojuli,” jawab Aida sambil menunjuk ke depan.

Firas melihat ke arah yang ditunjuk oleh Aida, plang tulisan Indojuli tidak terlihat jelas. Itu bertanda jika rumah Aida masih sangat jauh.

“Kamu bisa mengkayuh sepeda kamu dengan keadaan seperti itu? Rumah kamu masih jauh,” kata Firas.

“Saya sudah biasa setiap hari naik sepeda,” jawab Aida.

“Iya, itu sewaktu kamu sehat. Tapi kamu sekarang sedang luka-luka,” kata Firas.

Firas berusaha untuk mengantarkan Aida sebagai tanda terima kasihnya. Kalau Aida tidak menyenggol kedua penjahat itu mungkin kaca mobilnya sudah dipecahkan oleh kedua penjahat itu. Dan barang-barang berharganya pasti raib di gasak maling.

“Kalau saya ikut Bapak nanti sepeda saya bagaimana?” tanya Aida.

Bagaimanapun juga sepeda ini satu-satunya kendaraan yang dimiliki Aida.

“Masukin ke dalam bagasi,” jawab Firas.

“Memangnya muat?” tanya Aida dengan bingung.

“Muat, bagasinya tidak usah di tutup,” jawab Firas.

.

.

Novel ini akan selalu di up pada tengah malam. Karena cuma punya waktu senggang pas malam hari.

2. Maira

Firas menbawa sepeda Aida menuju ke belakang mobilnya. Aida mengikuti Firas sambil berjalan dengan pincang. Kemudian Firas membuka bagasi mobilnya dan mengangkat sepeda Aida dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Untung mobil Firas sebuah sedan mewah sehingga bagasinya cukup luas.

“Muatkan,” kata Firas.

“Sekarang kamu masuk ke mobil! Saya antar kamu pulang,” kata Firas.

Aida berjalan menuju pintu penumpang yang berada di sebelah kemudi dan kemudian masuk ke dalam mobil. Firas memperhatikan Aida dari belakang lalu menarik nafas lega karena Aida akhirnya mau diantar pulang. Kemudian Firas masuk ke dalam mobil dan mobil pun melaju.

“Nama kamu siapa?” tanya Firas sambil menyetir.

“Nama saya Aida,” jawab Aida.

“Saya Firas,” kata Firas.

Aida langsung menoleh ke arah Firas begitu mendengar nama laki-laki itu adalah Firas.

“Kenapa?” tanya Firas yang melihat gerak-gerik Aida dari ujung matanya.

“Namanya mirip seperti nama teman direktur tempat saya bekerja,” jawab Aida.

Firas langsung menoleh ke Aida.

“Oh, ya?” tanya Firas.

“Iya,” jawab Aida.

“Kamu pernah melihat teman direktur kamu itu?” tanya Firas kembali fokus ke depan.

“Belum pernah,” jawab Aida.

Aida melihat plang Indo juli di depannya, pertanda sudah sampai di depan rumahnya.

“Di depan berhenti, ya.” Aida menunjuk ke minimarket indojuli.

Firas menyalakan sein mobil ke kiri dan memarkirkan mobil di halaman minimarket Indojuli. Kemudian Firas membuka kaca jendela mobilnya.

“Bang, numpang parkir, ya,” kata Firas kepada Tukang parkir Indojuli.

“Iya, Mas,” jawab tukang parkir.

“Terima kasih, Bang,” ucap Firas kemudian menutup kembali kaca jendela.

“Ayo turun,” kata Firas sambil mematikan mesin mobilnya.

Aida keluar dari mobil Firas.

“Oh…ternyata Mbak Aida, saya kirain tamunya siapa?” sahut tukang parkir ketika melihat Aida keluar dari mobil.

Firas keluar dari mobil lalu menuju ke bagasi mobil dan mengeluarkan sepeda Aida dari dalam bagasi kemudian menutup kembali bagasi mobilnya.

“Terima kasih, Pak Firas,” ucap Aida.

“Saya bantu bawa sepedanya,” kata Firas dan mengambil alih stang sepeda dari tangan Aida.

“Tidak usah, Pak! Rumah saya sudah dekat,” tolak Aida.

“Tidak apa-apa, kasihan kaki kamu masih sakit,” kata Firas.

Firas mendorong sepeda Aida menuju ke jalan yang berada di samping mini market Indojuli. Aida menghela nafas melihat Firas yang berusaha untuk balas budi kepada Aida. Aida berjalan di belakang Firas dengan kaki yang pincang karena menahan rasa sakit pada bagian pinggulnya.

Jalan menuju ke rumah Aida sebenarnya cukup besar, hanya saja susah untuk parkir mobilnya.

“Stop, Pak!” seru Aida.

Firas menoleh ke belakang, “Di sini?” tanya Firas.

“Iya,” jawab Aida.

Aida membuka pintu pagar rumah kecil bercat putih yang berada di sebelah kiri Firas. Firas membawa sepeda masuk ke halaman rumah itu.

“Assalamualaikum,” ucap Aida sambil mengetuk pintu rumah.

“Waalaikumsalam.” Terdengar suara Ibu Ida dari dalam rumah.

Ibu Ida membukakan pintu rumahnya.

“Bagaimana keadaan Maira sekarang?” tanya Aida kepada Ibu Ida sambil masuk ke dalam rumah.

Aida melupakan Firas yang masih berdiri di halaman rumah.

“Masih panas, tapi sekarang Maira sedang tidur,” jawab Ibu Ida.

Aida masuk ke dalam kamar. Ibu Ida melihat Firas yang berdiri di halaman rumah Aida sambil memegang sepeda Aida.

“Silahkan masuk, Pak. Sini sepedanya saya bawa masuk,” kata Ibu Ida.

Firas memberikan sepeda Aida kepada Ibu Ida. Ibu Ida membawa masuk sepeda Aida. Firas mengikuti Ibu Ida dari belakang.

“Silahkan duduk, Pak,” kata Ibu Ida.

Firas duduk di kursi yang berada di ruang tamu. Firas memindai rumah Aida. Sebuah rumah yang cukup kecil seukuran dengan perumahan BTN type 21. Ruang tamu menyatu dengan ruang keluarga hanya saja dipisahkan dengan menggunakan sketsel. Di dinding ruang tamu hanya ada foto Aida berdua dengan anak perempuan yang usianya kira-kira satu tahun.

Kemana suaminya? Kok tidak ada fotonya? tanya Firas di dalam hati.

Apa jangan-jangan……. Ah….itu bukan urusanku, kata Firas di dalam hati.

Tak lama kemudian Ibu Ida datang membawa secangkir teh.

“Silahkan diminum, Pak,” kata Ibu Ida.

“Terima kasih,” ucap Firas.

Kebetulan Firas haus karena tadi ia habis berlari. Firas langsung meminum teh yang disajikan oleh Ibu Ida hingga habis.

Tiba-tiba Aida keluar dari kamarnya sambil menggendong anak batita. Aida kaget melihat Firas sedang duduk di ruang tamunya.

“Loh, Bapak masih di sini?” tanya Aida kepada Firas.

“Tadi Bapak ini berdiri di depan teras sambil memegang sepedamu. Jadi Ibu suruh ia masuk.” Ibu Ida mencoba menjelaskan.

“Kamu mau kemana?” tanya Firas.

Firas melihat Aida menggedong bayi yang sedang tidur sambil membawa tas sepertinya hendak pergi.

“Saya mau bawa anak saya ke puskemas,” jawab Aida.

Firas langsung berdiri dari tempat duduk, “Saya antar.”

“Tidak usah, saya sudah banyak merepotkan Bapak,” tolak Aida.

“Saya tidak merasa direpotkan. Saya hanya balas budi karena kamu sudah menyelamatkan mobil saya dari maling pecah kaca mobil,” jawab Firas.

“Ya sudah kalau memang itu keinginan Bapak. Tapi hanya mengantar saja, ya!” kata Aida.

“Oke,” jawab Firas.

Aida beralih ke Ibu Ida.

“Saya pergi dulu, Bu. Titip rumah ya, Bu,” kata Aida.

“Ya, hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa telepon Ibu, ya!” kata Ibu Ida.

“Ya, Bu. Assalamualaikum,” ucap Aida.

“Waalaikumsalam,” balas Ibu Ida.

Aida keluar dari rumahnya.

“Saya pamit dulu, Bu. Assalamualaikum,” ucap Firas.

“Waalaikumsalam,” balas Ibu Ida.

Firas pun keluar dari rumah Hanifa dan berjalan menyusul Aida.

“Lukamu belum diobati,” kata Firas ketika melihat luka lecet-lecet Aida masih belum diobati.

“Tidak sempat, sekarang saya harus ke puskemas anak saya sakit panas,” jawab Aida sambil jalan tergesah-gesah.

Firas menempelkan tangannya di kening anak yang digendong Aida.

“Panas sekali,” ujar Firas setelah menyentuh kepala anak itu.

“Saya tadi cepat-cepat pulang, karena anak saya panas tinggi,” kata Aida.

“Kamu sudah menelepon suami kamu?” Tanya Firas yang berusaha berjalan sejajar dengan Aida.

“Saya tidak punya suami. Saya belum menikah,” jawab Aida.

Firas kaget mendengar jawaban Aida.

“Terus anak ini?” tanya Firas.

“Maira adslah anak angkat saya. Saya menemukannya di pinggir sungai ketika ada seorang wanita setengah baya hendak membuangnya ke sungai,” jawab Aida.

“Oh….,” kata Firas.

Akhirnya mereka sampai di Indojuli tempat Firas memarkirkan mobilnya, Firas membuka kunci pintu mobilnya dengan menggunakan remote.  Lalu membukakan pintu untuk Aida. Setelah itu barulah Firas masuk ke dalam mobilnya. Firas menjalankan mobilnya dan memberikan uang sebesar sepuluh ribu rupiah kepada tukang parkir.

“Terima kasih, Pak,” ucap tukang parkir.

“Hm,” balas Firas sambil menganggukkan kepalanya.

Mobil Firaspun melaju di jalan raya.

3. Ke Rumah Sakit.

“Dimana puskesmasnya?” tanya Firas sambil fokus menyetir.

“Di depan sekitar lima ratus meter lagi,” jawab Aida.

Tiba-tiba Maira bangun dari tidurnya sambil merengek.

“Eekkkk Mama….,” kata Maira.

“Sssttt sayang, Mamah di sini.” Aida mengusap-usap kepala Maira.

Aida mengayun-ayun tubuh Maira agar tidak menangis.

Firas memperlambat laju mobilnya.

“Ini bukan puskesmasnya?” tanya Firas ketika berhenti di depan bangunan yang di depannya bertuliskan puskesmas.

Aida menoleh ke samping mobil.

“Iya betul,” jawab Aida.

“Terima kasih, sudah mengantar kami,” ucap Aida sambil hendak membuka pintu mobil.

“Jangan turun dulu! Saya parkir mobil dulu,” seru Firas.

Aida mengurungkan niatnya untuk turun dari mobil. Kemudian Firas memarkirkan mobilnya di halaman puskesmas. Setelah mobil berhenti Aida membuka pintu mobil.

“Sekali lagi saya ucapkan terima kasih karena Pak Firas telah mengantarkan kami,” ucap Aida.

“Hm,” jawab Firas sambul mengangukkan kepalanya.

“Assalamualaikum,” ucap Aida lalu keluar dari mobil Firas. Firas.

“Waalaikumsalam,” jawab Firas.

Aida berjalan menuju ke puskesmas. Firas memperhatikan Aida dari dalam mobilnya. Setelah Aida masuk ke dalam puskesmas, Firas bernafas lega.

Firas tidak langsung meninggalkan meninggalkan halaman puskesmas. Namun ia masih memarkirkan mobilnya di halaman puskesmas. Firas membaca chat yang masuk ke ponselnya satu-persatu. Ketika membalas chat di ponselnya ekor mata Firas menangkap Aida yang keluar dari puskesmas. Firas langsung mengalihkan pandangannya ke Aida yang sedang melirik ke kanan dan ke kiri yang sepertinya sedang mencari sesuatu.

“Kok cepat sekali,” kata Firas kepada dirinya sendiri.

Firas membunyikan klakson mobilnya. Aida menoleh ke mobil Firas. Firas menurunkan kaca mobilnya.

“Kok cepat?” tanya Firas kepada Aida.

Aida menghampiri Firas.

“Puskesmasnya tutup sedang makan siang. Saya mau ke rumah sakit saja,” jawab Aida.

“Ya sudah, ayo naik. Saya antar ke rumah sakit,” kata Firas.

“Terima kasih, tidak usah diantar. Saya mau naik ojek saja,” jawab Aida.

“Kalau naik ojek kasihan Maira, nanti kepanasan,” kata Firas.

Tiba-tiba terdengar rengekan Maira karena kena panas matahari.

“Tuh kan Maira menangis. Ayo cepat naik!” seru Firas.

Terpaksa Aida mengikuti perkataan Firas. Aida masuk ke dalam mobil Firas.

“Sebentar saya telepon dokter anak dulu.” Firas mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.

“Pak, tidak usah,” cegah Aida.

“Sssttt,” Firas menepelkan telunjuknya ke bibirnya.

Aida langsung diam.

“Assalamualaikum, A,” ucap Firas.

“Waalaikumsalam,” jawab Odie.

“Aa lagi dimana?” tanya Firas.

“Masih di rumah sakit, lagi istirahat makan siang. Kenapa memangnya?” tanya Odie.

“Ini ada anak pegawai di kantor yang sakit panas, tapi puskesmasnya tutup karena jam istirahat makan siang. Daripada harus menunggu puskesmas buka, lebih baik dibawa ke dokter anak di rumah sakit,” jawab Firas.

“Hah…anak pegawai? Anak pegawai atau “anak pegawai” nih?” goda Odie.

“Anak pegawai beneran, A,” jawab Firas.

“Sejak kapan Pak Diirektur mengurusi anak pegawai yang sedang sakit? Ya sudah. Bawa ke sini saja!” kata Odie.

“Oke, A. Firas berangkat sekarang. Assalamualaikum,” ucap Firas.

“Waalaikumsalam,” jawab Odie.

Aida diam mendengar pembicaraan Firas dengan seseorang di seberang sana.

Aida menoleh ke arah Firas dengan wajah seribu tanya. Namun Firas sedang fokus memundurkan mobilnya keluar dari puskesmas sehingga tidak melihat wajah Aida.

Setelah mobil sudah keluar dari halaman puskesmas mobil Firas pun meluncur di jalan raya.

Setengah jam kemudian merekapun sampai ke rumah sakit yang dituju. Firas menghentikan mobilnya di depan lobby rumah sakit.

“Kamu turun duluan. Tunggu saya saya di lobby! Saya mau parkir mobil dulu,” kata Firas.

“Ya, Pak.”

Aida turun dari mobil lalu menuju lobby rumah sakit. Sedangkan Firas memarkirkan mobilnya. Setelah puluh menit Aida menunggu Firas, akhirnya Firas pun datang.

“Maaf lama menunggu,” kata Firas ketika menghampiri Aida.

“Tidak apa-apa, Pak,” jawab Aida.

Mereka pun berjalan menuju tempat pendaftaran. Setelah mendaftar Firas dan Aida menuju ke dokter anak dan duduk di ruang tunggu dokter anak. Sambil menunggu dipanggil Firas menelepon seseorang.

“Assalamualaikum, A. Firas sekarang sudah di ruang tunggu,” kata Firas.

“Waalaikumsalam. Sekarang Aa keluar,” kata Odie.

Pintu ruang dokter anak terbuka seorang dokter sekitar berusia tiga puluh empat tahun keluar dari ruang praktek menoleh ke kanan dan ke kiri seperti mencari seseorang. Lalu ia tersenyum ketika melihat Firas dan melambaikan tanganya ke arah Firas.

“Ayo, Aida. Maira sudah dipanggil,” kata Firas.

“Eh…” Aida bingung karena ia belum mendengar suster memanggil nama Maira.

Firas langsung beranjak dari tempat duduk lalu menghampiri dokter tersebut. Aida langsung mengikuti Firas dari belakang. Firas menyalami dokter itu. Ia adalah dokter Odie kakak sepupu Firas.

“Mana pegawaimu?” tanya Odie.

“Ini,” jawab Firas sambil menunjuk ke Aida yang berdiri di belakangnya.

“Siapa nama pasiennya?” tanya Odie kepada Aida.

“Maira Puspita,” jawab Aida.

“Sudah daftar di tempat pendaftaran?” tanya Odie.

“Sudah, Dok,” jawab Aida.

“Sus, tolong ambil kasus pasien namanya Maira Puspita. Bawa ke ruangan saya!” kata Odie kepada suster yang duduk di meja yang berada di depan ruang periksa.

“Baik, Dok,” suster itu mulai mencari kartu kasus milik Maira diantara tumpukan kartu kasus pasien yang lainnya.

“Silahkan masuk, Bu,” kata Odie.

Firas dan Aida masuk ke dalam kamar periksa. Mereka duduk di depan meja kerja Odie.

“Kenapa anaknya, Bu?” tanya Odie.

“Sakit panas, Dok,” jawab Aida.

“Dari kapan, Bu?” tanya Odie.

“Dari semalam, Dok. Hanya demam biasa. Tapi tadi sekitar jam sepuluh kata Ibu yang mengasuhnya panasnya tinggi sekali,” jawab Aida.

Tiba-tiba pintu kamar periksa ada yang membuka suster masuk sambil membawa kartu kasus milik Maira.

“Ini Dok, kartu kasus milik Maira Puspita,” kata suster.

“Terima kasih, Sus,” ucap Odie.

“Dibaringkan dulu anaknya, saya mau periksa,” kata Odie.

Aida langsung beranjak menuju brankar yang berada di ruangan tersebut. Sementara itu Odie berbisik kepada Firas, “Kamu hutang penjelasan kepada Aa.”

“Iya,” jawab Firas sambil berbisik.

“Eeekkkkk,” terdengar rengekan Maira ketika ditidurkan di atas brankar.

“Sssstttt diperiksa dulu, ya sayang,” kata Aida yang berusaha menenangkan anaknya yang mulai merengek.

Odie menghampiri brankar untuk memeriksa Maira. Ketika melihat Odie, Maira seperti hendak menangis. Aida mengusap-usap kepala Maira agar tidak menangis.

“Dokter periksa dulu, ya,” kata Odie yang mulai memasang stetoskop ke telinganya.

Odie mulai memeriksa secara keseluruhan.

“ASI nya lancarkan?” tanya Odie.

“Maira tidak minum ASI, Dok. Maira bukan anak kandung saya, dia anak angkat saya,” jawab Aida.

“Oke, saya mengerti.”

Odie menghela nafas panjang.

“Tidak ada radang di tenggorokan dan amandelnya. Saya curiganya Maira terkena demam berdarah. Kalau sudah tiga hari panasnya belum juga turun, harus periksa darah. Kalau buang air kecil atau buang air besarnya ada darah segera bawa ke dokter!” kata Odie.

Aida kaget mendengar penjelasan dokter Odie.

“Ya, Dok,” jawab Aida dengan lemas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!