NovelToon NovelToon

Sang Penakluk Yang Takluk

Tersebarnya Gosip

...⚠️...

Pelan-pelan sedang tahap revisi tulisan supaya pembaca lebih mengerti tulisannya. Terima Kasih sudah singgah. Jangan lupa singgah ke judul yang lain🤗🤗

...🦋...

"Hugooooooo..."

Sorak para gadis menyebut nama ketua tim basket yang visualnya sangat memikat, membuat satu sekolah tergila-gila padanya.

Dia Hugo Erhard, Lelaki bertubuh tinggi dan tampan yang sering berganti pacar setiap bulan. Dia menyadari kepopulerannya, semua mata para gadis yang memandangnya selalu berbinar. Kecuali satu...

Dia Richi D. Wiley, perempuan tomboi penyuka basket ini tidak pernah berniat untuk mengenal lelaki yang populer itu. Baginya, lelaki itu sangat merepotkan. Bagaimana tidak, Richi pernah berjalan melewati para fans Hugo, lalu mereka yang kegirangan histeris malah menginjak kakinya dan mengejar Hugo hingga tubuh kurusnya tertubruk dan jatuh. Dia sangat tidak menyukai lelaki itu.

"Hugo, Ayo main!!" teriak salah satu teman Richi, Frans.

Hugo berjalan ke arah lapangan basket, sepertinya dia mau bergabung.

Melihat Hugo masuk lapangan, Richi langsung keluar dengan alasan sakit perut. Dia memilih stop daripada harus bermain bersama lelaki itu.

Kejadian ini terus berulang sampai Hugo mulai menyadari, ternyata ada satu perempuan yang tidak menyukainya. Dia selalu keluar dan berhenti bermain jika Hugo bergabung. Dan ini, tentu saja mengganggunya.

Setelah jam istirahat usai, Hugo yang hendak masuk ke kelas terpaksa harus berlari saat mengetahui segerombolan gadis menyerbu ke arahnya. Entah apa yang hendak mereka lakukan, namun saat melihat para gadis yang berdatangan membuat Hugo mau tak mau lari dari tempatnya.

Hugo berlari ke arah kelasnya yang melewati toilet perempuan. Dari sana, Richi baru saja keluar menggandeng tas berisi baju olahraga sehabis ia bermain basket.

Nampaknya hari ini menjadi hari sial bagi Richi, sebab baru saja keluar satu langkah, tubuhnya yang kurus itu tertabrak tubuh besar yang sempat memberi sedikit rem.

Hampir saja mereka berdua terjatuh. Tubuh kurus Richi di tahan oleh Hugo dengan sebelah tangan. Tak berlangsung lama, Richi mendorong Hugo. Ia menatap sebal lelaki itu.

"Sorry." kata Hugo sambil mengangkat kedua tangannya, tanda ia tak menyentuh apapun dari tubuh gadis itu.

"Kak Hugo..."  gadis-gadis yang memanggil namanya mendekat. Hugo membalikkan badan. Membelakangi Richi.

"Kak, terimalah hadiah dari kami". Kata gadis-gadis itu.

"Ya, baiklah, akan aku terima. Tapi tolong jangan beri aku hadiah lagi. Karena pacarku mungkin akan marah." Katanya sambil tersenyum menunjukkan gigi taringnya.

"Siapa pacar kakak?" Seru gadis-gadis itu. Seperti tidak terima idola mereka mempunyai kekasih.

"Ini dia, dibelakang." Kata Hugo menunjuk belakangnya tanpa melirik.

"Hah, siapa?" Bisik gadis-gadis itu.

Hugo menoleh ke belakang. "Lho! Mana orangnya?" Hugo tak sadar Richi sudah menghilang sejak ia membelakangi tubuhnya.

Setelah itu, tersebarlah gosip tentang Hugo yang memiliki kekasih. Walau tidak ada yang tahu, siapa gadis itu. Secantik apakah dia? Bagaimana bisa dia menaklukkan hati Hugo? Banyak tanda tanya melayang di udara. Tak satupun mendapat jawaban.

Hari ini, setelah beberapa menit berlalu, sekolah sangat berisik membicarakan Hugo. Mereka benar-benar penasaran dengan pemilik hati Hugo. Yang menjadi bahan gosip mulai kewalahan dengan pertanyaan bertubi-tubi.

"Hugo, ayolah, siapa pacarmu itu?" Axel yang menjadi teman dekatnya sejak sekolah dasar penasaran setengah mati. Pasalnya, Hugo sudah beberapa bulan menolak berpacaran lagi dengan alasan lelah.

'Pacaran itu melelahkan' ucapnya waktu itu. Karena perempuan-perempuan yang ia pacari bersifat posesif. Apa-apa harus berkabar, bertanya makan apa, lagi dimana, sama siapa? Hugo semakin pusing tujuh keliling.

Sebenarnya, gampang sekali bagi Hugo mendapatkan kekasih. Para gadis itulah yang berjajar mengenalkan diri. Jika Hugo suka dengan penampilan dan wajah mereka, Hugo akan mengajaknya berkencan.

Apalagi lelaki ini, sangat royal kepada siapapun. Karena dia adalah calon penerus tunggal Lovvi Group. Perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan pariwisata.

Axel mengguncang tubuh Hugo yang malas berbicara. Bukannya malas, sih. Memang dia sendiri tidak tahu siapa pacarnya. Dan sama sekali tidak menyangka mengapa bisa sampai seheboh ini.

Hugo melipat tangannya di dada. Memejamkan mata. Dia menghembuskan perlahan napasnya. Lalu menggelengkan kepala.

Teman-temannya langsung melemas. Tak dapat informasi apapun dari Hugo.

"Bisa-bisanya kau menyembunyikan ini dari kami." Ucap Isaac tak terima.

"Nanti. Aku akan beri tahu nanti. Tapi jangan terkejut."

"Kenapa?"

"Lihat saja nanti". Jawab Hugo singkat.

Sahabatnya mengangguk-angguk. Merasa kagum dengan gadis yang mampu membuka hati yang sudah lama tertutup itu.

Ada juga yang meremehkan. "Paling hanya satu bulan" Terka Isaac.

"Lama. Satu minggu!" Timpal Daren pula.

Yang lain tertawa. Siapa, sih, yang mendapat gelar pacar Hugo terlama? Rata-rata hanya bertahan satu bulan. Itupun sudah yang paling lama.

Hugo seakan tidak peduli ditertawakan oleh sahabat-sahabatnya. Karena yang kini ia pikirkan adalah bagaimana caranya agar gadis itu mau berpacaran dengan dirinya.

Hugo akan memintanya menjadi pacar pura-pura. Melihat gadis itu yang tidak punya ketertarikan pada dirinya, membuat Hugo sedikit senang. Sebab statusnya bersama gadis itu akan mengurangi populasi gadis-gadis yang mengejarnya. Supaya dia bisa sedikit lebih bersantai tanpa harus dikerumuni banyak perempuan di sekolahnya.

...🐥...

Hugo menyapu lapangan basket dengan pandangannya. Mencari-cari sosok yang wajahnya sudah menggantung di pikirannya. Sesekali ia membalas sapaan gadis-gadis yang menyapamya.

Tidak sulit mencari gadis itu. Karena ia selalu berada di lapangan basket saat jam pulang sekolah.

'Harus dapat. Ya, dia harus mau.' batin Hugo.

Disana, ia melihat gadis itu bersiap memasukkan bola ke ring dengan satu tangan. Dan, Blar! Bola masuk ke ring dengan sempurna.

Hugo masuk ke dalam lapangan. Disambut riang oleh yang lain. Seperti biasa, gadis itu langsung berhenti bermain dan menuju tempat duduk di ujung lapangan. Hugo berjalan di belakangnya.

"Sebentar". Hugo tidak tahu nama gadis itu.

Gadis itu menoleh.

"Bisa bicara sebentar?"

Gadis itu duduk dan menenggak air dalam botolnya tanpa napas sampai hampir habis.

Benar-benar bukan perempuan. Batin Hugo.

"Apa?" Gadis itu mendongak melihat ke arah Hugo yang berdiri tidak jauh dari dirinya.

"Bisa minta tolong?" Hugo berjongkok supaya tidak ada oranf lain yang mendengar ucapannya.

"Jadilah pacarku". What the ..  'kenapa jadi nembak?' Maki Hugo dalam hati.

Reaksi gadis itu amat sadis. Dia mengernyitkan alis dan menatap Hugo seperti punya dendam yang belum terbalas.

"Sorry, bukan itu maksudnya. Jadi begini.."

Hugo menceritakan awal mula gosip itu. Dan dia merasa, gadis itulah yang cocok menjadi kekasih pura-puranya.

"Tidak!" Tolaknya langsung. Dia beranjak dari bangkunya meninggalkan Hugo.

"Tolonglah. Anggap saja aku sedang menawarimu sesuatu. Kau mau apa, aku bisa kabulkan". Suaranya memohon dengan sedikit berbisik. Orang-orang banyak yang sesekali menoleh ke arah mereka.

"Kau menganggapku orang susah? Ck, menyebalkan. Laki-laki sepertimu ini sangat mengganggu." Richi langsung pergi meninggalkan Hugo.

"Hei, apa kau bilang!" Teriaknya kesal. "Sial! Sok sekali dia!" Gerutunya.

Tak berhenti sampai disitu, keesokan harinya pun Hugo masih mencari Richi. Dia menemukan Richi sedang berjalan di koridor. Sepertinya gadis itu baru saja dari perpustakaan.

Hugo datang dari depan. Dia tiba-tiba menghadang jalan Richi dan berjongkok melepas tali sepatu gadis itu.

Richi menarik kaki kanannya kebelakang. "Mau apa kau?" Tanyanya dengan wajah marah namun nada suara yang tenang.

"Aku akan mengikat tali sepatumu. Kemarilah." Hugo menaikkan sedikit suaranya. Berharap ada yang mendengar.

Benar saja. Seseorang langsung melihat dan berteriak. "Kak Hugo! Itu pacar kak Hugo?" Teriakan gadis itu membuat beberapa orang yang melintas melihat.

Ya. Seperti ini saja, sudah bisa menunjukkan dia adalah pacarku, kan. Kalau dibujuk, dia takkan mau. Batin Hugo.

Richi menoleh ke arah gadis yang langsung berlari entah kemana. Di bawah kakinya, Hugo sudah selesai mengikat tali sepatunya.

Hugo mengulurkan tangan. "Hai. Siapa namamu? Kedepannya kita akan terus berte...Augh!"

Richi menubrukkan bahunya di lengan Hugo dengan sengaja. Dia berjalan sambil menggerutu, lelaki itu telah berbuat seenaknya.

"Tunggu! Aku.. "

"Berhentilah menggangguku. Kau membuatku dalam masalah!" Pekik Richi sambil terus berjalan meninggalkan Hugo.

Lelaki itu malah tersenyum miring menatapi kepergian Richi. "Masalah apa? Kau berpacaran denganku. Suatu saat nanti, kau akan merasa itu menguntungkanmu." gumamnya.

Hugo sebenarnya bisa saja memilih salah satu gadis yang mengejar-ngejarnya untuk di jadikannya kekasih dikala seperti ini. Tetapi dia tak mau, karena gadis itu akan mengambil keuntungan darinya.

Kalau gadis tomboy ini, pastilah tidak akan mengambil apapun sebab dia pun tidak menyukai Hugo.

Hugo berjalan menuju kelas. Satu masalah telah selesai, pikirnya. Ya, anggapannya sih, begitu. Gosip menjalar begitu cepat. Baru beberapa menit, orang-orang sudah membicarakan gosip baru.

Richi berjalan dengan langkah lebar, wajahnya masih begitu kesal pada ketua basket gila yang meminta aneh-aneh padahal tidak saling mengenal.

Orang-orang mulai melihat ke arahnya. Ternyata benar, sekolah ini seperti berpenghuni hantu jika berkaitan dengan Hugo, Cepat sekali menyebar.

"Richi.." sahut salah seorang gadis termolek di kelasnya saat melihat Richi duduk di mejanya dengan nada yang sengaja dibuat-buat.

"Kau tega sekali ya. Bisa-bisanya kau sudah di garis finish." Greta sudah duduk di atas meja Richi sambil merengek.

"Apa maksudmu." Tukas Richi.

"Gosip itu salah, kan? tapi kenapa kau yang digosipin? Padahal aku mau jadi bahan gosip itu". Lalu Greta menyipitkan matanya curiga, "Kau benar tidak pacaran dengannya, kan?"

Richi menghela napas, dia memaki lelaki itu dalam hati karena kini gosip mereka pacaran benar-benar tersebar.

"Ambil kalau mau. Sekarang, menyingkir sana." Richi menepuk bokong Greta. Yang ditepuk merasa dilecehkan.

"Richi, kau jangan pukul-pukul. Kau kan, laki-laki." Ucapnya sambil berdiri dan tertawa. "Aneh-aneh saja gosip mereka. Memangnya ada yang percaya lelaki cantik ini kencan dengan Hugo? Kalian tidak tahu apa-apa tentang selera Hugo." Serunya pada teman-temannya yang duduk mendengarkannya.

"Memangnya Hugo menyukai gadis seperti apa, Greta?" Tanya gadis di depan pintu bersama gadis-gadis lain yang penasaran bentuk pacar Hugo.

"Hugo itu menyukai gadis feminim, tahu. Dia menyukai gadis yang berambut panjang terurai, berjalan memakai hak tinggi untuk menyeimbangkan dengan tingginya, yang berdandan tipis, dan yang pasti dia perempuan." Ucap Greta sambil cekikikan melirik Richi.

Yang dilirik sedang santai membaca novel dengan kaki diangkat di atas meja.

Bersambung....

Halo, mohon bantuannya untuk like, komen, dan Fav yah😉

Tersebarnya Gosip (2)

Para murid banyak menggosip dengan tema yang sama belakangan ini. Khususnya para siswi, yaitu tentang pacar Hugo.

Banyak yang tidak percaya Hugo memiliki kekasih seperti Richi. Ya, Richi sebenarnya siswi yang cukup dikenal. Lantaran hanya dirinyalah satu-satunya perempuan yang sering bermain basket bersama laki-laki saat jam istirahat atau sepulang sekolah. Namun orang-orang tidak mengetahui namanya, hanya dikenal sebagai perempuan yang sering bermain basket.

Greta berbaik hati, dialah orang yang paling depan mengatakan gosip itu tidak benar. Menurutnya, gosip ini hanya membuat buruk citra Hugo.

Greta masuk ke kelas Hugo. Salah satu gadis yang berani akrab dengan Hugo, karena Ayah mereka berteman.

Dia mendatangi lelaki yang sedang duduk di atas meja dan bersandar di dinding. Kancing seragamnya terbuka seluruhnya, menampakkan kaos polos berwarna hitam.

"Hugo.. Hugo, benarkah gosip itu?" Tanya Greta dengan suara centil yang dibuat-buat.

Rambut Hugo bergerak kesana kemari karena terpaan angin dari jendela kaca yang sengaja dibuka.

"Benar" Jawab Axel.

"Aku tidak bertanya padamu!" Sentaknya pada Axel yang hanya tersenyum kecut.

"Kau tidak percaya? Lihat, nih." Daren memperlihatkan foto yang sudah tersebar kemana-mana.

"Apa! Berani sekali dia menggoda Hugo!" Teriak Greta yang sebenarnya tahu, kalau Richi tidak suka menggoda lelaki.

"Hei, Hugo yang menembaknya. Kenapa kau yang marah?" Axel menimpali.

Tokoh utamanya hanya diam saja. Menikmati similir angin yang berhembus halus ke wajahnya.

"Aku tidak percaya! Bagaimana mungkin Hugo bersama cowok cantik seperti dia." Greta menghentakkan kakinya dan berlalu pergi. Dia sudah lari menuju kelasnya untuk meminta penjelasan dari gadis tomboi itu.

"Cowok cantik, katanya?" Tanya Daren bingung.

"Bukannya kalian yang ingin sekali tahu?". Jawabnya santai.

"Tapi dia berbeda sekali dengan seleramu". Celetuk Isac dan mendapat anggukan dari yang lain.

"Sesekali berbeda selera tidak apa, kan?" Katanya menyeringai menampakkan gigi gingsul yang membuat wajahnya terlihat galak.

...🍒...

Greta menghentak-hentakkan kakinya sambil berjalan ke arah bangku Richi, sudut jendela paling belakang.

Gadis itu tengah mendengarkan alunan musik sambil sesekali memejamkan mata karena hembusan angin. Tangannya menopang dagu menghadap ke jendela yang terbuka.

"Richi!" Greta menepuk keras meja Richi. Gadis itu menoleh santai ke arah Greta yang terlihat menyedihkan. Lalu ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap miris pada wajah cantik yang tidak terima idolanya punya kekasih.

Teman-teman yang lain hanya melihat. Karena sebelumnya, Richi tak pernah punya masalah dengan siapapun. Dia lebih memilih menjadi orang yang tenggelam dari pada harus mengapung kepermukaan supaya dikenal banyak siswa.

"Kau ini, jelaskan padaku bagaimana kau bisa berpacaran dengannya!". Sentak Greta yang tak terima kalah dengan gadis seperti Richi.

Richi hanya menatapnya dingin. Tak bergeming dan tak peduli.

"Ishh kau ini!" Greta menarik headset yang menempel sejak tadi di telinga Richi.

"Richiii..". Greta mengguncang-guncang bahu Richi dan membuat gadis itu oleng.

"Haisssh! Kan, sudah kubilang. Aku tidak berpacaran dengannyaaaaa" Teriak Richi yang membuat semua orang sangat mendengar kalimat itu.

"Tidak pacaran apanya!" Greta menunjukkan layar ponselnya pada Richi.

Gadis itu langsung meraih ponsel merah jambu milik Greta. Seketika mata indah Richi membulat melihat apa yang ada di layar.

"Apaaa!!!" Richi berdiri murka. Kursi yang ia duduki tadi terjungkal kebelakang. Bisa-bisanya ada yang sempat memotret saat Hugo mengikat sepatunya tadi.

Richi menggenggam kuat ponsel Greta. Melihat itu, Greta buru-buru menarik ponselnya dari tangan lentik Richi. Takut kalau-kalau gadis itu menghantamkannya ke lantai sebab kemurkaannya.

"Romantis sekali, ya". Gadis-gadis di ujung yang baru mendapatkan foto itu cekikikan.

"Bukankah kalian cukup serasi, Ri?" Ucap Neli tiba-tiba mengagetkan banyak pihak. "Kalian sama-sama bar-bar". Lanjutnya sambil terkikik.

TENG TENG TENG TENG

Bel istirahat ke telah usai. Para murid berhamburan masuk ke dalam kelas. Hanya tinggal satu mata pelajaran lagi untuk mengguncangkan bel pulang sekolah.

Wajah Richi masih bertekuk. Dia geram pada Hugo. Lelaki itu benar-benar mengusik hidupnya sekarang. Tapi diapun tidak berminat menghadapi lelaki itu.

Dia berencana membiarkan saja gosip ini berlalu dengan sendirinya. Toh, orang-orang tidak akan melihat mereka berduaan di sekolah, apalagi berkencan. Hiiih.. membayangkannya saja dia tidak suka. Lelaki seperti Hugo hanyalah lelaki manja yang apa-apa sudah tersedia selagi dia memintanya. Begitu batin Richi.

Lihat, untuk membuat hubungan palsu saja dia memakai cara licik. Pikir Richi geram.

Sepulang sekolah, Richi sebenarnya sudah tak minat bermain basket. Dia ingin sekali langsung pulang ke rumah dan menjadi kaum rebahan sambil membaca novelnya.

Namun karena sudah janji, Richi harus menepatinya. Satu jam saja, pikirnya tadi.

Richi tak mengganti bajunya. Seperti biasa, jika bermain setelah pulang sekolah, dia akan membiarkan seragamnya basah karena keringat. Toh, besok juga sudah ganti seragam, pikirnya lagi.

Richi bermain agak lesu. Mood-nya sedang buruk. Walau begitu, permainannya tetap bagus.

Sekolah mulai kosong. Satu persatu siswa meninggalkan sekolah.

Dari ujung lorong, empat orang laki-laki berjalan menuju gerbang. Mereka akan melewati lapangan basket. Karena tengah lapangan yang lebar di kelilingi sekolah yang berjumlah 5 lantai.

Daren menghentikan langkah mereka. "Sebentar. Itukah pacarmu?"

Hugo menyipitkan mata. Melihat beberapa orang yang berada di lapangan basket.

"Hm. Benar".

"Sapalah. Kenalkan pada kami". Lanjut Daren lagi.

"Aku tidak mengenalnya. Aku hanya menjebaknya supaya orang tahu aku punya pacar."

"APAA!!" Serentak ketiga temannya.

"Hahaha aku sudah duga. Mana mungkin seleramu begitu". Suara tertawa Isac nyaring terdengar.

"Aku memintanya jadi pacar bohongan. Tapi dia menolak mentah-mentah." Lanjut Hugo lagi.

Axel tertawa hingga langit-langitnya terlihat. "Hahaha baru kali ini ada yang menolakmu? Aku jadi lebih mengidolakannya".

"Kau kenal, Xel?" Tanya Isac yang melipat tangannya di dada. Memandang gerak-gerik gadis itu.

"Aku hanya tahu namanya Richi. Aku hanya senang melihatnya bermain. Bukankah keren melihat perempuan bermain basket yang begitu jago?" Oceh Axel yang terang-terangan mengatakan suka pada gadis itu.

"Cih. Gadis ya gadis. Tidak perlu melakukan apa yang lelaki lakukan. Bukankah menjijikan melihat lelaki melakukan apa yang biasa perempuan lakukan?" Hugo memberi komentarnya. Di mata Hugo, perempuan seharusnya anggun dan indah. Bukan seperti gadis itu. Bahkan ia tak melihat sisi perempuan pada diri gadis itu.

"Ya, ya, terserah apa katamu!" Timpal Axel malas berdebat. Mereka berjalan pulang melewati lapangan basket.

Tanpa sengaja, bola basket berguling ke arah mereka. Bola itu di tahan Hugo dengan kakinya.

"Hei, Hugo. Ayo main". Salah satu dari mereka berteriak memanggil Hugo.

"Ayolah, main sama pacarmu sesekali." Ajak yang lain lagi.

"Mulutmu mau ku sumpal, hah?" Sedikit terdengar suara gadis itu. Dari jauh Hugo melihat napasnya terengah-engah. Rambutnya seperti yang selalu ia lihat, menggulung di atas kepalanya. Kancing bajunya sedikit terbuka, menampakkan kaos dalam yang berwarna biru. Rok gadis itu seatas lututnya. 'Dia benar-benar bermain tanpa ganti seragam, ya'. Batin Hugo.

"Wah pasti seru ini". Ledek Isac.

"Ayo, main, ayo". Yang lain ikut menimpali.

"Aku mau tanding satu lawan satu saja". Suara Hugo bergema.

"Ciee.. " yang lain bersorak merasa bangga bisa melihat langsung pertandingan dua sejoli yang baru berpacaran ini.

Hugo berjalan cepat ke arah lapangan. Melihat itu, Richi beranjak ke arah tasnya yang berada di kursi pinggir lapangan. Dia tidak ingin banyak terlibat dengan lelaki yang sudah menyusahkannya itu.

Hugo mendekatinya dari belakang. Gadis itu tengah membereskan barangnya.

"Hei, ayo bertanding". Bisik Hugo tepat dibelakang Richi.

Gadis itu menoleh sekilas. Tinggi Hugo membuatnya terlihat kerdil. Padahal, Richi termasuk gadis yang berbadan tinggi di kelasnya.

"Tidak perlu". Ucapnya acuh tak acuh.

"Kalau aku kalah, aku akan katakan berita itu tidak benar. Tapi kalau kau yang kalah, kau harus menjadi pacar bohonganku. Kerjamu tidak berat. Hanya mengaku saja." Jelas Hugo sambil tersenyum manis, yang di pandang Richi seperti senyum keledai.

Richi menggelengkan kepala, heran, kenapa gadis-gadis kurang kerjaan itu terlalu menggilainya.

"Kalau kau tidak mau, aku akan lakukan hal yang lebih seru, lho." Ancam Hugo dengan penuh senyuman.

"Kau pikir aku peduli?"

"Yah... Baiklah." Hugo memantul-mantulkan bola yang sejak tadi di pegangnya.

"Bagaimana ini, Richi malah mengajakku jalan-jalan keluar dari pada bermain basket." ucap Hugo lalu mamasukkan bola ke dalam ring.

"Waah.. Richi kau ini ya, hahaa" Suara mereka mulai berisik.

"Richi, kau diluar perkiraanku ya. Haha" ledek kawannya yang lain.

Richi menoleh tak suka. Apa-apaan dia, batinnya.

Richi merebut bola basket dari tangan Hugo.

"Pegang janjimu." katanya sambil menunjuk wajah Hugo.

"Haha, baiklah, baik.." Ucap Hugo tersenyum sambil mengambil posisi.

To be Continued....

RICHI VS HUGO

PRIITTT!!

Pertandingan dua sejoli dimulai. Penentuan hanya poin siapa yang paling banyak masuk ke ring dalam waktu 15 menit

Axel yang akan menghitungnya. Dia sudah berdiri mengamati kedua orang itu.

Bola ada di tangan Richi. Dia membelakangi Hugo yang ingin merebut bola dari tangannya.

Richi berbelok, mendribel bola dan menembakkannya ke ring.

Masuk!

Satu poin untuk Richi. Teman-temannya bersorak sorai. Kalau di lihat, sepertinya Hugo sengaja memberi poin kepada gadis itu. Dia seperti tidak benar-benar berusaha mengambil bola dari Richi.

Richi sudah mendapat 6 poin. Hugo menarik napasnya dengan kasar lalu tersenyum. "Ayo kita mulai, aku sudah cukup pemanasannya". Ucapnya di depan Richi sambil menyeringai.

'Kurang ajar. Dia menyepelekanku' Batin Richi.

Bola di tangan Hugo. Dengan gampang dia berbelok dan memasukkan bola ke ring.

Satu poin, satu lagi, masuk! Satu lagi.. Sesekali Hugo menembak dari luar garis dan mendapatkan 3 poin.

Hingga poin mereka selisih sedikit. Hugo mendapat 25 sedangkan Richi 23 poin.

Richi memandang Hugo dengan kesal.

Richi berusaha mengambil bola. Ia menghadang Hugo yang bergerak kiri dan kanan. Hugo dengan tingginya yang menjulang, meletakkan bola di tangannya. dia menaikkan tangannya hingga Richi tidak bisa meraihnya.

Gadis itu terlihat kesal, sebab Hugo seperti tidak serius bertanding. Richi tidak berniat mengambil bolanya sebab percuma, Hugo tinggi sekali di banding dia yang hanya seketiak Hugo.

"Ayo, ambil". Katanya mengejek Richi yang hanya melihatnya dengan kerutan di dahinya.

Saat akan merebut bola, kepala Richi tertabrak dengan bahu Hugo hingga ikat rambutnya lepas. Ia sedikit sempoyong dan rambut Richi terurai sampai hampir menyentuh bokongnya. Panjang sekali.

Richi melihat Hugo yang sedikit teralihkan. Ia langsung merebut bola dari tangannya.

Richi memutar badannya hingga membuat rambutnya terkibas ke wajah Hugo.

Hugo menghirup sedikit sisa harum buah di ujung rambut Richi.

'ah rambutnya. Lembut' batin Hugo.

"Yeeee." Sorak beberapa anak-anak yang menonton sebagai pendukung Richi.

Richi berhasil menembak bola dari luar area setengah lingkaran dan mendapat 3 poin.

"Hah! Untung masuk!" Ucap Richi yang napasnya yang naik turun.

Hugo masih bingung. "Apa! Kenapa dia bisa cetak 3 poin".

"Hei, masih ada 2 menit lagi. Jangan bengong." Teriak Axel yang sedikit tidak terima kalau Hugo kalah dari seorang perempuan.

'Apa! Ah sial' batin Richi yang tak mau kalah. Dia menangpun karena Hugo lengah tadi, kan.

Mau tak mau mereka melanjutkan lagi. Richi sepertinya pasrah.

Cepat sekali Hugo merebut dan langsung melakukan tembakan dari dalam area setengah lingkaran dan mendapatkan 2 poin tambahan.

"Yeeeaaaa" sorak teman-teman Hugo tertawa bahagia. Rasanya tidak terima kalau kapten basket di kalahkan pemain lain, cewek pula.

Richi mengatur napasnya yang tersengal-sengal. 'Ah sial sekali'. Batinnya.

Dia menggulung rambutnya yang terurai sejak tadi dan memasukkannya ke dalam selah rambut lainnya.

Dia berselonjor di lapangan bertumpu pada kedua tangannya ke belakang. Ia mengadahkan wajah ke atas supaya napasnya lebih tenang dan tidak memperdulikan kebahagiaan orang-orang itu.

Rasa lelah menjulur ke seluruh tubuhnya. Tak seperti biasa, kali ini badannya terasa sangat letih. Mungkin ia bermain karena tekanan, ya.

Hugo datang menghampirinya. Berdiri di hadapan gadis itu.

"Terima kekalahanmu. Mulai detik ini, akuilah bahwa aku ini pacarmu". Katanya tersenyum penuh kemenangan sambil menepuk-nepuk dadanya.

Richi membuang muka. Sangat tidak sudi mengakui kekalahannya yang hanya beda satu poin itu.

Richi bangkit dan melewati Hugo begitu saja. Mengambil barang-barangnya dan berlalu meninggalkan mereka disana.

Hugo memandangnya penuh kemenangan. Merasa beruntung dengan sisa dua menit itu.

🍄

Di rumah Daren, mereka berkumpul dan bermain play station. Seperti biasa, mereka bermain sampai bosan dan membahas hal-hal yang seru.

Tidak lupa makanan ringan dan aneka minuman sudah tersedia di atas meja. Beberapa bungkus jajanan sudah tergeletak pasrah dimana-mana.

"Hugo, berterima kasihlah padaku. Aku yang menyelamatkanmu." Kata Axel sambil menyeruput Ice Latte di tangannya.

Hugo yang asyik bermain melawan Daren tak lepas pandangan dari layar besar di depannya. "Kenapa begitu?"

"Sebenarnya, saat kau bertanding tadi, waktunya sudah habis. Tapi aku tambahi dua menit supaya kau berusaha menang darinya."

Brak!

Stick PS ia letakkan begitu keras.

"Apa kau bilang?!"

"Aku melihatmu tadi, seperti meminta sesuatu dari gadis itu tapi dia menolakmu. Setelah kau mengatakan dengan keras kalau dia mengajakmu kencan, dan dia langsung mau bertanding, aku menebak kau pasti mengancamnya. Benar, kan?" Terang Axel yang wajahnya bersinar merasa menjadi pahlawan.

Hugo terdiam. Dia tidak tahu merasa senang atau marah. Sebab dia memang menginginkan kemenangan, tetapi sedikit kesal karena dia menang dengan curang.

"Memangnya apa yang kau bilang?" Tanya Daren menoleh ke orang yang disebelahnya.

"Aku suruh dia jadi pacarku kalau kalah."

"Wah. Licik sekali orang ini hahaa" Tawa Isak.

"Kau benar-benar ya, hahaa" Ledek Axel. "Apa kau merasa senang karena dia kalah?"

"Entahlah." Sejujurnya Hugo tidak menyukai kecurangan. Tetapi saat ini, ada sedikit kelegaan pada kecurangan yang dilakukan Axel.

"Dia benar-benar hampir seimbang denganmu, ya. Kalau bukan karena kau lebih tinggi saja." Ucap Daren.

"Aku juga kesulitan karena dia itu lincah. Sepertinya dia juga olahraga rutin." Kata Hugo mengingat-ingat postur tubuh Richi yang terlihat segar.

"Tapi serius, dia terlihat sangat cantik waktu rambutnya terurai begitu." Puji Axel dengan wajah berbinar-binar.

Yang lain diam sejenak, mengingat kejadian itu.

Kepala Richi menabrak bahu Hugo yang membuat karet rambut miliknya lepas.

Hugo sejenak mengingat. Selama dia melihat Richi, gadis itu selalu menggulung rambutnya.

"Benar. Mungkin kalau dia berdandan layaknya perempuan, dia pasti di kejar-kejar cowok." Timpal Isac yang sempat kagum juga.

"Lihat badannya. Tinggi semampai hampir menyeimbangi Axel. Rambutnya juga bagus. Zaman sekarang para gadis selalu membentuk atau mewarnai rambut mereka. Tapi dia, dibiarkan begitu saja sudah membuat Hugo terpesona ." Daren menambahi sekaligus melihat reaksi Hugo.

"Apa!" Hugo terkejut namanya di seret.

"Kenapa aku?"

"Jujurlah, aku melihatmu lengah karena terkejut dengan belaian rambut Richi di wajahmu." Tutur Daren terkekeh.

"Oh, jadi itu sebab Richi dapat triple poin." Seru Isak yang melempar kacang ke arah Hugo.

"Jangan mengarang!" Hugo mengelak.

"Kau, kan, suka dengan perempuan berambut panjang seperti itu." Goda Daren lagi supaya Hugo salah tingkah.

"Tapi memang, Waktu dia menggulung rambutnya, sejujurnya itu sangat cantik. Ya, kan? Lehernya jenjang begitu dan...."

"Sudah-sudah! Malah mengomentari fisik orang." Hugo memotong kalimat Axel dan berbalik menghadap layar dan memulai lagi permainannya dengan Daren.

Hugo sudah tidak fokus. Dia memikirkan kalimat-kalimat yang teman-temannya ucapkan tadi. Dia teringat saat rambut panjang Richi yang mengenai wajahnya dan sedikit menghirup wangi buah di ujung rambutnya.

"Hahahh kau kalah!" Pekik Daren girang. Baru kali ini dia bisa menang dengan mudah melawah Hugo.

'Sial aku gak fokus!' Batinnya.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!