*Zraaash
"Aduh! Ujan lagi! Aku gak bawa payung!" Keluh seorang gadis yang sedang mengetik tugas di laptopnya.
"Wah. Iya! Padahal tadi, aku liat di berita, katanya hari ini gak ujan. Yaudah lah Ran, nginep di rumahku aja. Lagian juga besok kan hari Sabtu, sekolah kan libur. Tugas kelompok kita juga kan bakal dikumpulin hari Senin." Ucap Hana teman Rania.
"Tapi Han, aku gak bawa baju ganti." Ucap Rania sambil menggeledah isi tasnya.
"Kan waktu itu kamu pernah nginep di rumah aku juga. Waktu itu baju kaos yang kamu bawa ke rumahku, ketinggalan lupa kamu ambil." Ucap Hana.
"Oh iya ya?"
"Kalo, kamu butuh baju lagi, bilang aja. Aku ada banyak baju kaos. Kamu bisa pinjem." Ucap Hana sambil mengembalikan baju kaos milik Rania.
"Iya deh. Haduh! Tugasnya masih banyak lagi. Coba anggota kelompoknya boleh lebih dari dua orang, pasti bakal lebih cepat selesai." Keluh Rania lagi sambil mengetik tugas.
"Iya tau! Sayangnya... Bu Friska nyuruh kita bikin kelompoknya, sama teman sebangku doang. Oh iya Ran, kamu udah sampai mana ngetiknya? Sini, gantian ngetiknya. Kamu dari tadi belum minum. Ambil aja air di kulkas ya. Ada milktea juga kesukaan kamu." Ucap Hana sambil melanjutkan tugas keduanya.
"Eh! Beneran? Hehehehe makasih loh Hana. Kamu mau aku ambilin minuman juga gak?" Tanya Rania sambil berdiri.
"Em... Boleh deh, tapi kalau aku maunya minum soda ya. Kalo gak salah, kalengnya udah aku buka. Kalengnya di sebelah milktea di kulkas bawah." Ucap Hana sambil menatap fokus Laptop Hana.
"Oke tunggu ya!" Ucap Rania sambil berjalan menuju dapur.
Rania pun berjalan menuju ke arah dapur Rumah Hana. Saat menuju dapur, Rania terkejut bukan main. Ia melihat Dapur Rumah Hana dalam keadaan gelap gulita.
Tidak ada penerangan sama sekali. Tidak ada bola lampu yang menggantung di atas langit-langit dapur, jadi Rania tidak dapat menyalakan saklar lampu di dapur tersebut. Hanya mengandalkan cahaya lampu dari arah ruang tamu. Perasaan takut, tiba-tiba muncul di pikiran Rania.
Ia yang ketakutan, berusaha melawan rasa takutnya dengan berbincang dengan Hana dari arah dapur. Untungnya dalam jarak segitu, Hana masih bisa mendengar suara Rania dari dapur.
"Em... Hana. Papah sama mamah kamu belum pulang? Sekarang kan udah jam tujuh malem?" Tanya Rania sambil membuka pintu kulkas.
"Belum. Mereka pulangnya sekitar jam 9." Balas Rania dari arah ruang tamu.
"Oh gitu. Oh iya. Ngomong-ngomong lumayan lama juga ya kita kerja kelompok, dari jam 3 sore pas pulang sekolah sampai jam 7 malem ini." Ucap Rania lagi.
"Iya." Tambah Hana.
Rania pun mengambil milktea dan soda dari kulkas dan membawa ke arah ruang tamu untuk memberikan kaleng soda kepada Hana.
Saat berjalan menuju ruang tamu, tiba-tiba Rania merasa merinding. Rania merasa ada sesuatu yang dingin yang menyentuh belakang lehernya.
Ia mencoba untuk berpikir positif dan tidak berpikiran macam-macam. Ia pun melanjutkan langkahnya ke arah ruang tamu.
Betapa terkejutnya ia, saat ia sudah sampai ruang tamu. Hana yang tadi sedang mengetik laptop di ruang tamu, tiba-tiba saja menghilang.
Laptop yang tadi berada di pangkuan Hana, tiba-tiba tergeletak di lantai dengan posisi menyala.
Rania masih tetap berpikir positif. Ia belum berpikiran macam-macam dan langsung meletakkan Milktea, kaleng soda, dan laptop di atas meja.
Rania pun berusaha memanggil-manggil nama Hana sambil mencari-cari Hana di semua ruangan yang ada di Rumah Hana.
"Han. Hana? Kamu dimana...?" Ucap Rania sambil mengeluarkan keringat dingin.
Baru saja ia memanggil nama Hana, tiba-tiba saja lampu di ruang tamu, berkedap-kedip dengan sendirinya.
Rania yang mulai merasa ketakutan, langsung memanggil nama Hana lagi dengan keras. Rania mengira, penyebab lampu di ruang tamu berkedap-kedip adalah ulah Hana.
*Ctak!
*Ctek
*Ctak
*Ctek
"Ha... Hana...? Itu ulah kamu kan...? A...Ayo dong, jangan main-main begini!" Ucap Rania dengan nada gemetaran.
Setelah Rania mengatakan hal itu, lampu ruang tamu yang tiba-tiba berkedap-kedip tadi, langsung berhenti berkedap-kedip dan menyala dengan lampu yang mulai sedikit redup.
Saat lampu sudah kembali menyala dengan normal, Rania melihat ke arah jam dinding di atas rak kaca di ruang tamu. Anehnya saat dilihat, jam masih menunjukkan pukul 7 malam. Jam dinding itu, tidak bergerak sama sekali.
Sekali lagi, Rania berusaha berpikir positif. Ia berusaha tidak berpikiran macam-macam. Ia sangat yakin bahwa Hana sengaja menjahilinya.
Rania yang gemetaran, hampir terjatuh karena ia sudah merasa lemas. Rania yang masih mengira Hana sudah menjahilinya pun, langsung memeriksa lantai atas Rumah Hana.
*Tap... tap... tap... tap...
Rania menaiki tangga lantai atas dengan pelan-pelan. Sambil sesekali memanggil-manggil nama Hana.
*Tap... tap... tap... tap...
"Han? Hana...? Kamu ada di atas...?" Ucap Rania dengan kaki gemetaran. Walaupun begitu ia berusaha tetap tenang, agar tidak terjatuh dari tangga.
Lagi-lagi, Hana tidak menyahut panggilan Rania. Rania pun terus melangkah naik ke atas tangga. Baru saja ia ingin melangkah naik lagi, lagi-lagi ada hembusan angin yang menyentuh lehernya.
Rania mulai merasa merinding lagi. Kali ia sudah tidak dapat menahan rasa takutnya lagi. Rania langsung menaiki tangga dengan cepat.
Baru saja ia sampai pada lantai atas, ia tiba-tiba dikejutkan dengan seorang gadis yang memakai pakaian Hana, berdiri di depan kamar orang tua Hana.
Gadis yang dikira Hana oleh Rania, menghadap membelakangi dirinya. Rania mengira, gadis itu adalah Hana. Ia pun mencoba memastikan dengan memanggil gadis itu Hana.
"Ha... Hana...?" Panggil Rania pelan.
Gadis yang merasa dipanggil oleh Rania, langsung merespon panggilan Rania. Gadis itu pun membalikkan badannya ke arah Rania, tapi setelah berbalik, gadis itu malah membuat Rania terkejut bukan main.
Bagaimana tidak, gadis yang membalikkan badannya itu, tidak memiliki wajah. Sontak saja hal itu membuat Rania sangat ketakutan.
*Set
"Hhh... Hhh... AAAH!!!" Teriak Rania panik
Rania yang melihat hal itu, langsung berteriak sekencang-kencangnya. Akan tetapi, semakin ia berteriak, gadis berwajah halus itu semakin berjalan maju ke arahnya.
Tentu saja hal itu membuat Rania semakin terpojok. Rania berjalan mundur menjauhi gadis berwajah halus itu, sampai-sampai ia lupa bahwa di belakangnya adalah tangga.
Rania yang berjalan mundur menjauhi gadis berwajah halus itu, akhirnya terjatuh dari tangga karena kakinya tergelincir saat ia berusaha menggapai pegangan tangga.
*Gubrak... gedubrak!
Tubuh Rania terus jatuh terguling-guling, sampai di lantai bawah. Karena ia terjatuh dari tangga lantai dua yang cukup tinggi, kepalanya sampai mengeluarkan darah yang cukup banyak. Rania pun sampai kehilangan kesadarannya.
Rania yang sudah kehilangan kesadaran, tiba- tiba mendengar seseorang memanggil namanya. Suara yang memanggil namanya itu, mirip dengan suara Hana.
"....Nia! Ra... Niaaa!"
"(Suaranya... kayaknya aku kenal? Apa itu suara Hana?)" Pikir Rania dalam hati.
Rania yang masih kehilangan kesadarannya itu masih belum merespon orang yang memanggil namanya itu.
Suara orang yang memanggil namanya itu terdengar lagi. Kali ini suara itu membuat Rania menjadi tersadar.
"...Nia! Ra... Nia! Rania! Bangun!" Ucap Hana sambil menggoyang-goyangkan tubuh Rania.
"Eng? Hana? Hana! Apa itu kamu?" Ucap Rania yang sudah berhasil tersadar.
"Rania? Kamu kenapa? Kamu mengigau ya? Iya! Ini bener aku!" Ucap Hana bingung.
Rania pun bangun dan langsung menyentuh pipi Hana dengan tiba-tiba.
"Eh Rania? Kamu ini kenapa sih?" Tanya Hana heran.
"Fyuh~ Rupanya bener Hana. Oh iya! HANA! Tadi kamu kemana aja? Aku nyari-nyari kamu sampai di lantai dua tau! Pas aku nyampe di lantai dua, ternyata orang itu bukan kamu. Orang itu gak punya wajah! Gara-gara itu, aku sampai jatuh dari tangga!" Terang Rania.
"Hah? Kamu ini ngomong apa sih? Jelas-jelas dari tadi kamu itu tiduran di sebelah meja tau!" Ucap Hana.
"Hah? Gak! Gak mungkin! Tadi kan kita abis ngetik tugas sampai jam 7! Tadi juga aku liat, jamnya gak gerak!" Ucap Rania lagi.
"Aduh-aduh. Udah. Udah. Ayo Rania, cuci tangan dulu. Tante sama Om udah beliin makanan yang kamu sama Hana suka loh." Ucap Ibu Hana yang muncul dari dapur.
"Loh! Om? Tante? Kapan kalian pulang?" Tanya Rania bingung.
"Lah? Rania. Rania. Tadi kan aku ngomong, aku mau jemput mamah sama papah dulu. Dari tadi kan, kita belum kerja kelompok sama sekali. Yah~ gimana mau ingat coba? Tadi kan kamu tiba-tiba ketiduran abis nonton film sama aku." Ucap Hana.
"Ke... ketiduran?" Ucap Rania tidak percaya.
"Hahaha. Haduh Rania ini kalo udah tidur kayak Hana ya? Langsung ***** (nempel langsung molor). Udah ***** gitu masa gak kerasa?" Ucap Ayah Hana.
"Ih papah!" Ucap Hana kesal.
"Udah~ udah~ ayo makan dulu. Udah jam 9 malem. Rania hari ini nginep kan?" Tanya Ibu Hana.
"Eh! I... iya." Ucap Rania pelan.
"(Hah? Jam 9)" Pikir Rania dalam hati.
Rania yang tidak percaya, langsung memeriksa laptopnya. Benar saja, ia dan Hana sama sekali belum mengerjakan tugas mereka berdua.
Rania pun melirik ke arah jam dinding. Ternyata jam dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam.
Rania yang keheranan, mencoba mengingat-ngingat. Ia pun akhirnya mengingat bahwa ia dari tadi sudah tidur di sebelah meja.
"(Berarti, itu cuma mimpi? Oh iya ya? tadi kan aku sempet nonton film horor sama Hana sampai ketiduran. Iya. Itu pasti cuma mimpi, tapi kok rasanya kayak nyata ya?)" Pikir Rania dalam hati sambil mencoba berpikiran positif.
Baru saja ia sudah berpikiran positif, tiba-tiba saja Hana memeriksa keningnya.
"Loh Ran? Jidat kamu kok berdarah?" Ucap Hana sambil mengangkat poni Rania.
"Eh iya! Ayo Hana! Ambil kotak P3K. Biar mamah yang ngobatin luka Rania." Ucap Mamah Hana panik.
"Iya mah!"
"Haduh. Pasti kamu abis kepentok meja ya? lain kali hati-hati ya." Ucap Mamah Hana lembut.
"(Hhh... Hah? Kok jidat ku bisa berdarah? Gak...! Gak mungkin...! Gak mungkin mimpi ku jadi nyata!!! ENGGAK MUNGKIN...!!!)"
*Tamat.....
"*Berita terkini. Hari ini pada pukul 3 dini hari... telah ditemukan mayat seorang wanita tanpa identitas dengan kondisi yang mengenaskan.
Tubuhnya tergeletak di tengah jalan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Seluruh tubuhnya berlumuran darah.
Korban pertama kali ditemukan oleh supir truk yang kebetulan melintas di jalan tersebut*. *Supir truk yang sudah menemukan mayat wanita tersebut, langsung menghubungi polisi.
Setelah polisi datang dan memeriksa TKP, polisi menduga, jika wanita tersebut adalah korban tabrak lari.
Melihat dari sebuah gesekan ban, yang mengerem setelah menabrak korban, dan jarak tubuh korban yang begitu jauh dari bekas gesekan ban mobil, diduga korban ditabrak oleh pelaku yang mengendarai mobil, dengan kecepatan tinggi.
Sayangnya di sekitar lokasi kejadian, tidak terdapat kamera CCTV sehingga, polisi belum menemukan petunjuk pelaku yang sudah terlibat dalam kecelakaan tabrak lari yang sudah merenggut nyawa korban.
Setelah diperiksa oleh polisi, Korban langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk dilakukan autopsi sehingga dapat mengetahui identitas korban lebih lanjut.
Saat ini polisi masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kejadian yang diduga sebagai tabrak lari ini.
Polisi pun akan melakukan pencarian pelaku yang sudah melakukan aksi tabrak lari. Saya Melanie Siregar, melaporkan dari lokasi kejadian. Kembali ke studio*."
"Ih serem banget deh beritanya!" Ucap seorang wanita bernama Lisa yang sedang menonton TV.
"Ish! Lagian kamu ngapain nonton TV malam-malam gini! Ini udah jam 3 loh!" Ucap Dicky, kakak Laki-laki Lisa.
Dicky adalah seorang supir taksi online. Setiap harinya, ia akan pulang ke rumah saat pukul 2 malam.
"Lah. Kan ini malam minggu. Aku gak bisa tidur! Udah gitu acaranya jelek-jelek lagi!"
"Ini udah malem! Walaupun hari ini malam minggu, kamu harus tetep tidur cepet! Hari Senin jangan lupa kamu ada ujian!" Ucap Dicky kesal.
"Ih! Iya. Iya. Dasar Kakak bawel! Oh iya kak. Tadi kakak pulang kok gak langsung mandi? Tadi kakak pulang jam 2 Loh! Abis ujan lagi! Kata ibu kan... Setiap abis pulang malem, harus langsung mandi. Kata Ibu takut di intilin (diikutin makhluk halus)."Ucap Lisa sambil menakut-nakuti kakaknya.
"Iya! Udah jangan berisik! Bapak sama ibu masih tidur. Dah kakak mau mandi dulu."
Ucap Dicky sambil berjalan ke arah kamar mandi.
Dicky pun kemudian mengambil handuk yang tergantung di luar kamar mandi. Pada saat sedang mengambil handuknya, tiba-tiba hal aneh mulai terjadi.
Setelah ia mengambil handuk, tiba-tiba saja ada rambut seorang wanita tergantung di tembok, tempat ia menggantung handuknya.
Sontak saja, hal itu membuat Dicky berteriak karena sangat terkejut sampai-sampai membuat kedua orangtuanya yang sedang tertidur pulas, menjadi terbangun, karena mendengar teriakannya.
"Ya ampun. Dicky! Ada apa sih nak... Teriak malam-malam gini?!" Ucap Ibu Dicky.
"Lah. Dicky ngapain kamu malem-malem gini, malah mandi? Mau reumatik kamu? Kayak bapak, karena keseringan mandi malem-malem?" Ucap Bapak Dicky.
"Kok. Gitu? Lisa bilang, kan ibu yang nyuruh setiap pulang malem, harus langsung mandi. Soalnya takut diikutin hantu!" Ucap Dicky sambil menunjuk ke arah adiknya.
"Hah?! Kakak mimpi ya? Kapan aku bilang kayak gitu?!" Ucap Lisa terheran-heran.
"Lah. Bukannya tadi kamu yang bilang, sambil nonton TV?" Ucap Dicky sambil mengingat-ingat.
"Idih! Siapa juga yang nonton TV malem-malem! Kabel TV nya udah aku cabut! Soalnya kata ibu harus irit listrik! Aku itu lagi nonton drakor tau di HP pake earphone! Aku bahkan gak tau kakak udah pulang! Aku lari dari kamar, karena denger teriakan kakak dari arah kamar mandi! Aku pikir kakak teriak karena liat tikus!" Ucap Lisa sambil menunjukkan earphone dan layar ponselnya yang masih menonton drakor.
"Te... terus... ta... tadi aku ngomong sama siapa di ruang tamu?" Ucap Dicky terbata-bata.
"Udah Dicky. Coba tarik napas pelan-pelan. Kamu tadi abis ngeliat apa?" Tanya Ibu Dicky memastikan.
"Ah... Eng... Enggak gak papa. Aku pasti udah ngantuk jadi ngeliat yang aneh-aneh." Ucap Dicky dengan nada gemetar.
"Ya udah, sebelum tidur jangan lupa wudhu dulu. Udah cepet tidur! Takut besok kesiangan." Ucap Bapak Dicky.
Ibu, bapak, dan Lisa pun langsung pergi ke kamar. Mendengar nasihat bapak, Dicky pun tidak jadi mandi malam-malam, ia langsung berwudhu dan pergi ke kamar untuk langsung tidur.
Saat tidur, ia masih terbayang-bayang dengan kejadian yang ia alami saat di ruang tamu. Saat ia tertidur, Dicky tiba-tiba bermimpi buruk.
Dicky bermimpi, ia masih mengendarai taksi saat malam hari. Saat pukul 1 malam, sebelum ia pulang, ia tiba-tiba saja menabrak sesuatu.
Saat ia keluar mobil dan memeriksa apa yang sudah ia tabrak, Dicky terkejut bukan main. Di dalam mimpinya, Dicky melihat seorang wanita yang sudah tergeletak di depan mobilnya.
Melihat kejadian itu, Dicky berusaha menolongnya, tapi karena takut ada yang melihat ia menabrak seseorang, ia pun memutuskan untuk melarikan diri.
Dicky melajukan taksinya dengan kecepatan maksimal. Saat menyetir, ia sesekali melihat kaca spion yang ada di dalam mobilnya, untuk memeriksa apakah ada kendaraan lain yang melintas.
Saat ia melihat ke arah belakang tepat wanita yang ia tabrak tergeletak, hal yang aneh terjadi, wanita yang tergeletak itu tidak ada dan wanita tadi ia tabrak, tiba-tiba saja ada di dalam mobil taksinya dan duduk di sebelah Dicky.
Sontak saja hal itu membuat Dicky menjadi panik dan hilang konsentrasi saat menyetir hal itu diperparah, karena wanita itu mencekik Dicky sampai-sampai Dicky susah bernapas bahkan berbicara.
Karena mimpinya, membuat Dicky akhirnya terbangun. Saat terbangun ia terkejut melihat ada seorang wanita duduk di atasnya sambil mencekik leher Dicky dengan erat.
Wanita yang duduk di atas Dicky persis seperti wanita yang ia lihat di dalam mimpinya. Wanita yang ia tabrak, wajah wanita itu sangat pucat, kepalanya mengeluarkan banyak darah.
Sambil mencekik Dicky, ia berkata... "Pembunuh! Pembunuh! Pembunuh! Kamu harus tanggung jawab! Kamu harus ngaku sudah membunuhku!"
Mendengar kata-kata wanita mencekiknya, ia mengetahui jika wanita itu adalah wanita yang menjadi korban tabrak lari yang ada di berita, dan pelakunya adalah Dicky.
Saat itu sudah pukul 4. Bapak yang sudah keluar kamar, mengetuk pintu Dicky, ingin membangunkan Dicky untuk persiapan Shalat subuh.
Sayangnya saat pintu diketuk tiga kali, tidak ada jawaban dari Dicky. Bapak yang khawatir pun langsung mendobrak pintu Dicky.
Saat bapak mendobrak pintu kamar Dicky, betapa terkejutnya bapak melihat ada arwah wanita sedang mencekik leher Dicky.
Bapak pun langsung membacakan doa-doa untuk membuat arwah wanita yang mencekik Dicky pergi.
Beruntung Rumah Dicky bersebalahan dengan Masjid di komplek rumahnya. Arwah wanita itu pun baru pergi, setelah mendengar shalawat dan bacaan Asmaul Husna dari masjid.
Setelah arwah itu pergi bapak langsung memeriksa keadaan Dicky, untungnya walaupun dicekik secara kencang, Dicky masih selamat.
Dicky pun langsung memeluk bapak dan menceritakan semuanya. Ia pun mengakui jika ia sudah tidak sengaja menabrak seseorang hingga meninggal dan ia tidak ingin bertanggung jawab.
Mendengar hal itu, tentu saja membuat bapak terkejut, bapak pun memberi tahu Dicky secara pelan-pelan agar Dicky tidak tambah syok.
Bapak pun membujuk Dicky untuk menyerahkan diri ke polisi setelah Shalat Subuh dan harus menjelaskan semuanya secara rinci kepada polisi.
Dicky pun mengangguk paham sambil terus berlutut meminta maaf kepada bapak.
Akhirnya, setelah Shalat Subuh, Dicky pun diantar bapak ke kantor polisi menggunakan mobil taksinya sebagai barang bukti.
Sebelumnya, Dicky tidak menyadari ada bekas darah di depan mobilnya, karena saat itu sudah terhapus air hujan.
Saat diperiksa oleh polisi menggunakan cairan luminol. Bekas darah wanita yang sudah ditabrak oleh Dicky akhirnya terlihat.
Setelah melihat bukti tersebut, Dicky pun dinyatakan bersalah karena, telah lalai berkendara di malam hari sampai-sampai menghilangkan nyawa, ditambah ia bukan langsung membawa korban ke rumah sakit, tetapi malah langsung melarikan diri.
Setelah Dicky menyerahkan diri ke polisi, arwah wanita, korban tabrak lari itu, akhirnya bisa pergi dengan tenang.
Arwah wanita itu pun tidak pernah datang lagi untuk menggentayangi Dicky.
*Tamat....
"**Dia Tampan, pintar, mudah bergaul. Aku pikir setelah aku meninggal akan ada seseorang yang akan membicarakan hal-hal yang baik tentangku.
Ternyata aku salah. Padahal aku dan dia kembar. Kenapa aku tidak bisa menarik perhatian...?"
"Hei! Sudahlah mendengarmu selalu curhat, membuatku pusing! Aku harus membagi kisah piluku kepada siapa**?" Ucap hantu yang memotong ucapan hantu anak laki-laki bernama Randy.
"**Ehehehe. Maaf aku terlalu berisik ya?"
"Jangan tertawa! Jika kau tertawa, tapi hatimu sedih, itu sangat menyedihkan. Apalagi kau sudah meninggal. Oh ya. Ngomong-ngomong namaku Andy.
Aku adalah hantu siswa disini yang meninggal karena sakit. Aku terlalu sering belajar tanpa istirahat. Sepulang sekolah, aku akan pergi les dan kursus piano**." Ucap Hantu anak laki-laki bernama Andy.
"Wah! Pantas saja kau mati! Kau diperlakukan seperti robot! Tega sekali!" Ucap Hantu Randy.
"Yah. Begitulah, tapi sepertinya ayah dan ibuku sangat menyesal dengan kepergianku."
"Bagaimana kau tahu itu?"
"**Aku mendengar tangisan mereka. Tidak jarang setelah pulang sekolah, mereka akan datang ke sekolah dan berdoa untuk ketenanganku.
Mereka akan mendoakan bangku yang pernah aku tempati. Mereka yakin, aku masih sering duduk meratapi nasibku disini hah! Konyol sekali**!"
Hantu Randy hanya diam. Dia bingung harus menjawab apa.
"Bagaimana denganmu Randy?" Tanya Hantu Andy.
"**Entahlah. Kau lihat siswa itu? Namanya Ryan. Sekarang dia duduk dibangku kelas 2 SMA. Mungkin jika aku masih hidup, aku pasti akan seangkatan dengannya karena kami ini kembar.
Dia semakin bersinar saja. Tidak sepertiku. Aku yakin dia sama sekali tidak merasa sedih setelah kembarannya meninggal**." Ucap Hantu Randy putus asa.
"Apa kau yakin? Apa kau sudah pernah mampir ke rumahmu?" Tanya Hantu Andy.
"Belum. Aku terlalu takut menerima kenyataan jika aku sudah mati."
"Bagaimana kau mati?"
"**Aku bertengkar dengan Ryan. Aku memutuskan untuk kabur dari rumah. Aku kesal. Karena... Hanya Ryan lah yang mendapat perlakuan istimewa dari kedua orang tuaku, sedangkan aku tidak.
Saat itu sedang hujan dan jalan terlihat berkabut. Aku berlari sambil menangis, tanpa sadar aku sudah lari ke jalan, tepat saat ada truk melintas.
Kecelakaan itu disaksikan sendiri oleh Ryan. Setelah meninggal arwahku keluar dan aku tidak berani pulang. Aku takut melihat tubuhku sendiri yang sudah kaku.
Aku memutuskan mengikat rohku di sekolah ini**."
Hantu Andy mendengar cerita Randy dengan serius. Ia juga merasa iba mendengar cerita Randy.
"Randy. Apa kau mau mendengar saranku?" Ucap Andy sambil tersenyum.
"**Hah? Hei jangan tersenyum! Kau itu hantu! Membuat aku takut saja."
"Dasar! Kau itu juga hantu. Hah! Dengar. aku rasa waktuku sudah tidak banyak. Apa kau pernah mendengar? Orang bilang, arwah orang yang sudah meninggal, hanya bisa bertahan di dunia sampai 40 hari saja.
Ini adalah hari ke 40 kematianku. Besok aku tidak akan berada disini. Rohku sudah mulai memudar. Aku tidak bisa mendengar curhatan mu lagi.
jika melihat dari energi rohmu, hari ini adalah hari ke 7 kematianmu. Kau meninggal tidak lama sebelum kenaikan kelas.
Kau masih punya banyak waktu. Setidaknya kau melihat keadaan keluargamu. Sebelum akhirnya kau benar-benar pergi.
Karena jika kau masih terus memendam perasaanmu, kau hanya akan menyesal. Terus terang. Aku baru menyadari, jika ayah dan ibuku benar-benar menyesal setelah kepergianku, kemarin.
Sebelumnya aku sangat benci melihat mereka, karena rohku yang tidak akan bisa dilihat oleh mereka. Aku selalu menghindar saat mereka datang ke sekolah.
Saat aku tahu dan mendengar semuanya aku sudah tahu. Alasan mereka mendidik ku dengan keras, meminta untuk les belajar giat, hanya untuk kebaikan ku di masa depan, tapi mereka juga menyesal, mereka tidak pernah tahu jika aku lelah.
Karena... aku tidak pernah mengeluh kepada mereka. Aku tidak bisa... mengatakan jika aku ingin beristirahat. Itu karena... mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka. Sampai-sampai tidak punya waktu untuk melihat dan menanyakan keadaanku.
Randy... Kurasa ini saat yang tepat. Aku tahu. Kau melihat Keberhasilan saudara kembarmu dengan tatapan penuh kebencian dan rasa iri. Tapi... Jika aku lihat tatapannya... Ia seperti sedang menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya**."
Mendengar ucapan Hantu Andy, Randy hanya terdiam. Ia mengernyitkan dahinya karena rasa tidak percaya.
Randy malah mengingat masa-masa kelamnya saat orang tuanya lebih memberikan perhatian lebih kepada Ryan.
Hantu Randy pun meninggalkan Hantu Andy yang termenung, menghitung waktu terakhirnya di dunia.
Waktu sudah menjelang sore. Arwah Randy terbang ke atas atap. Tepat pukul 3 sore. Waktu pulang tiba.
Dari kejauhan arwah Randy melihat Ryan berpamitan dengan teman-temannya sebelum pulang.
"Hah! Apa yang dikatakan oleh si hantu suram Andy itu! Dia tidak tahu apa-apa! Aku tidak melihat wajah sedih dari Ryan! Konyol sekali!" Ucap Arwah Randy yang mengawasi dari atap sekolah.
Setelah teman-teman Ryan pulang meninggalkan Ryan, raut wajah Ryan tiba-tiba berubah dari wajah senang, menjadi raut wajah lesu dan sedih.
Melihat raut wajah saudara kembarnya yang tiba-tiba berubah, membuat Randy sangat terkejut. Ia pun memutuskan untuk mengikuti Ryan pulang ke rumah.
Ryan berjalan pulang dengan lesu. Sembari berjalan, ia mengeluarkan sebuah kertas ujian harian dari tasnya. Terlihat kertas ujian bertuliskan nilai 65.
"Oh! aku kira kau sedih karenaku! Ternyata karena ujian! Dasar!"
Setelah Randy menatap Ryan dengan wajah kesal, tiba-tiba Ryan bergumam saat sudah sampai di depan gerbang rumahnya.
"Heh? Sudah sampai? Si siput ini jalannya cepat juga!"
"Kak Randy. Kita sudah sampai rumah. Aku bisa merasakan rasa sedihmu mendapat nilai yang tidak kita inginkan.
Kakak. Apa kau tahu! Rumah menjadi sepi saat kau tak ada! Aku tidak bersemangat belajar! Jika tidak belajar tanpamu!
Aku takut pulang ke rumah! Ibu akan selalu salah memanggil namaku menjadi namamu! Apa kau tahu! Ayah juga tidak semangat bekerja!
Ia selalu terlambat berangkat bekerja, karena selalu menangis di kamarmu! Ia selalu membawa fotomu kemana-mana!
Kakak. Apa kau tidak tahu, Ayah dan ibu lebih sayang kepadamu! Saat kakak mendapat nilai rendah, Mereka akan sedih!
Saat aku mendapat nilai tinggi! Mereka bukan memuji namaku! Mereka memuji nilaiku dengan menyebut namamu!
Ayah dan ibu selalu berharap kau berhasil kak! Kembali lah! Ku mohon! Berikanlah kebahagiaan kepada keluarga kita lagi kak!
KAK RANDY!!!!!" Ucap Ryan berlutut dan menangis di depan rumah.
Rumah itu terlihat gelap. Orang-orang sekitar berlalu lalang melewati Ryan yang masih berada di luar rumah.
Ryan tidak memperdulikan tatapan orang-orang sekitar yang melihatnya menangis di depan rumah.
Melihat Ryan yang menangis, Randy terdiam membatu.
Tidak lama, Ibu Randy keluar sambil memegang foto Randy.
"Randy. Kenapa kau di sini? Ayo masuk. Dimana Ryan?" Ucap Ibu mereka yang salah mengira jika Ryan adalah Randy.
Mendengar ucapan Ibunya, Ryan tidak berani marah. Ia langsung mengusap air matanya dan menjawab ucapan ibunya yang sudah tidak dapat membedakan wajah anaknya sendiri.
"Iya ibu. Aku sudah pulang. Tadi sebelum pulang, aku melihat Ryan pergi dengan teman sekelasnya untuk kerja kelompok." Ucap Ryan berbohong sambil menahan air matanya.
Tidak lama ayah Randy dan Ryan pulang. Ayah yang sudah mengerti kondisi istrinya itu, pun berkata hal yang sama untuk menenangkan istrinya.
Ia juga tidak lupa membawa obat penenang yang dianjurkan oleh psikiater yang melakukan terapi untuk istrinya itu.
"Randy, ibu... Ayah pulang. Randy ayo bawa ibumu masuk ke dalam. Kita akan makan malam." Ucap ayah pelan.
"Ayo Randy! Kita siapkan makan malam sambil menunggu kakak kembarmu pulang!" Ucap ibu dengan nada girang.
Ayah pun menggandeng istrinya masuk ke dalam rumah. Sebelum masuk, Ryan menyeka air matanya yang sudah menetes dan langsung masuk ke dalam rumah dengan senyuman untuk ibunya.
Arwah Randy yang melihat kondisi ibunya, terdiam. Tangisnya pecah saat keluarganya sudah masuk ke dalam rumah.
Ia kemudian mengingat perkataan Hantu Andy yang ternyata benar.
Setelah melihat semuanya, rasa benci kepada saudara kembarnya yang ia simpan sampai ia mati, sudah mulai memudar.
Arwah Randy pun tidak ingin terus melihat keluarganya yang menderita.
Sebelum benar-benar pergi, Randy masuk ke dalam rumah untuk berpamitan.
Randy, memeluk Ayah dan Ryan. Tidak lupa ia memeluk hangat ibunya, walaupun keluarganya tidak ada yang bisa melihat keberadaannya.
Setelah memeluk ibunya, ia mencium pipi sang ibu dan membisikkan kata... "Aku sayang ibu..."
Sang ibu, yang sedang menata piring dimeja, tiba-tiba merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipinya dan mendengar bisikan yang mirip dengan putra kesayangannya.
Air matanya mulai mengalir tidak terbendung. Ia kemudian berlutut sambil menangis sejadi-jadinya. Ia bisa merasakan kehadiran putra kesayangannya itu untuk sesaat.
Ayah dan Ryan yang melihat ibu berlutut sambil menangis, langsung berlari ke arahnya sambil memeluknya dengan erat.
Sambil menangis, sang ibu memanggil putranya yang sudah tiada itu dengan nada yang lirih dan bibir yang gemetar.
"Randy..... Maafkan ibu... Semoga kau tenang disana..... Ibu sayang padamu... Randy..."
...~Tamat~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!