NovelToon NovelToon

My Dangerous Boy

Part 1 - The Night

Seorang gadis bertubuh mungil sedang duduk di bangku taman. Bahunya terlihat gemetar, diiringi dengan isakan tangisnya yang terdengar pilu. Entah sudah berapa jam ia berada di sana. Dia lelah, sangat lelah.

Kenapa semua ini terjadi padanya? Hatinya sudah dihancurkan menjadi berkeping-keping oleh orang yang dicintainya. Rasanya kepingan itu juga menusuk ke jantungnya, membuatnya menjadi sesak. Ia menyesal telah mencintai orang yang salah.

Seharusnya, ia tidak boleh langsung jatuh cinta dengan pesona lelaki itu. Andai saja jika ia mendengarkan semua perkataan sahabatnya, semuanya tidak akan seperti ini. Hatinya nyeri, seolah ada pisau yang tidak kasat mata menancapnya.

Cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi mendung. Petir dan guntur terdengar bersahutan, disertai dengan awan-awan hitam yang bergumpalan. Orang-orang yang berada disana mulai berjalan pulang menuju ke rumah, meninggalkan gadis itu sendirian di taman.

Setelah lama sekali ia menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan, Shella kemudian menengadah kepalanya ke atas, menikmati setiap sentuhan air hujan yang mulai turun. Air matanya telah bercampur menjadi satu dengan air hujan, seakan-akan cuaca saat ini juga sangat mendukungnya untuk meluapkan seluruh keluh kesahnya.

"Argh..." erang Shella. Ia memukul dadanya berkali-kali ketika merasakan rasa sesak itu semakin mencekiknya. Astaga, sampai kapan ia harus seperti ini?

***

*Amerika, Los Angeles

11:00 PM*

Shella sedang berjalan menelusuri jalanan dengan hujan yang masih mengguyur kota. Suasana disini sangat sepi dan gelap. Hanya ada cahaya remang-remang yang menemani setiap langkah kakinya.

Penampilannya saat ini bisa dibilang buruk. Terlihat dari badannya yang mulai menggigil. Matanya bengkak, bibir dan wajahnya pucat, membuat siapa pun yang melihatnya pasti akan bergidik ngeri sendiri. Terkadang, Shella juga mengusap kedua tangannya saat merasakan hawa dingin yang menusuk kulitnya.

Tiba-tiba, Shella menghentikan langkahnya ketika menyadari sesuatu. Ia melirik ke arah jam tangannya, karena merasa aneh dengan suasana sepi ini. Biasanya, jalanan ini akan dipenuhi oleh orang yang berlalu lalang, tidak seperti sekarang. Dan alangkah terkejutnya dia begitu melihat angka yang tertera. Ia spontan mempercepat langkahnya menuju ke rumah.

Astaga, demi apa hingga Shella bisa lupa dengan waktu. Sepertinya dia akan terkena omelan lagi ketika sampai di rumah.

Perempuan itu merutuki kebodohannya karena terlalu berlarut-larut dalam kesedihan.

Beruntungnya jarak antara taman dan rumahnya tidak terlalu jauh, sehingga ia hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk pulang.

"Hei, kau yang di sana," teriak seseorang dalam kegelapan malam.

Suaranya terdengar jauh, namun Shella masih bisa mendengarnya. Dia menghentikan langkah kakinya. Siapa itu?

Dalam kegelapan tanpa adanya cahaya yang menerangi, muncul beberapa bayangan orang dari ujung jalan. Bayangan itu kian mendekat hingga terlihat beberapa sosok pria yang bertubuh besar dan tegap.

Shella meneguk salivanya ketika melihat beberapa pria yang berjalan ke arahnya. Mata dan jarinya sibuk menghitung-hitung berapa banyak orang dari mereka.

Jumlahnya lima orang. ASTAGA.

"Hei, kenapa mukamu seperti itu, tidak senang melihat kami?" tanya salah satu seorang pria.

Mereka semakin mendekat, hingga orang-orang itu mengelilingi Shella yang masih sibuk dalam pikirannya.

"Hei," ujar salah seorang pria dengan tattoo di lengannya. Lelaki itu maju mendekati Shella, lalu mencekal erat lengan gadis itu hingga membuatnya sedikit meringis.

Beberapa pria yang menonton kejadian itu merasa terhibur sendiri dan tertawa garing. Sedangkan Shella sendiri bahkan tidak tahu apa yang mereka tertawakan, karena ini sama sekali tidak lucu.

Saat Shella sedang berusaha mencari cara agar keluar dari sini, tanpa sengaja hidungnya mencium bau yang sangat dikenalnya. Ini bau alkohol. Tunggu dulu..... Alkohol? Shella membelalakan matanya.

Astaga, mereka semua MABUK.

Tanpa berpikir panjang, Shella menendang ************ pria itu agar ia dapat terbebas darinya.

"Argh...." jeritnya kesakitan. Pria itu spontan melepaskan cekalannya dan langsung terkapar di tanah layaknya orang yang berada di ambang mati. Geez, Sepertinya itu sakit sekali.

Mereka menghentikan tawanya dan terkejut ketika melihat aksi yang sangat sadis itu. Dan kini, teman mereka terlihat sedang menahan rasa ngilu dan sakit yang mulai tersebar.

Oh my god...... Bird is flying.

"Shit, apa yang kau lakukan?" geram seorang pria berambut pirang gondrong. Matanya mulai memancarkan kilatan marah, namun Shella tidak takut dengan semua itu. Ia hanya tertawa mengejek.

"Ops.." ujar Shella polos dengan tangan yang menutup mulutnya, seakan-akan ia melakukan hal itu tanpa sengaja.

"Sorry," ucap Shella acuh, lalu memutar tubuhnya dan berjalan menjauh dari area itu. Tetapi langkahnya kembali berhenti ketika merasakan seseorang mencekal lengannya lagi.

"Mau kemana kau, gadis?" tanya pria berambut gondrong tadi dengan menyeringai.

"Kau tidak boleh lari begitu saja sete-"

Bugh.

Ucapannya terpotong begitu saja ketika Shella mendaratkan kepalan tangannya di wajah lelaki itu .

Bugh.

Satu kali pukulan masih tidak puas untuk Shella, ia kembali melayangkan tinjunya ke perutnya lagi. Lelaki itu mundur beberapa langkah karena tidak siap dengan pukulannya, lalu terjatuh ke tanah karena perutnya yang terasa sakit. Hidungnya juga mulai mengeluarkan darah kental.

Gosh.. lelaki macam apa itu, yang tidak mampu melawan seorang perempuan.

Shella berdiri tegak, kemudian menatap satu per satu orang itu. Ah, sepertinya mereka tidak tahu jika dulu ia pernah belajar bela diri. Walau hanya belajar dasarnya saja, tapi itu sudah cukup untuk melawan orang ini.

Shella mengangkat bahunya acuh, kemudian meludahi orang yang ditinjunya tadi.

"Weak," ejek Shella dan mengacungkan jari tengahnya.

Merasa diejek, dua lelaki yang bertubuh tegap maju ke depan, sedangkan pria satunya lagi berdiri di belakang dan menatap Shella dengan tatapan yang sulit diartikan.

Ah... jika hanya dua, Shella pasti bisa.

"Dua lawan satu? Baiklah." Shella mulai bersiap mengambil tempat, dan menunggu pria itu untuk melawannya.

Tanpa aba-aba, seorang pria maju dan menyerangnya, tetapi dengan cepat Shella berhasil menghindar. Ia mencengkram lengan lelaki itu dengan erat kemudian membantingnya ke tanah.

Tiga selesai. Itulah akibatnya jika melawan seorang Shella.

Namun, Shella tidak sadar jika pria satunya lagi berada di belakangnya. Pria itu dengan cepat mencekik leher Shella yang hendak berdiri. Ia lalu mengarahkan sebuah pisau yang tajam ke arah lehernya, mengisyaratkan jika ia bergerak, maka ujung pisau ini akan menembus ke kulitnya.

Lengan kekar itu terus mencekiknya hingga Shella harus menahannya dengan kedua tangan. Ia juga berusaha keras agar kepalanya tidak bergerak menyentuh ujung pisau itu.

Rasa takut menyergap Shella dengan cepat ketika merasakan benda tajam dan dingin itu bergerak pelan di sekitar lehernya dengan sengaja. Sial, kenapa lelaki itu harus menggunakan benda tajam untuk melawannya. Sial, sial, sial. Ia juga merasakan jika lelaki yang berada di belakangnya menyeringai melihat ketakutannya yang terpampang dengan jelas saat ini.

Aish, ini benar-benar hari yang tersial bagi Shella. Ingin rasanya ia cepat-cepat pulang ke rumah dan membenamkan kepalanya di bawah bantal hingga pagi. Keadaan ini betul-betul menguras habis seluruh energinya.

Pria yang sejak tadi berdiri menatap kejadian itu kemudian maju mendekati Shella dengan mata yang terlihat berkilat di tengah malam gelap. Ia melangkahkan kakinya dengan perlahan, seakan-akan ingin menikmati setiap detik waktu yang lewat.

Semilir angin yang nakal berhembus, membuat beberapa helai anak rambut Shella menyapu depan wajahnya. Gadis berumur 22 tahun itu menggigit bibir bawahnya saat pria dengan badan yang menjulang tinggi berdiri di hadapannya sekarang. Ia mendongak dan menatap pria itu dengan mata biru lautnya.

Tunggu dulu, sepertinya pria ini tidak mabuk. Shella sangat yakin jika pria ini mabuk. Kelakuan pria ini terlihat terambil alih oleh kesadaran. Kulit putihnya langsung terasa meremang hebat ketika wajah pria itu mendekat ke arah dirinya.

Oh my lord.

Mata berwarna coklat yang kelam itu menatap Shella tajam, sedangkan bibirnya membentuk sebuah senyuman yang mengerikan.

"Hei," ucap lelaki itu. Shella diam, tanpa berniat membuka suara.

"Kau terlihat seperti gadis manis yang cantik, walau dengan penampilan seperti ini," ujarnya dengan kedua mata yang menelusuri wajah pucat Shella.

"Well, interesting." Perkataan yang diucapkan oleh lelaki itu setelah selesai menjelajah wajahnya membuat Shella mengernyit tidak mengerti. Apa maksudnya?

Belum sempat lelaki itu melanjutkan perkataannya, tiba-tiba pukulan keras dari seseorang menghantam wajahnya. Ia terhuyung ke belakang dan hampir terjerembab di jalan jika saja kedua tangannya tidak menahan beban tubuhnya.

Shella juga merasakan lengan kekar yang sedari tadi melingkar di lehernya lepas entah kemana. Ia langsung memasang raut waspada di wajahnya seraya menatap ke sekeliling. Lalu, matanya menangkap seorang lelaki asing yang berdiri tidak jauh di belakangnya. Terlihat juga pria yang mengancamnya dengan pisau tadi telah terkapar di tanah. Apakah orang itu yang telah menyelamatkannya?

"What the ****."

Dan..... Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Shella. Ia langsung kabur tanpa berterima kasih kepada orang yang telah menolongnya. Bukannya tidak mau berterima kasih, hanya saja ia juga tidak bisa mempercayai pria itu.

Beberapa waktu telah berlalu hingga Shella tidak sadar jika kelakuannya tadi menyita perhatian dari dua lelaki yang ditinggalnya. Mereka terus menatap Shella yang mulai menghilang ditelan oleh kegelapan. Satu pria dengan wajah yang baru dibogem memasang wajah tak percaya, sedangkan yang satunya lagi memasang senyuman miring.

"This will be interesting," ujarnya dengan suara yang mengalun tenang, disertai dengan senyuman yang masih bertengger di wajahnya. Iris matanya berubah menjadi tajam dan menatap lurus ke arah gelapnya malam, seakan-akan bisa menembus apapun yang berada di sana.

30 April 2020😘

Part 2 - Tired Day

"Astaga Shella, kenapa kau baru pulang sekarang?" pekik Clara histeris. "Dan kenapa dengan wajahmu itu?"

Clara terkejut ketika mendapati adiknya sedang berdiri di depan rumah dengan penampilan yang berantakan dan wajah sepucat mayat. Hell, apa yang telah dilakukan oleh adiknya ini? Rambutnya juga terlihat sangat kusut dan basah.

"Kak, biarkan aku masuk dulu. Aku sudah sangat kedinginan sekarang," ujar Shella sembari menggosok-gosokkan kedua tangannya. Berharap mendapatkan kehangatan walaupun hanya sedikit.

Clara yang tadinya berdiri di depan pintu spontan bergeser ke kiri, mempersilahkan adiknya masuk.

Shella langsung masuk ke dalam rumah dan duduk di atas sofa, tidak peduli apakah sofa itu akan menjadi basah dibuatnya. Ia menyandarkan kepalanya yang terasa pusing, lalu memejamkan kedua matanya.

Shella berharap setelah ini, dia tidak akan sakit berat akibat terkena air hujan.

"Hei, kenapa kau tidak menjawab teleponku?" tanya Clara yang ternyata sudah duduk di samping Shella. Ia memberikan Shella sebuah handuk untuk membersihkan sisa-sisa air hujan yang melekat pada tubuhnya.

Shella membuka mata, kemudian tangannya meraih handuk yang diberi oleh kakaknya. Perempuan itu bukannya mengeringkan tubuhnya, tetapi malah menutupi tubuhnya seakan-akan itu adalah selimut yang hangat.

"Ponselku ketinggalan di kamar tadi," ujar Shella dengan mata yang kembali terpejam.

Clara mengerutkan dahinya kesal ketika melihat kelakuan adiknya ini. Dengan sengaja, Clara menarik handuk itu kemudian dilemparkannya ke wajah Shella.

"Apaan sih, Kak," sungut Shella kesal. Dia kembali mengambil handuk itu lalu menatap sang kakak dengan tatapan kesal. Apa maksud kakaknya coba?

Clara menjitak dahi Shella dengan keras hingga membuatnya sedikit mengaduh pelan. "Cepat pergi mandi. Kau tahu, tubuhmu ini sangat kotor. Dasar anak nakal."

Shella memberengut kesal. Well, sebenarnya dia sangat malas untuk bergerak dan membersihkan diri.

"Baik, Kakak," ucap Shella dengan nada yang semanis mungkin, padahal hatinya sudah terasa sangat dongkol sekarang.

****

Shella sedang mengeringkan rambutnya yang baru dicuci tadi. Jika saja dia tidak terkena air hujan, maka ia tidak akan repot-repot untuk mencuci rambutnya. Apalagi di tengah malam begini membuatnya sedikit kedinginan walau sudah bermandikan air hangat.

Shella kemudian berjalan menuju ke arah dapur. Dilihatnya Clara sedang duduk di kursi makan dengan mata yang terfokus pada ponselnya. Di meja makan itu terdapat segelas susu coklat hangat yang disediakan untuknya.

Perempuan itu langsung saja duduk di kursi makan dengan tangan yang meraih segelas susu itu. Kemudian, diminumnya dengan cepat hingga gelas itu habis tidak bersisa.

Setelah itu, ia kembali meletakkan gelas itu di atas meja dan berjalan pergi meninggalkan kakaknya yang masih saja serius menatap ponselnya.

"Kak, aku pergi ke kamar dulu. Good night," pekik Shella yang sudah berada di ujung tangga.

"Iya, iya. Good night too," ujar Clara dengan mata yang masih tidak tergeser dari ponselnya sedikit pun.

Shella hanya menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat kelakuan kakaknya. Gosh, sebenarnya apa yang dilihat oleh kakaknya ini? Entah kenapa kakaknya itu tersenyum-senyum sendiri sembari melihat ke arah ponselnya.

It's crazy.

Sesampainya di kamar, Shella menatap dirinya sendiri di depan meja rias miliknya. Astaga, wajahnya memang terlihat sangat menyedihkan. Pantas saja tadi sewaktu dia sampai di rumah, kakaknya itu sangat histeris mendapati dirinya yang berantakan.

Shella memegangi matanya yang membengkak, lalu melihat ke arah hidungnya yang memerah. Ia mendesah berat.

Tangannya meraih hair dryer dari laci untuk mengeringkan rambut basahnya. Dia sendiri sungguh merasa kasihan dengan wajahnya sendiri.

Sembari menghidupkan alat pengering itu, Shella menatap kosong ke cermin, tetapi otaknya telah berkelana menjelajahi ke luar sana.

Well, semua ini sebenarnya berawal dari sahabatnya yang mengirimkan sebuah foto untuknya. Gambar itulah yang membuatnya kacau seperti ini sekarang.

Saat itu, ia sedang berjalan terburu-buru di salah satu pusat mall yang terkenal di kotanya.

Westfield Century City.

Shella ingin membuktikan keaslian foto yang dikirim oleh sahabatnya beberapa waktu yang lalu. Menurut perkataan temannya itu, pacarnya sedang bersama perempuan lain di mall ini.

Shella bisa saja tidak mempercayai perkataannya, tetapi gambar yang dijepret dan dikirimkan untuknya membuat dunianya seakan terbalik saat itu juga.

Hatinya seperti diremas-remas dan dihancurkan dari dalam. Dia sangat berharap apa yang dikatakan dan difoto itu adalah hal yang salah. Mungkin saja temannya itu salah mengenal orang, atau salah melihat. Tapi tidak juga, Shella sangat mengenal orang yang berada di foto itu.

No, just be postive thinking Shella.

Lalu, langkahnya perlahan berhenti ketika ia melihat sesuatu. Apa yang diharapkannya ternyata tidak tercapai. Shella mengepalkan kedua tangannya, sementara air matanya sudah berlomba untuk menyeruak keluar dari dalam.

Sial, dia sangat tidak menyukai apa yang terjadi hari ini, ralat, sangat membencinya.

Shella tertawa pahit, ternyata begini kenyataannya. Ia menggelengkan kepalanya pelan, lalu melihat ke arah pacarnya. Hah, ini memang bukan imajinasinya.

Selain keluarganya yang dipercayai, ia juga sangat mempercayai pacarnya itu. Tetapi sekarang, kepercayaan itu telah menghilang dan terpecah belah.

Melihat pacarnya yang sibuk dengan perempuannya hingga tidak mengetahui keberadaannya, Shella perlahan menjauhi tempat itu. Ia seperti menelan balok pahit di tenggorokannya.

Seperti pengecut, Shella berlari ke taman. Well, mungkin dia bisa tenang saat berada di sana.

"Shella, apa yang sedang kau pikirkan?"

Tiba-tiba, suara kakak kesayangannya menerobos masuk ke dalam pikirannya. Seakan ditarik ke dunia nyata, Shella terkejut setengah mati.

"Apa yang kakak lakukan di sini?" teriak Shella terkejut.

Clara menghela napas, kemudian tangannya mengambil alat pengering yang dipakai oleh adiknya. "Sepertinya kau ingin membuat rambutmu menjadi gosong, ya?"

Shella spontan meraba-raba rambutnya, kemudian tersenyum kecil. Ternyata rambutnya sudah kering sejak tadi.

"Aku sedari tadi memanggilmu, tetapi kenapa kau tidak menjawabnya. Apa kau sedang ada masalah?" tanya Clara sembari menaikkan satu alisnya.

Shella menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Clara. "Tidak kok, Kak. Kenapa?"

Clara menatap adiknya dengan tatapan tidak percaya, seakan-akan Shella berbohong kepadanya. Dia sebenarnya ingin menanyakan beberapa hal lagi, tetapi mengingat jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, Clara membatalkan niatnya.

"Baiklah, tetapi kuharap besok kau akan menjelaskan semuanya kepadaku," titah Clara tanpa bisa dibantah.

Shella menghembuskan napasnya, kemudian mengiyakan perintah kakaknya dengan terpaksa.

Menyebalkan sekali.

"Kalau begitu, sebaiknya kau tidur sekarang," titah kakaknya lagi.

"Iya, kakak yang cerewet. Adik kesayanganmu ini akan tidur sekarang."

Clara mendelik tajam mendengar perkataan adiknya, membuat Shella terkekeh geli melihatnya.

"Kalau begitu. Aku akan keluar sekarang."

Setelah kakaknya keluar dari kamar, Shella kembali mengembuskan napasnya dengan berat. Haruskah ia memberi tahu kakaknya tentang hal ini? Pikirannya masih dilanda dengan rasa bingung dan bimbang.

Gadis itu melemparkan dirinya di atas kasur ketika tidak menemukan jalan keluar dari semua ini. Astaga, mungkin besok dia baru akan memikirkannya.

Huh, It's a very tired day.

30 April 2020😘

Part 3 - Incident

"Hei, bangun Shella." Tepukan ringan di kedua pipinya dan suara kakaknya membuat Shella mengerang kecil di dalam alam mimpi.

Clara berdecak kesal. Adiknya memang selalu saja malas untuk bangun pagi. Inilah hal yang paling jengkel menurutnya karena harus membangunkan seorang pig.

Apakah Shella adalah seekor piggy yang malas? Sepertinya iya.

Shella akhirnya membuka matanya dengan terpaksa ketika merasakan cahaya matahari yang menembus ke dalam kamar dan mengganggu tidur nyenyaknya. Melalui sudut mata, dilihatnya Clara sedang membuka tirai di kamar miliknya.

Gadis itu spontan berbalik memunggungi cahaya matahari yang sangat mengganggu itu. Ia juga menggunakan bantal untuk menutupi kedua telinganya dari panggilan Clara.

"5 menit lagi, janji," ucap Shella dengan mata yang kembali terpejam. Dia bergelung ke dalam selimut lembut putihnya.

Mendengar itu, Clara mengomel pelan dengan mata yang melihat ke arah adiknya. Dia sudah mendengar kalimat itu berulang-ulang. "Kau sudah mengatakan hal itu sedari tadi," ujar Clara dengan kesal.

"Kau tahu? Sekarang sudah jam 9 pagi. Kau telah tertidur terlalu lama," sambung Clara.

Shella langsung membuka matanya terkejut. Ia terduduk dengan kedua matanya yang membulat besar.

"Kenapa kau tidak membangunkanku?" pekik Shella yang sekarang telah turun dari atas ranjang. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Bagus, jadi sekarang kau menyalahkanku? Siapa yang tadinya tidak ingin bangun?" sindir Clara.

"Tetapi tetap saja ini salahmu. Kakak tidak berusaha lebih keras untuk membangunkanku. So, this is not my fault," bela Shella di dalam kamar mandi.

Mulut Clara menganga lebar mendengar pembelaan dari adiknya itu.

*What the hell?

Jadi sekarang semua ini salahnya*?

Setelah susah payah membangunkan piggy satu ini, Clara malah dipuji dengan sedemikiannya.

Geez, dia baru tahu jika adiknya sekarang telah berubah menjadi pintar. Bahkan dia sendiri juga tidak bisa mengalahkan otak cerdik Shella. Well, Mungkin sebaiknya Clara harus bertepuk tangan untuk adiknya.

****

Shella menghentak-hentakan kakinya kesal sembari menyumpahi kakaknya itu. Mulutnya mengomel-ngomel tidak jelas bersamaan dengan kata-kata kasar yang telah tersusun rapi di benaknya.

Akibat kakaknya, dia harus dipermalukan seperti ini. Demi Tuhan, dia benar-benar sial memiliki kakak seperti itu.

Setelah dari rumah, Shella tadi langsung buru-buru pergi ke kampusnya, mengingat jam sudah menunjukkan hampir pukul 10. Bahkan rambutnya dirapikan dengan kelima jarinya karena tidak sempat disisir. Huh, dia pasti terlambat.

But, begitu sesampainya di depan gerbang, dia malah diketawai oleh seorang satpam yang kebetulan sedang berjaga di sana.

"Ini hari Minggu, Dek."

Kalimat yang diucapkan oleh satpam tadi masih terngiang di benaknya. Bisa-bisanya Clara tidak memberi tahu jika hari ini adalah hari libur. Ia benar-benar akan mengutuk kakaknya begitu sampai di rumah.

Bruk...

Gadis itu terjatuh di lantai sedetik setelah kepalanya menabrak sesuatu yang kokoh. Dia memegangi kepalanya yang terasa sakit. Sepertinya Shella baru saja menabrak beton yang kuat hingga membuatnya sedikit pusing.

"Kau tidak punya mata, hah?" sembur Shella berapi-api seraya berusaha berdiri. Dia langsung melirik ke sekitarnya dengan jengkel karena orang-orang itu tengah menatapnya seolah-olah dia adalah makhluk alien yang baru turun ke bumi.

Pria di depannya lantas menautkan kedua alisnya, heran dengan perempuan ini. Kenapa malah dia yang di salahkan?

"Hey girl, kau tadi yang tidak melihat jalan dan menabrakku. Jadi di sini aku yang menjadi korbannya," ucap lelaki itu tanpa berniat menolongnya.

"Kenapa kau tidak menyingkir ketika aku mau menabrakmu? Berarti kau tidak menggunakan matamu dengan baik. Mata digunakan untuk melihat, bukan hanya menjadi pajangan wajah," seru Shella. Ia telah berdiri dengan dagu yang diangkat, menatap pria itu tajam. Jika saja badan lelaki ini tidak terlalu tinggi, maka ia tidak akan repot-repot untuk mendongak menatap wajahnya.

Kerutan di dahi pria itu semakin banyak, pertanda bahwa ia merasa aneh dengan wanita ini. Apakah ia baru saja diceramahi oleh si aneh ini? Jadi maksudnya, ia yang menjadi pelakunya?

Hell....

"Out of mind, girl? Aku tadi sudah berjalan di tempat yang benar, tetapi kau malah menabrakku dan menuduhku begitu. Well, kau baru saja melakukan suatu tindakan kejahatan yang tidak bisa kumaafkan." Pria itu bersedekap, menatapnya dari atas ke bawah.

Satu kata untuk wanita ini. Pendek.

Shella melotot, ia mengangkat dagu setinggi-tingginya. Shit, bahkan lehernya mulai terasa sakit karena diangkat hingga sedemikian tingginya.

"Hei Tuan yang terhormat, kau tadi baru saja menjatuhkanku ke lantai. Tidakkah kau pikir, kau baru saja membahayakan nyawa seseorang. Use your brain boy," ucap Shella jengkel.

Pria itu memegangi dagunya, persis seperti orang yang sedang berpikir keras. Ia kemudian beralih menatap Shella, kembali meneliti badan wanita ini. "Maybe, kau terlalu..... lemah dan pendek?" teliti pria itu.

Shella melebarkan matanya, tidak percaya dengan kalimat yang baru saja dilontarkan pria itu. Apa pria ini baru saja menjelekkannya? Hanya karena orang ini lebih tinggi darinya begitu?

"Kau tahu lady, aku tadi tidak mendorongmu ataupun melakukan sesuatu hal yang disengaja. Kau yang tiba-tiba menabrakku dan terjatuh dengan sendirinya," jelas lelaki itu.

Shella semakin menatapnya tajam, seakan-akan matanya bisa berubah menjadi pisau tajam dalam waktu sesingkat mungkin. "Tubuhmu yang terlalu besar seperti beton kuat, bahkan tadi aku sedikit pusing setelah kejadian tabrak lari tadi," ujar Shella dengan tangan yang menunjuk ke arah tubuh pria itu.

Lelaki itu membuka mulut, hendak memprotes perkataan wanita ini. Tetapi kembali terkatup begitu telinganya menangkap suara yang tidak asing.

"Kakak." Suara pria lain menyapa di antara pertengahan pertempuran sengit mereka.

30 April 2020

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!