NovelToon NovelToon

Married With Mr. Arrogant

1. Permulaan

Jalanan kota Yogyakarta semakin padat mengingat aktivitas mulai berjalan. Orang berlalu lalang menuju ke tempat mereka bekerja, menuntut ilmu dan bahkan hanya untuk sekedar menghabiskan waktu.

Seorang gadis mengendarai mobilnya cepat tampak terburu buru. Sesekali ia melihat alexnder cristy ditangannya dengan was-was. Tampak kalau ia tidak ingin terlambat bertemu dengan seseorang yang tengah menunggunya.

Pricilia Deandra, seorang gadis cantik dengan rambut hitam panjang. Gadis manis yang hanya menggunakan kream dan bedak untuk wajahnya, di padu alis mata dan eyelener. Ia hanya menggunakan make up minimalis yang selalu menghiasi harinya.

Setelah sampai di sebuah resto, Deandra bergegas memarkirkan mobil. Ia tergesa gesa membuka pintu dan masuk ke dalam. Seorang pelayan yang datang menyambutnya, namuam ia terpaksa melaluinya begitu saja. Gadis itu masuk dan mencari-cari seseorang. Sebuah senyum manis tersungging di wajahnya ketika melihat satu sosok. Seorang pria tampan duduk sambil sendiri di bangku pokok. Sosok yang dikenal Deandra duduk disana dengan tenang sambil memainkan tabletnya.

"Kak Doni, maafkan aku terlambat. Aku tadi mampir ke butik sebentar," jelas Deandra. Ia lalu berjalan mendekati sebuah meja dimana pria yang bernama Doni telah duduk manis menunggunya

"Gak papa sayang, aku juga baru sampai. Ayo duduklah. Aku sudah memsansankan spageti kesukaanmu." Pria yang bernama Doni itu tersenyum menenangkan.

"Hehehe... terimakasih, Sayang," ujar sang gadis yang bernama Deandra sambil tersenyum sumringah.

"Oh ya Dea, aku punya kabar baik untuk kita. Aku ketrima melanjutkan studi di amerika!" Doni tersenyum bangga dan bahagia.

"Benarkah?! Ya tuhan, kamu memang luar bisa sayang." Deandra hanya menatap tak percaya ke arah Doni. Kemudian wajahnya berseri seri bertanda bangga dan bahagia dengan pria ganteng di depannya ini.

"Jadi besok kita bisa sama-sama di sana. Ayah akan kuberitahu kabar bahagia ini. Pastinya dia tak akan lagi khawatir kalau aku membuka membuka usaha lagi disana karena Kak Doni juga disana" lanjut Dea bahagia.

"Dan setelah studi spesialisku selesai, kita bisa menikah dan hidup bahagia." Doni menggenggam tangan Deandra dengan lembut.

Deandra hanya tersenyum penuh bahagia menatap Doni yang telah menjadi pacarnya selama 5 tahun ini. Doni adalah seorang pria tampan yang berprofesi sebagai dokter. Ia bekerja di salah satu rumah sakit terkemuka di kota ini, Doni telah resmi menjadi tunangannya 3 bulan semenjak yang lalu.

"Kalau begitu mari kita rayakan." Deandra tersenyum bahagia ketika pelayan tengah membawakan pesanan mereka.

*

*

*

Deandra dan Doni tiba di sebuah bandara, tampak orang berlalu lalang sibuk dengan aktifitas mereka. Deandra berjalan berdampingan dengan Doni menuju antrian menuju pemberangkatan. Doni menggenggam Deandra seolah olah tidak ingin melepaskan gadis yang dicintainya itu.

"Sayang, malu dilihat orang" bisik Deandra sambil menahan mukanya yang memerah.

"Terserah orang mau berpandangan apa. Aku akan terbang ke benua yang jauh darimu. Aku hanya tak ingin menyiakan kesempatan detik detik ini. Setiap detik bersamamu begitu berharga." Doni semakin erat memegang tangan Dea.

"Kak Doni, kita kan hanya akan berpisah beberapa hari saja. Beberapa hari lagi aku pasti akan menyusulmu. Ayah bilang masih ada beberapa urusan, jadi aku harus menunggunya baru bisa ikut ke amerika,' keluh Deandra sambil merengut.

"Tampaknya ayahmu masih tak rela jika anak gadis satu satunya di rebut olehku," goda Doni.

"Yah...begitulah Ayahku. Terlalu menyayangiku sampai ke Amerika saja harus diantarkan. Padahal aku bisa berangkat berdua dengan kakak saja," Deandra merajuk.

"Permisi Nona, anda hanya bisa mengantarkan sampai batas ini," tegur seorang petugas bandara sambil menunjuk batas biru pengantar.

"Ah, iya...maafkan kami," jawab Doni. Donipun menatap Dendra lekat. Doni tersadar bahwa sudah saatnya mereka berpisah.

"Deandra sayang, tunanganmu yang ganteng ini pergi dulu. Sampai jumpa di Amerika ya sayang." Doni memeluk Deandra erat.

"Ih, Kakak itu narsis aja sukanya. Sampai sana jangan lupa telp dan jangan main-mata dengan bule." Deandra membalas pelukan Doni.

Doni hanya terkekeh dan melepaskan pelukan Deandra. Lalu ia berjalan masuk sambil melambaikan tangan. Deandra membalas lambaian tangan sambil tersenyum.

Pippp... Pippp... Pippp...

handpone Deandra berbunyi.

"Halo, ada apa?" Sapa Deandra lembut.

"Nona, saya sekretarisnya Bapak. Maaf menganggu. Bapak__," ucap Pak Budi terputus. Nada bicara terlihat panik sekali.

"Ada apa dengan ayah?" tanya Deandra penasaran.

"Ayah anda....beliau mengalami kecelakaan, sekarang sedang kritis di Rumah sakit." jawab Pak Budi sedikit pelan.

"Apa?! Ya tuhan, Ayah kecelakaan? Dimana sekarang? Oke, aku akan segera ke rumah sakit," sahut Deandra panik. Ditutupnya handpone di tangannya dan bergegas keluar meninggalkan bandara.

****

Deandra berjalan gelisah mendekati ruang ICU. Matanya berkaca kaca menahan tangisan, sudah sedari tadi ia menangis. Sekretaris ayah Deandra, Pak Budi duduk di depan ruang ICU segera berdiri ketika melihat kehadiran Deandra.

"Nona..." sapa Pak Budi lemah.

"Pak, bagaimana kondisi ayah?" Tanya Deandra khawatir.

"Nona, mohon menguatkan diri. Tuan sedang dalam kritis. Tim Dokter baru saja menanganinya," Terang Pak Budi.

Deandra hanya menatap pintu ICU dengan sedih. Dia hanya terduduk di kursi tunggu dengan pilu. Dalam hati ia berdoa untuk kesembuhan ayahnya. Pak budiman dengan setia menemani di sampingnya sambil menepuk punggung Deandra yang bergetar menahan isakan tangis.

Tak lama kemudian, seorang perawat mendatangi mereka. Dia menatap Deandra dan Pak Budi bergantian.

"Dimana keluarga tuan Handoko?" Tanyanya.

"Saya putrinya suster." Deandra segera bangkit dan mendekati suster dengan khawatir, "Bagaimana kondisi ayah saya suster?"

"Baiklah Mbk, Kondisi ayah anda dalam masa kritis, ayah anda mengalami benturan keras di kepalanya. Kita harus segera melakukan operasi untuk menyelamatkan nyawanya." Suster itu menatap Deandra.

"Baiklah suster mari kita lakukan sekarang juga," ucap Deandra cepat. Ia tak mau terjadi apa-apa dengan ayahnya, di dunia ini Deandra hanya mempunyai keluarga satu satunya yaitu ayahnya.

"Baiklah kalau begitu ada beberapa hal yang harus anda baca dan anda tanda tanganin, dan mohon maaf untuk pembayaran biaya operasi bisa anda urus terlebih dahulu sebelum operasi dimulai. Mari silahkan ikut saya. " Terang suster itu, Deandra hanya mengangguk pasrah dan mengikuti suster tersebut untuk mengurus semua berkas.

****

# Deandra POV #

"Maaf nona, kartu yang anda berikan tidak bisa digunakan," ucap seorang petugas kasir ketika aku menyerahkan kartu debitku untuk membayar biaya operasi.

"Hah? Tidak bisa?" tanyaku keheranan.

Padahal semua uang yang diberikan ayah disana semua. Uang dalam jumlah besar, bagaimana mungkin tidak bisa digunakan. Apa mungkin kartunya rusak??

Aku merogoh kartu kredit di dalam dompet dan menyerahkan ke petugas kasir. Petugas kasir menerimanya, lalu ia menggesekan kartu tersebut. Ia hanya menggeleng-geleng.

"Maaf nona, kartu ini juga tidak bisa digunakan." Jelasnya.

Aku hanya mengernyitkan dahi. Bagaimana bisa kartu kredit tampa batasku juga tidak bisa digunakan?!

"Maaf Nona, apa anda mempunyai uang cash?" tanya perawat itu lagi. Aku melihat isi dompetku yang hanya tinggal beberapa ratus ribu saja. Aku memang tidak biasa membawa uang cash dalam jumlah besar.

"Sayang sekali Nona, kalau tidak segera dilunasi maka operasi tidak bisa segera dilaksanakan," terang suster.

"Suster, bagaimana kalau dioperasi dulu. Saya akan mengambil uang di rumah?" tanyaku sambil memelas.

"Maaf sekali Nona, kami tidak bisa membantu," jawab suster itu sedih.

Aku terduduk lemas, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan. Aku harus pulang ke rumah, mungkin saja ayah menyimpan uang di rumah.

"Suster, tolong jaga ayahku sementara ini. Saya akan mengambil uangnya di rumah," ucapku sambil bergegas keluar rumah sakit.

_____ Bersambung____

02. Awal Bencana

# Deandra POV #

Aku berjalan memasuki halaman rumah, rumah yang biasa aku tinggali dengan ayah berdua. Aku hanya mengernyitkan dahi ketika banyak polisi di rumah, dan yang lebih mengejutkan lagi semua benda dirumah tertempel stiker bertuliskan disita. Aku menatap pak Budi dengan penuh tanda tanya besar.

"Maaf pak, saya putri dari Tuan Handoko. Ada apa dengan semua ini? Apa yang terjadi dengan rumah dan barang-barang saya? Mengapa semua disita?" tanyaku sambil menghampiri seorang petugas yang sedang mengecek barang-barang.

"Ayah Mbk, telah meminjam uang dalam jumlah besar pada bank. Karena sudah jatuh tempo yang telah disepakati belum juga dibayar, maka sesuai perjanjian rumah beserta isinya dan semua aset milik Ayah Mbk, terpaksa kami sita. Dan mohon maaf, Mbak juga harus menyerahkan kunci mobil yang barusan anda gunakan, karena itu masuk dalam barang sitaan kami," jelasnya sambil menunjuk mobil Deandra yang terparkir di halaman rumah.

Aku terperanggah mendengar penjelasan polisi tadi. Ayah meminjam uang di bank? Dalam jumlah besar? Rasanya tidak mungkin! Selama ini kami tidak pernah mengalami kesulitan ekonomi. Setidaknya Ayah tidaj pernah mengatakan apapun mengenai keuangan keluarga kami. Semuanya terlihat baik-baik saja.

"Pak Budi, bisakah anda menjelaskan apa yang sedang terjadi sekarang?" tanyaku bingung. Aku benar benar tak mengerti dengan semua kejadian ini.

"Maaf Mbak Deandra, sebenarnya Bapak melarang saya memberitahukan masalah ini kepada Mbak, namun jika kondisinya seperti ini. Saya rasa Mbak Deandra perlu mengetahui," ucap Pak Budi berusaha tenang.

Aku menghela nafas gelisah, Ayah selalu begitu! Tidak menginginkan putrinya ikut dalam kesusahan sampai tidak menceritakan apapun. Semenjak Bunda meninggal, Ayah berusaha memberikan yang terbaik bagiku. Kasih sayang berlimpah dan kehidupan yang berkecukupan untukku.

"Pak Budi, tolong jangan rahasiakan apapun lagi. Katakan apa yang sebenarnya terjadi?" desakku.

"Perusahaan Ayah anda mengalami kemunduran karena tuan Santoso, kaki kanan Tuan menimbulkan masalah bagi perusahaan. Bahkan bisa dibilang perusahaan menjadi bangkrut. Ayah anda berusaha untuk tetap bertahan dengan meminjam uang dalam jumlah besar ke bank dan beberapa teman bisnisnya. Namun tetap tidak bisa menutup kerugian yang telah terjadi di perusahan. Akhirnya Tuan menyerah, menjual asetnya dan memberhentikan semua pegawai dengan pesangon karena sudah tidak mampu membayar mereka ke depannya. Termasuk saya juga. Sekarang semua aset sudah disita bank, dan saya rasa masih ada beberapa hutang Tuan di rekannya dalam jumlah besar yang mungkin belum terbayar," terang Pak Budi panjang lebar dengan perasaan sedih.

Aku terjatuh lunglai mendengar penjelasan Pak Budi. Aku berharap apa yang kudengar adalah salah.

Apa-apaan ini? Kami tiba-tiba jatuh miskin dengan setumpuk hutang? Ditambah Ayah mengalami kegelakaan dan harus segera di operasi. Mengapa semuanya bisa terjadi bersamaan begini? Aku harus mencari yang dari mana untuk biaya operasi Ayah?

"Mbak Deandra, apa anda baik-baik saja?" Pak Budi membantuku berdiri. Raut muka di wajahnya yang mulai menua terlihat khawatir.

"Saya tidak tahu harus berbuat apa, Pak." tangisku pecah. Pak Budi hanya menepuk bahu untuk menguatkanku.

"Ini, ada uang pesangon saya dari Tuan. Memang tidak banyak, tetapi semoga bisa membantu Mbak Deandra." Pak Budiman menyerahkan amplop kepada Deandra.

Aku menghela nafas panjang sambil melihat amplop itu. Pak Budi sudah mengabdi selama bertahun tahun sejak aku kecil. Pak Budipun juga bukan dari keluarga kaya, dalam usia yang tidak muda lagi ia harus membiayai semua kebutuhan keluarganya. Apalagi putrinya mengindap penyakit ginjal yang mengharuskan cuci darah setiap minggu. Terlebih, kondisi perusahaan sekarang, pastinya akan lebih susah. Aku sudah tak mungkin lagi menyusahkannya.

"Tidak pak, aku tahu Bapak lebih membutuhkan biaya untuk putri Bapak," Aku menggeleng dan mengembalikan amplop itu.

"Tapi nona, bagaimana dengan anda dan Tuan?" tanya pak Budi khawatir.

"Bapak tidak usah khawatir, saya masih mempunyai tabungan yang cukup untuk membiayai rumah sakit Ayah dan membeli rumah kecil dan untuk hidup." Aku tersenyum berusaha menenangkan. Tentunya aku bohong, semua ATMku sudah terblokir. Tapi aku tidak mau membuat Pak Budi lebih khawatir.

"Nona, Tuan, maaf. Rumah akan kami segel. Bisakah Nona dan Tuan meninggalkan rumah ini dan menyerahkan kunci mobil anda?" Tegur seorang laki-laki. Dengan lemas aku menyerahkan kunci jazz merah kesayanganku. Meskipun bukan mobil mewah, namun ini adalah mobil yang aku beli dengan jirih payahku sendiri.

"Baju-baju dan semua barang milik Mbak Deandra sudah dibereskan. Jika ada apa-apa Mbak, bisa ke rumah saya, saya mulai membuka toko roti. Saya harus pamit, jika ada yang nona butuhkan, nona bisa menghubungi saya" pak Budi berpamitan.

"Tentu pak, jaga diri bapak " Aku tersenyum manis sambil menatap kepergian pak budi yang tampak ragu untuk meninggalkanku.

Aku beranjak mengambil koper besar di kamar, aku menatap nanar setiap sudut ruangan di rumah sambil beranjak pergi. Tetes demi tetes air mataku jatuh, aku mengusapnya dengan kedua tanganku. Aku harus tegar, ayah membutuhkanku saat ini.

💞💞💞💞

Aku menangis sejadi jadinya di lobi rumah sakit, ayah terpaksa dipindahkan ke ruang biasa, dokter mengatakan selama biaya belum dilunasi, operasi ayah akan ditunda sampai aku melunasi biaya rumah sakit dan biaya operasi. Dan yang membuatku sedih, dokter bilang ayah bisa tak tertolong kalau operasi tidak segera dilaksanakan. Uangku sudah menipis, bahkan aku tak tahu harus tinggal dimana. Aku hanya duduk di lobi rumah sakit sambil membawa koper. Aku sudah tak tahu apa yang harus aku lakukan.

"Apa anda nona pricilia deandra ?" Sapa seorang pria paruh baya.

Aku segera menghapus tangisku dan menatap pria didepanku. "Iya, saya "

"Baiklah nona, tuan saya ingin bertemu dengan anda. Anda harus ikut dengan saya." Ucap pria itu. Aku hanya menurut mengikutinya sampai di sebuah restoran depan rumah sakit.

Kami berhenti di sebuah ruangan vip dimana seorang pria tua berwajah indo seumuran dengan ayahku duduk disana. Ia menoleh dan tersenyum ketika melihatku.

"Duduklah Deandra." Laki laki itu menyuruhku duduk dengan sopan di kursi di depannya.

"Maaf, saya tidak mengenal anda."Tanyaku bingung. Bagaimana bisa indo bule paruh baya ini mengetahui namaku. Namun ia tampak tak seperti orang jahat.

"Im william adam anderson. Call me adam. Aku adalah teman bisnis dari ayahmu." Ujarnya sambil meminum teh dengan sopan.

"Senang berkenalan dengan anda. Tuan adam. Apa yang ingin anda bicarakan denganku?" Tanyaku sopan.

"Sebelumnya aku ikut sedih mendengar kecelakaan ayahmu. Ketika aku membesuk dokter mengatakan ayahmu kritis. " tuan adam menatapku sedih.

"Terimakasih atas perhatian anda terhadap ayahku. "Aku menunduk sedih mengingat kondisi ayahku sekarang.

"Ada beberapa hal yang ingin kukatakan. Maaf bukannya aku lancang. Tapi...Sebenarnya ayahmu mempunyai hutang dalam jumlah besar kepadaku." Tuan adam mengeluarkan sebuah berkas dan menyerahkannya kepadaku dengan hati hati

Aku menerima surat itu dengan berat hati. Kubaca dengan detail berkali kali berkas yang diberikan tuan adam kepadaku yang ternyata adalah surat perjanjian. Aku terbelalak melihat angka yang tertera di surat ini. 10 M ?! Astaga ayah meminjam sebanyak ini? Apalagi dalam perjanjian ini ayah berjanji dalam 2 bulan akan mengebalikan 2x lipat. Ini sudah lewat artinya hutang ayah 20 M!! Ya tuhan...apalagi ini. Bagaimana ayah bisa berhutang sebanyak ini?! Bagaimana ia bisa membayaranya? Bahkan biaya makan dan sakitpun Aku tidak punya. Bukan cuma jutaan ini milyaran?! Uang yang bahkan ia tak pernah memegangnya.

Perjanjian

# Dendra POV #

Aku dengan gemetaran meletakkan berkas itu ke meja. Aku segera meminum teh di meja dengan gugup. Aku hanya menelan ludah bingung. Entah apa lagi ini? Ayah sakit dan bangkrut, lalu masih ada perjanjian ini?! Rasanya aku terjatuh dalam lubang hitam yang sangat dalam. Namun, aku harus tetap berusaha tegar meskipun aku ingin jatuh dan menangis sejadi-jadinya.

"Dea, kamu tidak apa apa?" Tanya tuan Adam menyadarkan lamunanku.

Aku hanya terdiam mematung, sungguh aku tak tahu harus bagaimana lagi. Mataku mulai berkaca-kaca, inginku menangis sejadi-jadinya. Namun aku harus kuat! Kutatap tuan Adam yang khawatir terhadap kondisiku. Aku tak mampu mengucapkan sepatah kata.

"Deandra, are you allright? Im sorry. Seharusnya aku bisa memberitahumu dengan cara perlahan. Tapi kita sudah tidak punya banyak waktu. Ayahmu membutuhkanmu." Ucapan tuan Adam membuatku tersadar.

Kuatlah Dendra!! ayah sudah terlalu banyak memikul beban yang berat! Aku harus kuat ! apa yang aku alami ini tidak ada apa-apa dibandingkan apa yang sudah ayah alami!

"M...maaf tuan Adam. Saya tidak tahu harus dengan cara apa dan bagaimana untuk dapat melunasi hutang kepada anda. Semua harta dan aset sudah disita dan bahkan...m...kami sudah tidak mempunyai apa-apa lagi". ucapku sambil gemetar.

"Aku sudah tahu semuanya, dan aku juga mendengar bahkan operasi ayahmu tertunda karena biaya. Aku disini ingin memberikan penawaran padamu untuk membantu." Tuan Adam tersenyum penuh arti.

"Penawaran, Apa maksud anda? " aku bingung.

"Selama berbisnis, ayahmu adalah orang baik. Dan ayahmu sering bercerita tentangmu. Aku menyukaimu dari cerita ayahmu, kamu adalah gadis yang baik dan luar biasa. Sebenarnya aku juga punya anak. Hm... aku ingin kamu bertunangan dan menikah dengan putraku. Sebagai gantinya aku pastikan ayahmu mendapatkan pertolongan dan perawatan yang terbaik dan aku akan membiayai seluruh biaya sampai ayahmu sembuh. Dan selama kamu dengan putraku aku tidak akan menyinggung masalah hutang ayahmu. Aku akan anggap lunas jika kalian bisa menikah hidup bersama" Tuan Adam tersenyum penuh arti.

Aku terbelalak mendengar penawaran tuan Adam. Sebuah penawaran tak terduga. Aku terdiam cukup lama dengan ragu aku bertanya "mengapa anda ingin menjodohkanku dengan putra anda?"

Tuan adam menarik nafas berat, ia tampak berfikir berat. "Aku hanya mempunyai seseorang putra di dunia ini. Seperti kamu menyangi ayahmu. Aku juga menyayangi putraku. Aku ingin dia bahagia. Dia punya pengalaman buruk di masa lalu. Dia tak pernah menjalin hubungan lama dengan wanita. Aku terlalu sibuk mengurus perusahaan di Autralia. Aku ingin putraku punya wanita baik sebagai pendamping hidupnya," tuan Adam tampak sedih.

Aku hanya terdiam membisu. Pikiranku sudah kemana mana. Aku tak habis berfikir mengapa tuan Adam sampai repot-repot mencarikan pendamping untuk putranya, sedemikian tidak lakunya putranya apa?jangan jangan putranya seorang laki laki buruk rupa, cacat fisik, atau punya kelainan mental. Yang lebih parah gay!

Aku hanya bergidik membayangkannya.

"Maafkan saya , tapi saya sudah mempunyai tunangan." ucapku gelisah sambil melirik ke cincin pertunanganku dengan kak Doni. Biar bagaimanapun aku mempunyai seseorang yang sangat aku cintai.

Tuan adam menghela nafas panjang. "Well, aku memang tak bisa memaksamu, tapi aku bisa membantumu melalui kesepakatan tadi."

"Tuan Adam, sudah waktunya kita kembali. Anda mempunyai rapat penting 15 menit lagi." sekretaris tuan Adams mengingatkan.

"Baiklah, sudah waktunya aku pamit. Dea, tolong dipikirkan baik baik. Ini kartu namaku. Telp aku jika kamu berubah fikiran. Senang berjumpa denganmu." tuan Adam menyerahkan kartu nama.

"Terimakasih atas perhatian anda tuan." Aku tersenyum sambil menerima kartu nama yang diberikan tuan adam. Aku hanya menatap kepergiannya dengan nanar.

Beb....beb....beb....

Handphoneku berbunyi.

"Maaf ini, Mbk Deandra? Putri pak Handoko?" Sebuah suara terdengar dari ponselku.

"Ya, saya Deandra. Putri pak Handoko. Ada apa?" Tanyaku was-was. Apalagi ini? Penagih hutang lagikah?!

"Begini mbk, Ini dari rumah sakit. Ayah anda saat ini kritis, ia memerlukan penanganan segera. Harus segeral dilakukan operasi sebelum semuanya terlambat. Untuk administrisi bagaimana ya mbak?" Tanya suster.

Aku terbelalak tidak percaya. Apa?! Ayah kritis lagi dan harus segera di operasi. Tapi aku belum mempunyai uang. Bagaimana aku harus membayar biaya operasi ayah?!

"Baiklah akan saya usahakan secepatnya mbk". Aku menutup telepon dengan gelisah.

Segera aku bergegas menuju ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit aku segera mencari ruangan ayah namun nihil. Aku panik dan langsung menuju ke ruang keperawatan.

"Maaf suster, Ayah saya tidak ada di ruangan? Ayah saya dibawa kemana suste" Tanyaku panik.

"Ayah anda dipindahkan ke ICU karena kritis mbk, Operasi harus segera dilakukan agar ayah anda selamat" Terang perawat itu sambil menatapku iba.

Aku segera berlari ke ruang ICU, aku hanya bisa melihat ayah terbaring tidak berdaya dengan banyak benda terpasang di tubuhnya. Seketika badanku terasa kaku dan kakiku lemas tidak berdaya.

Akupun duduk termenung sedirian di kursi di depan ruang ICU ayah. Air mata yang sudah kutahan sedari tadi sudah tidak bisa ditahan. Akhirnya aku menangis sesenggukan sambil bersedih meruntuki nasibku.

Suster mengatakan ayah kritis lagi. Jika tidak segera di operasi ayah mungkin tak tertolong. Sedangkan aku belum mendapatkan biaya, aku sudah mencoba meminjam ke bank atau teman2ku tapi semua gagal. Oh tuhan....aku harus bagaimana?!

tuhan! tolong beritahu aku! Aku harus bagaimana?

Aku mengambil ponsel di tasku, lalu sesuatu terjatuh dari ke bawah, aku segera memungutnya. Sebuah kartu nama yang diberikan oleh tuan Adam.

William adams anderson

Directur Anderson Compeny

Haruskah aku menempuh jalan ini? Lalu bagaimana dengan tunanganku sendiri? Aku mengalihkan cincin manis di jariku. Bayangan wajah kak Doni terbayang di wajahku lalu bergantian dengan tubuh ayah yang terkapar di rumah sakit. Apa yang harus aku pilih? Kehidupan cintaku? Atau kehidupan ayahku??

Aku menghapus air mataku pelan. Kuraih handponeku di tas dan mulai memencet No dengan gemetar. Aku mencintai kak Doni, sangat mencintainya tapi aku harus menyelamatkan ayah. Maafkan aku kak Doni

"Hallo..." terdengar sebuah suara dari seberang.

"Tuan Adams, mmm ..ini Deandra. Ayahku, sedang kritis ia harus segera di operasi sekarang juga. Hm...m... Apa tawaran tadi masih berlaku?" Tanyaku bergetar, yah aku sangat bergetar mengingat aku mengambil keputusan paling penting dalam hidupku! Menyarahkan diriku untuk menyelamatkan nyawa ayahku!

"Tentu, sekretarisku akan mengurusnya langsung..Setelah urusanku selesai aku akan menghubungimu." suara tuan Adam terdengar bahagia dan lega.

Aku menutup handphone dan langsung tertunduk lemas. Ya tuhan, semoga pilihanku tepat. Aku tertunduk lesu, menangis lagi. Entah aku harus menyesal atau gembira dengan keputusan ini? Yang aku tahu, aku harus menyelamatkan nyawa ayahku, keluargaku satu-satunya.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!