NovelToon NovelToon

Menapaki Jalan Surgawi: Pemburu Dewa

Ch1 Bocah Kecil (Remastered)

"Perhatian untuk para pembaca terhormat! Ceritaku ini, sedang dalam fase Revisi.

Jika kalian tak menemukan kalimat ini di awal chapter, dimohon untuk tidak meneruskan. Karena itu artinya, Chapter tersebut masih belum direvisi dan berantakan isinya.

Sekian dan terima kasih."

-Snjy_3

 

Namaku Asta Raiken, usiaku 7 tahun. Aku tinggal di sebuah desa kecil yang bernama Desa Kuil Tersembunyi. Desa ini jauh dari keramaian dan berada jauh di tengah hutan dan pegunungan.

Rambutku putih, pupil mataku berwarna hitam gelap. Aku biasa memakai pakaian sederhana dan sandal sebagai alas kaki. Kulitku bersih, wajahku proporsional dan hidungku mancung.

 

"Ayah...!! Lihatlah! Apa aku boleh memeliharanya..?!" Teriak Asta Raiken dengan serigala putih kecil di pelukannya. Diikuti serigala yang melolong mengejarnya.

"Aauuu...!!"

"Apa yang sebenarnya dipikirkannya?! Mengapa ia tiba-tiba melolong dan mengejarku?!" Gumam Asta kesal. Ia tak percaya serigala yang biasa ia dan keluarganya beri makan, sekarang malah memperlakukannya seperti hewan buruan. Ia sangat bingung mengapa tiba-tiba Haru mengejarnya?

 

Serigala jantan ini adalah Haru. Haru adalah peliharaan ayahku dan dia sudah bersamaku dari aku kecil. Haru memiliki bulu berwarna kebiru-biruan.

 

"Ayah…!! Kau ada di sana…?!!" teriak Asta memanggil ayahnya. Serigala itu tak berhenti melolong ke arahnya.

Di rumah yang terlihat sederhana, seorang pria dengan perawakan tinggi besar, terlihat sedang memberi makan marmut-marmutnya.

"Ayah! Kau harus melihat anak anjing ini segera!" Teriak Asta tak sabar menunjukkan serigala kecil lucu tersebut.

"Apa?! Anjing?!" gumam sang ayah bingung.

 

Dia-lah ayahku, Arai Ken. Usianya 27 tahun. Pekerjaannya sebagai ahli pedang dan pecinta hewan. Selain rambutnya berwarna hitam gelap, ayahku memiliki pupil mata dan hidung yang persis sepertiku. Ia memakai pakaian sederhana dan sandal yang sama persis denganku. Kulitnya memang tak sebersih milikku, tapi ayah sangat terlihat maskulin.

 

Lolongan serigala membuat mereka ketakutan. Para marmut itu melarikan diri bersembunyi memasuki celah dahan pohon rubuh. Begitupun Asta, ia berlari dengan frustasi untuk bersembunyi dibalik badan ayahnya.

Arai Ken menghela nafas pelan, "Kau membuat Zena dan yang lainnya ketakutan," Serigala berhenti di depannya. Zena adalah salah satu marmut tersebut.

"Dan apa yang terjadi...?" Lanjutnya bertanya sambil menatap mereka secara bergantian.

"Asta, ayah ingin mendengar semuanya dengan jelas," tambahnya lagi meminta penjelasan.

Asta tersenyum canggung, bingung harus memulai dari mana, "Ceritakanlah semuanya, mulai dari saat kau pergi bermain dengan teman-temanmu pagi tadi," ujar Arai Ken, meminta Asta untuk segera menceritakannya.

Asta menganggukkan kepalanya, masih dengan senyuman malu di wajahnya. Dia pun mulai bercerita.

Kejadian bermula saat Asta menyaksikan pertandingan latihan sahabatnya, Kenshin Utake melawan Shiro Nekoshi untuk saling berbagi pengalaman. Di tengah pertarungan, Asta tiba-tiba pergi begitu saja, meninggalkan teman-temannya dengan alasan ingin mencari Haru.

Setelah lama tidak bertemu Haru, Asta merasa ingin bermain dengannya dan menungganginya. Sambil berkhayal menjadi seorang pendekar hebat. Namun setibanya di sarang Haru, yang Asta temui justru serigala putih kecil yang lucu dan menggemaskan.

Pikiran untuk membawanya pulang terlintas di benaknya. Serigala putih itu bahkan sangat tenang dan tidak memberontak.

Ketika Asta membalikkan badan, tiba-tiba Haru muncul di belakangnya. Asta tersenyum ramah menyapanya. Namun sebaliknya, Haru menggeram melihat Asta menggendong serigala kecil tersebut.

Asta sangat terkejut dan panik saat Haru tanpa ragu melompat ke arahnya. Asta berguling menghindari Haru yang ingin menerkamnya dalam sekali gerakan. Setelah itu ia pun berlari menjauh darinya.

Arai Ken tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya setelah mendengar keseluruhan cerita tersebut. "Serigala putih kecil ini memang menggemaskan, tapi bukan berarti kau bisa merebutnya. Kita mengenal Haru cukup lama," ucapnya sambil memberikan nasehat.

Haru menganggukkan kepalanya seolah membenarkan apa yang diucapkan Arai Ken.

"Aauuu...!!" terdengar lolongan serigala lain yang mendekat.

"Aauuu...!!" Haru membalas lolongan itu.

Eni melompati pagar halaman rumah mendekati mereka bertiga. Eni menggeram saat melihat Asta menggendong serigala putih kecil tersebut.

"Tidak...! Mulai sekarang, Ace akan bersamaku...!" teriak Asta menolak untuk menyerahkannya. Asta semakin erat mendekap serigala putih kecil tersebut.

"Ace...?" gumam Arai Ken dengan raut kebingungan. Ia heran siapa itu Ace?

 

Serigala betina ini adalah Eni. Eni adalah peliharaan ibuku dan dia sudah bersamaku dari aku kecil. Eni memiliki bulu berwarna putih bersih seperti salju. Eni merupakan serigala pasangan Haru.

Sedangkan serigala putih kecil ini, aku memutuskan untuk memberinya nama Ace.

 

Arai Ken tampak frustasi saat putranya memaksakan kehendaknya tersebut. "Aku senang mengetahui hal ini. Tapi, bisakah kalian mempercayakannya pada putraku? Aku akan mengawasinya," pujuknya kepada sepasang serigala tersebut.

Ketiga serigala itu saling menatap satu sama lain hingga kemudian mereka menganggukan kepala. Arai Ken merasa lega karena mereka mudah untuk diajak berunding.

"Asta, kau tahu kan apa yang harus kamu katakan pada mereka?" Ucap Arai Ken pada putranya.

"Iya, Ayah!" Balas Asta lalu melepaskan Ace dari dekapannya. Asta kemudian berlari memeluk sepasang serigala tersebut.

"Haru...! Eni...! Percayalah padaku! Aku berjanji akan menjaga Ace dengan baik!" janjinya kepada sepasang serigala tersebut.

Setelahnya, sepasang serigala itu melangkah pergi kembali ke hutan.

Terdengar suara pintu berderit dari arah rumah, dan kepala seorang wanita muncul dari balik pintu. Wanita itu mengenakan celemek sambil memegang sendok masak di tangannya. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia seperti mendengar sesuatu yang sangat akrab di telinganya.

 

Wanita itu adalah ibuku, Aina Misaki, usianya 26 tahun. Ibu adalah wanita penyayang yang penuh perhatian dan ahli dalam memasak. Namun, berdasarkan apa yang kuketahui dari ayah, ibu juga memiliki keahlian yang tidak kalah hebat darinya dalam ilmu berpedang.

Ibu memiliki sorot mata yang tajam dan cerah, pupil matanya berwarna kebiruan. Ibu memiliki rambut bergelombang yang panjang terikat sebahu. Ibu memiliki wajah yang rupawan ditambah dengan kulitnya yang putih bersih. Selain itu, ibu memiliki warna rambut yang persis seperti milikku.

 

"Asta! Apa itu suara Eni?" Aina Misaki memutar kepalanya mencari sosok Eni.

"Kemana dia pergi? Ibu sangat yakin itu Eni," tambahnya bertanya.

"Aduh..." Asta terdiam sejenak, mencoba mencari kata yang tepat. "Tadi..."

"Ya... tadi dia membawa kabur anaknya," potong Arai Ken dengan cepat, mencoba menjelaskan situasinya.

"Ehh...?!! Ayah..." Asta terkejut saat ayahnya mengadukan hal tersebut.

Aina Misaki menatap Asta tajam, mengekspresikan kekecewaan dan ketidaksetujuan. "Meskipun mereka hewan, kita tidak boleh memperlakukan mereka sembarangan. Bagaimana perasaan kita jika tiba-tiba ada seseorang yang membawamu dengan alasan yang sama...?!" ujar Misaki dengan serius, memberikan sebuah nasihat.

Asta merasa bersalah dan tersenyum canggung. "Ibu, aku minta maaf," ucapnya dengan suara pelan, menunjukkan penyesalannya.

"Baiklah! Sekarang, mari masuk. Ibu sudah menyiapkan makan siang," ajak Aina Misaki kepada mereka berdua dengan nada lembut, berusaha memulihkan suasana.

 

Matahari masih terik ketika mereka selesai makan siang. Asta melihat Ace berusaha merayap di sekitar kandang marmut. Asta bergegas menangkapnya sebelum aksi tersebut berpotensi menyebabkan kerugian yang fatal.

"Ibu! Apakah masih ada sisa daging...?!" Asta berlari menghampiri ibunya yang masih sibuk di dapur. Aina Misaki menunjukkan daging yang telah disiapkan di atas meja.

"Terima kasih, ibu!"

Saat Asta sibuk memberi makan Ace, tanpa disadari ibunya tengah menangis di samping ayahnya. Ketika sadar akan hal itu, ia merasa bingung sekaligus khawatir. Memangnya hal apa yang membuatnya sampai menangis tersedu seperti itu?

"Ayah... Mengapa ibu menangis?" tanya Asta heran sambil mendekati kedua orangtuanya.

Aina Misaki mencoba menghapus air matanya. "Ibu baik-baik saja, hanya merasa sedih karena harus berpisah darimu beberapa hari," ucapnya sambil berusaha tersenyum.

Asta mengangkat alisnya, "Ehh...?! Ibu masih memikirkan itu?" ia berkata sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.

Misaki hanya bisa tersenyum tipis, lalu memeluk Asta dengan erat seolah-olah itu adalah pelukan terakhir yang akan mereka lakukan. Asta sedikit terkejut lalu kemudian tersenyum dan membalas pelukan ibunya.

 

Selama empat hari berikutnya, hubungan antara mereka semakin erat. Ditambah lagi, Ace adalah serigala yang pintar, sehingga tidak sulit mengajarinya berbagai hal. Asta sudah terbiasa dengan situasi di mana Arai Ken dan Aina Misaki pergi ke kota untuk pekerjaan mereka sebagai ahli pedang. Biasanya, hanya Arai Ken yang pergi, sementara Aina Misaki menemaninya di rumah.

"Jika kamu membutuhkan sesuatu, pergilah dan tanyakan kepada Paman Helio, Ayah sudah berbicara dengannya," pesan Arai Ken.

"Siap, Ayah! Berhati-hatilah dalam perjalanan!" jawab Asta.

"Ingatlah! Jangan pulang terlalu larut, dan jangan lupa berolahraga dan makan dengan cukup. Pertumbuhanmu tertinggal jauh dibandingkan yang lain, apa kamu tidak iri melihat mereka?" kata Aina Misaki.

"Oh, Bu! Kita hanya akan berpisah beberapa hari. Meskipun aku berlatih dengan keras, hasilnya tidak akan terlalu menakjubkan," jawab Asta mengeluh.

Aina Misaki tersenyum kecil mendengarnya, tetapi dalam hatinya ia merasa sedih dan berat hati. Ia tidak ingin meninggalkan Asta begitu lama.

"Aina..." panggil Arai Ken, mencoba menghiburnya.

"Iya... iya... aku mengerti," balas Aina Misaki dengan senyuman tipis.

Kemudian, Asta mengambil busur panah miliknya. "Ace! Ayo pergi sekarang sebelum rusa-rusa itu bersembunyi lagi," ajaknya.

"Ibu... Ayah... Aku pergi sekarang!" teriaknya sambil berlari diikuti oleh Ace. Asta tak merasakan kesedihan apapun. Lagipula mereka hanya akan pergi beberapa hari dan itu bukan masalah untuknya belajar mandiri. Asta sudah siap akan hal itu.

Aina Misaki dan Arai Ken saling memandang dan tersenyum satu sama lain.

"Percayalah... Dia adalah putra kita," ucap Arai Ken sambil erat memegang tangan Aina Misaki.

"Aku sangat penasaran dengan perkembangannya setelah ini," tambahnya sambil melihat Asta semakin menjauh.

Aina Misaki tersenyum. "Hmph! Tentu saja dia adalah putraku. Aku yang melahirkannya," kata Aina Misaki sambil tertawa kecil. Arai Ken ikut tertawa mendengarnya.

Dalam sekejap, mereka berdua menghilang dari pandangan, meninggalkan hembusan angin kencang yang menerbangkan debu-debu di sekitar mereka.

 

Di pagi yang masih cerah, tampak matahari terbit perlahan di ufuk timur. Seorang bocah dan serigala kecilnya berlari di jalan pedesaan menuju ke arah hutan. Orang-orang yang mereka temui di sepanjang jalan menyapa dan tersenyum padanya.

Mereka berdua memasuki hutan dengan hati-hati, waspada terhadap kemungkinan ada sasaran yang terlewatkan. Asta begitu bersemangat dalam berburu. Andrenalinnya seakan terpacu saat memegang erat busur panahnya. Berburu hewan sudah menjadi aktivitas mingguan baginya.

"Ace... Bersiaplah," bisik Asta sambil membidik seekor rusa yang sedang makan rumput. Jantungnya berdetak kencang menandakan betapa bersemangatnya Asta.

"Whusshh..!!"

"Grroooo....!!"

Rusa itu mengeluarkan suara lenguh panjang dan melarikan diri setelah anak panah mengenai kakinya. "Ace... Kejar dia... Jangan biarkan dia lolos!" teriak Asta sambil menyematkan busur di bahunya.

Ace meluncur cepat mengejar rusa tersebut, diikuti oleh Asta yang berlari mengikutinya.

Asta akhirnya berhasil menangkap rusa tersebut setelah dua jam berlalu. Dia merasa puas dan bangga dengan pencapaiannya.

Namun, Asta lupa akan sesuatu yang penting, yaitu menyadari di mana ia berada saat ini. Selama mengejar rusa, ia tidak memperhatikan sekitarnya.

"Ehh..?! Di mana ini...?" gumamnya bingung.

Asta berdiri dan berjalan sekitar, mencoba mengenali lingkungan sekitarnya. Namun, ia sama sekali tidak mengenali tempat tersebut. Asta tersesat.

Asta mulai merasa takut saat menyadari bahwa tempatnya berpijak saat ini tidak pernah ia kenali sama sekali sebelumnya.

"Ace! Bisakah kamu menunjukkan jalan pulang dengan penciumanmu?" katanya sambil melihat ke arah serigala kecil tersebut.

"Grr.. Grr.." Ace terlihat sedang tidur siang dan tidak responsif.

Asta menghela nafas berat karena tidak bisa mengandalkan Ace saat ini. Meski sedikit takut, Asta merasa tertantang untuk menjelajahi area sekitar.

Tak jauh dari tempatnya berada, Asta menemukan sebuah batu setinggi 3 meter yang membentuk sebuah pintu berdiri di atas tanah. Asta merasa penasaran dan mendekatinya.

Ketika ia mendekatinya, batu itu tiba-tiba membentuk pintu gerbang yang bercahaya.

"Aku tidak pernah tahu ada sesuatu seperti pintu bercahaya di sini," ucap Asta sambil menyentuh cahaya biru di depannya. Rasa penasaran mempengaruhi hatinya. Ia tak pernah berpikir bahwa portal tersebut akan membawanya ke suatu tempat.

"Ace..!!! Tolong..!!" Asta tidak bisa melawan dan terhisap masuk ke dalam gerbang cahaya.

Pandangannya beralih ke dunia yang tidak ia kenali. Di dalam sana, hanya ada garis-garis warna besar dan kecil yang membentuk kekacauan. Di antara kekacauan itu, Asta terbang melalui jalur cahaya yang akhirnya membawanya ke ujung jalur tersebut.

"Aaaahhhh..!!"

Hanya dalam beberapa menit, Asta terlempar keluar dari dunia kekacauan. Asta mendarat di sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga. Pandangan Asta langsung tertuju pada rumah di depannya.

"Permisi...!! Apa ada orang di sini?!" Panggil Asta, batinnya merasa cemas dan ketakutan.

"Tok! Tok! Tok!"

Sebuah bayangan putih melayang dari belakang dan berdiri tepat di belakang Asta. Bayangan itu tampak seperti seorang pria berambut panjang seumur Arai Ken. Ia memegang teko penyiram tanaman di tangan kanannya. Sangat terlihat kalau ia begitu cinta lingkungan.

Wajahnya rupawan. Dari pakaian, kulit, pupil mata, hingga rambut panjangnya semuanya putih bersih. Ia sangat tampan dan elegan. Jubah putihnya seperti pakaian yang biasa dikenakan oleh seorang bangsawan besar. Bisa dikatakan dia adalah gambaran dari sosok pria tampan idaman para perempuan.

"Bocah! Bagaimana kau bisa memasuki dunia terpisah ini?" pria itu berkata kepadanya. Ekspresi wajahnya sangat bingung melihat kehadiran Asta.

Asta terkejut dan refleks berbalik untuk melihat ke belakang. "Aaahh..!!! Hantu...!!!" Asta hampir tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Ia sangat terkejut melihat sosok arwah dihadapannya tersebut. Ini adalah pengalaman pertama bagi Asta melihat sosok tembus pandang sepertinya.

"Jangan makan aku! Pergi dari sini...!! Dagingku pahit dan aku bersumpah...!!" Meskipun ketakutan, Asta mencoba mundur menjauh dari hantu tersebut. Namun, kakinya seperti tidak bisa digerakkan.

Raut wajahnya berubah merah saat Asta memanggilnya hantu. Namun, sesaat kemudian wajah pria itu tersenyum licik, seolah-olah ada sesuatu yang direncanakannya.

"Bagus sekali! Sangat bagus! Sudah lama sejak terakhir kali aku makan daging rendang. Aku mendengar bahwa anak-anak sangat manis dan kenyal!" ucapnya sambil memainkan lidahnya.

Asta merasa ngeri mendengarnya. Dengan sedikit keberanian yang tersisa, ia berusaha bangkit dan melarikan diri. Meski ia tidak tahu kemana ia bisa lari?

"Hehe... mau ke mana, bocah kecil...!!" Panggil sosok arwah tersebut. Pria tersebut kemudian menaruh teko penyiram bunga ditangannya.

Yang Asta lupakan adalah hantu dapat menembus segalanya dan bergerak dengan cepat. Pria itu berhasil menangkap pergelangan tangannya dalam satu tarikan nafas.

Lalu, pria itu perlahan menggigit lengannya. Asta mencoba berontak, tetapi usahanya sia-sia.

"Tidak! Tolong, jangan! Tidaakkkk..!!! Ahh..!!!" Asta berteriak sambil berusaha melawan. Hingga akhirnya ia pingsan tak sadarkan diri.

Pria itu tertawa terbahak-bahak karena merasa berhasil menakutinya. "Aku penasaran sudah berapa abad berlalu semenjak aku meninggal," pria itu berkata sambil memasangkan sebuah kalung dengan cincin sebagai bandul di leher Asta.

 

"Akh... Jangan... Tidak...!" Asta terbangun dari tidurnya sambil berteriak ketakutan. Ace menatapnya dengan heran.

"Eh... Hahaha... Sepertinya itu hanya sebuah mimpi. Syukurlah..." Asta tertawa canggung sambil menatap Ace. Ia merasa lega karena menyadari bahwa itu hanyalah mimpi.

Matahari sudah tinggi di langit. "Sudah siang, saatnya makan siang. Ayo pulang, Ace," ajaknya sambil memikul rusa.

 

Selama tiga hari berikutnya, Asta hanya tinggal di rumah dan bermain bersama Ace. Sesekali berolahraga dan pergi bermain dengan teman seumurannya.

Esok harinya, Helio Utake datang ke rumah Asta pagi-pagi sekali untuk menyampaikan informasi yang sangat penting untuknya.

"Paman Helio, ada apa?" tanya Asta dengan rasa penasaran saat melihatnya datang ke rumahnya begitu pagi.

 

Helio Utake, 26 tahun, seorang ayah dengan satu anak yang bernama Kenshin Utake. Helio Utake memiliki perawakan yang tinggi tegap, sorot matanya meneduhkan. Rambutnya berwarna hitam, diikuti dengan pupil matanya yang juga berwarna hitam. Kulitnya berwarna sawo matang.

Helio Utake selalu terlihat rapih dan bersih. Ia bijaksana dan hati-hati.

 

Helio Utake sedikit bingung harus bagaimana menyampaikan hal tersebut. Namun, bagaimanapun itu dia harus menyampaikannya kepada Asta.

"Ini tentang kedua orangtuamu," katanya dengan suara pelan sambil menelan ludahnya. Helio sedikit ragu untuk melanjutkan ucapannya.

"Seorang pengantar pesan datang kemarin malam. Ia memberitahu bahwa rombongan yang mereka kawal diserang saat dalam perjalanan. Semua orang, termasuk orangtuamu... mereka hilang," ujarnya menyampaikan berita tersebut.

Asta terdiam dan merasa tidak percaya dengan berita itu. Namun, yang berkata demikian adalah Helio Utake. Orang yang dapat dipercaya ucapannya. Air mata mulai mengalir dari matanya. Dia mulai menangis dengan keras sejadi-jadinya.

Melihat Asta dalam keadaan seperti itu, Helio tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menghiburnya. Yang bisa dia lakukan hanyalah memeluknya erat. Tak membiarkannya merasa dalam kesendirian.

Ace, yang ikut mendengar tangisannya, langsung keluar mendekatinya. Begitupun warga sekitar, mereka ikut bersimpati kepadanya. Dengan lembut, Helio meminta semuanya agar memberi mereka waktu untuk berbicara.

"Mengapa.. ini semua.. terjadi padaku, Paman?" Asta berkata sambil sesenggukan. Tangisnya pecah tak tertahankan.

"Itu adalah risiko menjadi seorang kultivator. Membunuh atau dibunuh, itulah yang mereka lakukan. Satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan bertambah kuat," kata Helio memberikan penjelasan tentang risiko seorang kultivator.

Mendengar itu, Asta tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Ia harus memantapkan hatinya untuk menerima kenyataan ini. Dia sudah tahu bahwa pekerjaan orangtuanya melibatkan pertempuran. Namun tetap saja, tidak mudah untuk menerima kepergian kedua orangtuanya.

"Paman, bisakah kau membantuku? Dan juga, apakah ku tahu siapa yang menyerang rombongan ayah dan ibu?" tanya Asta.

Helio terdiam sejenak. "Aku akan membantumu sejauh yang aku bisa. Namun, aku benar-benar tidak tahu siapa yang menyerang rombongan ayah dan ibumu," kata Helio kemudian meminta Asta untuk melepaskan pelukannya sejenak agar ia bisa mengambil sesuatu dari sakunya.

"Hanya ini yang ditinggalkan si pengantar pesan. Dia mengatakan bahwa ada selembar kertas terikat pada cincin ini yang bertuliskan namamu," Helio memberikan cincin tersebut kepadanya.

Asta semakin terguncang setelah melihat cincin tersebut, cincin perak yang merupakan cincin penyimpanan milik ayahnya.

"Paman, bisakah kau membantuku?! Aku ingin menjadi lebih kuat... Ajari aku cara berkultivasi... Tolong, Paman!" pinta Asta meminta arahan padanya.

"Tentu," jawab Helio singkat.

"Sekarang, tenangkan pikiranmu terlebih dahulu. Setelah itu, aku akan mulai menjelaskan segalanya tentang kultivasi kepadamu," tambahnya sambil mengelus rambut Asta.

Asta memeluk Ace dengan erat. Sekarang, hanya Ace yang menemani satu sama lain di rumah ini.

 

Menapaki Jalan Takdir Surgawi adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan seorang kultivator. Kultivator dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Kultivator Sejati dan Kultivator Iblis.

1) Kultivator Sejati adalah mereka yang mengikuti metode kultivasi yang bersifat murni dan terhormat.

2) Kultivator Iblis adalah mereka yang mengadopsi metode kultivasi yang kejam dan tidak bermoral. Inilah yang membedakan mereka.

Untuk menjadi seorang kultivator, seseorang perlu memilih jalur kultivasi mereka sendiri, yang juga dikenal sebagai Jalur Pemahaman. Jalur Pemahaman mencakup berbagai bidang dalam dunia kultivasi, yang jumlahnya tak terhitung. Beberapa contohnya termasuk Jalur Master Roh, Jalur Ahli Pedang, Jalur Peracik Obat, dan Jalur Penempa.

Kekuatan seorang kultivator ditentukan oleh tingkat pemahaman mereka, yang juga dikenal sebagai Ranah. Terdapat sebelas tingkatan dalam Ranah, yaitu:

1. Pemula

2. Petarung

3. Ahli

4. Master

5. Senior

6. Raja

7. Raja Agung

8. Tetua

9. Tetua Bumi

10. Tetua Langit

11. Kaisar Surgawi

Untuk meningkatkan pemahaman mereka, kultivator memerlukan energi alam yang disebut Sumber Surgawi. Sumber Surgawi ini memiliki berbagai manfaat penting bagi seorang kultivator.

Sumber Surgawi adalah kekuatan dasar yang tersebar di seluruh dunia. Air, api, tumbuhan, batuan, makhluk hidup, udara, dan banyak lagi memiliki Sumber Surgawi di dalamnya. Diperlukan metode khusus untuk mengumpulkan Sumber Surgawi dan menyimpannya di dalam tubuh kultivator.

---

"Maafkan aku, si pemuda malas nan ngantukan ini. Kadang hilang kadang ada,"

-snjy_3

Ch2 Langkah Awal (Remastered)

"Perhatian untuk para pembaca terhormat! Ceritaku ini, sedang dalam fase Revisi.

Jika kalian tak menemukan kalimat ini di awal chapter, dimohon untuk tidak meneruskan. Karena itu artinya, Chapter tersebut masih belum direvisi dan berantakan isinya.

Sekian dan terima kasih."

-Snjy_3

-----

Setelah menangis sepanjang hari, Asta akhirnya tertidur pulas dalam keadaan masih memeluk Ace yang ikut tertidur dalam dekapannya. Dikala suasana hatinya masih sesak, Asta merasa sedikit lega karena masih ada Ace yang menemaninya.

Helio Utake menggelengkan kepala perlahan sambil memindahkan Asta ke tempat tidurnya.

Keesokan harinya, Asta terbangun dengan perasaan perut yang kosong dan meronta-ronta kelaparan. Helio sudah ada di sana dan menyiapkan sarapan untuknya.

"Bagaimana tidurmu?" tanya Helio, yang kemudian Asta menjawab, "Sangat buruk." Jawabnya sambil mengelus-elus bulu-bulu halus Ace.

Setelah makan, Helio mengajak Asta keluar rumah untuk membicarakan segala hal yang berhubungan dengan kultivasi. Asta berusaha menyerap semua penjelasan. Ia sangat menyesali keputusannya yang sempat menolak berkultivasi.

Karena awalnya, Asta pikir berkultivasi hanya membuang-buang waktunya dalam menikmati masa-masa bermainnya. Namun, ternyata berkultivasi sangat penting untuk melindungi diri sendiri ataupun orang yang disayangi.

"Semua yang perlu kau ketahui telah Paman jelaskan. Sekarang, mari kita periksa Esensi Roh milikmu terlebih dahulu," ujar Helio sambil menyodorkan batu roh kepada Asta.

Asta merasakan sensasi dingin dan terbakar saat menyentuhnya. Tangannya serasa dipaksa menggenggam batu tersebut dengan kuat. Akan tetapi, bukannya takut Asta justru merasa nyaman dengan sensasi tersebut. Helaan nafas berikutnya, batu roh tersebut tiba-tiba bergetar dan memunculkan api hitam kecil di dalamnya.

---

Esensi Roh seperti sumber daya alami yang ada di dalam diri setiap individu, seperti air dalam mata air yang mengalir dari dalam bumi. Tingkatan kultivasi, dalam hal ini, mirip dengan mencapai lapisan-lapisan kedalaman dalam mata air tersebut. Semakin dalam kita menggali, semakin murni dan kuat air yang kita temui. Sama halnya, semakin tinggi tingkat kultivasi seseorang, semakin dalam pemahaman mereka terhadap Esensi Roh, dan semakin kuat keterampilan serta kekuatan mereka.

Kultivator yang fokus pada meningkatkan pemahaman mereka terhadap Esensi Roh dikenal dengan sebutan, Master Roh.

Esensi Roh dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1) Esensi Roh Manusia:

Esensi Roh Manusia merupakan jenis Esensi Roh yang paling sulit untuk dilatih pada tahap awal, dan semakin tinggi tingkat kultivasi, semakin sulit untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi.

2) Esensi Roh Langit:

Esensi Roh Langit merupakan jenis Esensi Roh yang relatif mudah untuk dilatih pada tahap awal, tetapi semakin tinggi tingkat kultivasi, semakin sulit untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi.

3) Esensi Roh Dewa:

Esensi Roh Dewa merupakan jenis Esensi Roh yang sangat fleksibel. Individu yang terlahir dengan Esensi Roh Dewa cenderung memiliki bakat dalam kultivasi. Esensi Roh Dewa tidak terlalu sulit atau terlalu mudah untuk dilatih, sehingga mencapai tingkatan keseimbangan yang tepat.

---

Helio tercengang melihat hasilnya, Esensi Roh Asta ternyata merupakan jenis Esensi Roh Dewa. "Selanjutnya, kita akan belajar metode pernapasan sederhana untuk mengumpulkan Sumber Surgawi," ujar Helio.

"Fokus pikiran dan ketenangan jiwa adalah dasar untuk dapat menyerap Sumber Surgawi yang tersebar di sekitar dan mengalirkannya ke dalam tulang, otot, dan darah." Tambah Helio.

Asta tertawa kecil sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal, menyadari bahwa ia sama sekali tidak memahami penjelasannya.

Helio Utake tersenyum, "Coba saja terlebih dahulu," kata Helio.

Asta segera mencoba mengikuti instruksinya. Asta memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskanya kembali. Asta merasa kebingungan tentang cara yang ia lakukan. Maka, Asta hanya membayangkan sensasi udara yang memasuki hidungnya saat ia bernafas.

Helio tersenyum lembut, "Bukan begitu caranya. Kalau seperti itu, kau hanya menutup mata dan bernafas seperti biasa namanya," katanya sambil sedikit tertawa.

Asta membuka matanya sambil tersenyum canggung, "Aku benar-benar kesulitan untuk memahami maksud dari penjelasan Paman. Apa itu fokus pikiran dan ketenangan jiwa? Bisakah Paman menjelaskannya lebih detail...?" Tanya Asta sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal.

"Daripada itu, bisakah Paman mengajariku cara mengenali tingkatan raga tubuh kita sendiri...? Aku lebih tertarik untuk meningkatkan raga tubuhku lebih dulu," tambahnya bertanya.

Mendengar pertanyaan itu, Helio Utake justru tersenyum dan menjawab. "Sangat mudah dan gampang. Alirkan sumber surgawi ke seluruh bagian tubuh, tulang, otot, darah, hingga ke organ dalam tubuh. Sebagai perantara, sumber surgawi akan mengirimkan hasil pengidentifikasian ke dalam sel otakmu dan kau akan langsung mengetahui itu secara sadar," jelasnya sambil tertawa kecil.

Asta mengernyitkan dahi dan memasang wajah masam. Sehingga, Asta harus memahami tekhnik pernafasan ini.

"Bagaimana kalau, kita melanjutkan latihannya di rumahku? Kau bisa berbagi pengetahuan dengan Kenshin juga," ajaknya sembari bangkit dari duduknya. Helio khawatir Asta kehilangan minatnya tersebut.

Asta terdiam sejenak memikirkan sesuatu, "Paman, nampaknya aku harus meminta maaf untuk ini," ucapnya sambil menatapnya. Helio Utake terkejut mendengarnya.

"Ahh! Maksudku bukan seperti yang Paman pikirkan. Lihat postur tubuhku? Ibu memintaku agar rajin berolahraga agar tidak tertinggal lebih jauh lagi dari yang lain. Aku yang paing tahu sejauh apa aku tertinggal dibandingkan Kenshin ataupun temanku yang lain." Tambah Asta mencoba menjelaskan bahwa ia tak kehilangan minatnya untuk berkultivasi.

Helio akhirnya bernafas lega sambil mengusap dada. Dia pikir, Asta kehilangan minatnya hanya karena alasan sulit memahami tekhnik pernafasan ini.

"Nampaknya, Paman salah paham," ucapnya sambil tertawa kecil.

"Kapanpun kau siap, Paman akan menunggumu," tambahnya sambil berjalan pergi. Asta tersenyum menganggukan kepalanya.

"Jaga dirimu baik-baik. Kalau kau membutuhkan bantuan sesuatu, datanglah ke rumah Paman dan minta itu pada Kenshin," ucapnya lagi sambil melambaikan tangan.

Matahari tinggi di langi, saatnya untuk makan siang. Asta bersiap-siap memanggang sisa daging rusa yang tersimpan di dalam mesin pendingin.

Sambil menunggu daging matang, pikiran Asta melayang ke berbagai arah memikirkan banyak hal.

"Aku lupa menanyakan itu sebelumnya. Paman Helio hanya memberitahu mengenai cara mengenali tingkatan raga tubuh, tapi bagaimana cara meningkatkannya?" Gumam Asta.

"Itu perkara mudah! Buat dirimu merasakan sensasi rasa sakit diluar batas dalam jangka waktu tertentu," terdengar suara seseorang berbicara yang entah darimana asalnya.

Asta yakin bahwa selain dia dan Ace, tidak ada orang lain di rumahnya. Sangat tidak mungkin bahwa Ace yang berbicara, dia adalah seekor serigala.

Asta mengangkat kepalanya melihat ke sekeling ruangannya. Saat ia berbalik ke arah belakang, Asta sangat terkejut melihat siapa yang berdiri di depannya.

"Kaaauu...?! Bagaimana kau bisa ada di sini?!" Teriak Asta penuh tanya dan kebingungan.

---

Sosok dihadapanku ini, tak lain adalah pria berambut panjang berwarna putih, memiliki wajah tampan, dan memakai jubah bangsawan serba putih. Sebagai tambahan, ia juga tembus pandang. Ialah calon Guruku, Flares.

Aku bertemu dengannya pertama kali, setelah berburu dengan Ace beberapa hari yang lalu. Awalnya, aku menyangka bahwa kejadian itu adalah mimpi.

---

Asta mengusap matanya dengan cepat, berharap bahwa itu hanya ilusi, tetapi sayangnya sosok pria berambut panjang ini tidak menghilang. Di sisi lain, Ace terdiam, memperhatikannya dengan cemas. Matanya melotot tajam memandanginya.

"Tidak! Seharusnya ini ilusi! Kau hanyalah roh yang aku temui di alam mimpi, tidak di dunia nyata...!!" Asta terus mengusap matanya. Jantungnya berdebar kencang ketakutan.

Dengan wajah kesal, Flares memukul kepala Asta lumayan keras. "Ilusi kepalamu! Aku nyata! NYATA..!!" teriaknya, menekankan kata di akhir ucapannya.

"Aduhh..!!" pekik Asta sambil menyentuh kepalanya yang habis dipukul.

"Namaku Flares. Mulai sekarang, aku Gurumu. Aku tidak menerima penolakan. Sama sekali tidak!" ujar Flares, sambil menggelengkan kepalanya.

Ace melompat ke atas meja agar Flares dapat melihatnya. "Bukankah ini agak berlebihan?" Ucapnya sambil berdiri dengan dua kaki. Asta terkejut mendengarnya tiba-tiba berbicara dan berdiri dengan dua kaki. Kebingungan tentang apa yang terjadi menyertai batinnya.

"Muncul secara tiba-tiba, lalu memaksa seorang bocah menjadi muridmu? Memangnya siapa kau ini?!" Tanya Ace sambil mengeluarkan aura kebiru-biruan yang memancar mengelilingi tubuhnya.

Pelepasan aura tersebut membuat Asta terdorong ke belakang. Asta sekarang mengerti jika Ace sebenarnya bukan serigala biasa. Ada sesuatu yang istimewa dibalik semua ini.

Flares menahan tawa melihat apa yang Ace lakukan. "Kau benar-benar ingin melawanku? Dengan ini saja?" Tantangnya sambil tertawa terbahak-bahak.

Flares hanya menjentikkan jarinya sambil tertawa. Namun, satu jentikan jarinya cukup menciptakan hembusan angin yang sangat kuat hingga menghempaskan aura yang Ace lepaskan.

"Whusshh...!!"

Ace terdiam tanpa kata. Ekspresi dan sorot matanya menandakan keterkejutan dihatinya.

"Sebenarnya, apa alasan dibalik semua ini? Aku tak pernah berpikir sosok arogan sepertimu akan tunduk pada seseorang," ujar Flares sambil memukul kepala Ace sama seperti ketika memukul Asta.

"Ingat apa yang ku katakan? Aku tak menerima sebuah penolakan. Jadi, mari kita makan sesuatu sebelum mulai berlatih," tambahnya mencoba meredam suasana canggung tersebut. Flares memperlihatkan senyum tulus di wajahnya.

Setelah makan siang bersama, mereka bertiga pergi ke hutan untuk berlatih. Sesampainya di tempat dimana yang sudah Asta tentukan, mereka pun berhenti.

Suasana hutan terasa menenangkan. Bunyi gemericik air terjun terdengar menyejukkan. Apalagi hembusan angin sepoi-sepoi yang semakin menambah ketentraman tersebut.

"Guru, apa hanya kita berdua yang dapat melihatmu?" Ucap Asta mengungkapkan rasa penasarannya. Karena di perjalanan menuju kemari, mana mungkin warga di desa tak bertanya sedikit pun tentang Flares yang ada disampingnya. Maka satu-satunya kemungkinan, tidak ada seorang pun yang melihatnya.

Flares mengangguk pelan. "Gurumu ini hanyalah gumpalan roh. Butuh energi lebih banyak untuk melakukannya agar orang lain menyadari kehadiran Guru," jelasnya.

"Daripada memikirkan itu, lebih baik kau mulai bersiap. Asalkan kau tahu, tak ada hal mudah untuk menjadi seseorang yang hebat," tambahnya mengalihkan pembicaraan.

Flares mengeluarkan sebuah kertas dari cincin yang dia kalungkan di leher Asta. Asta mengerutkan keningnya saat menyadari ada kalung yang melingkar di lehernya. Karena selama ini, dia tak pernah mengenakan kalung apapun.

Flares memberikan kertas tersebut padanya agar Asta segera membacanya. Rupanya, kertas tersebut berisi rangkaian latihan yang telah Flares siapkan untuk Asta dimulai hari ini.

"Guru, aku rasa latihan-latihan ini tidak manusiawi. Apa kita bisa merubahnya?" Ucap Asta mencoba bernegosiasi dengan Gurunya. Karena rangkaian latihan tersebut sangat tidak manusiawi pikirnya.

"Tentu saja tidak!" jawab Flares singkat. Di sisi lain, Ace yang ikut membacanya hanya tertawa.

Sebelum mulai menjalankan latihan pertama, Flares menjelaskan lebih lanjut mengenai tingkatkan dari raga tubuh.

---

Raga Tubuh merupakan struktur pembentuk tubuh yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu Darah, Tulang, dan Otot. Tingkat dan kekuatan Raga Tubuh dibagi menjadi 10 tingkatan.

Ada dua metode untuk meningkatkan Raga Tubuh. Yaitu metode umum dan memanfaatkan tanaman obat atau mengonsumsi pil obat.

Metode umum adalah melakukan penempaan secara manual, membersihkan darah, menguatkan tulang dan memperbaiki struktur otot. Sedangkan metode pemanfaatan obat atau pil, hanya perlu menyerap khasiatnya agar tingkatan Raga Tubuh meningkat sendirinya.

---

Latihan yang panjang dan intens ini dimulai. Rangkaian latihan itu termasuk berlari naik-turun gunung dengan beban yang semakin berat, berdiri di bawah air terjun sambil mengangkat beban, serta latihan-latihan berat lainnya yang tampak tidak manusiawi.

Sering kali, Asta setengah mati menyelesaikan semua rangkaian latihan tersebut. Namun, karena tekadnya untuk menjadi kuat sangat besar membuatnya dapat bertahan selama ini.

Tiga bulan sudah terlewati semenjak Asta memulai latihannya. Dibawah arahan Flares, Asta mengalami peningkatan yang signifikan pada postur tubuhnya. Semua itu bisa dilihat dari badannya yang kekar dan bertambah tinggi. Tak hanya itu, berkat arahan Flares akhirnya Asta dapat menguasai metode pernafasan sederhana penyerapan sumber surgawi.

Melihat Asta yang masih tidur nyenyak, Flares membawakan seember air dan menyiramkan air ke arahnya.

"Waktunya bangun anak muda!" Teriaknya penuh semangat.

"Byurr...!!!"

"Ahhhhhhh...!!! Guru, kau berlebihan!!" Teriak Asta sambil bangkit dari tempat tidurnya yang basah. Ace hanya tertawa melihat mereka berdua.

Setelah berganti pakaian dan membersihkan diri, mereka bertiga pergi menuju ke kediaman Helio Utake. Setibanya di sana, terlihat seorang anak laki-laki seumuran Asta tengah duduk di teras rumah yang cukup besar dan megah.

---

Dia merupakan Kenshin Utake, putra satu-satunya Helio Utake. Kenshin memiliki sorot mata yang tajam persis dengan ayahnya. Ia memiliki rambut pendek berwarna biru gelap. Kenshin memiliki warna kulit putih pucat.

Sebagai seorang anak yang berlatih lebih dulu dariku, Kenshin memiliki postur tubuh yang tinggi tegap dan kekar di usianya yang sekarang.

Kenshin memiliki sifat pemberani dan tak kenal takut. Dia memiliki jiwa seorang pemimpin dan juga berambisi untuk menjadi yang terkuat.

---

Kenshin lalu berdiri untuk menyambut kedatangan Asta di rumahnya. Kenshin tampak tersenyum kecil melihat peningkatan yang terjadi pada tubuh Asta.

"Peningkatan yang mengagumkan. Tapi, kau masih jauh jika ingin melampauiku," ucap Kenshin sambil tertawa kecil menyombongkan diri.

Asta menyipitkan matanya menatap tajam ke arah Kenshin, "Lihat saja! Aku pasti akan menyusulmu nanti!" Ucapnya tak mau kalah. Kenshin hanya semakin tertawa mendengarnya.

"Aku tahu, kau pasti kesini untuk menemui Ayahku, kan? Kalau begitu, tunggu sebentar," ucapnya masih dalam keadaan tertawa. Kenshin pergi meninggalkannya ke dalam rumah untuk memanggilkan ayahnya.

Beberapa menit kemudian, Kenshin kembali dengan tawanya yang masih belum berhenti. "Jika kau sangat ingin melampauiku, maka berusahalah lebih kuat. Asal kau tahu, tingkatanku sekarang adalah Ranah Pemula Puncak!" Ujarnya masih menyombongkan diri.

Asta tertawa mendengar ucapannya lalu berkata, "Dua tahun kau berlatih hanya untuk mencapai Ranah Pemula Puncak? Nampaknya kau malas berlatih, Kenshin," balas Asta meledeknya.

"Pemalas tetaplah pemalas dan perlu diberi hukuman. Ace, bantu aku dan Paman Helio untuk mendisiplinkan anak nakal ini," tambah Asta sambil menunjuk ke arah Kenshin. Ace kemudian menganggukan kepalanya ringan dan berjalan mendekati Kenshin.

Kenshin mundur beberapa langkah ke belakang, "Asta! Dasar kau sialan!" Teriak Kenshin. Bulu kuduknya bergidik ngeri saat melihat Ace menatapnya tajam. Kenshin buru-buru berlari meningkatkan mereka berdua.

Asta tertawa terbahak-bahak melihat temannya berlari ketakutan menghindari Ace. Namun, pada akhirnya Ace tetap berhasil menangkapnya. Kenshin meronta-ronta berusaha melepaskan diri, sambil melindungi kepalanya. Ace hanya memukul-mukul ringan kepala Kenshin dengan kaki berbulunya.

Beberapa saat kemudian, Helio datang dengan nampan penuh makanan dan minuman. Asta meminta Ace melepaskan yang sudah tampak frustasi.

"Sialan kau!" Ucap Kenshin memaki. Asta tidak peduli dan lebih memilih menikmati makanan yang dibawakan Helio Utake.

Selesai menikmati makanan tersebut bersama, Helio kemudian bertanya, "Jadi, apa kau sudah memahami tentang konsep kerja dasar tekhnik pernafasan sederhana itu?" Tanya Helio Utake tanpa basa-basi.

Asta mengangguk cepat, "Aku sudah memahaminya dan bahkan sudah bisa melakukannya sekarang," jawab Asta tersenyum bangga.

"Baiklah. Sekarang, ikut Paman. Ada sesuatu yang akan Paman tunjukkan padamu," ajak Helio. Mereka bertiga kemudian berjalan dibelakangnya.

Helio membawa Asta ke ruangan pribadi miliknya. Ruangan tersebut dilengkapi dengan rak buku dan rak pajangan yang berisi peralatan tempur yang dibutuhkan oleh kultivator. Semacam pedang, tombak, armor dan lain sebagainya.

Sesampainya di situ, Helio pun bertanya, "Apa kau memiliki minat tertentu dalam tekhnik bertarung tertentu? Kalau ada, tolong katakan secara spesifik. Paman harus mengetahui hal itu agar bisa memberimu Seni Surgawi tekhnik bertarung yang pas untuk kau latih," ucapnya.

---

Seni Surgawi adalah catatan yang ditulis oleh para pendahulu untuk generasi berikutnya. Seni Surgawi mencakup Teknik Bertarung, Susunan Roh, Resep Pil, Cetak Biru Artefak, Teknik Roh, Domain, dan Teknik Kultivasi.

Seni Surgawi terdiri dari 7 jenis, yang diurutkan dari yang terendah hingga tertinggi:

1. Rendah

2. Menengah

3. Tinggi

4. Bumi

5. Langit

6. Legenda

7. Dewa

Setiap jenis Seni Surgawi dibagi lagi ke dalam 3 kelas, yaitu:

1. Putih

2. Emas

3. Hitam

---

Sebelumnya, Asta belum pernah mempelajari tekhnik bertarung apapun selain tekhnik berburu. Asta menoleh ke arah Kenshin, dia penasaran akan tekhnik bertarung seperti apa yang Kenshin pelajari.

"Bagaimana denganmu...?" Tanya Asta.

"Aku tertarik pada seni berpedang. Meski begitu, aku tidak benar-benar fokus untuk menjadi Master Pedang. Aku juga menekuni jalan sebagai Master Roh. Apa kau tertarik untuk mengikutiku...?" ujar Kenshin sambil mengangkat kedua alisnya.

Asta membuka matanya lebar, "Kalau begitu, bisa kau tunjukkan padaku sejauh mana kemampuanmu? Aku sangat ingin melihat hasil dari latihanmu selama ini," tantang Asta untuk mencoba pemahaman Kenshin terhadap seni berpedang.

Kenshin tersenyum kaget mendengar tantangannya sambil berkata, "Mana mungkin aku menolak tantangan ini," ucapnya.

Helio sangat senang melihat semangat dan antusias di mata mereka berdua. Dia pun membawa mereka ke lapangan di halaman belakang untuk melakukan latih tanding.

"Aku rasa sangat berlebihan jika menggunakan pedang asli. Bagaimana dengan pedang kayu...?" Ucap Kenshin sambil tersenyum meremehkan Asta. Tangannya menunjuk ke arah pedang kayu yang tersandar rapi di tembok.

"Haaa...?!! Kayu...?! Jika mengangkat sebilah pedang asli saja tak mampu, lantas untuk apa kau melatih tekhnik berpedang?" Ucap Asta balas meremehkan sambil tertawa.

Kenshin merapatkan giginya kesal lalu berkata, "Baiklah! Kalau begitu, jangan menyalahkanku jika nantinya kau terluka!" Ucapnya kesal.

Kenshin pergi sejenak untuk mengambil pedang asli, sementara Asta melakukan pemanasan sebelum bertanding.

Tak lama kemudian, Kenshin kembali dengan dua pedang di tangan kanan dan kirinya. Kenshin menawarkan salah satu pedang kepada Asta, namun Asta menolaknya mentah-mentah dengan tegas.

"Tujuanku menantangmu bukan untuk beradu pemahaman dalam ilmu pedang. Aku hanya ingin tahu hasil latihanmu selama ini. Kalau dalam pemahaman, jelas ku akui aku yang kalah. Aku belum pernah sekalipun mengayunkan sebilah pedang sebelumnya," jelas Asta sambil mengangkat tangannya menolak.

"Nampaknya kau benar-benar meremehkanku. Jika begitu, tunjukkan semua kemampuanmu padaku. Aku tidak akan menahan diri darimu," ucap Kenshin dengan tegas. Kenshin memasang ekspresi serius di wajahnya.

Helio memerintahkan keduanya agar bersiap untuk memulai pertarungan.

Kenshin memantapkan pijakannya. Tangannya menggenggam erat gagang pedang sambil berkata, "Jangan kecewakan aku, Asta...!!" Dalam raut wajah seriusnya.

Asta memasang kuda-kuda siap bertahan dan menjawab, "Seharusnya itu kata-kataku!" Sambil tersenyum meremehkan penuh percaya diri.

Kenshin melangkahkan kakinya melesat maju ke depan. Tangannya bergerak dengan cepat menarik gagang pedang dari sarungnya.

Asta sangat terkejut melihat kecepatan gerak Kenshin yang tak bisa diikuti oleh gerakan matanya. Dalam sekian detik itu, Kenshin melakukan tebasan bulan tepat di hadapan Asta.

"Seni Surgawi Rendah Emas! Tebasan Jiwa!" Ucap Kenshin pelan namun terdengar sangat jelas di telinga Asta. Tekhnik ini bekerja dengan memberikan dorongan pada kaki untuk menerobos maju dengan cepat dan melakukan serangan tebasan kejutan. Meskipun tekhnik ini hanyalah tekhnik bertarung tingkat rendah, namun cukup berguna dan berbahaya bagi kultivator pemula.

Asta menundukkan kepalanya dengan cepat menghindari sebilah pedang yang lewat di atas kepalanya. Meski hanya sesaat, Asta menyadari bahwa Kenshin tengah tersenyum tipis melihat kepanikan diwajahnya.

Asta mendorong kakinya ke belakang untuk memberikan jarak dari jangkauan serang Kenshin. Hanya saja, Kenshin tak berhenti dengan serangan itu. Kenshin mengulangi serangannya berkali-kali hingga membuat Asta kewalahan menghindarinya.

Otot dan saraf Asta berkedut kencang tak karuan. Asta bisa merasakan sensasi darahnya yang bergejolak setiap kali menggerakkan tubuhnya.

-

"Aku terlalu meremehkannya. Tak ku sangka Kenshin ternyata sekuat ini!" Batin Asta menjerit di dalam hati.

---

Asta sampai melompat, menunduk, menyamping hingga berguling setiap kali pedang Kenshin berada di hadapannya. Nafas Asta mulai memburu, tak mampu mengikuti serangan Kenshin yang bertubi-tubi. Sementara Kenshin, dia tampak menikmati raut panik wajah Asta saat menghindari tebasan pedangnya.

Di samping mereka berdua, Helio Utake terus memperhatikan dan mengevaluasi dengan seksama.

"Kenshin tak benar-benar serius untuk mengakhiri ini secepat mungkin. Aku yakin dia pasti sedang mencoba untuk mempermalukannya," gumam Helio Utake mengevaluasi aksi dan perbuatan yang Kenshin lakukan.

Untuk seukuran anak lelaki, gerakan tangan dan kaki Kenshin cukup rapih dalam memainkan tekhniknya. Dia begitu mahir menggunakan pedangnya.

"Bukankah sudah kukatakan?! Kerahkan semua kemampuanmu, Asta!" Tantang Kenshin.

Hanya mengandalkan penglihatan, Asta tak yakin bisa mampu melihat kemana Kenshin bergerak melakukan serangan. Mengandalkan insting berburunya, Asta menunduk menghindari serangan dari belakang. Dengan penuh keyakinan, Asta melancarkan serangan balasan ke arah belakangnya.

"Refleks dan instingmu sebagai seorang pemburu sangat tajam. Tapi sayang, kemampuanmu masih jauh dari kata cukup untuk bisa menandingiku," ucap Kenshin dengan senyuman kemenangannya.

Perkiraan Asta tentang Kenshin yang menyerang dari belakang memang tepat. Hanya saja, Kenshin memiliki kemampuan untuk bermanuver dengan cepat dan kembali berada di posisi membelakanginya.

Kenshin menyentuh punggung Asta dengan ujung jarinya. Kenshin terlihat tak memegang pedangnya. Pedang itu tergeletak di samping pedang yang satunya.

Asta merapatkan giginya geram lalu berkata, "Sial! Aku menyerah!" Sambil mengangkat kedua tangannya sebagai tanda mengakui kekalahan.

Helio Utake tertawa kecil melihat betapa kesalnya Asta dipermainkan Kenshin. Dia kemudian menyuruh mereka berdua istirahat sejenak sementara dia pergi mengambil air minum.

---

"Aku ingin mencintaimu, tapi aku lapar. Aku terpaksa harus makan dulu.."

-snjy_3

Ch3 Keinginan Flares (Remastered)

"Perhatian untuk para pembaca terhormat! Ceritaku ini, sedang dalam fase Revisi.

Jika kalian tak menemukan kalimat ini di awal chapter, dimohon untuk tidak meneruskan. Karena itu artinya, Chapter tersebut masih belum direvisi dan berantakan isinya.

Sekian dan terima kasih."

-snjy_3

---

Helio Utake kembali dengan teko air dan dua gelas minum untuk mereka berdua. Helio memberikan dua gelas itu kepada mereka sambil bertanya, "Bagaimana, Asta? Apa kau tertarik mendalami ilmu seni berpedang?" Ucapnya antusias.

Asta menaruh kembali gelasnya setelah minum. Tangannya bergerak mengacak rambutnya.

"Seni berpedang cukup menarik dan sangat mendalam. Namun..." Asta tak melanjutkan ucapannya sambil melirik ke arah Kenshin yang baru selesai minum.

"Apa...?" Tanya Kenshin sambil menaruh kembali gelasnya di tanah.

Asta kembali menatap wajah antusias Helio Utake sambil berkata, "Aku melihat ada banyak celah di setiap gerakannya," ucapnya sambil menunjuk ke arah Kenshin. Kenshin hanya tertawa menanggapinya.

Helio Utake mengerutkan keningnya, namun tetap mendengarkan.

"Aku bisa saja mematahkan serangannya dengan metode yang sederhana. Hanya saja, respon tubuhmu masih sangat kaku dalam pertarungan seperti ini," tambah Asta sedikit ragu untuk mengatakan hal tersebut.

Kenshin semakin tertawa mendengarkan alasan yang Asta ucapkan. Sambil tertawa Kenshin berkata, "Berhentilah bersikap sok hebat, Asta. Menyangkal sebuah kekalahan bukan sifat yang dimiliki oleh lelaki sejati," ucapnya masih tertawa. Bagi Kenshin, alasan yang Asta katakan hanyalah asumsi agar dia kembali percaya diri.

Helio Utake masih belum mengerti akan apa yang Asta maksudkan dan apa hubungannya itu dengan pertanyaannya sebelumnya. Helio pun bertanya sekali lagi untuk memastikan, "Jadi, dengan metode bertarung seperti apa agar kau bisa mematahkan serangan Kenshin? Apa metode itu juga yang saat ini ingin kau pelajari, Asta?" Ucapnya.

"Paman bisa memberikanmu Seni Surgawi yang mungkin cocok untuk kau pelajari. Sekalipun kau merasa kesulitan, Paman akan membantumu untuk mempelajarinya. Selama itu bukan seni pengendalian roh elemen, karena setiap roh memiliki cara dan metode yang berbeda untuk dapat dikendalikan," tambahnya.

"Paman, aku tertarik mempelajari seni bertarung tangan kosong. Tangan beserta kakiku adalah senjata terkuat yang menemaniku sedari lahir. Apa Paman punya tekhnik pertarungan seperti itu?" Ucapnya merasa yakin.

Asta tak begitu khawatir soal tekhnik bertarung, lagipula Flares sudah berjanji akan mengajarinya seni pengendalian roh elemen tingkat tinggi. Yang ingin Asta lakukan saat ini adalah membalas kekalahannya dari Kenshin.

"Paman memang tidak terlalu mahir dalam pertarungan tangan kosong. Tapi, Paman masih bisa membantumu berlatih untuk mempelajarinya. Tunggu di sini, Paman akan mengambil Seni Surgawi itu," ucapnya lalu pergi ke dalam.

Asta menuangkan kembali air ke dalam gelas dan meminumnya. Kenshin ikut menuangkan air ke dalam gelas dan meminumnya juga. Di sisi lain, Ace terlihat damai tertidur pulas sedari awal mereka tiba di halaman belakang.

Helio Utake keluar dengan membawa dua gulungan Seni Surgawi berwarna emas dan hitam. Helio kemudian menyodorkan dua gulungan ini kepada Asta sambil menjelaskan, "Hanya ini yang bisa Paman berikan untukmu. Gulungan emas ini, adalah Seni Surgawi Rendah Emas, Pukulan Peremuk Raga. Tekhnik bertarung yang meningkatkan daya serang dan penghancur pada setiap pukulan sebanyak dua kali lipat," ucapnya sambil memberikannya.

Asta menerima kedua gulungan ini dengan senang. Namun, dia masih belum tahu mengenai isi gulungan yang satunya. Asta pun bertanya, "Lalu, apa yang tertulis ada gulungan hitam ini?" Ucapnya.

Helio Utake tampak tersenyum menunggu Asta menanyakan hal tersebut. "Gulungan ini adalah Seni Surgawi Langit Hitam, Kultivasi Api Membara. Tekhnik ini khusus Paman berikan untuk membantu proses penyempurnaan kultivasimu. Di dalamnya, tercatat metode pernafasan lanjutan untuk menyerap sumber surgawi dengan lebih baik. Tak hanya itu, kelebihan lainnya tekhnik ini adalah membantumu memahami tentang konsep dasar elemen roh api dengan lebih baik," ucapnya.

"Terima kasih, Paman!" ucap Asta sambil membungkukkan badannya memberi hormat.

"Ace, ayo bangun. Aku sudah selesai di sini," ucapnya sambil menggoyang-goyangkan badan Ace.

Karena tak ada hal lain lagi yang harus dibicarakan, Asta kemudian pamit pada mereka berdua untuk pulang dan berlatih.

Setelah Asta pergi meninggalkan kediamannya, Kenshin menghembuskan nafas panjang sambil berkata, "Itu sebabnya pedangku terasa sangat panas ketika di pegang. Aura alaminya saja memiliki dampak yang lumayan kuat, bagaimana jika dia memakai esensi rohnya?" Ucapnya.

"Daripada terus memikirkannya, lebih baik fokus pada peningkatanmu sendiri. Apa yang Asta katakan sebelumnya memang benar. Kau masih memiliki banyak celah dan kekurangan di setiap gerakanmu. Kalau kau tak segera mengatasinya, dia akan menyusulmu dengan segera," ujar Helio memberikan nasehat kepada Kenshin.

Kenshin menganggukan kepalanya mengerti. Dia tak bisa bermalas-malasan lagi saat ini. Dia harus meningkatkan kemampuannya secepat mungkin agar Asta tak dapat menyusulnya.

Kenshin memandangi bilah pedangnya yang sedikit berubah bentuk. Aura alami Asta mempengaruhi pedang tersebut hingga sedikit meleleh.

---

Asta sebenarnya tak pulang ke rumah. Asta berlari ke arah hutan dengan perasaan menggebu-gebu. Dia tak sabar untuk mempelajari Seni Surgawi pemberian Helio Utake.

Di tempat dimana Asta biasa berlatih, dia duduk dan membuka pengait gulungan berwarna hitam. Andrenalinnya terpacu untuk segera mempelajarinya.

"Apa kau ingin mencobanya?" tanya Flares yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

"Tentu saja! Ini adalah hadiah dari Paman Helio untukku. Bagaimana mungkin aku tidak mencobanya?" Ucap Asta lalu mulai mengikuti setiap langkah yang tertulis dalam Seni Surgawi Api Membara.

Saat Asta mempraktikkannya, sensasi energi dingin mengalir di setiap sekujur tubuhnya melalui darah sebagai perantara. Asta terlihat damai dan tenang mempraktikkannya hingga tak terasa beberapa jam sudah terlewati.

"Bukankah ini terlalu mudah?! Sekarang, aku hanya setengah langkah menuju Master Roh Pemula! Tapi, ini masih belum cukup. Aku masih harus lebih kuat lagi!" Asta menyelesaikan proses kultivasinya dan beralih membuka gulungan berwarna emas.

Flares tersenyum melihat tekad yang Asta tunjukkan. Dia merasa tidak enak untuk mengganggunya saat ini. Jadi, Flares membiarkannya menikmati saat-saat bersemangatnya itu.

"Dengan ini, jalanku menuju puncak tidak akan lama lagi! Ayah! Ibu! Tunggu aku! Aku pasti akan membalaskan dendam kalian berdua!" Seru Asta dengan keras.

---

Keesokan paginya, Kenshin terburu-buru menuju ke hutan dengan sebilah pedang yang dia bawa. Kesha Timber yang memergokinya terlihat mengerutkan keningnya. Sangat jarang terjadi, Kenshin Utake terlihat dengan langkah yang tergesa-gesa. Kenshin seperti tidak mencerminkan sikap kebiasaannya.

Kesha Timber kemudian berteriak ke arahnya, "Kenshin! Kau ingin pergi kemana dengan pedang itu?!" Ujarnya.

---

Gadis cantik berpita ini adalah Kesha Timber. Usianya menginjak 7 tahun saat ini. Kesha memiliki rambut yang panjangnya sepunggung. Dia biasa membiarkan rambut rambut berwarna vanila miliknya terurai di belakang. Kesha memiliki sorot mata yang lembut. Dengan pupil matanya yang berwarna vanila, menambahkan kesan meneduhkan. Kesha berkulit putih bersih.

Selain itu, Kesha memiliki rasa simpati dan kasih sayang yang tinggi terhadap sesama. Dia sangat ceria, cenderung khawatir dan suka memasak.

---

Kenshin memutar kepalanya sambil berkata, "Aku hendak berlatih di hutan. Apa kau mau ikut? Aku yakin Asta saat ini juga berada di sana," ucapnya sambil menghentikan langkahnya.

Kesha berlari mendekati Kenshin dan berkata, "Ehh, kau serius?! Aku sudah tidak pernah melihatnya dalam beberapa bulan ini. Padahal dia sangat menolak keras ajakanku saat itu," ucapnya terkejut.

"Kau pasti terkejut jika melihat perubahannya," ucap Kenshin sambil tersenyum.

"Baiklah. Jika begitu, aku ikut. Aku juga ingin melihat perkembangannya selama 3 bulan ini." Ucapnya sambil mengangguk.

---

Suasana hutan terasa alami dan menenangkan hati. Semilir angin menambah kesejukan udara dan pikiran. Ketenangan ini, seolah menutupi akan sisi bahaya dari hutan.

Tak begitu sulit untuk mencari keberadaan Asta. Begitu mereka berdua memasuki hutan, terdengar suara keributan yang dihasilkan olehnya.

"Bukankah itu suaranya?" Ucap Kesha sambil menunjuk ke arah suara Asta berasal.

"Ya, itu memang dia. Tapi, sedang apa dia berbicara sendirian?" Timpal Kenshin bingung.

Mereka kemudian mengendap-endap untuk memergoki apa yang sebenarnya Asta sedang lakukan. Kesha menarik Kenshin agar bersembunyi dibalik salah satu pohon.

"Kenshin! Apa yang temanmu itu sedang lakukan?" bisik Kesha sambil mengintip Asta bersama Kenshin.

Kenshin memegang dagunya sambil berkata, "Entahlah, aku juga tidak tahu apa yang dilakukan oleh bocah 7 tahun itu. Hei! Dia juga temanmu!" Balas Kenshin.

"Kita juga masih 7 tahun, bodoh! Selain itu, kita harus bergegas memanggil ayahmu," ajak Kesha pada Kenshin.

Kenshin mengernyitkan dahinya sambil melihat perilaku Asta, "Tunggu dulu. Apa mungkin ini berhubungan dengan Asila Moegi?" Ucap Kenshin menyimpulkan.

Kesha memegang dagunya sambil mengangguk dan berkata, "Mungkin saja," ucapnya.

"Kalau begitu, ayo kita cari Moegi sekarang!" Tambah Kesha sambil menarik tangan Kenshin dengan sorot mata khawatir.

Namun, Asta menyadari kehadiran mereka berdua sebelum mereka pergi. Asta melepaskan anak panah ke arah mereka berdua.

Kenshin yang terkejut langsung menarik pedangnya untuk menghadang laju panah tersebut. Jantungnya berdebar kencang, hampir saja panah itu mengenai bahu kanan Kesha.

Asta menyipitkan matanya menatap tajam ke arah mereka sambil berkata, "Tidak sopan mengintip seseorang dari kejauhan seperti itu!" Ucapnya.

-

"Guru! Mengapa kau tidak memberitahuku kalau mereka ada di sekitar sini?" Ucap Asta bertanya melalui telepati.

"Kau lihat?! Sekarang bagaimana aku harus memberikan alasan kepada mereka berdua?!" Tambahnya.

Flares tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya, "Katakan saja sedang latihan drama," ucapnya memberikan saran konyol. Ace bahkan ikut tertawa mengikutinya.

---

Kenshin memasang wajah sedikit kesal sambil memasukkan kembali pedangnya, "Apa kau menyimpan dendam padaku perihal kemarin?" Tanya Kenshin sambil berjalan mendekati Asta.

Kesha langsung berlari dengan tergesa-gesa dan berdiri di samping Asta. Mata Kesha membulat sempurna dan mulutnya terbuka lebar. Kesha menutup mulutnya dengan tangan. Kesha menunjukkan ekspresi wajah yang terkejut.

Kesha mengukur tingginya dengan Asta lalu berkata, "Tidak mungkin! Bagaimana kau bisa berkembang begitu cepat hanya dalam waktu 3 bulan?!" Kesha benar-benar tak percaya bahwa sekarang Asta jauh lebih tinggi darinya.

Asta tersenyum kaku ditanya seperti itu. Sulit untuk menjelaskannya secara rinci.

Kesha memandangi Asta dari atas hingga ke bawah secara seksama. Sampai akhirnya Kesha menyadari, bahwa Asta tengah menyembunyikan perkembangan kultivasinya.

Kesha tersenyum kecut sambil berjalan pergi, "Aku pergi! Bagaimana bisa aku kalah darinya yang baru berlatih satu hari?" Ucapnya kesal. Kesha tentu tak bisa diam melihatnya setengah langkah lagi untuk menerobos Ranah Pemula.

"Kesha, kau mau pergi kemana?!" Tanya Kenshin bingung, melihat perubahan sikapnya yang tiba-tiba berubah.

"Hmph! Aku juga akan berlatih!" Balasnya sambil mendengus kesal.

Bunyi langkah kaki tiga orang anak terdengar berisik tak jauh dari arah depan Kesha. Dia menyipitkan matanya untuk melihat siapa saja yang juga datang.

Tiga orang anak itu satu diantaranya adalah perempuan. Perempuan itu adalah Asila Moegi. Lalu, dua lelaki disampingnya adalah Shiro Nekoshi serta Zaraki Onoki. Zaraki adalah yang paling berisik diantara mereka bertiga.

---

Gadis manis yang memiliki sorot mata tajam berwarna emas itu adalah Asila Moegi. Usianya menginjak 7 tahun saat ini. Moegi memiliki rambut panjang berwarna hitam yang selalu terikat di bagian atasnya. Kesha memiliki kulit putih bersih.

Asila Moegi memiliki sifat mudah emosi dan terkesan jutek. Sekalipun demikian, Asila Moegi memiliki sifat peduli yang besar terhadap sesama.

Sosok tenang yang berada di sampingnya itu adalah Shiro Nekoshi. Usianya menginjak 7 tahun saat ini. Shiro memiliki pupil mata dan rambut pendek yang sama-sama berwarna hitam. Shiro memiliki kulit berwarna putih bersih.

Shiro Nekoshi memiliki pembawaan yang tenang dan terkesan pendiam. Shiro seperti sosok misterius yang sulit ditebak jalan pikirannya. Instingnya selalu lebih cepat dari kebanyakan orang. Meski demikian, Shiro adalah sosok yang paling royal dalam persahabatan.

Lalu sosok cerewet berambut oranye di sampingnya adalah Zaraki Onoki. Usianya menginjak 7 tahun saat ini. Zaraki memiliki pupil mata yang sama dengan warna rambutnya. Kulitnya berwarna cokelat terang.

Zaraki Onoki adalah yang paling usil dan cerewet. Dia paling aktif dan tak mau diam. Selain itu, Zaraki juga sangat gegabah dan ceroboh. Berpikir singkat dan tak mau berpikir jauh. Meski begitu, Zaraki memiliki sifat kepedulian terhadap sesama.

---

Melihat kedatangan mereka bertiga, Kesha mengurungkan niatnya untuk berlatih. Kesha berlari ke arah Moegi dan menariknya dengan cepat, "Moe! Cepat kau harus ikut aku sekarang!" ajak Kesha memaksa.

Moegi mengangkat kedua alisnya sambil berkata, "Ada apa? Tunggu! Tunggu dulu, Kesha!" ucapnya tak sempat keburu Kesha menariknya paksa.

Shiro menyipitkan matanya untuk melihat sosok yang tak jauh di depan mereka. Zaraki penasaran dan ikut memandang ke arah mana Shiro melihat. Mereka berdua tersenyum tipis melihat ke arah Asta.

"Setelah sekian lama, akhirnya kita bisa berkumpul seperti ini lagi," ujar Zaraki Onoki dengan antusias lalu berlari menuju Asta.

Kesha menarik Moegi ke arah Asta. Mata Moegi membulat sempurna, senyuman kecil merekah di wajahnya. Bertemu dengan Asta adalah kesempatan yang dia tunggu-tunggu.

"Kesha, lepaskan tanganku. Aku bisa berlari ke sana sendiri. Lagipula, aku sudah sangat lama ingin bertemu dengannya," ucap Moegi sambil tersenyum senang.

"Baiklah. Kalau begitu, ayo cepat!" Ucap Kesha lalu melepas genggaman tangannya.

"Tentu saja!" Moegi langsung melesat dengan cepat sekuat tenaga ke arah Asta. Kesha sampai tercengang tak percaya melihat Moegi begitu ingin menemui Asta.

Asta yang saat itu sedang berbincang dengan Kenshin, seketika merasakan firasat bahaya sedang bergerak mendekat.

Asta menoleh ke sisi kanannya. Wajahnya sangat terkejut melihat sosok Moegi yang melesat dengan kecepatan tinggi menuju ke arahnya. Bulu kuduknya bergidik ngeri. Tubuhnya langsung merespon dengan mengirimkan getaran di setiap sarafnya.

Asta mengambil busurnya dan bersiap untuk pergi sambil berkata, "Sialan! Jika ku tahu kau membawa masalah, aku takkan mau berbicara denganmu saat ini," ucapnya lalu bergegas pergi meninggalkan tempat tersebut secepat-cepatnya.

"Ace, ayo pergi!" teriaknya membangunkan Ace.

Kenshin mengerutkan kening sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal. Dia tak paham dengan maksud perkataannya tersebut.

"Brengsek! Ingin lari kemana kau, keparat!" teriak Moegi sambil berlari dengan kecepatan tinggi mengejar sosok Asta yang kian menjauh.

Kenshin begitu terkejut saat Moegi melesat dengan cepat lewat di hadapannya. Kenshin menoleh ke samping dan menemukan Kesha yang juga nampak terkejut.

Kesha menatap Kenshin penuh tanya sambil bertanya, "Sebenarnya apa yang telah terjadi diantara mereka berdua?" tanya Kesha.

Kenshin menggeleng pelan sambil menjawab, "Aku pun tidak tahu. Sepertinya ada sesuatu yang mereka sembunyikan dari kita semua," ujar Kenshin.

Shiro dan Zaraki kemudian menghampiri mereka berdua. Shiro sudah mengetahui apa yang terjadi antara Asta dan Moegi dari Zaraki. Jadi, Shiro tak begitu terkejut melihatnya.

Melihat kebingungan mereka berdua, Zaraki pun memberitahukan kejadiannya, "Saat sedang berlatih, aku tak sengaja mendengar teriakan Moegi. Aku hanya mendengar Moegi berteriak, bahwa Asta mengintipnya yang sedang mandi di air terjun. Itu kejadiannya," ucapnya menjelaskan.

Keduanya menatap Zaraki tajam. Kenshin merasakan kejanggalan dari cerita tersebut.

"Aku curiga kau tidak sedang berlatih saat itu," ujar Shiro menuduhnya.

"Mana mungkin! Tentu saja aku sedang berlatih!" Ucap Zaraki menampik tuduhan tersebut.

"Aku setuju denganmu, Shiro," ujar Kenshin sambil menatap tajam mata Zaraki.

Mereka mengenali sifatnya dengan baik. Besar kemungkinan, cerita yang Zaraki katakan adalah versi yang telah dia rubah. Mereka menduga kuat, bahwa saat itu Zaraki yang sedang mengintip Asila Moegi. Lalu kebetulan, Asta lewat secara tak sengaja sehingga Moegi menuduhnya mengintip.

---

Banyak hal berlalu dengan begitu cepat. Kini sudah 3 tahun berlalu, sejak Asta memutuskan untuk berkultivasi.

Suasana pagi hari tampak cerah dan damai seperti biasanya. Kicauan burung mengiringi terbitnya matahari dari arah timur.

Rumah Asta tampak sepi tak berkehidupan. Dia masih tertidur pulas sambil memeluk bantal di kamarnya. Ace memasuki ruangan sambil berdiri dengan dua kaki. Mata serigala itu memicing tajam, melihat Asta yang begitu enggan meninggalkan kasurnya.

Ace naik ke atas kasur. Dia melompat ke atas perutnya sambil berteriak, "Bangun! Anak nakal!" Teriaknya membangunkan Asta.

"Ukhh!!! Ace... Kau terlalu kejam..."Asta bangkit sambil merintih sakit. Dia memegangi perutnya yang baru saja Ace lompati. Flares tertawa terbahak-bahak melihatnya dijahili.

Asta memasang ekspresi masam melihat mereka berdua. Tiada sehari pun tanpa keusilan dari mereka.

Ace kemudian berjalan meninggalkan ruangan dengan sikap tak acuh. Dia merasa apa yang dilakukannya adalah benar.

"Dasar menyebalkan!" Ucap Asta sebal melihatnya pergi begitu saja.

Sementara Asta membersihkan dirinya, mereka berdua memasak makanan di dapur. Aroma masakan yang lezat bertebaran di udara, membangkitkan selera makan siapapun yang menciumnya.

Ace menyendok sup buatannya sambil mengajak Flares untuk ikut mencicipinya, "Bagaimana rasanya?" tanya Ace mengenai masakannya.

Flares menganggukan kepala setelah mencicipi sup tersebut lalu berkata, "Sudah pas," ucapnya.

Asta muncul dari balik kamar mandi dengan wajah segar dan senyuman ceria. Asta mengelap rambutnya yang masih basah sambil berjalan ke arah mereka berdua.

Mereka bertiga kemudian meriung di meja makan sarapan bersama. Mereka bertiga makan dengan lahapnya pagi itu.

Setelah sarapan selesai, Flares menyodorkan sebuah buku kepadanya sambil bertanya, "Asta, apa keputusanmu?" Ucapnya.

Asta tersenyum meyakinkan sambil meraih buku tersebut, "Mana mungkin murid ini mengabaikan permintaan Guru? Lagipula, aku sudah tidak sabar untuk meninggalkan desa ini. Semakin hari, Moegi bertambah kuat dan menakutkan," ucapnya.

Asta begitu bersemangat saat melihat sampul buku tersebut. Dia tak menyangka, Flares benar-benar mempercayakan Kitab Surgawi ini kepadanya.

---

Buku yang ku ambil dari tangan Guru adalah Kitab Dewa Api Kegelapan, salah satu Kitab Surgawi Tanpa Tanding yang terkenal akan kehebatannya.

Kitab Surgawi tak berbeda dengan Seni Surgawi. Karena Kitab Surgawi adalah buku yang berisi kumpulan Seni Surgawi di dalamnya. Setiap Kitab Surgawi yang tersebar di penjuru dunia, merupakan kumpulan dari Seni Surgawi Dewa Hitam. Itulah mengapa disebut sebagai Kitab Surgawi Tanpa Tanding.

---

Mereka berdua tertawa mendengar keluhan kecilnya. Setiap hari dalam waktu 3 tahun ini, Asta selalu bersiaga setiap saat. Kehadiran Asila Moegi sudah seperti ancaman tersendiri baginya. Karena setiap kali mereka bertemu, Asta selalu berakhir dengan babak belur.

"Namun, kau harus tau terlebih dulu. Perihal untuk membantu Guru bukanlah hal mudah. Akan ada banyak rintangan serta musuh-musuh kuat di jalan. Apa kau benar-benar yakin?" Tanya Flares sekali lagi mempertanyakan keyakinannya.

Asta menarik Ace dan mendekapnya gemas sambil berkata, "Selama ada Ace, siapapun itu takkan pernah bisa membuatku gentar," ucapnya lalu mencium Ace dengan gemas.

Ace yang merasa terganggu dengan itu tentu tak diam, "Akhh!! Cepatlah menyingkir bodoh!" Ucapnya kesal sambil memukul Asta dengan kakinya.

Asta melepaskan Ace dari dekapannya sambil bertanya pada Flares, "Memangnya hal apa yang membuat Guru sangat ingin melakukannya?" Tanya Asta penasaran.

Selama ini, Flares hanya berkata bahwa dia mempunyai sebuah permintaan bantuan. Hanya saja, dia tak pernah mengatakan bantuan apa yang dia butuhkan.

Flares mengangkat telunjuknya sambil berkata, "Hanya satu hal sederhana, Guru ingin sebuah tubuh baru. Hal itu hanya dapat diciptakan oleh penempa dan peracik. Karena itu, Guru ingin memintamu menjadi peracik sekaligus penempa," jelasnya.

Asta mengerutkan keningnya tak percaya sambil bertanya, "Guru, kau ingin hidup kembali?! Apakah itu benar-benar hal yang mungkin dilakukan?!" Ucapnya bertanya.

Flares menggelengkan kepala dan jarinya sambil berkata, "Aku belum mati sepenuhnya. Sekalipun hanya sisa-sisa jiwa, tapi ini cukup untuk membuktikan bahwa Guru masih hidup. Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk mempertahankan avatar jiwanya seperti Guru," jelasnya.

Asta menghembuskan nafas kecewa, dia berpikir ayah dan ibunya juga dapat dihidupkan kembali. "Sudah kuduga itu mustahil," ucapnya.

"Asta, mereka hanya menghilang, bukan terbunuh. Masih ada kesempatan untuk mencari tahu keberadaan mereka," ucap Flares memberinya kata-kata semangat.

"Apa yang dikatakannya itu memang benar. Kau terlalu cepat mengambil kesimpulan mengenai kedua orangtuamu. Sekarang kemasi semua barang-barangmu dan masukan semuanya ke dalam cincin penyimpanan," ujar Ace lalu mengajaknya membenahi barang-barang keperluannya.

"Eh?! Mengapa begitu terburu-buru? Bukankah kita akan pergi setelah aku mencapai Ranah Ahli...?" tanya Asta kaget.

---

Cincin Penyimpanan, adalah sebuah artefak yang diciptakan oleh para penempa untuk keperluan menyimpan barang. Cincin Penyimpanan atau yang memiliki nama lengkap sebagai Cincin Jade Samudera, adalah artefak yang terbuat dari material batu ruang dan waktu. Cincin ini dapat menyimpan segala benda apapun kecuali makhluk hidup yang masih bernyawa.

Banyaknya kotak di dalam cincin penyimpanan, dipengaruhi oleh tingkatan cincin tersebut. Luas setiap kotak dalam Cincin Penyimpanan adalah 100 meter persegi. Misalnya, Cincin Penyimpanan level 1 hanya memiliki satu kotak. Jika levelnya 2, maka berisi dua kotak.

---

Selesai mengemas barang, Asta pergi ke rumah Helio Utake bersama Ace. Flares saat ini tertidur pulas di kalung cincin yang Asta kenakan.

Dari luar kediaman, Asta melihat Kenshin sedang duduk sendirian dan melamun. Matanya tertuju pada secangkir teh yang ada di hadapannya.

Kenshin tak menyadari kehadirannya sama sekali. Sampai dia mengambil dan meminum tehnya, "Sahabatku, kau memang perhatian," ucapnya sambil meletakkan gelas teh itu kembali.

Kenshin terkejut sambil bertanya, "Dari mana kau datang?! Ucapnya lalu bangkit berdiri.

Asta menunjuk arah dimana rumahnya berada, "Dari rumah. Daripada itu, apa Paman Helio ada?" Jawab Asta lalu bertanya kembali mencoba mengalihkan konteks obrolan.

"Dia tadi ada di sini," jawab Kenshin sambil meraih gelas tehnya tanpa melihatnya terlebih dulu. Saat gelas itu menghampiri mulutnya, barulah Kenshin sadar gelas tehnya sudah kosong.

"Apa kau haus?!" Ucapnya kesal sambil menaruh kembali gelasnya.

Asta tersenyum jahil sambil berkata, "Aku melihatmu sedang melamun, aku tak tega melihat tehnya mulai dingin. Jadi, aku meminumnya," jawabnya.

"Hah?! Apa kau bilang?!" Ucapnya kesal sambil menjewernya. "Apa kau tak punya sopan santun, haa?!!" Ucapnya dengan nada tinggi.

"Aduduhhh!!" Pekik Asta sambil berusaha melepaskan tangan Kenshin dari telinganya.

Kenshin melepaskan jewerannya sambil menatapnya kesal. Namun bukannya meminta maaf, Asta justru tersenyum usil ke arahnya.

Geram dengan perilakunya, Kenshin meraih pedang kayu yang berada di sampingnya. Refleks, Asta langsung melarikan diri. Hanya saja, Ace tiba-tiba menggigit celananya hingga Asta pun tersungkur ke tanah.

Kenshin tersenyum kecil sambil duduk di atas punggungnya sambil berkata, "Anak nakal sepertimu memang perlu diberi pelajaran," ucapnya.

"Ahhh! Brengsek! Apa yang kau lakukan?!" teriak Asta kesal. Kenshin tiba-tiba membuka celananya.

"Kau yang brengsek...!!" balas Kenshin mulai memukulkan pedang kayu itu ke pantat Asta.

"Ahh! Aduh! Baiklah, aku minta maaf! Aku minta maaf! Hentikan!!" seru Asta sambil meronta-ronta. Namun, Kenshin mendudukinya dengan kuat sehingga dia tak bisa bangun.

Kenshin mengabaikan teriakan Asta sambil melanjutkan pukulannya dengan lebih kua. Kenshin membalas ucapannya dengan kata, "Sudah terlambat sialan! Saatnya belajar!" Ucapnya.

"Bak! Buk! Bak! Buk! Bak! Buk!" Pedang kayu itu dengan keras mendarat di pantat Asta, diiringi bunyi pukulan yang berirama.

"Paman Helio...!!! Kenshin menyiksaku..!!! Padahal aku datang ke sini untuk mengatakan hal penting padamu...!! Paman! Di mana kau...?!" teriak Asta berusaha memanggil Helio Utake untuk meminta pertolongannya.

Kenshin menghiraukannya dan terus memukulnya. Hingga beberapa saat kemudian, datanglah Helio Utake sambil menggelengkan kepalanya pelan. Seperti biasa, dia selalu membawa nampan dengan makanan dan minuman.

Setelah melihat kedatangan ayahnya, barulah Kenshin berhenti. Asta buru-buru memasangkan kembali celananya sambil mendengus kesal.

"Ayo, mari kita makan dulu," ajak Helio Utake pada mereka berdua.

---

"Harapku ingin menggapaimu, tapi aku pendek. Itu katanya, bukan kataku,"

-snjy_3

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!