NovelToon NovelToon

Dinikahi Om Duda

Bab 1

Sebelum membaca, pastikan umur kalian sudah cukup! Jika belum, kalian bisa minta tambahan umur pada saudara, teman atau Yangyangan kalian.

Novel ini memang agak miring, jadi buat peminat garis lurus, bisa langsung nyalain sen dan belok ke kiri tanpa berkomentar kasar. Terima kasih.

Jangan lupa Follow IG @Kaykha_kay.

...|...

...|...

Seorang wanita terlihat buru-buru mencabut kunci dari sepeda motor matic yang baru saja dinaiki. Rambut pendek dikuncir menjadi dua bagian, dengan pita merah merona yang menghiasi, terlihat bergoyang saat wanita itu berlari.

"Che, Che … buruan bukain!" teriaknya sambil mengetuk pintu.

"Mpok Nur, ngapain kesini? Jangan bilang mau numpang berak?" Seorang wanita berambut panjang baru saja membuka pintu untuknya.

Dia adalah Lizi Azizah, seorang gadis muda yang baru menginjak usia 24 tahun. Bukan pengangguran, tapi banyak acara. Pagi hari jadi pembimbing, malamnya jadi kupu-kupu, eh, salah, SPG maksudnya. Iya SPG, bahasa gaulnya dari seorang, Sales Promotion Girls.

...Lizi...

"Guwendeng,(gila) Che!" Serunya sembari melangkah masuk ke dalam, tanpa permisi, tanpa salam.

"Apaan sih? Heboh banget." Lizi justru menatap Nur dengan tatapan aneh.

"Iku lo, uncle-uncle (Om) yang di depan kos. Heeemm talah! Hao che (enak) beneran aku gak bohong!" ucapnya sambil membulatkan tangannya berbentuk angka nol.

"Hao che, hao che, emang kamu pernah nyicipin?" Lizi mengibaskan rambutnya, lalu merebahkan tubuhnya di kasur lagi. Menatap layar monitor laptop yang masih menyala.

"Yo ndak sih … tapi asli loh, Che. That is not (itu bukan) Kasuari, tapi Lao Ying (Burung Elang) super!" Nur menatap Lizi yang fokus menatap monitor laptop berlogo nanas sobek.

Kesal tak dihiraukan teman dari kakaknya itu, Mpok Nur menghentakkan satu kakinya sembari merengek. "Che, kok aku dikacangin se?"

Wanita berkuncir dua, yang sering berbicara campuran antara Jawa, Indonesia, Inggris, Mandarin, Korea, dan kadang-kadang bahasa Thailand. Iya, pokoknya di campur-campur jadi satu, sampai kadang bikin orang yang mendengarnya merasa pusing.

Nurmala Fahmawati, seorang mahasiswa baru yang mengambil jurusan bahasa. Adik perempuan dari salah satu teman bolos Lizi saat masih duduk di bangku SMA.

...Nurmala...

"Lo, kalau bukan adik si Faris, udah gue gaplok!" cerca Lizi dengan wajah kesal.

"Bahasamu itu malah nambahin beban negara tau ngak sih? Sebentar-sebentar Inggris, terus ke Jawa, campur lagi Mandarin. Mumet, do you know mumet?" Lizi menutup laptopnya sambil memandang Nur yang masih berdiri dengan bibir bawah yang maju.

"Tapi kan, Che …."

Lizi menghela napas panjang, lalu berdiri dari kursinya dan mengambil beberapa lembar kapas. "Nih," ucapnya menyodorkan kapas ke Nur. "Bersihin dulu lipstik tebalmu itu!" Nur langsung mengambil kapas dan mengusap-usap bibirnya.

"Udah? Bilang apa lo tadi? Coba ngomong yang jelas," ucap Lizi sembari melipat tangannya.

Cerita pun dimulai. Tepat ketika Nur baru saja memasuki gerbang Indekos Lizi yang ada di daerah Menteng. Mata gadis itu langsung tertuju pada seorang lelaki bertubuh kekar yang sedang berolahraga di halaman depan. Pandangan mata Nur langsung menjurus, ke arah dua paha dengan celana hitam ketat yang menonjol di bagian tengah.

"Cowok? Olahraga?" Lizi terlihat berpikir sejenak. Hal yang pertama terlintas di kepalanya adalah, kos itu khusus untuk wanita. Lantas, bagaimana ada seorang cowok?

Sejenak ia merenung, akhirnya menemukan sebuah jawaban. "Ohh … itu si bapak kos," lanjutnya singkat.

"Ba-bapak kos? Che, gak lagi bercanda kan?" Mata Nur melotot seakan tidak percaya, mendengar sebutan 'Bapak' seakan tidak cocok disandingkan padanya.

"Gak percaya ya sudah!" Lizi berpaling pergi, dan langsung masuk ke dalam kamar mandi yang berada di sudut ruangan.

Ia menarik tirai tipis, pemisah antara shower dan closet. Lalu, melepas semua pakaiannya dan menyalakan shower.

...Basah, basah, basah, ...

...bibir ini basah, saat rambut ini kau belai mesra. ...

...Diam, diam, diam, kujadi pendiam, ...

...saat pipi ini kau belai, sayang....

...Ku menari-nari karena bahagia, ...

...saat ku melihat film Koreyah. ...

...Engkaulah Bang Eun Woo ...

...yang mampu menggoda. ...

...Membuat diriku tergila-gila....

"Wanjir, suaraku merdu banget!" Begitulah yang dia rasakan saat berada di dalam kamar mandi.

Akan tetapi, Mpok Nur yang berada di luar, justru sibuk menyumpal telinganya dengan kapas bekas lipstik yang diberikan Lizi. Mendengarkan suara sahabat baik kakaknya itu bak kaleng rombeng yang digosokkan ke aspal.

Dia sendiri tidak mengerti, kenapa abangnya bisa punya teman seperti Lizi. Cantik sih, hanya saja, dia terlalu percaya diri. Khususnya saat tes vocal di kamar mandi.

Beberapa menit berlalu, suara kaleng rombeng dari dalam kamar mandi sudah berhenti. Kini, telinga Nur samar-samar mendengar ketukan pintu. Dia pun buru-buru membukanya.

Seorang pria berkaos hitam, lengan besar dengan otot-otot yang terlihat jelas, jenggot tipis yang mempesona. Ditambah, warna bola matanya yang kecoklatan, alis tebal dengan bulu mata yang panjang, pas sekali dengan selera Mpok Nur.

"La-Lao Ying!" Teriak Nur heboh bak menang togel.

...☆☆☆☆...

Indekost Om Duda ganti judul

Jangan lupa masukin ke Rak 💋💋

Bab 2

Melihat uncle-uncle yang sempat dia ceritakan kepada Lizi, Nur meraung-raung bak kucing minta untuk dikawinkan. Membuat lelaki itu mundur beberapa langkah karena takut. Lizi yang mendengar raungan Nur, langsung keluar dengan bathrobes yang menempel di tubuh.

"Che, buruan come here (kesini)." Nur melambaikan tangan tanpa menoleh. Tatapannya masih terfokus pada tubuh lelaki itu. Berotot, tampan, dengan bulu-bulu tipis yang … terasa geli-geli mengenakkan.

Lizi yang pandangannya terhalang tembok, pun menggaruk ujung alisnya. Berpikir hal yang menyebabkan Nur meraung-raung seperti kucing biirahi, tapi tak punya lawan.

"Oh Pak Farez," sapanya saat melihat sosok lelaki yang menaikkan hormon testosteron Mpok Nur.

"Itu temannya kenapa?" tanyanya melihat Nur mencakar-cakar pintu sambil menggeliat.

Lizi seakan malu dengan sikap Nur ketika melihatnya biirahi dan langsung mendorong keningnya hingga membuat tubuhnya mundur beberapa langkah ke belakang.

"Dia kena ayan, Pak. Agak aneh memang kalau lagi kambuh," jelas Lizi dengan senyum ramah. "Bapak kesini, ada perlu apa ya?"

"Udah tanggal lima, waktunya bayar kos," jawabnya singkat tanpa tanda koma.

Diingat-ingat, Lizi hampir tidak pernah membayar uang kos dengan tunai. Dia selalu bayar melalui transfer bank. Selain itu, Farez juga hampir tidak pernah menagih uang kos secara langsung seperti hari ini.

Kok tumbenan orang ini nagih langsung?

"Kan biasanya transfer, Pak," jawab Lizi singkat. "Bapak juga, tumben-tumbenan nagih langsung, biasanya juga by Apashapp loh."

Dada Farez terlihat membusung sepersekian detik, sebelum akhirnya melipat tangan dan bersandar di tiang.

"Kenapa, ada masalah kalau nagih langsung?"

Mendengar itu, Lizi langsung menelan salivanya sambil menaik turunkan korneanya, menatap si Bapak Kos yang terdengar judes.

"Saya gak ada uang cash, Pak. Transfer aja ya, bentar lagi aku transfer sekalian berangkat kerja. Beneran deh." Lizi mengangkat dua jarinya sambil cengengesan menatap Farez.

"Gak bisa!" Tegas Fares tanpa banyak berpikir, membuat Lizi langsung menghela kecewa.

"Saya gak percaya sama kamu," jelasnya masih dengan mimik wajah judes.

"Ya amsyong, Pak. Saya bisanya juga gak telat kok kalau bayar, selalu on time kan?" Jelas Lizi sambil menepuk kening, berusaha meyakinkan bapak pemilik kos.

"Aku antar kamu ke ATM! Biar percaya kalau kamu transfer hari ini."

Jawaban bapak kos membuat Lizi menatap tajam ke arah lelaki berotot itu. Dia sendiri sampai tak habis pikir, bisa-bisanya punya bapak kos yang kelakuannya menyebalkan.

Duh! kekeh juga nih orang, apa dia gitu juga ke yang lain?

"Jam kerja saya masih satu jam lagi loh, Pak?" sahutnya memperhatikan sekitar yang terlihat sepi. Hanya ada Prita yang sedang menyapu di pojokan.

"Aku tunggu, gak masalah!"

Lizi hampir tidak punya alasan lagi untuk menolak. Pilihan menurut, mungkin akan membuat masalahnya cepat selesai.

"Ya udah, Bapak tunggu! Saya masih harus siap-siap dulu!" Lizi pun langsung berbalik begitu saja dan menutup pintu sedikit kencang.

Perasaan kesal yang sejak tadi menumpuk, tiba-tiba saja bertambah, ketika Nur dengan wajah bahagianya menarik tangan Lizi.

"Che, ya ampyun. Hen shuai laah, kenalin." Rengeknya menarik-narik tangan Lizi yang kemudian di tepis begitu saja.

"Ganteng katanya? Hah!" Lizi melotot.

"Ganteng itu Cha Eun Wo, Yang Yang, Xu Kai. Putih, mulus, enak kalau di elus-elus. Berondong begitu, eiuh."

Nur yang tak terima seleranya di ejek pun, langsung berkacak pinggang. "Jangan salah, Che. Brewok itu justru menambah sensasi." Nur mulai membayangkan.

"Pas lagi ngunu … pas lagi menjelajah … hem, geli-geli enak."

Plak

Lizi melayangkan tangannya ke kening Nur sambil berucap, "Hei dedemit, balik nang asalmu!" (Hei setan, balik ke asalmu)

"Che … Che … aku gak kesurupan!" Nur mencoba melepaskan tangan Lizi yang menggoyang-goyangkan kepalanya.

"Gak, kamu kesurupan!" pekik Lizi tak menghiraukan Nur. "Hei dedemit, maling king kong sorono kong keng mano moleng map holong pong peng ngong ngeng."

"Loh, Che, dedemit e teko Thailand ta?" (setannya dari Thailand kah? -Jawa)

...TBC...

...Jangan lupa masukin daftar favorit....

Bab 3

Satu jam telah berlalu. Nur telah kembali ke tempat asalnya, sedangkan Lizi baru selesai berdandan dan hendak keluar dari kamar. Ketika mengunci pintu, dia dikejutkan dengan sosok Farez yang duduk di kursi dengan wajah serius.

"Owo woo bang–ke!" Pekiknya kaget sampai menempel di pintu. "Pak, kaget loh saya!"

Farez menoleh dengan mimik wajah datar tanpa berkata apa pun. Lalu, bangkit berdiri dan membetulkan jaket kulit hitamnya.

"Buruan!" serunya lantas pergi begitu saja.

"Tuh orang kesambet apaan sih? Jelangkung ngesot? Bisa-bisanya duduk di kosan orang gak ada permisi-permisinya!" celoteh Lizi mengikuti langkah kaki Farez hingga sampai ke tempat parkir motor.

Tidak ada banyak kata yang keluar dari mulut Farez. Begitu sampai di tempat parkir, dia hanya mengambil helm dan langsung memakainya begitu saja. Mulut Lizi pun masih komat-kamit mengomentari tindakan bapak kos, sambil naik ke atas motornya sendiri.

Tiba-tiba saja ….

"Eh, eh … kenapa kamu naik itu?" Farez menunjuk-nunjuk motor yang dinaiki Lizi.

"Lah, ini kan motor saya, Pak. Memang apa salahnya?"

"Turun! Siapa bilang kamu naik motor sendiri?" Farez mengayunkan jari telunjuknya.

"Lah terus, kita boncengan gitu, Pak?" Lizi membetulkan kait helm.

"Iya lah, gimana kalau kamu kabur nanti?"

Jawaban Fares membuat Lizi melonggo. Dia bahkan tidak dapat menerka-nerka jalan pikiran dari si bapak kos, yang ternyata sudah satu tahun menduda.

"Kabur? Pak, jangan ngaco ya!" Lizi melipat tangannya kesal. "Kalau saya kabur, bapak kan bisa langsung ganti kunci kamar kos saya. Lagi pula, barang-barang saya di sana nilainya lebih dari sewa kosan 1 bulan!"

Pembelaan yang sampai membuat mulutnya berbusa pun, Farez tak menggubris. Ia tetap memaksa Lizi untuk duduk di motornya.

Gue jadi tau, alasan dia bisa menjabat duda di usia tiga puluh-an. Mungkin, salah satunya adalah ini.

Lizi dengan sangat terpaksa dan berat hati, naik ke atas motor gede bertuliskan Ducati, yang akan dikendarai Farez. Baru saja menaikkan tubuhnya dan membetulkan posisi, Farez sudah buru-buru mengegas motor kebangaannya hingga membuat tubuh Lizi hampir terjungkal. Beruntung dia langsung menarik jaket kulit dan memeluk tubuh Farez dari belakang.

"Bapak bikin kaget aja!" serunya langsung menarik diri.

Sudah memperlakukan Lizi demikian, Farez seakan tidak merasa bersalah. Dia bahkan tersenyum licik sambil menoleh dan menutup kaca helm full face yang di pakai.

Si dingin tak berperasaan itu bernama Farez Febrian. Om duda kaya yang punya *I*ndekos 20 kamar, khusus wanita, dan hanya menerima mereka yang berstatus lajang saja, termasuk janda juga.

Alasannya, tentu saja bisa di tebak dengan mudah bukan? Akan tetapi ….

Meski bagian depan Indekos miliknya adalah kediaman pribadi. Farez tak melulu ada di rumah. Kehadirannya di sana bahkan dapat di hitung dengan jari setiap bulannya. Tindakan seperti itu seakan membuat anak kos di sana menelan kata 'maniak' untuk si om-om duda.

"Pak, Pak!" Lizi menepuk pundak Farez. "Itu ada ATM SENDIRI, minggirin sebentar!"

Farez langsung menepikan motornya, tetapi posisinya jauh dari ATM yang di tunjuk Lizi. Kesal karena tujuannya terlewat jauh, Lizi pun turun dan bersiap protes. Namun, belum sempat mulutnya terbuka, Farez menghardiknya lebih dulu.

"Pak, Pak, memangnya aku ojek online! Pake tepuk-tepuk pundak segala!" protes Farez membuat bibir Lizi terbuka, dengan mata yang berkedip-kedip.

Duh, si bapak ini. Sekalinya diem, diemnya udah kek mayit. Sekalinya nyablak, nyablak aja kek klakson kapal.

"Terus aku harus gimana, Pak? Elus-elus paha Bapak sambil bisik-bisik?" protes Lizi yang menahan kesal. "Mau di panggil Om? atau Mas? Abang?"

Farez melepaskan helm, menaruhnya di tangki motor, lalu melipat kedua tangannya sambil berkata, "Memangnya aku kang cilok?"

"Ya kali aja kan, Bang," gumam Lizi membuang muka.

"Buruan sana, transfer! Jangan sampai kurang." Farez bicara tanpa melihat Lizi dan sibuk menyalakan rokok.

Lizi mengepal tangannya kuat-kuat saat melihat jaraknya berdiri dengan mesin ATM, hampir sejauh 500 meter.

"Buset, ini mah sejauh jodoh gue," batinnya.

Ia kembali melirik Farez yang masih tidak perduli, lalu melihat arloji yang melingkar di tangan. Waktu kerjanya sudah hampir tiba, dan dia tak mau lagi berlama-lama. Pada akhirnya, yang waras lebih memilih untuk mengalah, dari pada terus berdebat dengan orang gila, begitu pikirnya sambil berbalik pergi.

"Gue sumpahin, ketiban sial tuh si bapak-bapak duda! Bisa-bisanya dia ngerjain anak kecil."

...TBC...

Biasain buat jempolnya di goyang kalau baca Novel Othor yaa 😌😌

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!