NovelToon NovelToon

RUMAH PENGGERGAJIAN

01. PINDAHAN

Cerita kali ini tentang kejadian demi kejadian yang terjadi di sebuah rumah yang gabung dengan tempat  penggergajian kayu  yang letaknya ada di tengah hutan.

Penulis kebetulan mendapat cerita ini dari seorang saudara jauh bernama Agus, dia adalah paman dari saudara penulis yang  mengalami kejadian demi kejadian disana.

Kejadian ini mungkin terjadi sekitar tahun 1997 di sebuah usaha penggergajian kayu yang terletak di tengah hutan  dari sebuah daerah yang agak terpelosok, kira kira sekitar 60 km dari kota Mjkt.

Pada zaman  itu sudah ada telepon selular, tetapi belum ada menara BTS singkatan dari base Transceiver Station di sekitar tempat usaha dia. Karena pada zaman itu kan operator telekomunikasi belum sampai ke daerah terpencil, sehingga kalau ingin melakukan telepon ya harus ke Wartel (warung telekomunikasi) dulu.

*****

Namaku adalah Agus, aku adalah karyawan baru yang akan menggantikan pak Wandi sebagai karyawan lama yang mengundurkan diri sebagai pengurus di perusahaan jasa penggergajian kayu atau yang biasa disebut dengan sawmill di daerah sekitar 60 kilometer dari Mjkt.

Letak penggergajian itu sendiri ada di tengah hutan melalui kota kecil yang tidak bisa saya sebutkan namanya itu, kemudian masuk ke sebuah desa, dan masuk sekitar beberapa kilometer dari desa itu melewati hutan yang  rimbun.

Di desa yang lumayan ramai itu ada bank pemerintah, juga selain ada wartel tempat aku biasanya menelpon atasanku untuk meminta anggaran dana, disana juga ada depot makanan yang lumayan lah.

PAK WANDI POV

“Dia akan datang hari ini pak, dan dia yang akan menggantikan saya di sana pak” kataku kepada atasan yang bermata sipit

“Kamu kenapa pak Wandi, kenapa kamu mengundurkan diri, apa gajimu tidak sesuai dengan pekerjaanmu?” tanya sang boss penuh selidik

“Tidak pak, tidak kok. Saya sudah waktunya untuk istirahat pak, anak-anak saya selalu menyuruh saya agar tidak usah kerja lagi dan tinggal di rumah saja”  aku berusaha setenang ini menjawab pertanyaan bosku

“Lalu anak yang bernama Agus ini, apakah dia bisa kerja secara maksimal seperti kamu?” tanya sang Boss yang bermata sipit itu lagi

“Tentu saja bisa pak, dia sudah saya kasih gambaran tentang apa saja yang harus dilakukan di sana pak. Apalagi tentang kebiasaan para penebang pohon yang datang pada malam hari pak”

PAK WANDI POV END

Perusahaan penggergajian ini lumayan jauh dari pemukiman penduduk. Ada beberapa alasan yang kudapat dari pak Wandi kenapa jauh dengan pemukiman.

Yang pertama agar debu hasil gergajian ini tidak mengotori rumah-rumah yang ada disekitarnya, kedua agar suara bising dari mesin penggergajian tidak mengganggu sekitarnya juga. Dan yang terakhir agar tidak ada yang iri, iseng, atau jail.

Aku tidak akan menjelaskan tentang alat potong yang biasanya disebut bandsaw atau apapun tentang teknis yang berhubungan dengan penggergajian kayu. Karena tugasku bukan itu, aku tidak paham tentang teknis kerja disana.

“Jadi gini mas Agus, karena disana tidak ada sinyal handphone, maka mas Agus tiap dua hari sekali, tiap malam atau waktu makan malam, mampir lah ke wartel yang ada di desa”

“Pada waktu itu, mas Agus harus melaporkan berapa kubik kayu sengon yang sudah jadi dan siap kirim”

“Laporkan juga sisa kayu gelondongan, ada berapa kubik yang masih tersedia dan jangan lupa untuk meminta anggaran uang solar, uang pembelian kayu gelondongan dan uang kas”

“Untuk dana yang harus mas Agus anggarkan nanti bisa minta informasi dari Darsamad mas, nanti mas sampeyan kalkulasi semua dan segera mintakan anggaran dananya mas”

“Nanti mas Agus akan saya titipin kartu Atm yang banknya ada di daerah sana, isi dari kartu Atm itu adalah dana yang mas Agus anggarkan tiap dua hari sekali, juga mas Agus akan saya kasih nomor telepon yang harus mas Agus hubungi” kata pak Wandi

“Oh iya, jangan lupa tiap sabtu para pekerja harus bayaran mas, jadi untuk permintaan anggaran dana pada akhir minggu tolong ditambahkan dengan gaji para pekerja mas” jelas pak Wandi

Pak Wandi berusaha untuk menjelaskan apa saja yang harus aku lakukan di tempat itu, karena tempat itu terpencil sehingga semua harus segera dilaporkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Sebenarnya tidak sulit untuk sebuah pekerjaan seperti ini, tapi semua kan belum aku jalani, tapi paling tidak tugasku tidak berhubungan dengan masalah teknis perkayuan.

“Jangan lupa persediaan solar mas. Mas Agus bisa telpon ke pak Sapari tangan kanan bos untuk dikirimkan Solarnya mas. Soal itu nanti pembayarannya cash-cash an mas, begitu juga untuk kayu gelondongan mas, mereka selalu minta dibayar cash”

“Untuk Solar, mas Agus bisa estimasikan kapan pengirimannya, setelah bos kirim uang ke rekening yang nanti Atm nya akan saya berikan kepada Sampeyan"

“Kemudian yang paling penting di sana adalah soal keamanan, jangan sampai terlalu lama meninggalkan lokasi, karena tempat itu kan ada di tengah hutan mas, dan banyak penduduk sini yang berminat dengan mesin seperti itu”

“Apakah saya disana nanti sendirian pak?” tanyaku

“Tentu saja tidak mas, kamu nanti ditemani oleh orang saya yang bernama Darsamad. Dia yang akan menemai mas Agus selama disana”

“Jadi ada baiknya kalau memang ada keperluan ke desa harus gentian mas, jangan sampai meninggalkan area penggergajian tanpa ada yang disana, khususnya malam hari mas” kata pak Wandi

“Oh iya, karena disana belum ada listrik, maka mas Agus harus memakai lampu petromaks dan jangan lupa untuk persediaan minyak tanah harus selalu cukup untuk tiga lampu petromaks dan satu kompor untuk masak” kata pak Wandi lagi.

“Jadi mas Agus dan Darsamad yang sehari hari ada disana untuk mengurusi penggergajian kayu itu. Tugas mas Agus untuk urusan uang dan segala persediaan disana, sedangkan tugas Darsamad untuk urusan teknis lapangan termasuk dengan buruh nya”

“Kapan mas Agus mau ke sana? Nanti saya akan kabari Darsamad yang besok ada di rumah temannya yang ada di kota kecil dekat hutan sana mas, karena apabila dia ada di rumah, sudah tidak bisa dihubungi kecuali dia yang hubungi kita mas”

“Eh mungkin besok lusa pak, karena saya harus packing pakaian dan semua yang akan saya bawa disana pak” kataku dengan penuh semangat

“Oh iya nak, disana sudah saya sediakan aki mobil besar untuk menyalakan radio agar tidak terlalu sepi mas heheheh, agar ada hiburan nya disana mas” kata pak Wandi lagi

*****

Hari pindahan pun tiba, aku mau menerima pekerjaan yang ada di tengah hutan, kalau tidak karena kepepet uang pasti akan aku tolak mentah-mentahlah, saking karena aku butuh uang untuk biaya nikah, dan karena calon istriku yang sudah memaksaku untuk dinikahi…

Setelah semua beres, aku secepatnya menuju ke rumah pak Wandi yang merupakan tetangga di kampungku, karena sebelum menuju ke tempat penggergajian kayu kami sepakat untuk ngobrol sebentar di rumah pak Wandi.

“Ayo pak, kita langsung berangkat, saya sudah tidak sabar untuk kerja di sana pak”

“Ngopi–ngopi disik to mas, kan masih siang ini mas hehehehe. Oh iya, disana ada motor yang bisa kamu gunakan untuk wira-wiri mas, tapi ya gitu itu mas, motor itu kan motor tua, jadi ya kadang mogok juga mas. Kalau mas Agus bisa perbaiki agar tidak rusak, biayanya bisa dianggarkan juga mas”

“Pak WAndi , apakah kita naik motor kesananya pak?” tanyaku setelah selesai dengan kopi yang disediakan oleh istri dia

“Hahaha ya ndak mas, jarak 100 km lebih masak kita naik motor mas, kamu saya antar sampai terminal saja, nanti kamu naik bus yang jurusan ke sana, di terminal tujuan nanti kamu akan dijemput oleh Darsamad, dia sudah saya kasih tau ciri-cirinya mas Agus kok”

“Nanti dari terminal menuju ke desa tidak begitu jauh kok mas, jadi lebih enak lah kalau mas Agus sewaktu waktu ingin kembali ke kampung, tapi harus seijin pak bos dulu mas hehehe” kata pak Wandi

“Kalau umpama nanti di terminal Darsamad belum ketemu mas Agus, sampeyan langsung menuju ke tempat pengumuman saja, dia ada disana menunggu kamu mas”

Pak Wandi hanya mengantar aku hingga di terminal saja, dia juga kasih uang secukupnya untuk aku hidup disana sebelum aku menerima gaji pertama pada akhir bulan nanti.

Saat ini pukul 14.00 bus yang ditumpangi mulai jalan menuju ke kota yang terdekat dengan desa tempat hutan aku akan bekerja, bus ini adalah bus paling cepat dan paling nggilani di antara bus-bus ekonomi lainya.

Hingga dua jam perjalanan bus yang kutumpangi akhirnya berhenti di sebuah terminal yang sepi, karena ini bukan kota yang besar, bus ini hanya sementara saja ada disini dan kemudian bus ini berangkat lagi menuju ke kota  berikutnya

Terminal ini cukup sepi, hanya aku saja yang turun di terminal yang cukup sepi ini. dan hanya ada satu orang yang sedang menunggu seseorang yang datang menggunakan bus yang barusan saja berangkat.

“Pak Agus?” tanya orang yang berperawakan tinggi dan besar dengan rambut ikal dan berkulit gelap

“He’eh mas, apa sampeyan ini mas Darsamad?” tanya ku dengan malu-malu mungkin karena aku suka lihat Darsamad yang tinggi besar dan hitam itu, koyok butho sih heheheh

“Selamat datang pak Agus. Saya Darsamad yang akan mbantu njenengan di rumah penggergajian kayu nanti  mas eh pak. Pak Agus bisa panggil saya Mamad saja mas eh pak” kata Darsamad yang akan kita panggil Mamad selanjutnya.

“Ayo pak, ini soalnya udah jam 16.15 udah sore pak, saya bawa motor untuk menuju ke desa, dan kemudian ke hutan pak, perjalanan dari sini mungkin sekitar satu jam lebih pak. Kita agak ngebut nanti ya mas, ndak masalah kan  pakAgus?” tanya Mamad

“Dari terminal apa masih jauh kalau ke tempat kita Mad?”

“Sebenarnya ndak jauh pak, kita ke desa dulu mas, baru masuk hutan setelah itu, hanya saja jalan yang kita lalui itu ndak bagus dan lewat hutan pak, tapi tenang saja pak, pokoknya apapun yang mencoba memanggil pak Agus jangan ditoleh”

“Panggil saya  mas Agus saja Mad, agar lebih akrab”

Tidak ada obrolan di antara kami setelah motor tua itu masuk ke dalam hutan yang lebat setelah tadi melewati desa, jalan yang kami lewati berupa jalan makadam yang lumayan tidak mulus heheheh.

“Hati –hati Mad, gak usah ngebut, bisa bahaya kalau ngebut”

“Kita harus cepat sampai rumah pak.. eh mas,  karena eee….. karena rumah dalam keadaan kosong, saya takut kalau ada maling mas”

Kulihat jam tanganku, ternyata sekarang sudah pukul 17.30… tapi keadaan di hutan sudah gelap,  kemudian Mamat memacu motor nya lebih kencang lagi hingga motornya mantul mantul ndak karuan

Dari terminal bus menuju ke desa setempat kemudian ke rumah penggergajian cukup jauh juga, mungkin ada sekitar 15 km jaraknya. Hanya trayeknya yang agak serem, karena setelah sepuluh kilometer, sisanya adalah hutan, jalan makadam yang berupa tanah dan batu di antara hutan pohon sengon.

“Mad, jangan terlalu kencang, bahaya Mad” ketika kurasa motor ini berjalan semakin kencang di jalan yang parah ini

Mamad tidak menjawab peringatanku, dia juga tidak mengurangi laju motornya, akibatnya yang ku takutkan pun terjadi….

…BRAAAK!...

Di depan ada sebuah batu yang runcing, dan batu itu memecahkan ban motor yang memang sudah waktunya diganti, karena sudah gundul mungkin. Motor oleng ke kiri dan akhirnya berhenti setelah menabrak semak semak.

“Ini yang aku takutkan Mad, makanya tadi kamu kan aku suruh pelan saja”

“Iya mas, maaf. Kita tuntun saja motor ini mas, di depan kira-kira satu kilometer lagi sampai kok”

Dengan tas ransel berisi pakaian yang ada di punggung aku berjalan dengan Mamad menuntun motor. Karena motor sudah dalam keadaan mati, akibatnya lampu motor yang memang tidak terlalu terang itu pun tidak nyala.

“Heeeuwww, untung aku bawa senter kecil Mad”

Kuambil senter dari dalam ranselku, kemudian menyalakan senter itu, cahaya senter itu lumayan terang juga  hingga bisa menerangi pepohonan dalam jarak yang lumayan jauh

“Iya mas, kita sebentar lagi sampai kok mas” jawab Mamad sambil mendorong motor tua ini

Aku merasa aneh disekitar sini, aku mencium bau wangi yang tipis sekali, tapi mungkin saja bau wangi itu berasal dari bau bunga yang ada disini kan bisa saja.

“Mad, kamu cium bau wangi ndak tadi Mad?”

“Ndak pak eh mas, wong disini bau tanah basah dari tadi mas”

What… lalu bau wangi itu bau dari apa? Pikiranku kemudian berkelana kemana mas Am

02. RUMAH PENGGERGAJIAN KAYU

Kami berjalan dengan hati-hati karena kami takut kalau ada lubang yang banyak tersebar di jalan makadam ini.

“Di depan sana mas, rumah yang akan kita tempati”

“Wuih lumayan juga ya dari kota kecil tempat tadi bis berhenti di terminal. Kemudian masuk ke desa, kemudian kita masuk hutan Mad”

Kami percepat langkah karena rumah penggergajian kayu itu sudah dekat dan dalam keadaan gelap gulita.

“Kenapa kok gelap gitu Mad, apa kamu belum nyalakan lampu?”

“Hehehe belum mas, tadi saya pikir kita sampai sini tidak terlalu malam mas”

kulihat jam tanganku, dan sekarang ternyata sudah pukul 18.30. lumayan lama juga perjalanan ini, tapi mungkin kalau tidak ada insiden ban motor pecah tidak akan selama ini lah.

Kami akhirnya sampai juga di sebuah rumah mungil yang terletak di tengah hutan setelah berjalan kaki di tengah hutan dengan hanya berbekal senter ku saja.

Rumah ini tidak begitu besar dengan pagar yang terbuat dari kayu yang sudah diserut kasar dan ditata sedemikian rupa hingga rapi.

Pagar rumah ini mungkin hanya setinggi dadaku, sehingga  mungkin yang ada di dalam rumah masih bisa melihat pemandangan yang ada di hutan.

Rumah berdinding batu bata dan sebagian kayu ini letaknya memang di tengah hutan, dan jauh dari lokasi penduduk. Tapi demi pundi-pundi untuk bekal nikah, apapun aku akan kerjakan.

Mamad mengeluarkan anak kunci yang dia kantungi, ada banyak anak kunci yang berbandul bola bekel itu. kemudian dia membuka gembok pagar.

Kuamati dengan menggunakan senterku, ternyata pagar rumah ini tidak mengelilingi rumah penuh, pagar rumah ini hanya di sekitar halaman rumah saja, sedangkan samping rumah tidak ada pagarnya, jadi dinding rumah langsung menghadap ke hutan.

“Tunggu disini dulu mas Agus, saya akan nyalakan lampu petromaksnya dulu”

“Halah, kita barengan saja nyalakan lampunya agar cepat, disini ada tiga lampu kan sesuai dengan omongan pak Wandi?” tanyaku

“Iya mas, ada tiga lampu tetapi yang satu rusak mas, mungkin karet gasnya sudah keras, harus diganti, tapi saya belum sempat mas hehehe”

Lampu petromaks yang ternyata sudah disiapkan di ruang tamu kemudian nyala juga, satu buah ditaruh di ruang tamu, sedangkan satunya dia taruh di antara dapur dan kamar mandi.

“Di dalam kamar ada lampu minyak mas, kan kalau di kamar tidak perlu cahaya yang terlalu terang kan mas”

“Iya Mad, lalu dimana tempatku tidur dan menaruh barang-barangku ini?”

“Mas Agus tidur di bekas kamar pak Wandi saja mas, sedangkan saya tidur di kamar belakang itu mas” tunjuk Mamad

Mamad menunjukan sebuah kamar yang masih gelap, tetapi karena terkena cahaya dari petromaks, kamar ini menjadi terang.

Di dalam kamar yang mungkin berukuran 3x4 meter ini hanya ada satu tempat tidur dan satu lemari pakaian yang ada di pojokan.

“Mas Agus kalau mau mandi sudah saya timbakan air mas, jadi silahkan mandi. Di rumah ini sumur letaknya ada di balik dinding kamar mandi mas, diluar yang ke arah mesin penggergajian” kata Mamad menjelaskan posisi sumur

“Ndaklah Mad, saya tidak mandi dulu, hawa disini dingin sekali soale Mad”

“Oh iya mas Agus untuk makan malam, saya sudah masakan nasi dan telor dadar di dapur, monggo kita makan malam kalau mas Agus sudah siap"

Rumah yang setelah kondisinya terang sekarang menjadi jelas, di ruang tamu hanya ada satu set meja kursi yang terbuat dari kayu dan anyaman rotan yang sudah usang, kemudian di belakangnya ada sebuah buffet kecil tua yang didalamnya hanya ada sebuah radio kaset jadul.

Di lantai bawah buffet ada sebuah accu (aki) yang berukuran besar, mungkin accu yang digunakan untuk truk karena ukuranya yang lumayan besar.

Kemudian dibalik buffet hanya ada dapur sederhana dan meja makan yang juga terlihat tua. Di sebelah dapur yang merangkap meja makan adalah kamar mandi.

Rumah ini mempunyai dua kamar, di depan dan di belakang. Kamar depan yang akan aku tempati sedangkan kamar belakang yang ditempati oleh Darsamad atau Mamad.

“Malam ini mas Agus istirahat dulu saja, karena pengiriman log kayu atau kayu gelondongan baru ada besok malam mas. Tapi sebelum tidur lebih baik mas Agusmakan dulu saja”

“Kamu sudah lama kerja disini Mad?”

“Saya baru dua bulan ada disini mas, saya menggantikan anak buah pak Wandi yang sakit dan akhirnya mengundurkan diri mas”

Aku mengambil piring yang ada di rak piring. Di meja makan atau lebih tepatnya meja tulis yang dibuat sebagai meja makan ada piring yang berisi dua buah telor dadar dan satu buah tempat nasi yang terbuat dari anyaman bambu. Serta ada satu teko kopi yang masih hangat.

“Ini tadi saya masak sebelum jemput mas Agus Apa kopinya mau dipanasin lagi mas?” tanya Mamad sambil memegang teko kopi

“Ndak usah Mad, ini sudah cukup kok, yang penting itu ada kopinya dan ada nasi hehehehe”

Setelah makan, aku keluarkan rokok kesayanganku yang berjenis kretek, rokok kretek yang banyak dijumpai dimanapun, baik di kota maupun di desa. Sehingga tidak sulit untuk mendapatkan rokok yang begitu nikmat ini.

“Rokok Mad. Nih ambil saja, habis makan ndak rokokan itu sama saja dengan habis ngising tidak wawik Mad heheheh. Ayo kita rokokkan di depan Mad, tadi aku lihat di depan ada bangku panjang untuk cangkruk ya”

“Eh iya mas Agus, eh tapi saya lebih suka merokok di  dalam saja, karena diluar itu dingin mas”

Hmm ada apa ini, kenapa Mamad ndak mau kalau merokok di luar, masak alasanya hanya karena diluar hawanya dingin, alasan yang tidak masuk akal menurutku. Padahal di luar hawanya sejuk khas sejuknya hutan dan bau tanaman serta pohon.

Atau dia sudah bosan dengan keadaan hutan yang tiap hari dia lihat selama dua bulan ini, mungkin bagi Mamad suasana kota lebih menarik dari pada alam yang natural, beda dengan ku yang lebih suka suasana natural

“Ya sudah kalau begitu Mad. Oh iya besok ada kegiatan penggergajian?”

“Ada mas ada sekitar 10 cbm log sengon yang harus dipotong untuk dijadikan palet sesuai pesenan bos mas. Log sengon itu pembelian waktu masih ada pak Wandi disini”

“lebih baik mas Agus tidur awal dulu mas, karena besok pagi-pagi mungkin ada solar dari  bos yang akan datang, Jadi mas Agus yang akan merekap solar itu, apakah sesuai dengan pesanan pak Wandi sebelumnya atau tidak, sesuai dengan buku yang direkap pak Wandi sebelumnya”

Waduh belum belum kok sudah ada hitungam solar ya heheheh, aku ini paling tidak suka dengan yang namanya hitung hitungan, tapi ya terpaksa harus bisa hitungan juga disini, karena gimana gimana aku harus cari uang untuk biaya nikah hihihihi.

“Mas, saya mau tidur dulu, karena besok saya harus bangun pagi untuk menyiapkan segala keperluan dan menunggu kiriman solar yang akan datang ke sini”

“Iya Mad, saya mau disini dulu untuk sementara waktu, saya mau menikmati udara segar hutan pada malam hari Mad”

Ku buka pintu rumah karena saat ini belum ngantuk sama sekali, yah sudah kebiasan ketika aku tinggal kampung, aku selalu tidur pada tengah malam, kubuka pintu rumah karena hawa di dalam rumah ini cukup gerah apalagi setelah aku dan Mamad selesai merokok.

Heemmm suasana hutan yang cukup menyenangkan karena berbagai suara binatang hutan yang saling bersahut sahutan cukup membuat suasana menjadi ayem. Inilah mungkin akhir dari pengangguranku heheheh, semoga aku betah tinggal disini tanpa pacarku yang akan segera kulamar.

Meskipun hanya gelap gulita yang ada di halaman depan rumah, jelas gelap wong lampu petromak hanya ada di ruang tamu dan di dekat kamar mandi saja, tapi aku cukup menikmatinya.

Kuperhatikan keadaan di halaman rumah yang gelap, tapi di depanku ini agak terang karena area di depanku terkena sedikit cahaya lampu Petromaks yang berasal dari dalam rumah.

TOK….klotak…klotak….klotak…klotak….

Tiba-tiba ada suara seperti batu atau atau apalah di atas atap rumah, awalnya aku kaget. Tapi aku berusaha berpikir logis saja… mungkin itu biji pohon yang terbawa oleh kelelawar dan jatuhnya tepat di atap rumah ini.

Atap rumah ini jelas menggunakan genting dan dengan kemiringan atap yang lumayan sehingga apabila ada benda yang jatuh di atasnya bisa menimbulkan suara kemlotak.

Ya sudahlah, cukup di luar sini untuk sementar ini, ternyata setelah menghirup udara hutan yang lembab dan dingin ini mataku semakin lama semakin tidak bisa diajak kompromi.

Setelah masuk ke dalam rumah kemudian kututup pintu depan dan sekalian kukunci….

Kuambil tas ranselku yang ada di ruang tamu dan kubawa menuju ke kamar yang ada di depan.

"Huuuff cahaya lampu teplok itu hanya  bisa menerangi sedikit bagian kamar yang ada di sekitar lampu teplok itu saja"

Kubongkar tas ransel yang berisi pakaian, sabun mandi, sikat gigi dan odol.

Sebelum tidur sesuai kebiasaan di rumah aku selalu menggosok gigi. Akhirnya kutemukan juga sikat gigi

Aku keluar kamar dan menuju ke kamar mandi yang ada di belakang, tetapi masih di dalam bangunan ini.

Masih untung kamar mandi itu ada dalam bangunan ini, biasanya standar rumah di desa-desa untuk kamar mandi ada di  luar bangunan utama.

Untungnya lampu petromaks ini nyalanya masih terang, berarti minyak gasnya masih penuh. Ketika akan kubuka pintu kamar mandi, aku melihat sebuah pintu, eh ternyata di bagian belakang ini ada pintu lagi, mungkin ini adalah pintu yang menuju ke tempat penggergajian.

“Ah besok pagi saja kulihat ada apa aja yang ada di balik pintu itu”

“Hmm kamar mandi ini tidak jelek juga keadaanya, meskipun lantainya agak kotor. Lumayanlah untuk berlama lama di dalamnya heheheh” gumamku sambil tersenyum

Untung bak mandi sudah terisi air, kalau tidak alamat aku harus ngangsu/nimba air dari belakang, yang penting sekarang aku harus tidur, karena besok pagi beberapa kegiatan sudah menungguku.

Setelah cuci muka dan gosok dingin dengan air yang bisa dibilang dingin sekali ini, akhirnya aku sudah ada di dalam kamar tidurku.

“Hmmm ternyata sekarang baru pukul 21.00 pantas aku belum ngantuk sama sekali, tapi suasana yang tenang dengan berbagai bunyi binatang malam makin membuatku menjadi ngantuk……” gumamku pelan

*****

Aku tiba-tiba terbangun ketika mendengar suara langkah kaki yang ada di bagian luar rumah ini. Jadi kamar ini bagian luarnya sudah hutan, tidak ada lagi pagar, hanya hutan yang gelap.

Ketika kulihat jam tangan ternyata aku baru tidur tiga jam saja, saat ini pukul 24.00. tapi siapa yang berjalan di samping rumah ini pada jam segini?

……Tap…tap…tap..kresek..kresek……

Suara langkah kaki yang menginjak daun kering terdengar lagi oleh telinga, siapa yang malam-malam gini berjalan di samping rumah. Ah mungkin itu suara langkah kaki si Mamad yang lagi mengambil sesuatu di luar sana.

Aku berusaha melanjutkan tidur lagi, tapi mataku sama sekali tidak bisa kupejamkan, mungkin ini akibat dari kopi yang disediakan oleh Mamad tadi.

Apa yang harus kulakukan di sini, aku sudah tidak ngantuk sama sekali, tapi ndak papalah, aku bisa dengar suara binatang malam yang bikin adem pikiran.

03. DIMULAINYA YANG TIDAK WAJAR

Aku terbangun ketika mendengar suara mobil bermesin diesel mendekati rumah ini. dan kemudian mobil itu membunyikan klaksonnya beberapa kali.

“Solaaaaarrrr!...Solaaaarrrr”

Suara teriakan orang yang ada diluar pagar. Suara teriakan itu keras sekali.

“Masuk gerbang belakang boooss”

Jawab suara yang dikenal sebagai suara Mamad

Mobil itu kemudian menyalakan mesin nya lagi dan kemudian berjalan menuju ke arah belakang, sesuai dengan yang tadi disuruh Mamad.

Kulihat jam tanganku, ternyata sekarang sudah pukul 02.30, berarti solar datang pada jam-jam segini, aku penasaran untuk lihat keluar apa yang ada di belakang.

Rencanaku keluar dari kamar depan untuk menuju ke pintu yang menghubungkan dengan bagian belakang rumah, yaitu tempat untuk melakukan penggergajian kayu.

Tapi ketika kubuka pintu kamar, ternyata lampu petromak yang ada di ruang tamu dan ruang belakang sudah mati, keadaan menjadi gelap gulita.

Lampu petromak mati biasanya karena minyak tanahnya sudah habis. Karena lampu seperti ini itu rakus minyak tanah.

Tapi keadaan gelap ruangan ini tidak menghalangiku untuk melangkahkan kaki menuju ke arah belakang rumah.

Aku penasaran kenapa pengiriman solar kok datang pada jam segini.

Langkahku terhenti ketika aku mendengar suara dengkuran yang amat keras. Suara dengkuran yang semenjak malam hingga pagi ini terdengar di telinga.

“Lho…suara dengkuran ini kok berasal dari kamar ini, kamarnya Mamad?”

"Bukanya dia ada di luar?"

"Suara dengkuran ini kan yang kudengar dari semalam hingga sekarang. Lha tadi yang teriak masuk gerbang belakang siapa lho?"

Bulu kudukku meremang, darah yang ada di tengkuk berdesir cepat ketika di bagian belakang rumah tidak terdengar aktivitas sama sekali, hanya sepi dan suara hewan malam saja yang terdengar

Aku merasa ada yang aneh, tetapi tidak ada apa-apa di sekitar kamar mandi dan dapur rumah ini, hanya gelap gulita dan perasaan berdebar debar saja yang sekarang kurasakan.

“Aduuuh  kenapa aku bisa keluar dari kamar semudah mendengarkan orang yang berteriak solar, tapi apa iya sih, suara orang ngorok itu adalah Mamad yang ada di kamarnya?” gumamku lirih

Tapi anehnya aku ndak bisa membalikan badan ketika akan kembali ke kamar

“Yang bisa aku lakukan hanya menatap pintu belakang rumah, apa yang terjadi pada diriku?”

“Kenapa aku merasa ada sesuatu yang sedang memperhatikanku dari belakang, sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan ku ini?” batinku

Pelan-pelan kubalikkan tubuhku sambil membaca surah apa saja yang pernah aku pelajari waktu sekolah, tetapi aku tetap saja merasa ada yang sedang memperhatikan aku, tidak ada yang bisa kulakukan kecuali masuk kembali ke kamar.

Aku berjalan mundur pelan-pelan hingga merasa punggungku menabrak sesuatu yang sangat dingin!.

“Allahuakbaaar!” pekik ku dengan keras.

Suara teriakan ku ternyata membangunkan Mamad, pintu kamar Mamad dibuka dari dalam, tetapi aku belum berani untuk menoleh ke arah Mamad, karena aku merasa benda dingin itu masih ada di punggungku.

“Ya Tuhaaan, mas Agus.. ngapain ada disini malam-malam kayak gini?” kata Mamad yang ada di ambang pintu kamarnya sambil membawa lampu minyak yang tadinya dia taruh di dinding kamarnya

“Ndak papa Mad, saya cuma mimpi saja tadi” aku baru berani menoleh ke arah Mamad yang ada di sampingku

“Ya sudah mas Agus, kembali tidur saja mas, jangan keluar kamar pada jam-jam segini, kalau mau keluar kamar, bangunkan saya mas. Ketuk-ketuk dinding kamar saya saja” kata Mamad yang kemudian masuk ke kamarnya lagi

Apa sebenarnya yang terjadi disini, kenapa aku sampai bisa ada di luar kamar? Apakah gara-gara tadi ada yang teriak solar-solar dan ada suara Mamad yang menjawab mengarahkan menuju ke belakang?.

Kurebahkan tubuh di kasur isi kapuk yang sudah lepek lagi, meskipun kasur ini berisi kapok, tetapi masih nyaman untuk dibuat tidur. Kupaksa untuk memejamkan mata, tapi ingatanku tentang yang tadi masih saja tidak hilang.

Tidak terasa rasa kantuk kembali menyerang, dan tidak ada lima menit aku pun tertidur karena aku terlalu lelah untuk berpikir lagi.

*****

Pagi yang Indah di tengah hutan, suara burung yang saling bersahut sahutan menambah kesan alami di sekitar sini. Pagi yang sejuk dengan sinar matahari pagi yang masuk ke dalam kamar yang kadang terhalang dedaunan.

“Tadi malam ada apa mas Agus, kenapa ada di depan kamar mandi. Memangnya mau kencing mas?”

“Mungkin saya semalam bermimpi Mad, saya dengar suara mobil di samping kamar, kemudian ada suara orang berteriak solar….solar, kemudian kamu jawab agar mobil itu ke belakang saja”

“Karena saya penasaran dan kepingin tau proses pembelian solar, maka dari itu saya bangun dan keluar dari kamar Mad, dan ternyata di luar kamar keadaanya sepi dan gelap”

“Ndak papa mas, mungkin mas Agus sedang capek sehingga mudah sekali bermimpi yang tidak-tidak mas” jawab Mamad sambil menyeruput kopi susunya.

“Pekerja datang jam berapa Mad, kok masih sepi saja jam segini” aku lihat jam tanganku dan saat ini sudah pukul 07.10

“Sebentar lagi mereka akan datang mas, mereka cuma ada lima orang saja kok, nanti mas agus akan saya kenalkan kepada mereka semua”

“Eh lebih baik mas Agus segera mandi saja, karena setelah ini keadaan disini akan ramai dan sibuk mas, oh ya, tadi saya masak mie instan rebus dan telor dadar mas, silahkan makan dulu mas sebelum mandi hehehe” kata Mamad

Aku beranjak dari kursi panjang yang ada di depan rumah, tempat ini benar-benar menenangkan rasanya, sejuk dingin dan banyak suara binatang hutan yang saling bersahutan.

Tapi apakah aku akan kerasan ada disini yang tidak ada orang lain selain Mamad, dan tidak ada hiburan apapun selain radio.

Mamad masih ada di depan rumah, dia masih duduk di kursi panjangnya sambil meminum kopinya, dan keadaan disini masih sepi tanpa ada satupun pekerja yang datang, tapi kenapa pintu yang mengarah ke belakang belum juga dibuka oleh Mamad?

“Mad… kenapa pintu belakang belum kamu buka Mad, saya kepingin lihat ke bagian belakang Mad” teriakku dari sisi dapur

“Nanti saja mas Agus jangan dibuka sekarang, biarkan anak-anak datang dan membersihkan halaman belakang dulu mas, nanti baru akan saya buka pntu itu” jawab Mamad yang kemudian melangkah masuk menuju ke dalam rumah

“Ya sudah Mad, saya mandi dulu saja”

“Lha gak sarapan dulu mas Agus” tanya Mamad yang ada di depan pintu kamarku

“Nanti saja Mad, setelah mandi saya baru sarapan”

Baru pertama ini aku mandi di rumah ini, karena semalam aku tidak mandi, maklum hawa disini dingin sekali dan yang pasti waktu malam hari kamar mandi ini nampak seram juga.

Kamar mandi khas di daerah pedalaman dimana antara bagian untuk mandi dan bagian untuk buang air besar dipisah oleh sekat tembok, sehingga yang mandi tidak bisa melihat keadaan tempat buang hajat.

Eh sebenarnya aku penasaran dengan kata-kata hajat. Ada kata buang hajat yang artinya buang air besar, ada lagi kata Hajatan yang artinya adalah sebuah acara. Jadi yang benar kata hajat itu apa sih arti sesungguhnya?.

Sudahlah lupakan kata hajatan, yang pasti aku merasa agak aneh juga mandi sini karena aku tidak bisa melihat keadaan tempat buang hajatnya.

Tapi tidak akan ku tengok lah karena yang pasti tempatnya gitu gitu juga, sebuah kloset jongkok yang kotor lah pastinya.

“Kamar mandi ini agak kotor dan licin sekali lantainya. Besok-besok aku beli pembersih lantai lah, biar agak bersihan dikit keadaan kamar mandi ini, bukanya aku akan tinggal disini agak lama kan” batinku

“Aku pasti akan selalu datang ke kamar mandi ini, dan pasti akan selalu mengunjungi kloset, karena dalam sehari aku bisa ngising sampai tiga kali hihihihi” gumamku sambil tersenyum

Aku mulai mandi, seperti biasanya aku kalau mandi selalu membasahi rambutku, agar terasa segar kepalaku, tapi…

Ada yang sedikit aneh disini, tiap aku mengguyur kepalaku, aku merasa ada yang sedang melihatku dari depan. Beberapa kali tiap air dari cebok atau gayung diguyurkan ke kepalaku, aku merasa ada yang sedang melihatku!

Tetapi ketika kuusap mukaku, tidak ada siapapun di kamar mandi ini, kutengadahkan wajahku ke atap kamar mandi, ternyata kamar mandi ini tidak ada plafonya.

Atas kamar mandi ini hanya ada kayu usuk yang bersilangan di atas, diatas kayu usuk tentu saja genting yang sudah menghitam warnanya.

“Hmmm kayu usuk yang satu itu kenapa lebih besar dari pada yang lainya ya?” gumamku ketika kulihat ada sebuah kayu usuk yang melintang dari ujung ke ujung atas kamar mandi

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!