NovelToon NovelToon

BERI AKU CINTA

BAB 1. KEMBAR TAPI BEDA PEMIKIRAN

"Van...hari ini aku minta tolong dong! Jemputkan Annisa di sekolah, soalnya mang Diman tidak masuk, karena istrinya melahirkan. Saat ini kepalaku pun sedang pusing dan sejak kemaren mual di perutku juga belum hilang, takutnya aku pingsan di jalan. Kamu tahu 'kan, bagaimana jika penyakit asam lambung ku, kambuh?" ucap Devina.

Devani pun mengangguk, lalu dia teringat sesuatu, "Tapi Vin...mungkin agak telat, soalnya hari ini aku ada ujian, takutnya kalau aku terburu-buru mengerjakannya, ntar aku nggak lulus lagi, bisa-bisa benar kata kalian, aku jadi mahasiswa abadi. Maklum deh...otakku 'kan pas-pasan, tidak brilian seperti otakmu!" ucap Vani sambil menyeringai dan menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Nggak apa-apa deh, nanti aku telepon bu guru, jika kamu telat menjemput Annisa. Jadi, biar Nisa menunggu kamu di ruangan guru," ucap Devina.

"Apa suamimu tidak bakal marah Vin, jika ketahuan aku yang menjemput putrinya? Kamu 'kan tahu sendiri, Mahen tidak suka, jika aku terlalu dekat dengan kalian. Aku cuma akan membawa pengaruh buruk terhadap keluarganya," ucap Vani.

"Bukan begitu Van, Kak Mahen hanya ingin kamu itu berubah, tinggalkan kebiasaan burukmu dan fokuslah pada perkuliahan. Aku saja yang kuliah sambil mengurus anak sudah selesai, nah kamu! Mau sampai kapan? menyandang status mahasiswa terus," ucap Devina.

Flashback

Devina memang menikah dini, saat dia telah menyelesaikan ujian akhir SMU. Hal itu disebabkan karena permintaan Mahen dan keluarganya.

Mahen saat itu akan ditugaskan untuk mengurus bisnis keluarga yang ada di negara asal Emir, papanya Mahen, yaitu Turki.

Namun Mahen mengajukan syarat, dia mau berangkat asalkan dinikahkan terlebih dahulu dengan gadis yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama saat dirinya berkunjung ke perusahaan Andalas, milik Andara, papa Devina dan Devani.

Kedua belah pihak pun akhirnya setuju, tapi Papa Andara juga punya syarat, setelah menikah Devina harus tetap tinggal bersamanya untuk melanjutkan pendidikan.

Walaupun berat hati, Mahen akhirnya setuju dan dia berjanji, sebulan sekali akan pulang ke tanah air untuk menjenguk sang istri. Dan Mahen meminta jika Devina libur kuliah untuk gantian mengunjunginya sekaligus agar mereka bisa berbulan madu.

Dua bulan setelah pernikahan, Devina merasa heran, kenapa menstruasinya tidak kunjung datang dan dia tidak merasakan tanda-tanda apapun yang mengacu kepada kehamilan.

Karena penasaran dan takut mengidap penyakit lain, Devina memutuskan untuk bercerita kepada sang mama dan juga kepada Devani, lalu tanpa menunda lagi ketiganya pun pergi ke dokter.

Dokter memeriksa Devina dan menanyakan kapan terakhir dirinya menstruasi. Setelah melalui beberapa tes, akhirnya beliau memberi selamat bahwa Devina akan segera menjadi seorang ibu.

Selama masa kehamilan, Devina tidak mengalami ngidam sedikitpun. Dia hanya lebih manja, inginnya Marhen sering menelepon walau hanya sekedar bertanya dirinya sudah makan atau belum.

Kehamilan Devina tidak sedikitpun menghambat perkuliahannya, dengan tetap semangat dia menjalani kegiatannya hingga menjelang melahirkan.

Setelah melahirkan dan istirahat untuk beberapa waktu, Devina pun kembali aktif di kampus, dia semangat mengejar target agar bisa lulus secepatnya dengan nilai cumlaude, hingga kedepannya, Devina bisa lebih fokus mengurus keluarga sesuai harapan Mahen.

Dan sejak kelahiran Putri Annisa, Mahen tidak betah lagi untuk tinggal di Turki, akhirnya dia meminta Hansen, adiknya yang kuliah di London untuk pulang.

Mahen meminta Hans pindah kuliah dan menggantikan dirinya untuk menjalankan perusahaan mereka yang ada di Turki setelah mendapatkan persetujuan dari sang Papa.

Kebersamaan mengurus Annisa, membuat rumah tangga Mahen semakin bahagia walaupun mereka masih saja tinggal di istana orangtua.

Andara dan Intan, yang tahu putrinya memiliki penyakit asam lambung akut sejak usia 12 tahun, tidak mengizinkan anak dan menantunya itu untuk tinggal jauh dari mereka, apalagi sejak kelahiran Annisa. Perhatian mereka pun jadi fokus kepada rumah tangga Devina.

Hal itu membuat Devani merasa terabaikan. Dia merasa semua orang lebih menyayangi keluarga saudara kembarnya itu ketimbang dirinya.

Tanpa mereka sadari, Devani semakin menjauh, dengan alasan sering keluar rumah untuk mengerjakan tugas bersama teman-teman kuliahnya.

Devina sebagai Kakak tidak curiga, karena mereka memang beda kampus dan tentu saja beda jurusan. Devina mengambil jurusan ekonomi sedangkan Devani mengambil jurusan tehnik sesuai dengan jiwanya yang sedikit tomboi.

Ternyata Devani terlibat pergaulan bebas dengan para pemuda pembalap motor, hingga dirinya terkadang ikut-ikutan dengan kegiatan yang temannya itu lakukan hingga membuat kuliahnya berantakan dan nyaris putus di tengah jalan.

Devina akhirnya lulus, menyandang gelar sarjana dengan nilai cumlaude sementara adik kembarnya Devani masih harus mengulang mata kuliah untuk beberapa semester.

Pergaulan Devani di luaran, akhirnya di ketahui oleh Mahen dan dari sinilah awal masalah retaknya hubungan antara adik dan kakak ipar tersebut.

Mahen sudah berusaha menasehati, meminta Devani untuk meninggalkan pergaulan buruknya dan fokus saja kepada perkuliahan, tapi Devani merasa tidak senang.

Hingga akhirnya Mahen tidak peduli lagi terhadap Devani, dia memilih lebih posesif terhadap anak dan istrinya untuk melindungi mereka dari dampak buruk, sikap serta pergaulan Devani yang menurutnya salah.

Saat Devina melihat adik kembarnya itu masih saja acuh terhadap nasehatnya, kemudian diapun berkata lagi, "Apa kamu mau hidup seperti ini terus Van? usiamu tidak muda lagi, kamu itu sudah pantas untuk menikah dan kalau bisa, kamulah yang meneruskan usaha Papa, kasihan 'kan Papa? Kalau aku tidak mungkin lagi Van, Kak Mahen nggak bakal setuju jika aku bekerja, dia ingin aku fokus di rumah, mengurus keluarga."

"Nah! Itu salah satu yang aku tidak suka dari suamimu itu, dia selalu mengekangmu, padahal kemampuan dan kecerdasanmu bisa jadi diatas dia, dalam mengelola perusahaan. Dasar pria egois! posesif! Dia pasti takut jika melihatmu lebih maju darinya," ucap Devani ketus.

"Sudahlah Van! Kamu jangan menyalahkan Kak Mahen terus, dia hanya ingin membuat rumah tangga kami bahagia, lagipula apa yang dia punya dan hasilkan sekarang, sudah lebih dari cukup dan tidak akan habis untuk tujuh keturunan. Jadi untuk apa aku kejar karir dan harta, jika rumah tanggaku nantinya bakal berantakan. Bukankah surga seorang istri itu ada pada suami Van? jadi aku ingin mencium aroma dan masuk ke dalam surga itu nantinya."

"Aku tidak sependapat denganmu Vin, emansipasi wanita harus aku perjuangkan. Aku tidak mau hidup dalam kekangan pria, aku mau bebas, hidup cuma sekali untuk apa jika hatiku tidak bahagia. Padahal menjadi pengusaha sukses adalah cita-citamu sejak kecil dan dulu kita sepakat, tidak akan ada satu orangpun yang boleh mengekang keinginan kita untuk maju. Eh... setelah kehadiran Mahen, semuanya berubah. Kamu bukan lagi Devina yang dulu, Devina yang punya semangat berapi-api. Mahen telah mengambil dan menjauhkanmu dariku," ucap Vani sedih sambil berbalik meninggalkan Kakaknya untuk bersiap pergi ke kampus.

"Van...tunggu! Kamu salah paham! Tidak lama lagi kamu pasti akan mengerti!" teriak Devina.

"Tidak akan! Aku tidak bisa mengerti jalan pikiranmu lagi. Kamu telah berubah Vin! Aku benci Mahen! Aku benci dia! dan masa bodoh dengan pernikahan. Aku tidak akan pernah menikah dengan pria seperti suamimu itu!" jawab Devani dengan suara yang keras, hingga membuat Intan, mama mereka yang sedang berada di kamar terkejut dan bergegas keluar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Namun saat Intan tiba, keduanya telah masuk ke dalam kamar masing-masing. Intan pun hanya bisa menggelengkan kepala, melihat sikap kedua putrinya yang sama-sama keras kepala.

BAB 2. PESAN TERSIRAT

Devina yang sudah berada di dalam kamar hanya menggelengkan kepala, lalu dia bermonolog, "Kamu sebentar lagi pasti akan paham Van, saat dirimu menemukan cinta sejati. Apapun pasti akan kita lakukan, agar orang-orang yang kita cintai bahagia, walaupun itu harus mengorbankan kebahagiaan kita sendiri."

Saat Devina hendak merebahkan dirinya di atas kasur, tiba-tiba muncul kembali rasa mual yang sangat hebat, hingga dia hampir saja tidak bisa menahannya.

Devina pun buru-buru berlari ke kamar mandi, keringat dingin sudah mulai bercucuran dan wajahnya juga pucat pasi seperti mayat.

Akhirnya tanpa bisa di tahan lagi Devina memuntahkan semua isi perutnya tanpa tersisa lagi hingga cairan kuning yang sangat pahit pun ikut keluar. Selesai muntah, tubuh Devina terkulai lemas dan akhirnya luruh ke lantai.

Devina sejenak mengumpulkan tenaga, lalu dia berusaha bangkit dan berjalan sempoyongan menuju dapur. Dia ingin membuat teh jahe untuk mengembalikan tenaga dan menghilangkan rasa mual di dalam perutnya.

Mbok Ijah, pembantu yang sejak Devina dan Devani kecil sudah bekerja di rumah itu, merasa terkejut saat melihat majikannya datang sempoyongan ke dapur dengan wajah yang sangat pucat.

"Non Vina kenapa? Non sakit ya? Wajah Non pucat sekali," tanya Mbok Ijah khawatir.

"Biasalah Mbok, mungkin penyakit asam lambungku sedang kambuh," jawab Devina.

"Non...mau Simbok buatkan teh jahe?"

"Iya Mbok, tapi jika Mbok sedang repot, biar aku buat sendiri saja, Mbok lanjutkan pekerjaan, aku bisa kok.

"Nggak repot kok Non, biar Mbok saja yang buat, Non tunggu sebentar ya!" ucap Mbok Ijah sambil memanaskan air dan mengupas jahe.

Devina pun duduk di kursi yang ada di sana sembari menunggu teh jahenya selesai.

Mama Intan yang tadi sempat melihat Devina keluar dari kamarnya menuju ke dapur segera turun dari lantai atas untuk menemui putri sulungnya itu.

"Sedang apa Vin?" tanya mama Intan yang berdiri di belakang Devina.

"Eh...Mama, Vina sedang menunggu teh jahe yang sedang dibuat Simbok Ma!"

"Kamu kenapa, muntah lagi?" tanya Mama khawatir.

"Iya Ma, mungkin penyakit asam lambung ku sedang kambuh," jawab Devina.

"Jangan-jangan kamu hamil Nak?"

"Nggak mungkin Ma, Vina 'kan ikut program KB, suntik pertiga bulan, jadi sudah biasa, menstruasi tidak normal datangnya, setiap bulan."

"Tapi bisa saja 'kan Vin, kamu telat suntiknya. Lebih baik kita periksa ke dokter besok ya, biar lebih jelas atau kita telepon saja agar dokter datang kesini," ucap mama Intan.

"Besok saja Ma, sekalian kita singgah ke kantor Kak Mahen. Bukankah besok kita di minta kesana untuk makan siang bersama karyawan dalam rangka syukuran atas keberhasilan tender baru mereka," ucap Devina.

"Oh iya, Papa tadi sudah bilang ke Mama. Tapi Vin, Papa besok berangkat langsung dari kantor, kita berangkat bertiga ya dari sini."

"Kalau Vani mau Ma, kita tahu sendiri 'kan bagaimana hubungan Vani dengan Kak Mahen? lagipula dia juga masih ujian. Oh ya Ma, Vani sudah berangkat kuliah?" tanya Devina.

"Sepertinya sudah, Mama tadi mendengar suara mobilnya keluar pekarangan. Ada apa memangnya Vin?"

"Aku tadi minta tolong Ma, agar nanti Vina yang jemput Annisa, Mang Diman 'kan nggak masuk dan aku kurang enak badan takut kenapa-kenapa di jalan."

"Iya, tapi dia mau 'kan jemput Annisa?"

"Mau Ma, tapi rada telat karena dia harus selesaikan ujian dulu."

"Oh...kalau begitu baguslah. Annisa bisa menunggu sebentar bersama gurunya. Kamu sudah telepon pihak sekolah atau belum Vin? bahwa Devani telat menjemput Annisa?"

"Belum Ma, sebentar lagi. Aku mau minum teh jahe dan obat sakit kepala dulu, barulah menghubungi guru Annisa. Oh ya Mbok, sudah siap apa belum teh jahenya?" tanya Devina

"Ini Non, sudah siap kok! Silahkan diminum Non, mumpung hangat dan ini air mineral beserta obat sakit kepalanya," ucap Mbok Ijah sambil menyuguhkannya ke hadapan Devina.

Devina mengucapkan terimakasih, lalu diapun perlahan menyeruput teh jahe hangat yang diberikan oleh mbok Ijah dan segera meminum obatnya.

Sementara mama Intan yang melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 pagi terkejut, lalu beliau menepuk keningnya sendiri sambil berkata, "Mama hampir lupa Vin! Mama ke kamar dulu ya, mau bersiap, soalnya sebentar lagi teman-teman Mama datang. Mereka mau ajak Mama pergi ke acara amal," ucap mama Intan.

"Iya Ma," jawab Devina.

Belum sempat sang Mama menaiki anak tangga yang akan menuju ke lantai atas, kembali Devina berkata, "Oh ya Ma! Jika besok pagi aku tidak turun untuk mengurus keperluan sekolah Annisa dan keperluan kerja serta sarapan Kak Mahen, aku mohon Devani membantuku ya Ma, untuk melakukannya!"

Sejenak mama Intan tertegun mendengar ucapan Devina, kenapa Devina malah meminta tolong kepada sang adik, sementara dia tahu bahwa Mahen tidak begitu respek dengan Devani dan terkesan menghindar.

Melihat ketertegunan sang mama, membuat Devina melanjutkan ucapannya, "Badanku rasanya lelah dan nggak bertenaga Ma, pasti dengan tiduran dan istirahat yang cukup, kesehatanku akan segera pulih."

"Baiklah Vin, nanti Mama sampaikan ke Devani. Sebaiknya sekarang kamu istirahat, Mama telepon Mahen dulu ya, agar dia menghubungi dokter kalian?"

"Nggak usah Ma, besok saja kita ke rumah sakit, aku tidak mau membuat Kak Mahen khawatir, karena hari ini dia ada pertemuan penting dengan klien luar negeri."

"Baiklah kalau begitu! kamu istirahat gih, Mama ke kamar dulu."

Devina pun mengangguk lalu dia masuk ke dalam kamar setelah menghabiskan teh jahe. Devina membaringkan tubuhnya sambil tersenyum memperhatikan foto pengantin dan foto Annisa yang terpampang besar di tembok kamar tidurnya.

Sebelum memejamkan mata, Devina berkata, "Semoga kalian selalu bahagia," ucap Devina sambil tersenyum.

Kemudian Devina memejamkan mata, belum sempat dia terlelap, terdengar suara mbok Ijah memanggil dan mengetuk pintu kamar, lalu Devina pun berkata, "Masuk Mbok! Pintunya nggak dikunci."

Mbok Ijah membuka pintu sambil menyerahkan telepon rumah tanpa kabel yang merupakan fasilitas dapur agar pemilik rumah mudah berkomunikasi dengan orang-orang dapur seperti Mbok Ijah dan pembantu yang lain.

"Telepon dari siapa Mbok?" tanya Devina seraya bangkit dari rebahannya.

"Dari Tuan, Non. Kata Tuan penting. Saya kembali ke dapur dulu ya Non, takut masakannya gosong."

"Iya Mbok, terimakasih."

Devina pun segera menerima panggilan dari Mahen, "Hallo...ada apa Yang? kata simbok ada hal penting yang mau Kakak omongin ya? Ponselku baterainya lowbat Kak, jadi sedang aku cas. Ini baru aku hidupkan!" ucap Devina menjelaskan ke Mahen sebelum suaminya itu bertanya karena khawatir.

"Oh...pantas Yang, sejak tadi aku telepon, ponsel kamu tidak aktif."

"Ada apa Yang? Kak Mahen 'kan sedang meeting penting, kenapa malah telepon aku?"

"Memangnya tidak boleh telepon istri sendiri? Aku 'kan kangen Yang. Jika saja meeting ini tidak penting, pasti sekarang aku langsung pulang!" ucap Mahen. Entah mengapa, saat ini Mahen begitu merindukan Devina, padahal baru 3 jam dia meninggalkan rumah.

"Kak Mahen ada-ada saja, kita 'kan setiap hari bertemu dan baru berapa jam Kak Mahen pergi? Ini, aroma Kakak saja masih tercium!" ucap Devina sambil senyum-senyum di balik telepon.

Sedang asyik mereka ngobrol tiba-tiba ponsel Devina berdering, terlihat Bu Lisa, guru Annisa sedang memanggil.

Kemudian Annisa berkata kepada Mahen, "Kak...aku tutup dulu ya, itu ada panggilan dari guru Annisa, mana tahu penting, aku janji setelah itu akan VC Kak Mahen."

"Benar ya, Kakak tunggu lho sambil nunggu klien, soalnya mereka belum datang. Awas jika bohong! Nanti malam double hukumannya," ucap Mahen sambil tertawa.

"Iya deh, aku janji Yang..." ucap Devina sambil menutup teleponnya.

BAB 3. KENANGAN TERAKHIR

Devina buru-buru mengangkat panggilan dari guru Annisa, "Hallo...selamat pagi, ada apa ya Bu, Annisa tidak kenapa-kenapa 'kan Bu?" tanya Devina khawatir.

"Oh nggak Bu! Saya hanya ingin memberitahukan, jika kelas sudah selesai dan anak-anak sudah bisa di jemput. Hari ini, para guru ada acara di kantor Dinas Pendidikan, makanya proses belajar mengajar dipercepat selesainya. Kami tunggu satu jam lagi ya Bu, sambil menunggu para orangtua anak-anak yang lain," ucap Bu Lusy.

"Baiklah Bu, terimakasih atas informasinya, kami akan segera menjemput Annisa," ucap Devina.

Setelah Bu Lusy menutup panggilannya, Devina pun berpikir, tidak mungkin menunggu Devani saudarinya selesai ujian untuk menjemput Annisa, jadi dia tidak punya pilihan lagi selain dirinya sendiri yang harus pergi.

Namun sebelum pergi, Devina teringat janjinya kepada sang suami, lalu diapun melakukan panggilan Video.

Mahen yang memang sedang menunggu panggilan dari sang istri segera mengangkatnya. Terlihat di layar senyum sumringahnya, tatkala melihat wajah cantik Devina.

Namun tiba-tiba Mahen mengernyitkan alis dan berkata, "Kenapa wajahmu pucat sekali Yang? Kamu sakit? Aku telepon Dokter ya!"

"Nggak usah Kak, aku tidak apa-apa kok, cuma pusing dan mual saja. Tadi habis muntah, sebentar lagi juga sembuh, paling masuk angin atau penyakit asam lambungku sedang kambuh. Lagipula kalau menunggu dokter datang, tidak akan sempat, barusan guru Annisa telepon agar menjemput Annisa sekarang juga," tolak Devina.

"Begini saja! Sambil pergi menjemput Annisa, kamu singgah dulu ke praktek Dokter Maya yang tidak jauh dari rumah kita, biar Dokter Maya beri kamu obat. Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu di jalan, apalagi kamu nyetir sendiri," ucap Mahen khawatir.

"Tapi Kak!"

"Nggak ada tapi-tapian, atau sekarang juga aku pulang! Biarlah aku kehilangan klien asal jangan terjadi apa-apa denganmu!" ucap Mahen tegas.

Kemudian Mahen berkata lagi, "Kalau sudah sampai di klinik Dokter Maya, VC aku lagi ya! Pergilah sekarang Yang, agar cepat diperiksa dan tidak telat menjemput Annisa."

Sejenak Mahen terdiam, lalu dia berkata lagi, "Annisa, biar asistenku saja yang menjemput, agar kamu dari klinik bisa langsung pulang dan istirahat."

"Nggak usah Kak, biar aku saja, seperti Kakak tahu, Annisa lebih senang jika aku atau Devani yang menjemput. Tadi sebenarnya, aku sudah minta tolong Devani, berhubung dia sedang ujian dan ternyata kelas Annisa dipercepat selesainya, sudah pasti Devani tidak bisa menyesuaikan waktunya."

"Aku 'kan selalu bilang! Jangan mengandalkan Devani. Aku tidak mau kalian terkena dampak dari pergaulannya. Sudah bersiaplah! Aku sedang tidak ingin berdebat tentang dia!" ucap Mahen kesal lalu menutup teleponnya.

Devina mendesah, dia bingung bagaimana caranya untuk mengakurkan suami dan adiknya itu, mereka seperti anjing dan kucing yang tidak akur setiap kali bertemu.

Kemudian Devina mengganti pakaian, mengambil tas dan kunci mobil, tapi sebelumnya dia pamit kepada Mbok Ijah jika ingin menjemput Annisa.

Devina sebenarnya mau pamit kepada Mama Intan, tapi ternyata sang Mama sudah keburu pergi, dijemput oleh teman-teman sosialitanya.

Devina melajukan mobilnya perlahan menuju klinik Dokter Maya. Setibanya Devina di sana dia disambut oleh suster yang ternyata sudah menunggu kedatangannya.

Ternyata Mahen telah memberitahu Dokter Maya lewat telepon jika Devina akan datang untuk memeriksakan diri.

Suster pun mempersilakan Devina masuk ke ruangan Dokter Maya karena Bu Dokter memang sudah menunggunya.

Melihat Devina datang, Dokter Maya pun berkata, "Selamat pagi Mama cantik, ada apa nih! Sampai suami tercinta mengkhawatirkan kondisi Mama Annisa?"

"Biasa Dok! Mual, pusing dan muntah, mungkin asam lambung saya lagi naik, Dok," jawab Devina.

"Kita periksa dulu ya," ucap Dokter Maya.

Setelah melakukan pemeriksaan, Dokter Maya berkata, "Asam lambungnya normal, coba saya cek denyut nadi," ucap Dokter Maya.

Dokter Maya tersenyum, lalu dia berkata, "Selamat Mama Nisa, sebentar lagi rumah akan bertambah ramai," ucap Dokter Maya sembari mengulurkan tangannya.

"Maksud Dokter?" tanya Devina heran.

"Mama Nisa sedang hamil."

"Mana mungkin Dok! saya ikut program KB suntik 3 bulan lho Dok! Kenapa bisa kebobolan."

"Barangkali Mama Nisa telat suntiknya, coba diingat-ingat, tanggalnya" ucap Dokter Maya sambil tersenyum.

Devina pun mengingat-ingat, kemudian dengan malu dia berkata, "Mungkin iya Dok, soalnya waktu itu Kak Mahen baru pulang dari luar kota, pas jadwal saya suntik, eh...belum suntik keduluan dimintain jatah."

"Berarti rezeki dan wajib disyukuri, Pak Mahen pasti sangat senang mendengar berita ini," ucap Dokter Maya lagi.

"Sebenarnya iya Dok, sudah lama Kak Mahen minta, tapi saya yang belum siap nambah, masih trauma dengan proses kelahiran Annisa."

"Ini saya resepkan obat, untuk mengurangi mual dan seperti biasa kontrol setiap bulan ya Mama Nisa, semoga sehat bayi dan mamanya, hingga dipermudah proses lahiran nantinya."

"Kalau begitu terimakasih ya Dok, Saya permisi dulu, mau jemput Annisa di sekolah Dok, soalnya bu guru sudah telepon sejak tadi."

"Sama-sama Mama Nisa, hati-hati di jalan ya, oh ya...tadi Pak Mahen juga pesan agar menghubunginya karena dia sangat khawatir."

"Iya Dok, ini saya langsung telepon Kak Mahen, saya pamit ya Dok," ucap Devina.

Setelah meninggalkan ruangan Dokter Maya, Devina langsung menuju mobilnya.

Sesuai janjinya, Devina pun melakukan panggilan video kepada suaminya. Mahen yang baru saja memimpin rapat, melihat ponsel di meja bergetar lalu meliriknya dan dia mohon izin keluar sebentar karena ingin mengangkat panggilan dari Devina.

Devina tersenyum saat melihat raut wajah khawatir sang suami yang sedang menunggu penjelasan darinya.

Kemudian Devina berkata, "Selamat Papa Nisa, doanya terkabul, walaupun jika boleh jujur, aku belum siap. Mengurus kalian saja, kedepannya aku pasti membutuhkan bantuan keluarga."

"Ada apa Yang, memangnya Dokter bilang apa? Kamu sakit apa?" tanya Mahen semakin khawatir.

"Sakit karena ulah Kakak!" ucap Devina cemberut.

"Serius! Kamu serius...Nisa akan punya adik? Terimakasih yang, aku makin cinta sama kalian. I love you," ucap Mahen sambil memberi ciuman jarak jauh.

"Sudah dulu ya Kak, aku mau pergi jemput Nisa, tolong jaga Nisa ya Kak, jika kedepannya aku tidak bisa lagi menjaganya. I love you my husband, aku sayang Kakak sampai mati," ucap Devina sambil memberi ciuman balasan kepada Mahen.

"Hati-hati ya sayang, aku sudah tidak sabar untuk mengelus calon putraku, tunggu aku pulang ya Yang...emmuah," ucap Mahen sembari menutup ponselnya dan kembali ke ruangan rapat dengan perasaan bahagia serta senyum terus tersungging di bibirnya, hingga membuat para peserta rapat merasa heran.

Devani pun melanjutkan perjalanannya untuk menjemput Annisa setelah sambungan telepon dari Mahen terputus.

Dia mengelus perutnya, sambil tersenyum-senyum sendiri membayangkan bagaimana nanti perlakuan Mahen, suaminya saat pulang dari kantor.

Tanpa Devina sadari, dari arah depan, tepatnya di persimpangan jalan menuju sekolah, dia dikejutkan oleh munculnya segerombolan pemuda yang mengendarai sepeda motor.

Mereka berlomba dengan kecepatan tinggi, mengemudikan motornya secara ugal-ugalan, dahulu mendahului temannya sambil tertawa-tawa hingga membuat Devina gugup dalam mengemudikan mobilnya.

Tak ayal lagi, Devina hampir menabrak salah satu dari pemuda tersebut. Namun, maksud hati ingin menghindar agar tidak jatuh korban, naas tak dapat ditolak, ketika Devina mengerem mendadak dan membanting stir mobilnya ke arah berlawanan, diapun menabrak sebuah pohon beringin besar yang berada tidak jauh dari tempat itu.

Suara benturan menggelegar, bagian depan mobil penyok dan terbuka serta mengeluarkan asap. Kaca mobil bagian depan juga pecah berhamburan.

Sementara, Devina terkulai di dalam, memeluk stiur dengan kaki terjepit bangku. Darah pun mengalir dari bagian kepala serta wajahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!