Maulihana Syahira, Nama seorang gadis yang kini mulai memasuki umur 29 tahun. Yang kata orang-orang sech sudah matang untuk segera dilamar. Memang bagi seorang wanita umur segitu kalo belum ada pendamping rasanya seperti beban, disaat semua orang bertanya, kapan menikah Han? Siapa cowok Lo sekarang ? Hana hanya bisa tersenyum simpul yang sebenarnya menahan perih dihati. Menikah??? Ya kalo ada calon memang gampang jawabnya, tapi masalahnya belum ada calonnya…. Nothing…!!!
Bukannya Hana tak menarik sehingga tidak ada lelaki yang mendekatinya, bukan… malahan sudah banyak yang mendekatinya tapi diakhir cerita mereka menyerah ditengah jalan saat tahu bagaimana aslinya Hana..Ya Hana.. Gadis yang bisa dibilang anti lelaki.. bukan berarti dia tidak normal, bukan itu masalahnya.. Sikap Hana yang dinginlah yang membuat lelaki yang mendekatinya jadi serba salah, dan tak sabaran hingga akhirnya berhenti ditengah jalan. Hal itu disebabkan karena adanya trauma masa lalu yang membuat Hana belum siap untuk memulai hubungan dengan yang namanya Laki-laki.
“ Assalamu’alaikum, Han…., Hana…. Udah siap belum??” teriak Ria dari luar kamar kosan Hana. Ria yang tinggal di depan rumah kosan Hana sudah sedari tadi menunggunya, tapi Hana belum juga kunjung membuka pintu.
“Wa’alaikumuslaam, Kak… maaf… Lagi sakit perut…” jawab Hana setelah membuka pintu sambil memegang perutnya.
“Udah hampir telat ini Han, Katanya kamu mau melihat aku tanding Voly sore ini. Jadi tidak? Emang sakit perut kenapa sech? Lagi halangan ya…?” Beber Ria dengan nada kesal.
“Ngak kok Kak…. ” Jawab Hana. Tapi dia tetap bersiap-siap untuk ikut teman sekaligus tetangganya itu. Sedangkan Ria menunggu Hana dengan hati yang gelisah.
Beberapa menit kemudian, Hanapun selesai dan mereka langsung bergegas berangkat.
“Sekali-sekali keluar Han, memang engak suntuk di kosan melulu..pulang kerja langsung kekosan,, rute mu hari-hari itu-itu aja kalo engak kepuskesmas tempat kerjamu itu, kosan, dan palingan sekali-sekali kepasar beli bahan makanan, sudah itu aja… di ajak nongkrong engak mau…” sepanjang jalan Ria berceloteh, Hana hanya diam dibelakang Ria yang memboncengnya.
“lagi pulak dengan banyaknya kita bergaul dengan dunia luar mana tahu kita bertemu jodoh, eh salah… kamu.. bukan aku, aku kan dah nikah, hahahah….” Ria masih berkomentar dan kini sambil ketawa keras. Hana masih diam. Tidak tahu harus jawab apa atas ucapan Ria yang usianya 2 tahun diatas Hana.
“ Jam berapa selesainya kak?” Tanya Hana saat mereka sudah tiba di parkiran.
“ baru juga sampai Han, sudah Tanya kapan selesainya pulak…” jawab Ria agak kesal.
“Engak kak, kalo bisa sebelum magrib Hana sudah dikosan”
“ Engak sampai Magrib kok.. Yuk.. Kepinggir lapangan, kak dah ditungguin tuch…” Ria menarik tangan Hana agar sedikit lebih cepat jalannya.
“kamu duduk disini aja ya nontonnya.. doain tim kakak menang ya…” kata Ria agak berteriak karna suasana disana sudah mulai ramai dan bising. Hana hanya mengangguk. Baru kali ini dia berada disini, melihat pertandingan voli yang sebenarnya dia gak begitu suka. Apalagi ditempat keramaian, teriak-teriakan penonton yang membuat telinganya sakit. Sungguh Hana tidak suka dengan situasi bising seperti ini.Tapi mau tidak mau karena sudah terlanjur sampai, Hana tetap menyaksikan pertandingan kak Ria melawan Tim berbaju merah, Tim Kak Ria kostum berwarna Hijau. Setengah Jam berlalu, Tim Kak Ria Unggul diatas tim lawan, score terakhir terlihat dipapan score 16 : 12.
Hana Menghela nafas sambil melihat jam ditangannya. Sudah jam 4.30 sore. Bagi Hana menonton pertandingan ini membosankan tapi balik lagi demi menghargai kak Ria yang sudah baik sama dirinya. Hana mencoba untuk bertahan dan ikhlas.
“Alhamdulillah,,, kami menang Han,,,” tiba-tiba kak Ria muncul dihadapan Hana sambil berteriak kegirangan. Hana Kaget, karena dia tidak memperhatikan jalannya pertandingan tadi. Sedari tadi dia sibuk dengan pikirannya, sibuk dengan dunianya… duhh…
“iya kak Alhamdulillah….” Jawab Hana sebisa mungkin bersikap seolah – olah ikut merasakan kesenangan kak Ria.
“Ngak nyangka akhirnya kami bisa masuk final, padahal lawan kami tadi lumayan berat juga lo Han…” ucap Kak Ria setelah itu ia meneguk air aquanya sampai habis..Kehausan Tampaknya dia.
Saat Hana sudah siap mengambil aba-aba untuk bangkit dari tempat duduknya, dan berharap kak Ria paham maksudnya, Karena keinginannya saat ini adalah segera pulang dan Pergi dari keramaian plus kebisingan manusia disekitarnya ini. Tapi, Kak Ria malah menahan badannya yang membuat Hana tak jadi untuk berdiri.
“sebentar Han, kita lihat pertandingan tim voli cowok dulu ya… itu lihat…” Ria menunjuk kearah depan. Spontan Hana melihat kearah tunjukkan kak Ria. dan saat itupun Hana melihat sekelompok orang berseragam merah hati memasuki lapangan, Disambut dengan teriakan dan tepukan tangan dari penonton yang ada diluar lapangan.
“Tim Bhayangkara yang Main, Pasti seru…” Timpal Kak Ria dengan wajah berbinar-binar.
Ughh…. Hana hanya bisa menghela nafas pelan, mau protes percuma. Kak Ria tampak antusias sekali, focus pandangannya hanya kearah mereka,, ya mereka Yang katanya Tim Bayangkara, berarti Polisi donk… ah… masa bodo bagi Hana.. Mau Tim apapun yang sedang main di dalam sana yang jelas hatinya saat ini gelisah. Dia hanya ingin segera pulang.!
“Han, lihat yang nomor punggung 9, ganteng banget Lo…! Perfect.. Tinggi putih… hhmmm…. Idaman wanita pastinya….” Ucap Kak Ria yang membuat Hana sadar dari pikirannya yang sudah melayang entah kemana.
“Han,, Kamu Lihat gak sech?” Ria tampak sedikit kesal.
“Iya kak… Maaf, yang mana..?” Tanya Hana sambil berpura-pura mencari manusia yang dianggap kak Ria Perfect Tinggi dan Putih itu.
“Nomor 9…” Kali ini kak Ria berujar sambil menunjuk Tim Bayangkara yang tengah pemanasan di dalam lapangan. Hana mengikuti arah tunjukkan kak Ria, Memang benar ternyata… ‘Manusia’ itu Tinggi putih dan bersih, tapi tetap Hana biasa saja malahan dia agak alergi dengan lelaki yang sempurna fisik seperti itu. Dan.. tapi,, arah pandangan Hana malah beralih kecowok sebelahnya, tepat didepan net sedang mengoper bola entah apa namanya Hana tak tahu yang jelas cowok itu sedikit membuat Hana tertegun.
Cowok dengan nomor punggung 12 itu memiliki wajah yang lembut, baby face dan bersahaja serta posturnya yang tidak terlalu tinggi. Wajah dan Gayanya… sekilas mengingatkan Hana dengan Seseorang, Yah.. seseorang yang sangat berharga dalam kehidupannya … seseorang yang sudah berbeda dunia dengan dirinya… Hati Hana terasa bergetar, betapa dia begitu merindukan sosok itu… Sosok yang selalu perhatian dengan diirnya… Dan semenjak kehilangan sosok itu lah yang membuat Hana tidak lagi bisa membuka hati untuk mencintai ataupun dicintai. Hatinya telah beku dan tertutup setelah kepergiannya… kepergian Reno yang sia-sia…!!!
Bersambung..
Pukul 05.00 Wib Hana terbangun dari tidurnya, ia langsung bergegas ke kamar mandi dan langsung berwudhu. Tadi malam tidurnya gelisah, bayangan Reno kembali menari-nari dibenaknya. Setelah sekian lama dia bisa menata hati, tapi sore semalam kembali lagi. Kembali Rapuh.
“Hana, bisa gantikan Tia Jadwal Vaksin hari ini? Tia ada urusan mendadak, jadi tidak ke puskesmas” WA dari Tia, teman satu kerjanya, Satu profesi tentunya.
Ya.. Hana seorang Tenaga Kesehatan (Nakes) disebuah Puskesmas yang terletak di Kota/Kabupaten yang baru berkembang di provinsi Riau. 4 tahun yang lalu Hana mencoba-coba ikut test CPNS di Kabupaten yang terkenal banyak pulau ini. Yang awalnya iseng-iseng, tak terduga dia Lulus. Tak pernah terbayangkan, Itu lah yang dinamakan rezeki mungkin. Tanpa sanak saudara akhirnya disini lah Hana sekarang, bertugas sebagai seorang Bidan di Puskesmas ini.
“Oke Tia, Siip..” Hana membalas WA Tia.
Setelah mandi dan memakai seragam kerjanya, Hana melangkah ke dapur untuk membuat sarapan. Kosan Hana hanya terdiri atas 4 ruangan saja. Ruang Tamu sekaligus Ruang TV, Kamar, Dapur dan kamar mandi. Sederhana dan tidak begitu luas. Karena untuk apa kosan yang besar, kan dia cuman sendirian, pikir Hana saat itu.
Pagi ini kegiatan Hana di Puskesmas adalah jadi petugas Vaksinisasi. Yup… Vaksinisasi untuk Virus Corona yang belum juga usai. Sudah 2 tahun lamanya bumi ini diuji dengan virus corona yang mematikan dan sangat berbahaya tentunya.
Sesampainya di Puskesmas, Hana disambut dengan ramainya masyarakat yang sudah berkumpul di parkiran untuk Vaksin. Antusias mereka sangat tinggi, selain untuk ikhtiar dalam pencegahan penularan virus corona, vaksin ini sekarang sudah menjadi syarat administrasi dalam segala hal, yang membuat mereka berlomba-lomba untuk di vaksin. Dan semoga aja dengan adanya vaksin ini dapat mencegah penularan virus corona yang sangat cepat itu. Harapan Hana Dalam hati.
“Kak Hana Gantikan Kak Tia ya? Dimeja 3 Berarti ya sama kak Julia…” Ujar Atika saat Hana masuk keruang KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).
“Iya, Tia gak datang katanya ada urusan..”
“Oo.. oiya,, Tau Gak Kak Han, hari ini ada dokter Internship yang baru lagi..”
“Oh ya, Ngak tau tu..”
“Iya kak katanya ada tambahan 3 dokter lagi, dari provinsi… 2 cewek 1 cowok kabarnya”
“Baguslah Ka, Puskesmas kita kan memang kekurangan dokter, Ditambah lagi ada kegiatan Vaksin ini kan. Pasti Dibutuhkan dokter juga untuk skrining kesehatannya”
“iya benar kak,” Jawab Tika.
Beberapa saat kemudian….
“Assalamu’alaikum….” Buk Puji, Kepala TU kami masuk keruangan kami, disusul dengan 3 orang berjas Putih dibelakangnya. 2 cewek dan 1 cowok. 1 cewek berhijab panjang dan berkacamata dan 1 cewek lagi berambut pirang dan menurut Hana agak sedikti menor dandanannya, sedangkan yang cowok berbadan kurus, tinggi dan berkaca mata juga. Tapi Hana tak tahu bagaimana wajah mereka karena mereka bermasker, kecuali yang rambut pirang makanya Hana bisa menyimpulakan dandananny menor tadi.
“Ayo kenalan dengan dokter baru kita…. Hana, Tika… mana yang lain” Tanya Buk Puji dengan suaranya yang khas itu.
“Masih kami berdua yang datang buk…”
“Ya sudah yang lain menyusul aja.. ini kenalkan dokter Sari..” Dokter cewek berhijab panjang itu mengangguk kan kepalanya dengan ramah sambil mengulurkan tangannya kekami.
“Hana…”
“Tika..”
“dan yang ini…. Dokter modis kita dokter Valen…” Dokter berambut pirang itu juga mengulur tangannya sambil melempar senyumannya yang membuat wajahnya semakin kelihatan glowing.
“Dan yang Dokter cowok yang ganteng ini…. Namanya Dokter Andra..”
“Perkenalkan nama saya Andra…” ucapnya sambil mengulurkan tangganya, Tika yang memang statusnya masih jomblo tak lengah langsung menyambut uluran tangan dokter Andra. Hana tak heran dengan sikap Tika, dia memang terkenal agak centil apalagi dengan dokter yang katanya ganteng itu. Tapi tidak apalah, Tika masih muda… umurnya masih 23 Tahun, masih panjang perjalanannya untuk mendapatkan jodoh yang terbaik.. hhmmm… kalo ingat tentang jodoh, lagi-lagi membuat hati Hana ngilu.
“Kak, Han….” Tika menyenggol bahu Hana yang ternyata malah melamun, padahal Dokter Andra sedari tadi sudah mengulurkan tangannya kearah Hana.
“Eh… iya, maaf…. Saya, Hana…” katanya agak gugup tapi tak menyambut uluran tangan dokter Andra. Melihat tingkah Hana yang agak gugup itu membuat Tika dan Buk Puji senyum-senyum. Entah apa yang ada dipikiran mereka. Jangan sampai mereka memikirkan yang aneh-aneh, apalagi menyebarkan ke yang lain. Bisa mati kutu dirinya…
Sepeninggalan Buk Puji dan ketiga dokter baru tadi, Hana lansung keluar ruang KIA dan menuju ke ruang rapat belakang yang Disulap menjadi Ruang penyuntikan Vaksin. Hana yang bertugas di meja 3 saat ini, yaitu meja penyuntikan vaksin bersama kak Julia, bidan Senior di puskesmas tersebut. Hana bertugas memasukkan obat kedalam spuit (jarum suntik) dan kak Julia yang bertugas untuk menyuntikkan.
“Sudah Kenalan dengan dokter baru itu Han,,?” Tanya Kak Julia sambil menoleh kan kepalanya ke ujung depan sana, dimeja 2 yaitu meja skrining kesehatan yang ditugasi oleh dokter dan seorang perawat.
“ooh… sudah tadi buk Puji yang kenalkan keruangan kami kak…” Ucap Hana seadanya.
“Yang cowok itu lumayan ramah, tadi sempat berbincang-bincang sama kakak….” Kata Kak Julia masih dengan suntikan ditangannya yang sesaat kemudian menancapkan jarum itu ke lengan seorang pria tua yang telah duduk disampingnya.
“Iya kak.. biasalah itu kak namanya juga masih baru….” Hana Menimpali dengan cuek, bingung juga harus berkomentar apa karena jujur dia sudah kepalang malu juga karena kedapatan sedang melamun saat berkenalan tadi. Entah lah, Hana merasa heran kenapa dia mudah melamun saat ini. Pikirannya mudah melayang dan tak tentu arah, fokusnya seakan terganggu. Apa yang sedang merasuki dirinya, apakah ada hubungan dengan pertemuan dengan orang yang dia anggap mirip dengan Reno… dengan adiknya itu…. Adiknya yang telah lama meninggalkannya … saat ia masih duduk dibangku kuliah…. Rasanya ada secercah keinginan untuk melihat sekali lagi lelaki itu…. Untuk menyakinkan hatinya bahwa dia bukan Reno, memang bukan… tapi, biar hatinya yakin saja bahwa tidak ada yang seperti Reno, tidak ada yang boleh mirip denngan gayanya Reno. Masih terbayang dipelupuk mata Hana bagaimana caranya berjalan di lapangan itu, caranya menoleh… caranya… Ahhh... Memang mirip meskipun wajahnya gak serupa... Ahh… lagi-lagi Hana bingung dengan dirinya sendiri,,,
“Han…cie… cie… akhirnya…..” tiba-tiba suara nyaring dari belakang Hana muncul. Suara itu milik Kak Septi yang selalu iseng kepadanya, tepatnya selalu meledeknya. Kak Septi suka ngomong seenaknya tanpa pernah memikirkan perasaan orang lain, itu sifat buruknya tapi yang anehnya semua orang seakan telah memakluminya.
“Kenapa kak..?” Hana bertanya bingung.
“suka ya sama dokter Andra…..” Tanyanya yang kini suara lengkingannya itu pasti terdengar sampai keujung meja 2 tempat dokter Andra duduk saking besarnya, Hana tak mampu menyembunyikan wajah malunya apalagi saat tahu dokter Andra melihat kearahnya, pasti dia dengar… Ya Allah… memang luar biasa kelakukan Kakak yang satu ini, memang benar-benar membuat Hana malu!!
“Apaan sech kak,,,” Kata Hana agak kesal. Kak Septi semakin menjadi-jadi ketawa-ketawa tak jelas, Kak Julia pun jadi ikut-ikutan. Hana kesal sendiri. Dalam hati dia menggerutu… Tidak heran semua teman ataupun kakak seniornya di Puskesmas ini selalu meledeknya karena dia yang anti cowok, yang mereka tau tak pernah berhubungan dengan cowok tapi kali ini kedapatan salting didepan cowok. Hhhmmm…. Seandainya mereka tau yang sebenarnya terjadi bukan seperti itu, sedikitpun dia tidak lah tertarik dengan dokter baru itu, tidak sama sekali, tak terlintas dipikirannya malahan…
Jam 12 siang kami petugas Vaksin berhenti untuk istirahat makan dan sholat. Sebelum makan kekantin, Hana berencana untuk sholat dahulu, karena itu ia berjalan sendirian ke Mushola yang terletak tepat didepan Puskesmas. Adzan sudah berkumandang, Hana bergegas masuk ke Mushola setelah sebelumnya dia berwudu. Tidak ramai yang ada didalam Mushola yang kecil ini, di shaf wanita ada ada dirinya, dan 2 orang ibu-ibu yang tinggal sekitaran sini. Sedangkan, di shaf lelaki lumayan banyak, sekisaran 10 orang atau lebih, Hana tak sempat menghitungnya. Tapi tak sengaja terpandang olehnya si dokter baru itu ternyata ada dibagian dalam shaf tersebut, sebelum sholat dimulai dokter baru itu sempat menoleh kebelakang. Pandangannya tertuju ke Hana, dan detik kemudian sebuah senyuman menghiasi wajahnya yang lumayan tampan itu. Senyuman itu untuk siapa, apakah untuk kedua ibu-ibu yang ada disampingnya saat ini? Hana bertanya polos dalam hati sambil menunduk dan setelah itu mengangkat bahunya masa bodoh.
Bersambung..
Malam setelah sholat isya, Hana berniat untuk melakukan sesuatu. Bukan melakukan sech, tapi tepatnya ingin melihat sesuatu di laptopnya. Kemudian dia membawa laptopnya ketempat tidur, sambil baring Hana menghidupkan laptopnya. Hana membuka sebuah folder yang bertulisan file Reno. Didalam file tersebut terdapat begitu banyak foto, foto Reno dan dirinya.
“kakak merindukan mu, Ren…” ucap Hana lirih dan tanpa disadari air mata menetes dipipinya. Sudah lama Hana tidak menangis, jadi Malam ini dia berniat untuk menangis semalaman, mengenang adik satu-satunya yang telah lebih kurang 8 tahun pergi menghadap Sang Ilahi.
Reno Meninggal saat usianya masih sangat muda, yaitu pada saat usia 16 tahun. Disaat ia masih berseragam SMA. Dan pada saat itu Hana masih kuliah D3 Kebidanan di semester akhir, saat itu umur Hana 21 tahun, ia beda 5 tahun dengan Reno.
Masih jelas diingatan Hana dihari terakhir sebelum meninggalnya Reno. Reno bermaksud untuk menjumpainya diasrama. Kebetulan Hana saat itu tinggal diasrama yang ada dikawasan kampusnya juga.
“kakak Hana yang baik hati… Reno sudah didepan ne….” Reno mengirimkan pesan singkat ke Hana. Karena Hana tak kunjung membalas, lantas dia menelponnya. Sampai 3 kali panggilan tapi tetap Hana tak menjawab. Karena memang Hana lagi ada praktik di labor Kebidanan. Dia tidak membawa Hp.
“kak, Reno duluan ya… Reno mau jumpa dengan calon abang ipar duluan ya, tunggu kakak kelamaan…nantik kakak nyusul aja ya naik angkot, kasihan juga calon abang ipar dibiarkan tunggu lama-lama, hehe” Reno mengirim sms lagi.
Yah, calon abang ipar yang dimaksud Reno saat itu adalah pacarnya Hana… Sandi Namanya. Hana tak pernah mengira pertemuan Reno dan Sandi dihari itu menjadi malapetaka untuk Reno. Dan Hingga sampai detik ini pun Hana tak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi… sampai akhirnya Hana mendapat kabar bahwa Reno meninggal, meninggalnya karena dibunuh…!!! Dan… Sandi lah yang jadi tersangkanya…
***
“bukan Han,,, bukan aku… ada yang menjebak aku… mana mungkin aku yang membunuh adikmu, Reno… atas dasar apa coba…kamu harus percaya sama aku Han….” Dikantor polisi Hana menjumpai Sandi, Sandi memohon kepada Hana agar mempercayainya. Tapi, tidak ada alasan yang tepat untuk mempercayainya, semua bukti sudah jelas dan polisi telah menyelidikinya, hanya ada 1 sidik jari dipisau yang menancap diperutnya Reno, yaitu sidik jarinya Sandi, Pacarnya yang begitu dia cintai saat itu.
“AKU BENCI KAMU…” hanya kata-kata itu yang mampu Hana keluarkan, lantas pergi dan meninggalkan Sandi, tak pernah sekalipun dia menjumpai Sandi di penjara lagi. TIDAK PERNAH. Rasa cintanya sudah berubah menjadi benci, rasa benci yang sangat dalam sehingga membuat kepercayaannya terhadap semua lelaki pun menjadi tidak ada. Sejak itulah Hana berubah… dari yang dulunya periang dan kini menjadi pendiam.. sekarang dia lebih membatasi diri, terutama dengan para lelaki… Rasa kepercayaannya terhadap lawan jenis sudah pudar… hingga saat ini…
“Semoga kamu tenang disana ya Ren… Maafin kakak pada saat itu tidak mengangkat telpon kamu, dan pergi sama-sama dengan mu untuk menemui laki-laki jahat itu… maafkan kakak… kalo bukan kakak yang nyuruh mu jumpa dengan dia, pasti ini tidak akan terjadi…” Hana menangis sejadi-jadinya, menyesali yang sudah terjadi. Karena itu memang idenya, Saat itu memang Hana yang merencanakan pertemuan antara Reno dengan Sandi… yang mana mereka berdua sebelumnya memang belum pernah ketemu….!!
***
Hari ini hari minggu. Hana bermaksud untuk kepasar membeli bahan-bahan makanan yang sudah habis didalam kulkasnya. Memang dia biasa menyetok barang seminggu sekali karena dia malas untuk keluar terus-terusan, betul juga kata Kak Ria, Rute perjalanannya Palingan cuman Puskesmas, Kosan dan Pasar.
Saat diperjalanan menuju pasar tadi Hana tak sengaja berjumpa dengan Kak Ria yang kebetulan habis pulang berbelanja juga ke pasar.
“Na, nantik sore mau ikut lagi ga?” Tanya Kak Ria, Kadang dia manggil Han Kadang Na.. tak Jelas juga,,
“Kemana kak?”
“Kelapangan… kita lihat semifinal Bayangkara sore ini, ikut yok..”
Mendengar lapangan aja sebenarnya sudah membuat perut Hana mual, tentu saja dia tidak tertarik lagi untuk menginjakkan kaki ditempat yang gaduh dan berisik itu, tapi… mendengar Tim Bayangkara yang main membuat hati kecilnya berkata lain… rasa penasaran mengalahkan rasa mual diperutnya sehingga ia mengindahkan ajakan kak Ria.
“oke Habis Ashar kak jemput ya…” kata Kak Ria mengakhiri perbincangan singkat kami pagi itu.
Sore setelah sholat Ashar Hana sudah Stay di depan rumahnya, menunggu kak Ria keluar dari rumahnya. Hana cuman ingin memastikan saja bahwa apa yang dia lihat kemaren itu adalah salah, mungkin dia terlalu obsesi… ataupun rindu terhadap adiknya itu sehingga melihat orang lain jadi seperti mirip… jadi dia mau memastikan, tidak ada yang boleh terlihat seperti Reno. Karena Reno terlalu istimewa untuknya… terlalu berharga…
Beberapa saat kemudian Kak Ria pun muncul, tanpa basa-basi mereka langsung berangkat. Sesampainya dilapangan, Seperti kemaren kerumuman manusia sudah memadati lapangan, dan Hana rasa penonton hari ini bertambah ramai dari hari sebelumnya, karena sudah memasuki babak final mungkin atau mungkin juga karena yang main Tim Bayangkara yang katanya … pemainnya itu cakep dan ganteng-ganteng semua, Hhhmmm…. Bagi Hana biasa aja, mereka aja yang terlalu berlebihan.
Kak Ria mengajak Hana duduk dibagian agak depan. Untung mereka dapat tempat nonton yang agak nyaman, karena capek juga kalo harus berdiri sampai pertandingan selesai.
Pertandingan belum dimulai, pemain dari kedua Tim pun belum kelihatan di dalam lapangan. Tapi tak lama kemudian, operator dari panitia mengumumkan pertandingan akan segerta dimulai dan menyuruh kedua tim memasuki lapangan untuk melakukan pemanasan.
Kedua Tim memasuki lapangan disambut dengan tepukan tangan dari penonton, begitu juga kak Ria, tampak dia berteriak-teriak memanggil salah satu nama mereka. Hana heran padahal kak Ria sudah menikah tapi bertingkah seperti anak gadis saja.
“Nomor 9 ganteng banget…” pujinya dengan raut muka yang berbinar-binar. Karena penasaran Hana lihat juga kearah yang nomor 9, Tak dipungkiri juga sech… memang ganteng… tapi membosankan… Hana lebih tertarik melihat nomor… nomor… itu… 12…. Ya Allah…. Memang kuasa mu diatas segalanya.. sekali ini dengan kesadaran penuh Hana yakin 100%, Hana seperti melihat Reno pada diri lelaki berpunggung nomor 12 itu.
“Tapi, lebih menarik yang nomor 12 kak… kak kenal ngak?” Tiba-tiba kata itu terlontar dari mulut Hana yang membuat kak Ria mengeryitkan keningnya tanda bingung, ada angin apa tiba-tiba Hana berkata seperti itu. Bagus sebenarnya sech berarti ada perubahan pada Hana… pengen tau tentang cowok tapi… yang salahnya kenapa dia menanyai cowok yang menurut Ria usianya jauh dibawah Hana, padahal masih banyak cowok lain yang sebaya ataupun diatas umurnya, seperti nomor 9 tentunya.
“nomor 12 ya…. Kenal kakak… kenapa emangnya?”
“ngak kak…” Hana berusaha menutupi mukanya, karena dia yakin pasti merah saking malunya. Bisa-bisanya dia keceplosan berkomentar tadi, mudah-mudahan kak Ria tidak membahasnya lagi. Harapan Hana dalam hati.
Pertandingan pun dimulai. Pertandingan yang sangat seru itu mampu membius penonton untuk tidak beranjak dari tempat duduknya masing-masing, begitupun dengan Hana. Dia mulai menikmati pertandingan itu. Entah menikmati jalannya pertandingan, atau entah menikmati wajah lelaki lembut yang ada dilapangan itu. Yang jelas, hatinya saat ini tidak karuan… ada rasa bahagia… ada rasa penasaran… siapakah dia? Mengapa dia begitu terlihat seperti Reno? Siapa namanya??
Saat pertandingan *break* beberapa saat, ada salah satu dari tim panitia datang dan berbicara sesuatu kepada kak Ria. Hana tak begitu menyimak apa yang mereka bahas. Tapi, Hana malah focus terhadap kertas yang ada di tangan panitia itu. Kertas yang berisi nama-nama kedua tim pemain pada sore itu, lengkap dengan Nama, Nomor punggung dan nomor Hpnya. Panitia itu meletakkan kertasnya tepat disebelah Hana duduk. Ada dorongan dihati Hana untuk melihat… melihat sebuah nama di Tim Bhayangkara….. sebuah nama yang ada pada nomor 12… nama yang tertangkap oleh mata Hana adalah… Asran Ravendi….. tidak sampai disitu saja, entah dorongan dari mana lagi Hana malah mencatat nomor Hpnya.
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!