NovelToon NovelToon

Dinikahi Sugar Daddy

Perjodohan

Di sebuah kamar minimalis berukuran 4x3,5 meter, terlihat seorang gadis cantik yang mengenakan pakaian putih abu-abu khas anak SMA, dia sedang merapikan tas sekolahnya dan memasukan buku-buku pelajaran ke dalam tas. Suasana hatinya sedang sangat baik sampai dia terus bersenandung, senyuman tipis tidak pernah lekang dari bibir ranumnya.

Byan Anandita Putri adalah seorang siswi di SMA Pelita Bangsa di kota Bandung. Dia merupakan siswi kelas 12 yang beberapa bulan lagi akan melakukan ujian akhir.

Tok! Tok! Tok!

"Byan! Byan!

Bian langsung menutup zipper tas gendong yang tadi sedang dia rapikan lalu berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu perlahan.

"Ibu!" sebuah senyuman dia berikan pada wanita paruh baya yang selama ini telah menjaga, merawat, juga menyayanginya dengan penuh cinta dan kesabaran.

"Byan, ada yang ingin Ayahmu sampaikan Nak!" Terlihat raut wajah Kirani yang sendu dan tidak ceria seperti biasanya.

"Ada apa, Bu? Kenapa Ibu terlihat sedih seperti itu? Apa Ayah akan pindah tugas lagi? Ibu tidak mau meninggalkan rumah ini, ya?"

Byan menggandeng lengan sang Ibu sambil mengucapkan pertanyaan yang selama ini selalu dia lontarkan ketika sang Ibu berwajah sedih dan tidak bersemangat. Ayahnya Byan adalah seorang ASN. Jadi mereka sudah terbiasa berpindah-pindah rumah dari kota satu ke kota lain saat sang ayah pindah tugas.

"Sebaiknya kamu temui Ayahmu lebih dulu Nak!" ucap Kirani pada anak keduanya. Byan adalah anak perempuan satu satunya di keluarga itu. Dia memiliki seorang kakak yang sudah bekerja sebagai seorang manager di sebuah perusahan percetakan terbesar di kota Jakarta, dan satu lagi adiknya yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Byan mengangguk. Dia tidak ingin banyak bertanya, jika ibunya sudah berbicara dengan serius seperti ini pasti ada hal yang mendesak dan dia harus segera mendengarnya.

"Ayah!" panggil Byan yang duduk dan memeluk sang ayah.

Adrian tersenyum lalu membalas pelukan Byan dan mengusap kepala anaknya lembut. Untuk sejenak dia merasa sangat bersalah karena harus menyampaikan berita kurang mengenakan untuk Byan, tetapi dia tidak memiliki pilihan lain. Adrian terpaksa melakukan semua ini.

"Byan, Byan sayang sama ayah, bukan?" tanya Adrian yang tentu saja di jawab anggukan oleh Byan.

Adrian menarik napas panjang lalu menghembuskan nya perlahan. "Ayah ingin menikahkan Byan dengan seseorang."

Jedeerrr!

Bagai sebuah petir di siang bolong. Byan di buat terkejut dengan pernyataan ayahnya yang tiba-tiba ingin menikahkan dirinya.

Byan menatap ayahnya lekat, lalu tertawa terbahak-bahak. Adrian dan Kirani hanya menatap nanar putri mereka yang masih tidak mempercayai apa yang Adrian katakan.

Melihat wajah serius Adrian dan Kirani, Byan langsung menghentikan tawanya. Dia melirik Adrian dan Kirani bergantian.

"Apa yang aku dengar itu adalah benar Ayah? Ayah ingin menikahkan Byan?"

Byan bertanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Hatinya berdegup kencang lantaran takut kalau ayahnya akan mengatakan iya. Jauh di dalam lubuk hati Byan, dia terus berdoa kalau ayah dan ibunya hanya sedang bercanda. Dia masih sekolah, kenapa dia harus menikah secepat ini.

Anggukan dari Adrian membuat air mata Byan mentes saat itu juga. Hatinya hancur, dia masih sangat ingin sekolah dan melanjutkan pendidikan sampai dia bisa lulus kuliah dan belajar bekerja dan mencari uang untuk dirinya sendiri.

"Ayah, jangan seperti ini! Kenapa Byan harus menikah, Byan tidak hamil, Byan juga selalu menuruti semua kata-kata Ayah dan Ibu, Byan tidak pernah keluar malam, Byan tidak nakal, tapi kenapa Ayah ingin membuang Byan? Apa salah Byan Ayah? Hikssss ... Bi- byan masih ingin sekolah, Byan ingin menjadi orang sukses dan membuat Ayah dan Ibu bangga, Byan ingin seperti Kak Haris Ayah, Byan ingin mencapai cita-cita Byan. Hikssss ... Byan tidak mau menikah secepat ini."

Adrian hancur ketika melihat anak gadisnya menangis tersedu-sedu. Dia merengkuh tubuh bergetar Byan dan mengusap punggung Byan lembut. Perlahan air matanya menetes. Meskipun Adrian adalah seorang pria, tapi dia juga adalah seorang ayah, sangat mudah baginya mengeluarkan air mata ketika anak gadis yang begitu dia sayangi menangis di depan matanya.

"Maafkan ayah Byan, ayah melakukan ini karena ayah memiliki banyak hutang kepada keluarga Nugroho. Ayah meminjam banyak uang, untuk menutup hutang ayah. Beberapa bulan yang lalu, ayah ditipu paman mu, dia meminjam uang dengan nama ayah, dia berjanji akan membayar angsuran tepat waktu Tapi ternyata, ... janji hanya janji, dia kabur, dan ayah yang harus membayar semuanya. Ayah tidak bisa melunasi hutang sesuai tanggal yang telah di tetapkan. Teman kantor Ayah memperkenalkan ayah pada Keluarga Nugroho, tapi semuanya sama saja, mereka akan memenjarakan ayah kalau ayah tidak mau menikahkan mu dengan anak tertua di keluarganya. Ayah harus bagaimana ... ayah sudah pernah meminjam uang dari Kakak mu. Tapi ... sekarang dia sedang memiliki masalah di kantornya. Ayah tidak tega kalau harus mendesak dia terus-menerus."

Kirani membekap mulutnya supaya suara Isak tangisnya tidak terdengar oleh Byan. Ini semua juga salahnya. Andai waktu itu dia bisa mencegah Adrian untuk tidak mempercayai kakaknya, semua ini tidak akan kejadian.

Karena tidak tahan melihat Byan dan Adrian yang sedang menangis. Akhirnya Kirani pergi ke kamarnya. Dia merasa ini tidak adil, kenapa dia harus sakit? Kenapa anaknya harus jadi korban atas sakit yang dia derita.

Kirani masih terus menangis sambil memegangi dadanya yang mulai sesak. Sementara di luar kamar, Adrian masih terus berusaha untuk memberikan pengertian kepada Byan.

Byan menangis sesenggukan. Dia bingung harus melakukan apa, pilihan apa yang harus dia ambil. Terlintas di dalam benaknya untuk pergi jauh dari rumah meninggalkan keluarganya agar dia bisa terlepas dari semua ini. Namun kalau dia melakukan itu, dia takut, dia sangat takut ayahnya akan masuk ke dalam penjara. Kalau sampai itu terjadi, siapa yang akan membatu Kirani melakukan pengobatan, siapa yang akan mengurus Bagas sedangkan ibunya sakit-sakitan dan Haris juga ada di Jakarta.

"Ayah mohon Nak, ayah mohon tolong Ayah. Kamu masih bisa melanjutkan pendidikan mu. Keluarga Nugroho adalah keluarga yang kaya raya. Mereka pasti akan menyekolahkan mu sampai kau bisa mencapai apa yang selama ini kau impikan."

"Byan tidak bisa Ayah, Byan tidak mau jadi ibu rumah tangga, Byan masih ingin bermain. Byan takut, bagaimana kalau laki-laki yang dijodohkan dengan Byan adalah bandot tua yang suka pada daun muda seperti Byan."

"Ibu!" ... Seseorang Berteriak dengan kencang.

Belum sempat Adrian menjawab pertanyaan putrinya, dia mendengar suara Bagas yang menjerit dari dalam kamar.

Byan dan Adrian langsung berdiri kemudian berlari ke arah kamar Kirani.

"Ibu!"

Byan berteriak, dia ambruk di atas lantai lalu menarik dan merebut bahu Kirani dari tangan Bagas.

"Ibu kenapa? Ibu Sadarlah!" Byan berusaha untuk menepuk pipi Kirani berharap ibunya akan memberikan respon, namun sayang, Kirani tidak melakukan pergerakan apapun.

"Ayah telepon ambulans! Cepat!"

Byan kembali berteriak.

"Ibu sadarlah!" ...

"Ibu" ...

Keputusan Bian

Di sebuah ruang rawat umum di rumah sakit di kota Bandung. Seorang gadis yang mengenakan seragam putih abu-abu masih setia menggenggam tangan ibunya. Dalam hati dia terus berdoa agar ibunya bisa cepat sadar.

Byan menoleh ke arah pintu saat dia mendengar keributan di luar ruang rawat ibunya. Secara perlahan Byan melepaskan genggamannya pada tangan Kirani dan meletakan tangan itu ke atas ranjang rumah sakit dengan perlahan.

Byan ingin membuka pintu namun saat dia mendengar suara ayahnya, dia mengurungkan niatnya. Tangannya hanya sampai memegang kenop pintu namun tidak jadi membukanya.

"Dok, apa tidak bisa kalau istri saya operasi lebih dulu? Saya janji, saya akan membayar kekurangannya setelah saya mendapatkan uang."

"*Bisa Pak. Tapi tetap mengikuti prosedur yang Ada. (Sesuai pelayanan yang dimiliki Asuransi)"

"Bisakah istri saya mendapatkan dokter bedah jantung terbaik Dok*?"

Dokter itu hanya tersenyum, dia menepuk pundak Adrian kemudian berjalan menjauh dari laki-laki yang sudah tidak muda lagi itu.

percakapan itu adalah percakapan yang terakhir Byan dengar. Byan kembali berjalan menuju ranjang ibunya. Di sana juga ada Bagas, mereka berdua sama-sama bertugas untuk menjaga Kirani untuk sementara waktu ini, sementara Adrian, dia sedang sibuk mengurus ini dan itu.

Krieetttt ...

Byan dan Bagas menoleh ketika pintu ruangan itu terbuka. Adrian datang dengan senyuman di bibirnya, getir, itulah perasaan yang sedang dirasakan oleh Byan, dia tentu saja tahu, di balik senyuman yang ayahnya berikan, terdapat tumpukan luka dan beban yang ayahnya miliki.

"Apa Ibu kalian belum sadar juga?" tanya Adrian mendekati ranjang Kirani lalu mengusap kepala Kirani lembut.

Bagas menggeleng. Sedangkan Byan, dia hanya diam sambil menunduk.

"Ayah, Byan mau menikah dengan orang yang Ayah maksud."

Adrian langsung menoleh ke arah Byan. Dia tersenyum lalu memeluk putrinya itu erat. "Apa Byan sudah yakin? Byan tidak akan menyesal bukan?" tanya Adrian memastikan. Meskipun dia merasa sangat bersalah, namun dia juga tidak mempunyai pilihan lain. Ini adalah jalan satu-satunya supaya Kirani bisa sembuh dan semua hutangnya bisa lunas.

"Byan punya permintaan Ayah."

Adrian melepaskan pelukannya lalu menatap mata Byan lekat. "Ada apa Nak? Kau memiliki permintaan apa?"

"Tolong katakan pada keluarga calon suamiku untuk terus membiayai semua pengobatan Ibu. Kalau perlu, mereka harus membuat Ibu sembuh. Byan mau dokter terbaik dan obat-obatan terbaik. Pelayanan VVIP dan juga tidak ada batas."

Adrian mengangguk. Dia menerima permintaan putrinya dengan sangat yakin. Keluarga Nugroho adalah keluarga yang sangat kaya raya. Jika Byan hanya meminta hal itu, Adrian yakin keluarga Nugroho tidak akan keberatan.

Byan kembali menoleh ke arah ibunya. Meskipun dia harus mengorbankan masa depannya, dia rela, melihat ibunya terbaring lemah seperti ini membuat Byan sakit, dia ingin melihat ibunya sehat tanpa harus bolak balik ke rumah sakit untuk melakukan pengobatan. Sudah cukup selama ini ibunya mendapat pengobatan yang biasa, Byan mau ibunya mendapatkan pengobatan terbaik. Mengandalkan asuransi terlalu banyak prosedur yang harus di jalani, jika dengan uang yang dimiliki keluarga Nugroho bisa membantu ibunya, Byan akan merasa lebih tenang.

Setelah mendengar keputusan dari Byan, Adrian langsung keluar dari ruangan itu lalu berjalan agak menjauh dari ruang rawat istrinya. Adrian mengeluarkan ponsel dari saku celana yang dia kenakan lalu memencet nomor seseorang dan melakukan panggilan.

"Halo Tuan," ucap Adrian pada orang di sebrang telepon.

"Ada apa Adrian? Apa kau sudah membuat keputusan?"

"Anak saya mau menikah dengan anak Anda Tuan, tapi dia memiliki satu permintaan. Ini tentang Ibunya, Byan mau Tuan membiayai semua biaya pengobatan Ibunya."

"Kau tenang saja. Kalau hanya itu permintaan mu, aku akan menurutinya. Karena kau sudah setuju, besok lusa aku dan keluargaku akan datang untuk menikahkan anak ku dan anak mu. Tidak perlu membuat persiapan yang mewah. Kita nikahkan saja mereka secara agama dulu. Toh Byan juga masih muda, dia masih belum bisa membuat surat nikah."

Nugroho tersenyum tipis. "Maaf karena aku mempersulit jalan mu Adrian. Aku rasa ini adalah jalan terbaik. Setelah ini, aku akan kembali membuka semua akses milik keluarga mu." Nugroho membatin.

"Baiklah Tuan, saya akan menunggu kedatangan Tuan."

Hari dimana keluarga Nugroho akan datang ke rumah Adrian akhirnya tiba. Adrian sudah memperingatkan Byan untuk tidak sekolah, namun anaknya itu menolak. Dia mengatakan kalau dirinya ingin menikmati susana sekolah lebih lama.

Hari sudah semakin sore. Byan sudah pulang dari sekolahnya dan kini sedang berjalan di jalanan komplek dekat rumahnya. Wajahnya terlihat sangat kesal. Dia juga selalu menendang semua hal yang dia lihat di jalanan, entah itu batu kerikil, batang kayu, atau apa saja yang sekiranya bisa dia tendang.

"Dasar orang kaya tidak berperasaan. Bisa-bisanya kalian membeli ku dengan uang yang kalian miliki. Kalian pikir kalian siapa sampai bisa seenaknya seperti itu. Aku doakan. Semoga kalian cepat bangkrut dan terlilit banyak hutang supaya kalian bisa merasakan apa yang aku rasakan."

Byan masih terus menggerutu. Dia menghentikan langkahnya ketika melihat sebuah kaleng bekas minuman instan yang tergeletak di atas jalan. Dengan gerakan cepat, dia menendang kaleng bekas minuman itu membuat kaleng yang dia tendang melayang ke udara.

"Ekh, tidak .... " Byan berteriak ketika melihat sebuah mobil melaju sedangkan kaleng yang melayang di udara itu hampir jatuh menimpa mobil yang hendak lewat.

Brukkkkk!

Byan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia merenggangkan jemarinya membuat celah agar dia bisa melihat keadaan di depan wajahnya.

Mobil itu berhenti lalu membuka kaca jendela mobilnya. "Apa yang kau lakukan anak kecil?" tanya sopir di dalam mobil itu. Byan membungkukkan badannya beberapa kali.

"Maafkan saya Pak, saya tidak sengaja."

Sopir itu menggelengkan kepalanya lalu menutup kembali kaca mobil yang tadi dia buka. Dari jauh, Byan memperhatikan mobil itu dan melihat seseorang duduk di bangku penumpang sambil menunduk entah sedang fokus melihat apa.

Byan kembali melanjutkan langkah kakinya. Beberapa menit kemudian, dia akhirnya sampai di depan rumah. Keningnya berkerut tat kala Byan melihat dua buah mobil yang terparkir rapih di depan rumahnya.

"Apa ini mobil yang tadi ya?" tanya Byan pada dirinya sendiri. Dia memutari mobil itu lalu memperhatikan nya dengan seksama. Saat tiba di depan mobil, Byan membulatkan matanya dan membekap mulutnya tanpa sadar.

"Astaghfirullah, ini memang mobil yang tadi, itu adalah bekas minuman yang tadi aku tendang bukan?" ucap Byan menunjuk noda merah di kaca mobil bagian depan.

"Wah, ini gawat," ucap Byan menggelengkan kepalanya. Dia langsung menengok ke arah pintu rumahnya yang terbuka. Jantungnya mendadak berdegup kencang. Dia berjalan memasuki rumahnya dengan langkah yang sangat pelan.

"Assalamu'alaikum," ucap Byan mencondongkan kepalanya melihat ke dalam rumah.

Deg!

Jantungnya terpacu ketika netranya melihat beberapa orang sedang duduk di ruang tamu. Pakaian mereka sangat rapih, juga penampilan mereka tidak bisa dibandingkan dengan penampilan keluarganya sehari-hari.

"Kamu sudah pulang Nak! Masuklah ke kamar dan ganti pakaian mu. Calon Suami dan calon mertuamu sudah menunggu," ujar Adrian mendorong punggung Byan untuk masuk ke kamarnya.

Byan menurut meskipun kepalanya masih tidak menoleh dan masih memperhatikan orang-orang yang sedang duduk di sofa. Dalam hati dia menggerutu.

"Astaghfirullah, apa bandot tua itu yang akan jadi suamiku?" tanya Byan dalam hati.

Pernikahan Bian dan Brian

"Aku harus kabur, aku gak mau jadi istri pedofil, aku harus cari cara supaya bisa keluar dari sini."

Byan menggigiti kuku-kuku tangannya. Dia mondar mandir seperti setrikaan di laundry. Dia tidak bisa hanya duduk diam manggut-manggut seperti orang bodoh. Byan terus mencari cara untuk melarikan diri. Dan saat dia melihat seprei yang terpasang di ranjangnya, tiba-tiba saja sebuah ide brilian muncul. Byan mengobrak abrik isi lemari. Bibirnya tertarik ke atas saat dia menemukan beberapa seprai di lemarinya.

"Maafkan Byan Ayah, tapi Byan tidak mau kalau harus menikah dengan orang setua itu. Byan takut, bagaimana kalau malam pertama Byan ... Ikh amit-amit," celotehnya sambil bergidik ngeri.

Byan membuat simpul pada setiap ujung seprai yang dia ambil tadi. Perlahan dia berjalan menuju jendela kaca kamarnya.

"Astaghfirullah ... Kenapa kamar ini tinggi sekali, seandainya aku adalah Rapunzel, pasti akan sangat mudah turun dari sini."

Sekarang dia mulai celingukan mencari tempat untuk mengikatkan sepreinya. "Akh, itu dia."

Byan mengikatkan seprrinya pada kaki ranjang yang dia miliki, setelah dia memastikan kalau ikatannya kuat, Byan melempar bagian terpanjang dari seprei itu ke luar jendela kamarnya.

"Bismillah ... Maafkan Byan Ya Allah, tapi Byan tidak mau menikah dengan laki-laki setua itu. Tolong selamatkan Byan. Aamiin."

Byan terus berceloteh sembari turun dengan perlahan.

Sementara di bawah, seorang laki-laki tampan yang memiliki perawakan tinggi dengan setelan rapi menautkan kedua alisnya saat dia melihat seseorang yang mengenakan seragam SMA meluncur turun dari lantai dua bangunan yang ada di depannya.

Laki-laki itu sedang menelpon. Namun karena dia melihat simpul tali yang ada di seprei yang orang itu gunakan akan terlepas, dia langsung melempar ponselnya dan berlari menuju tempat dimana orang itu akan terjatuh.

Dan di dalam kamar, Bagas sedang berusaha mencari sosok Byan yang sejak tadi tidak muncul setelah orang-orang di ruang tamu menunggu cukup lama. Matanya terbelalak saat melihat sebuah seprei terikat ke kaki ranjang Byan dan terbentang keluar dari jendela kamar.

"Kak Byan!" teriak Bagas kepada Byan.

Byan mendongak dan ... "Akh ... " Byan berteriak dengan sangat keras karena simpul tali yang dia buat terlepas begitu saja.

"Inalilahi wainailaihi rojiun," ucap Bagas spontan.

Brukkkkk!

"Inalilahi wainailaihi rojiun, Ya Allah, apa Byan sudah meninggal? Apa Bian langsung masuk ke surga, kenapa ini tidak sakit," batinnya berbicara dengan mata yang terpejam.

Bagas bergegas untuk turun ke bawah melihat keadaan Byan. Begitupun dengan orang-orang yang ada di ruang tamu. Mereka semua langsung keluar karena mendengar teriakan Bagas dan Byan.

Perlahan Byan membuka matanya. Pelan, sangat pelan karena dia takut apa yang dia pikirkan benar-benar terjadi. Byan mengerejapkan matanya saat netra nya bertemu dengan netra seseorang yang terlihat sangat tampan. Mata tajamnya membuat Byan diam tidak bisa berkutik.

"Apa kau seorang malaikat?" gumam Byan menyentuh wajah tampan itu lembut. "Sepertinya aku memang masuk surga ucapnya lagi.

"Byan!" teriak Adrian menghampiri putrinya.

"Ayah, kenapa di sini ada suara Ayah, apa aku akan kembali ke dunia nyata? Aku tidak mau, aku mau di sini saja. Biarkan aku melihat malaikat ini lebih lama."

"Byan kamu tidak apa-apa Nak?" tanya Adrian membantu Byan turun dari gendongan laki-laki yang sejak tadi diam mendengar ocehan tidak jelas dari mulut Byan.

"Ayah!" panggil Byan. Dia menoleh ke arah ayahnya lalu menoleh ke arah Malaikat tampannya.

"Byan masih hidup Ayah?" tanya Byan polos.

Peletak!

Adrian menjitak kening Byan dengan jemarinya. "Kau ingin kabur hah? Dari lantai setinggi itu? Bagaimana kalau Nak Brian tidak ada di sini. Kau pasti sudah masuk rumah sakit Byan."

Byan memanyunkan bibirnya sembari mengusap keningnya yang panas. "Ayah, Byan tidak mau menikah dengan laki-laki yang sudah tua. Byan memang tidak secantik princess Diana, tapi masa Byan harus menikah dengan Kakek-kakek. Byan tidak mau Ayah."

Brian melotot. Apakah yang Byan sebut kakek-kakek adalah dirinya? Sungguh? Brian memperhatikan Byan dari atas sampai bawah, selain pendek dan memiliki wajah tidak jelek, tidak ada apapun yang bisa di banggakan dari Byan.

"Mungkin Byan salah paham Adrian. Dia pasti menyangka kalau aku yang akan menikah dengannya," ujar Pak Nugroho mendekati Byan dan Adrian.

Byan terlihat sangat bingung. Maksudnya salah paham bagaimana? Jadi kalau orang tua yang baru saja berbicara kepada ayahnya bukan laki-laki yang ingin menikahi Byan, siapa yang akan menikahinya.

"Maafkan anak saya Pak, sepertinya dia kurang asupan makanan hari ini. Jadi otaknya agak terganggu."

"Ayah!" rengek Byan tidak terima.

Pak Nugroho hanya tersenyum. Dia menarik lengan Brian lalu membiarkan Brian berdiri tepat di depan mata Byan.

"Ini adalah anak tertua saya, namanya Brian." Pak Nugroho tersenyum ke arah Byan. Gadis itu membekap mulutnya tidak percaya. Jadi, jadi yang akan menjadi suaminya adalah Brian? laki-laki yang tadi menolongnya? Laki-laki tampan yang dia kira sebagai seorang malaikat?

Byan menoleh ke arah Adrian. Ayahnya itu mengangguk membuat Byan tidak bisa berkata-kata lagi.

****

"Sah!"

"Sah!" ...

Byan menitikkan air matanya. Sebenarnya dia masih belum ingin menikah meskipun suaminya tampan seperti ini. Namun keadaan nya memaksanya untuk menerima ini semua. Ibunya masih ada di rumah sakit karena kemarin Kirani baru selesai melakukan operasi jantung.

Air mata Byan semakin mengalir saat Brian mengecup keningnya sekilas. Dia menarik tangan Brian lalu ikut mengecup punggung tangan Brian. Hatinya berdegup sangat kencang. Ini adalah kali pertamanya Byan bersentuhan dengan seorang laki-laki. Sebelumnya karena ayahnya selalu melarang Byan untuk keluar rumah, Byan tidak pernah punya kesempatan untuk dekat dengan laki-laki atau berpacaran layaknya anak SMA pada umumnya.

"Sekarang kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri," ucap Pak penghulu. Byan dan Brian belum bisa mendapatkan surat nikah karena Byan masih belum cukup umur. Jadi untuk sementara waktu, kalian tidak akan memiliki surat nikah itu."

Semua orang yang ada di ruang tamu di rumah Adrian mengangguk mengiyakan, termasuk pak RT dan RW yang kala itu hadir sebagai saksi.

"Terima kasih karena sudah mau menjadi saksi Pak," ucap Adrian menyalami Pak RT dan Pak RW.

Semua orang sudah pergi, kecuali Keluarga Adrian. Pak Nugroho mendekati Byan lalu menepuk bahu gadis itu lembut.

"Kamu sudah jadi istri Brian. Jadi kamu harus ikut Brian ke Jakarta."

Byan langsung mendongak menatap ayah mertuanya. "Sekolah Byan bagaimana, Om?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!