NovelToon NovelToon

Hot Duda Dan Perawan Tua

Insiden

Bunga juga memiliki proses untuk mekar. Aku hanya menikmati proses hidupku.

Jangan lama-lama, Megan! Nanti kau bisa kehilangan rasa. Ingat, usiamu sudah tiga puluh empat. Bukan begitu nenek?

Jangan sampai bungamu layu sebelum berkembang.

Kau tahu, pria yang usianya sepantaran denganmu sudah lenyap. Mereka sudah jadi milik orang lain.

Atau... kau sedang menunggu seorang berondong? Yang ada kau hanya akan menangis saat harta dan semua asetmu pindah ketangannya.

Aku, Megan Berlian. Tidak ada yang bisa merampas semua milikku. Dan aku ... tidak perlu menikahi siapapun.

Tiba-tiba ..

Bruak....!

"Awh!"

Sibuk dalam lamunan tentang kata-kata mengandung unsur warning dari mulut anggota keluarganya barusan, membuat Megan tidak bisa fokus menyetir. Alhasil kepalanya terhantuk setir dan moncong lamborgini kesayangannya hancur karena menabrak sebuah pohon dipinggir jalan.

Baru saja ia pamit undur dari acara makan malam keluarga di kediaman sang nenek.

"Akh, sial! Memikirkan perkataan mereka membuatku tidak fokus." Megan meringis kesakitan dibagian kepalanya. Ia pun keluar dari mobil.

Kondisi jalan yang gelap dan sepi sedikit membuatnya merinding.

Bagaimana ini? Apa aku harus berteriak minta tolong? Siapa yang akan menolongku?

Dua menit berlalu akhirnya sebuah kendaraan roda dua menghampirinya.

Dengan rasa waswas Megan berusaha tetap terlihat tenang.

"Ada yang bisa saya bantu, tante?"

What? Tante? Apa aku terlihat setua itu? Protes Megan dalam hati. Sapaan anak muda itu sungguh menyinggungnya.

"Seperti yang kau lihat mobilku menabrak pohon." jelasnya malas.

Ia tidak bisa melihat dengan jelas rupa anak laki-laki itu karena minimnya pencahayaan.

"Ayo saya antar, tante." tawar remaja itu pula.

"Maaf, aku bukan tante-tante." jawab Megan terdengar sedikit ketus.

"Oh, maaf, ayo saya antar kak," ia tampak menahan senyuman manisnya namun tak terlihat oleh Megan.

"Kau yakin bisa membawaku dengan motor itu? Berapa usiamu?" Megan merasa tak percaya pada kemampuan bocah itu.

"Tiga bulan lagi 17 belas kak,"

"Berarti belum memiliki SIM?"

Lelaki muda itu mengangguk.

"Siapa namamu? Apa kau bisa dipercaya?" tanya Megan lagi. Walau bagaimanapun Ia tak bisa mempercayai orang begitu saja.

Remaja itu menjawabnya dengan memperlihatkan kartu pengenal yang ia dapatkan dari sekolah.

"Baik jika kau memaksa. Lagi pula ini sudah malam. Terima kasih sebelumnya." ucap Megan.

Akhirnya motor pun kembali jalan meninggalkan tempat sepi itu.

"Kakak belum bersuami? Mengapa tidak segera menghubunginya untuk dijemput? Sekarang ini para begal beraksi dimana-mana."

Apa? Anak ini sangat tidak sopan.

"Aku belum menikah." jawab Megan singkat dan jelas.

"Oh maaf, kak. Kukira sudah bersuami."

"Tidak semua wanita di dunia membutuhkan seorang pendamping. Aku termasuk salah satu dari mereka. Aku sudah memiliki segalanya jadi aku tidak berpikir untuk menikah." tutur Megan. Ramainya pasukan di jalan membuatnya harus menaikkan volume suaranya.

"Jadi begitu? Apa kakak tidak kepikiran untuk memiliki anak?"

"Eh bocah, fokuslah berkendara. Jangan banyak tanya ini dan itu. Kita bisa celaka." bentak Megan, belakangan ini ia kerap sensitif dengan pembicaraan tentang pasangan maupun anak.

Tin tin tin!!!

Bruaakkkkk!

Kecelakaan maut tak bisa lagi dielakkan. Sebuah truk menabrak pengendara motor membuat dua orang terpental sejauh beberapa meter.

Apa inikah akhir hidupku? Haruskah aku mati ditangan berondong ingusan ini?

"Bo...cah, ba....ngun, kau... ber...da...rah"

Penglihatan Megan menjadi rabun dan akhirnya gelap sudah.

MEGAN BERLIAN. Dia adalah seorang gadis berusia 34 tahun yang selalu dijuluki dengan nama 'perawan tua' oleh sang nenek.

Saat ia berusia 10 tahun kedua orang tuanya meninggal bersamaan dalam sebuah insiden kecelakaan. Sejak itu, Megan menjadi sosok wanita dingin.

Menjadi anak tunggal mengharuskan Megan menjadi satu-satunya orang yang mewarisi kekayaan yang tak ternilai.

Semasa hidup mereka, Kedua orang tua Megan berhasil mengumpulkan pundi-pundi uang dari kesuksesan dalam bisnis.

Saat ini Megan sendiri sudah berhasil membangun bisnis Perhiasan yang ia beri nama "BERLIAN MEGAN JEWERLY". Selain itu, ia juga bergabung bersama para pemegang saham di beberapa perusahaan ternama dalam berbagai bidang.

.

.

Wiw wiw wiw wiw!

Ambulace tiba membawa dua orang pasien di 'Barata's Hospital' Rumah Sakit milik Juan Barata dalam novel PERJODOHAN JANDA DUDA.

___

"Dokter Morgan, bukankah pasien ini putra anda?"

................

Morgan Erlangga. Pria berusia 42 tahun itu bekerja sebagai seorang dokter spesialis bedah tulang yang terkenal hebat di ruang bedah.

Meskipun begitu, siapa yang tak terkejut bila pasien yang baru saja tiba di unit gawat darurat adalah putra kebanggaannya sendiri yang kini tidak sadarkan diri dalam kondisi bersimbah darah.

Lalu apa ini? Kenapa mereka berpegang tangan?

"Kedua pasien dalam kondisi sama-sama memprihatinkan! Siapkan ruang operasi! Ini darurat!" dokter UGD menegaskan, membuat Morgan tebangun dari lamunannya.

"Dokter Morgan, anda tangani pasien wanita. Putra anda akan ditangani oleh dokter lain."

............

"Apa? Cucuku kecelakaan?"

Sang nenek baru saja menerima berita tak sedap dari rumah sakit. Lutut rapuhnya tak kuasa lagi menahan getaran di seluruh tubuh rentanya.

"Cepatlah bawa aku ke rumah sakit!" Perintahnya pada sang supir.

Tak butuh waktu lama untuk mengumpulkan seluruh anggota keluarga Megan di rumah sakit. Ada yang datang karena rasa penasaran, ada yang memang merasa prihatin, ada pula yang bergegas diam-diam ingin menyaksikan napas terakhir Megan.

........

Ruang Bedah.

Wanita dari mana ini? Kenapa dia bisa bersama Erick? Apa hubungan mereka? Mungkinkah ...

Berbagai praduga terus bermunculan dalam pikiran Morgan. Berpikir tentang siapa wanita ini? Tentang bagaimana kondisi putranya saat ini? Beberapa kali ia harus disadarkan oleh petugas disampingnya. Ia merasa sangat terganggu namun dituntut tetap profesional.

.

.

"Nenek, kenapa perawan tua itu?"

"Yang kudengar saat kejadian dia bersama seorang pria yang usianya sangat muda?"

"Nek, apa jangan-jangan cucu kebanggaanmu benar bermain berondong?"

Para sepupu Megan bergantian bertanya.

"Tutup mulut kalian. Jangan berpikir yang bukan-bukan!" tegas sang nenek.

Beberapa jam berlalu akhirnya pintu ruang operasi yang berhadapan kini terbuka lebar.

Nenek menghampiri sang dokter.

"Bagaimana keadaan cucu saya, dok?"

"Operasi berjalan lancar. Tapi pasien belum melewati masa kristis. Kami sudah melakukan yang terbaik semampu kami. Mohon dukungan keluarga dengan mendoakan agar pasien bisa segera pulih." jelas sang dokter.

"Lalu bagaimana kondisi pasien laki-laki, dok?" nenek kembali bertanya pada dokter lainnya.

"Kami sudah berusaha melakukan yang terbaik. Tapi..."

deg deg deg...

Kembali rasa tegang itu menghampiri Morgan.

"Tapi apa, dok?" tanya nenek lagi.

"Kondisinya akan kami jelaskan pada orang tua pasien, nyonya." jawab sang dokter.

"Beri mereka satu ruang yang sama. Ruangan terbaik di rumah sakit ini. Saya akan bicara dengan orangtua anak itu."

Si nenek berbalik setelah memberi perintah tegasnya.

"Saya ayah dari pasien laki-laki itu, nyonya."

Nenek terkejut, dokter yang berdiri di hadapannya mengku sebagai orang tua pasien yang terlibat dengan cucu perawannya.

.

.

Part 1 sampai disini dulu ya readers. 🥰

Dimana Erick?

"Ya? Anda ... ayah dari anak itu, dok?"

Nenek beserta anggota keluarganya merasa penasaran. Mereka pun mendekati dokter Morgan.

Kemudian ia membuka maskernya "Saya, dokter Morgan." singkat ia perkenalkan diri.

Oh, tidak... satu kalimat menggambarkan kesan pertama mereka terhadap Morgan 'dia sangat tampan'.

Beberapa dari mereka dibuat salah tingkah oleh pesona sang dokter, termasuk si nenek dengan mata rabunnya.

.

.

Ruang pribadi dokter Morgan.

"Silahkan duduk, Nyonya." Mirgan persilakan nyonya tua di depannya untuk duduk.

Keduanya kini berhadapan, dengan meja sebagai pembatas.

"Dok, bagaimana mungkin anda bisa tetap profesional disaat putra anda sendiri sedang kritis?"

Morgan membalas tatapan nyonya di depannya sambil berpikir. Ini pujian atau hanya sekedar basa-basi?

"Apakah itu hal penting yang ingin nyonya bicarakan dengan saya?"

"Oh, tentu saja bukan, Dok. Itu ... tentang cucu saya dan putramu..."

Ucapan wanita tua itu menggantung.

"Saya juga ingin menanyakan hal yang sama, nyonya. Apa mereka saling kenal?" tanya Morgan.

"Saya tidak tahu, Dok. Saya berpikir ... apa mungkin putra anda seorang tukang ojek?"

"Anak itu belum 17 tahun. Jadi jelas dia bukan tukang ojek."

Si nenek menangkup mulutnya dengan tangan.

Belum 17 tahun? Apa yang kau pikirkan Megan? Apa kau mengencani anak baru gede? Kau jauh lebih pantas jika mengencani ayahnya yang tampan ini.

"Apa anda berpikir mereka adalah pasangan kencan?"

Nenek kembali dibuat terpukau. Tak hanya tampan dan berwibawa, dokter ini juga mampu membaca pikiran orang lain.

"Dok, bagaiman jika mereka benar pasangan? Bagaimana menurutmu? Cucuku itu... dia..."

"Ya?" Morgan terlihat butuh mengulang pendengarannya. "Maaf, tapi apa cucu anda tidak laku? Yang kulihat usianya sudah 34. Sudah sangat dewasa."

"Dok, Anda benar. Megan sudah 34 tapi dia masih menjadi beban pikiran saya. Dia cantik dan baik hati tapi kenapa dia belum memiliki seseorang disisinya?"

Sempat-sempatnya si nenek mencurahkan isi hatinya padahal itu jelas bukan urusan Morgan

"Jadi karena putus asa maka anda tidak peduli dengan siapa dia berkencan, bahkan seorang anak remaja sekali pun? Maaf Nyonya, kita belum tahu apa yang sebenarnya terjadi antara mereka. Mari tunggu salah satunya bangun."

Aku sudah tua tapi kenapa aku mempermalukan diriku sendiri di depan dokter tampan ini? Dia pasti berpikir aku ini nenek yang aneh.

Di ruang perawatan Megan dan Erik. Nenek membuka pintu perlahan. Dirinya sungguh merasa penasaran dengan anak laki-laki ini.

Wah... hebat kau Megan, matamu memang masih sehat.

Nenek sekali lagi memuja ketampanan anak pak dokter yang meskipun kondisinya masih kritis penuh lebam, tapi warna yang membiru itu sama sekali tidak menghalangi wujud tampannya.

Wajar dia setampan ini. Tentu saja dia mewarisi ketampanan dokter itu.

Keluar dari ruangan itu sang nenek menghampiri petugas.

"Sus, apa anda melihat ibu dari pasien Erick? Saya ingin bicara dengannya."

"Oh, maaf Nyonya, kebetulan dokter Morgan sudah bercerai jadi -"

"Apa Sus, jadi dia seorang duda?"

Dengan antusias nenek bertanya. Si petugas setengah mati menahan senyuman.

Nenek pun pergi dari sana setelah memberi pesan agar kedua pasien dijaga dengan baik.

Entah ada angin segar dari mana, tubuhnya merasa sangat sehat. Ia berjalan dengan langkah ringan.

Di dalam mobil, terlihat ia menekan ponselnya untuk menghubungi seseorang. "Cari tahu tentang dokter Morgan secara detile." titahnya kepada seseorang melalui panggilan.

.

.

Beberapa hari kemudian.

Morgan mengunjungi ruang rawat dimana putranya sedang terbaring lemah.

Sebagai seorang dokter, ia tahu betul kondisi putranya saat ini. Tapi semua sudah terjadi. Morga berjanji akan merawat putranya dengan sabar. Meski dokter memvonis Erick akan mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, tapi Morgan tidak ingin menutup hati akan adanya keajaiban seperti pengalaman banyak pasien yang sudah ia temui.

"E....ri...k, E.....ri...k"

Samar-samar terdengar suara pelan seseorang memanggil nama putranya.

Dan suara itu berasal dari Megan.

Ia hampiri pasien wanita itu.

Perlahan Megan membuka mata.

"Anda sudah bangun?" tanya Morgan.

Pasien tak merespon, kembali mulutnya menyebut satu nama, Erick.

Sial! Bangunlah dan jawab semua pertanyaanku!

Sebagai dokter penanggung jawabnya, Morgan dengan cepat bertindak.

"E...riiiik,"

Deg deg, deg deg.

Jantung Morgan tak kuasa menahan laju detakan saat tangannya digenggam erat oleh pasien satu ini. Hal seperti ini adalah hal yang biasa-biasa saja terjadi ketika pasien sedang mengigau. Tapi kenapa dengan wanita satu ini rasanya berbeda?

"Erick, banguunn. Kamu ... berdarah."

Ia terus menggenggam tangan yang dianggapnya sebagai tangan bocah remaja itu.

"Istirahatlah. Kondisimu akan segera membaik."

"Dok, apa yang terjadi?"

Si nenek tiba-tiba muncul dan melihat pemandangan manis menggemaskan. Dokter tampan dan cucu kebanggaannya sedang berpegang tangan.

Morgan mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh nyonya tua satu ini.

"Maaf, pasien yang memegang tangan saya." terang Morgan tanpa ditanya, menghilangkan pikiran sesat si nenek sebelum otak tuanya itu berpikir kemana-mana.

Pasien bernama Megan itu mulai mengedipkan mata pelan.

"Dokter, dimana ... E...ri...k?"

"Anda sudah bangun? Ini bagus. Istirahatlah. Kondisi pasien meningkat dengan capat. Lebih banyak istirahat agar tangannya yang patah bisa segera pulih." jelas Morgan di depan Megan dan sang nenek.

Kekhawatiran tentang hubungan putranya dengan wanita ini membuat hatinya sedikit panas. Oke, wanita ini sangat cantik dan menurut informasi dia berasal dari kalangan kelas atas. Tapi, Erick hanyalah anak baru gede yang bahkan belum meraih cita-cita.

"Beristirahatlah, turuti apa kata dokter."

"Dok, apa Erick baik-baik saja?" Masih bertanya tentang Erick yang dari tadi tidak di jawab oleh dokter di depannya ini.

Sreeeet.

Morgan menggeser gorden pembatas. "Pasien Erick ada disini. Dia belum bangun."

"Hah? Eriick! Nenek, Erick, Nek!"

Spontan Dilepasnya sambungan infush.

"Sayang, hati-hati. Lihat tanganmu itu belum sembuh!" nenek merasa khawatir namun bersamaan dengan itu ia juga terheran. Pasalnya Megan tidak pernah sekali pun mengkhawatirkan orang lain seperti ini.

"Awh!"

Hampir saja Megan terjatuh karena tenaga yang belum begitu pulih. Beruntung dokter Morgan berada tak jauh darinya hingga ia tak sampai tergeletak di lantai.

Belum habis perasaan khawatir dan rasa herannya, nenek harus menyaksikan pemandangan manis lainnya seolah sedang menonton drama romantis. Aksi heroik dokter Morgan menangkap Megan yang hampir terjatuh membuat nenek lagi-lagi terkesima. Keduanya bahkan tatap-tatapan dalam beberapa detik.

"Turuti apa kata dokter. Saya menyuruh anda istirahat."

"Ma-maaf, Dok."

Ah gila, ada apa dengan jantungku? Megan merasakan gejolak aneh yang terjadi pada dirinya saat bersentuhan dengan pria ini.

Spontan hatinya melupakan semua rasa itu lalu menghampiri Erick yang sedang terbaring lemah dengan berbagai alat medis yang menempel hampir di seluruh tubuhnya.

"Erick, hei! Bangunlah! Maafkan aku, Rick. Kamu tidak seharusnya membawaku malam itu. Ini semua salahku, maafkan aku, Erick."

Megan menangisi remaja itu dengan wajah menyesal.

.

.

Part 2 sekian ya...

.

.

Bersambung...

Jangan Mimpi

Pintu ruang rawat Megan dan Erick kembali terbuka didatangi beberapa pengunjung. Siapa lagi kalau bukan anggota keluarga Megan yang penasaran akan kondisi wanita itu.

Seakan tak percaya akan pemandangan dihadapannya, mereka kompak terperanga. Pasalnya Megan yang mereka kenal adalah seorang wanita berhati dingin dan jarang menunjukkan drama manis dihadapan keluarga.

Megan tengah menangisi seorang remaja tampan seolah anak itu sudah mati.

Salah seorang menyeret sang nenek untuk menanyakan beberapa hal.

"Nek, ada apa dengannya? Dia tidak terlihat seperti Megan."

"Entahlah, tapi ini lebih baik. Dia terlihat seperti manusia. Biasanya sepupumu itu bagaikan malaikat pencabut nyawa saat berinteraksi."

"Maaf, demi kenyamanan pasien harap semuanya tidak terlalu lama berada di ruangan ini." Morgan sebagai dokter yang sedari tadi hanya diam menyaksikan kembali bersuara. Ini juga demi kenyamanan putranya.

Semua orang pun keluar termasuk sang nenek.

"Maaf, jangan terlalu lama berada di dekat pasien. Dia bisa terganggu." Morgan meminta Megan menyudahi tangisannya.

"Maaf, Dok, dimana anggota keluarganya? Bisa tolong panggilkan mereka?"

"Saya keluarganya."

"Ya? Ap-apa?" Megan menyapu sisa-sisa airmatanya.

"Saya ayahnya. Ada yang ingin anda bicarakan?"

"Ayahnya? Do-Dok, benarkah itu? Maafkan saya, Dok. Jika tidak menghampiri saya yang sedang kebingungan malam itu Erick tidak mungkin terluka separah ini." Megan terlihat sangat menyesal.

"Apa hubungan Anda dengan putraku?" tanya Morgan dengan tatapan datar namun nada suaranya penuh ketegasan.

"Hu-hubungan?" Megan terdiam sejenak.

"Jawab aku."

"Dok, kami tidak ada hubungan apapun. Mobil saya tidak sengaja menabrak pohon lalu dia muncul dan menawarkan bantuan. Itu saja."

"Lalu kenapa kalian berpegangan tangan saat dibawa ke rumah sakit?"

"Berpegang tangan?" Megan terlihat sedang menggali ingatannya. "Kami tidak berpegang tangan. Saya yang memegang tangannya. Itu bukan berarti apa-apa. Sebelum kesadaran saya menghilang, saya berniat menyalurkan energi padanya karena dia langsung tak sadarkan diri ditempat."

Menyalurkan energi? Memangnya orang ini manusia listrik?

"Hanya itu saja?" Morgan merasa sedikit legah. Ternyata benar dugaannya bahwa putranya tidak mungkin berkencan dengan Megan.

"Hanya itu, Dok. Anda boleh tanyakan kalau anak itu sudah bangun."

"Baiklah, terima kasih. Saya permisi karena ada pasien lain yang harus ditangani." Morgan melangkah keluar ruangan.

Megan pun menyusulnya.

"Dok,"

"Ya? Ada lagi?"

"Dok, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap Erick. Saya akan membiayai sampai dia sembuh."

Morgan menarik napas dalam lalu menghembusnya perlahan.

"Jangan merasa paling bertanggungjawab atas hal ini. Tidak perlu merasa bersalah. Ini juga kelalaian saya sebagai orang tua. Permisi,"

Dasar pak Dokter sombong, memang ya, bapak-bapak selalu jaga image soal duit. Dia pikir aku tidak mampu mengeluarkan uang berapapun?

"Megan Megan Megan Megaaan!"

Baru saja Megan hendak masuk kembali ke ruang rawat, muncul ketiga sepupunya.

"Eh, ada apa?" Megan melirik ketiganya dari atas sampai ke bawah. Tidak ada satu pun yang membawa buah tangan untuknya.

"Megan, jadi kau benar tidak kenapa-kenapa? Aku sangat penasaran. Eh, bukan. Kami sangat khawatir tentangmu."

"Khawatir? Kalian bahkan tidak membawa apapun. Tapi sudahlah, aku tidak apa-apa jadi kalian bisa pulang."

"Pup-pulang? Megan, biarkan kami menjenguk pria itu."

"Pria? Hei! Apa yang kalian pikirkan? Dia bukan pria. Dia hanya seorang bocah SMA kelas 2." Megan mematahkan praduga ngelantur yang bersarang di otak ketiga saudarinya itu.

"Jadi benar kau tidak ada hubungan spsial dengannya?" ketiganya kompak mengelus dada.

"Ya! Tentu saja. Seleraku bukan berondong." ketus Megan. "Pulanglah dan jangan mengganggu anak itu sedang istirahat total."

Ketiganya pun mengangguk polos lalu balik kanan sambil saling berbisik. Megan sangat mengenal ketiganya. Mereka bukanlah orang yang tulus megkhawatirkan kondisinya. Ketiga orang itu akan menjadi orang yang diam-diam senang jika dirinya berada dalam kondisi seperti saat ini.

Dalam lingkaran keluarga Megan, tidak ada yang benar-benar tulus menyayangi satu sama lain. Semuanya saling bersaing, saling menjatuhkan dan sibuk mencari muka di depan nenek untuk mendapatkan jatah warisan sang nenek. Itu sebabnya Megan selalu menampilkan sikap tegas dan berani agar tidak mudah ditindas oleh mereka.

.

.

.

Beberapa pekan berlalu, Erick belum juga menunjukkan tanda akan bangun, sementara Megan sudah bisa beraktifitas seperti biasa meski tangan kirinya masih terpasang gips. Megan tetap memantau kondisi Erick melalui telepon dengan dokter yang ia khususkan untuk anak Remaja itu.

Terkadang Megan merasa terheran dengan dirinya sendiri kenapa ia dengan rela berkorban untuk orang yang telah membawanya menemui bahaya yang hampir saja membuatnya menyusul kedua orang tuanya ke surga. Atas izin Sang Pencipta lah ia masih diberikan kesempatan untuk menikmati hidup di dunia yang penuh sandiwara ini.

Hari ini adalah jadwal kembali ke rumah sakit untuk melepas gips ditangannya. Megan pun mengatur waktu dengan dokter Morgan.

Penasaran, kira-kira bagaimana wajah dokter dingin itu?

Dari awal pertemuannya dengan Morgan, pria itu selalu mengenakan masker yang menutup setengah wajahnya.

*Perasaan pak Presiden sudah mengumumkan bebas masker, tapi dia bahkan tidak pernah sekali pun melepas penutup mulutnya itu. Tapi ... apa dia mirip dengan Erick?

Gila, mengapa aku jadi memikirkan pak dokter? Ini tidak benar*.

Setibanya di rumah sakit. Megan terlebih dahulu mengunjungi Erick.

"Rick, kenapa tidurmu sangat lama? Apa kau tidak merindukan sekolah?"

Pintu ruangan itu terbuka. Megan kemudian menoleh kearahnya.

Tertegun.

Megan mematung mendapati dua sosok manusia di depannya. Kedua orang itu pun berhenti melangkah dan balas menatap dirinya.

Rasanya baru kali ini aku melihat ada manusia setampan ini.

Matanya menatap sosok pria tinggi di depannya. Kulit putih, hidung mancung dan kaki panjang yang mengenakan setelan casual. Benar-benar pemandangan yang indah.

"Kau sedang lihat apa?"

Asik melamun dengan pikiran kemana-mana, Megan dikagetkan dengan suara dokter Morgan.

"Oh, ma-maaf, dok."

Jadi dia pak dokter jutek yang selama ini aku temui? Luar biasa! Wujudnya sungguh bertolak belakang dengan karakternya.

Megan berusaha rilex dengan menampilkan sedikit senyuman.

Senyuman apa itu? Apa dia sedang menggodaku? Wanita agresif.

"Oia dok, saya sudah selesai menjenguknya. Kalau begitu saya lebih dulu ke ruangan anda. Anda tidak lupa, kan? Kita sudah jan-"

"saya belum amnesia." sahut Morgan. Megan bahkan belum selesai barkata-kata.

Megan pun pergi dari sana.

"Tante siapa?"

Hampir saja Megan berteriak kaget. Baru saja ia menutup pintu ruangan itu, siapa sangka sudah berdiri seseorang didepannya. Entah bagaimana anak yang tadi ia lihat berada di dalam ruang yang datang bersama dokter Morgan, kini sudah berada di luar ruangan. Ketidakfokusannya membuat Megan tidak sadar bahwa pria yang masih sangat muda ini menghilang dari ruangan Erick.

"Kenapa tante berada di ruangan kak Erick?" tanya remaja yang terlihat sedingin freezer itu.

Tidak salah lagi. Anak ini pasti putranya pak dokter. Mereka berdua bagaikan pinang dibelah dua. Baik wajahnya maupun sikapnya.

"Maaf, saya hanya salah satu pasien ayahmu." Megan menunjuk gips tangannya.

"Hanya pasien? Lalu kenapa sampai menjenguk kakak? Tante menyukai ayahku?" Langsung menuduh tanpa ragu.

Megan terdiam dengan wajah tak percaya.

"Jangan mimpi bisa mengencani ayahku."

Remaja itu berlalu dan masuk ke ruang rawat kakaknya meninggalkan Megan yang masih terdiam ditempatnya.

.

.

Terima kasih sudah membaca ya guys...

Yuk bantu akak buat otor ngembangin cerita ini, makasih🥰🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!