Kisah ini menceritakan seorang gadis yang berumur 25 tahun, ia hidup dengan keluarga yang harmonis. Ia selalu dilimpahkan kasih sayang oleh orang tuanya, karena itu ia hidup dengan menjadi gadis yang ceria.
Namanya adalah Rini Despita, ia mempunyai adik yang berjarak umur hanya tiga tahun, namanya anugerah Hidayat, yang bisa dipanggil Dayat. Mereka hidup saling menyayangi, saling mengasihi, membuat kedua orang tuanya bahagia.
Tapi berbeda dengan kisah percintaan Rini, ia selalu gagal ditegah jalan karena alasan yang sama. Entah sudah beberapa kali ia gagal untuk menjalin hubungan, penyebabnya selalu saja ada orang ketiga.
Jika selama ini ia putus cinta hal biasa, tapi kekasihnya yang terakhir itu sungguh membuatnya terluka. Disaat mereka sudah serius, sudah bertunangan, bahkan keluarga mereka sudah ingin membicarakan tentang pernikahan. Tapi sang pria malah berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Jika seseorang bilang, untuk mencari jodoh yang mencintai kita, maka dengan berpacaran, itu salah!
Jika orang bilang menemukan jodoh yang setia, dapat dilihat dari berapa lama ia bertahan dalam berpacaran, itu Juga salah.
Nyatanya Rini berpacaran hampir empat tahun, mereka begitu saling menyayangi, mencintai. Tapi pada akhirnya tetap saja Meninggalkan.
Disaat ingin menuju ke pelaminan, ia melihat kekasihnya berkhianat, membuat gadis itu tak lagi mau memiliki hubungan spesial dengan seorang pria. Bisa dikatakan itu terakhir kali dia berpacaran setelah itu.
flashback
Saat itu Rini sudah berpacaran dengan Natan empat tahun, selam berpacaran mereka jarang bertengkar, mengakibatkan hubungan mereka begitu harmonis. Merasa tak Ada celah bagi mereka Akan adanya pertengkaran, membuat Rini begitu mempercayai sang kekasih.
Setelah lama menjalin hubungan, akhirnya mereka memutuskan untuk bertunangan, tentu itu membuat Rini sangat senang.
Awalnya hubungan mereka tetap baik, sampai dihari ulang tahun Natan, Rini mempersiapkan pesta kecil untuk kekasihnya. Ia begitu bersemangat menunggu Natan pulang dari kerja, karena sekarang Rini sedang berada di apartemen Natan, ia datang tanpa memberi tau Natan terlebih dahulu.
Rini sudah menunggu hampir jam dua belas malam, tapi Natan belum juga pulang, Rini berpikir jika kekasihnya sedang banyak pekerjaan, atau mungkin sedang sibuk merayakan ulang tahun bersama teman-temannya di Kantor.
Sekarang Rini mulai tertidur dengan suasana gelap, karena ia sengaja mematikan lampu, agar kejutannya sempurna. Sudah terbiasa berkunjung ke apartemen kekasihnya, gadis itu tak canggung lagi, ia mulai hampir terlelap, tapi cepat-cepat ia tahan kantuknya agar tak kebablasan.
"Kemana sih Natan, udah lama pun aku tunggu, udah mau jam dua belas malam lagi, apa Natan gak kembali ya?" Saat sedang berbicara untuk menghilangkan mengantuk nya, ia mendengar suara orang ingin membuka pintu.
Awalnya Rini bersiap bilang selamat ulang tahun, tapi bertapa terkejutnya Rini, melihat kekasihnya tidak pulang sendiri, melainkan dengan memangku seorang wanita, yang tak lain sahabatnya sendiri .
"Sayang sabar dong ... Ahh" mereka saling merangkul dan juga mendesah. Rini melotot kaget, tubuhnya serasa ditimpa batu melilit sang kekasih bermadu kasih dengan sahabat baiknya sendiri. Gadis itu tak berani bergerak, atau mereka berdua akan menyadarinya.
"Natan apa kau tidak takut, jika nanti Rini tau hubungan kita? kalian kan hampir menikah .. Ahh" tanya Tika dengan mendesah menerima ******* dari Natan yang semakin bernafsu didadanya.
"Jangan berbicara gadis bodoh itu sayang, aku hanya ingin bermain dengannya. Pada akhirnya aku hanya ingin bersama mu ... Tubuhmu benar-benar menggiurkan sayang, Ahh...." jawab Natan dengan ucapan terbata-bata, ia masih terus mencumbu sang selingkuhannya degan bergairah.
"Lalu bagaimana dengan nasib ku?" jawab Tika dengan manja. “Jika kalian benar-benar menikah, aku bagaimana?”
"Kau tenang saja, kamu tetap wanita paling ku cintai. Setelah menikahinya aku juga akan menikahimu diam-diam." Ujar Natan merayu. “Sekarang jangan pikirkan itu, kita harus menyelesaikan permainan ini. Aku sudah tak tahan sayang,”
“Kamu harus janji ya... Setelah menikah jangan sampai melupakan ku!”
Rini yang melihat kelakuan mereka hanya bisa menahan tangisnya, agar tak terdengar oleh mereka.
Rini sengaja melakukan itu agar ia tau, apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Ia ingin lihat seberapa bejat laki-laki yang dipujanya selama ini. Air matanya meleleh tanpa suara, rasanya sangat sakit saat dikhianati oleh orang yang paling disayangi.
"Baiklah-baiklah aku janji ... Sayang aku menginginkan mu malam ini, tubuhmu akan menjadi kado terindah di ulang tahun ku kali ini." Natan langsung mendorong tubuh Tika keranjang, mereka melakukan hubungan seperti yang dilakukan oleh suami istri. Terlihat tak ada rasa canggung keduanya, itu berarti mereka sudah terbiasa melakukan hubungan terlarang ini.
Rini yang sudah tidak kuat melihat, langsung menghidupkan lampu. Terlihat mereka sangat terkejut, dua manusia itu buru-buru mengambil pakaian mereka yang telah berserakan kemana-kemana.
"Jadi ini yang kalian lakukan di belakang ku," ucap Rini dengan tersenyum sinis, ia menghapus air matanya agar tidak terlihat lemah. Ia tak ingin membuat mereka berdua merasa menang karena telah menyakitinya.
"Rini?" teriak mereka bersamaan.
"Apa yang kau lakukan disini Rini? kenapa kau tidak bilang datang kesini?" tanya Natan gugup, ia berusaha memakai pakanannya yang tadi berserakan dilantai, untung saja tadi mereka belum telanjang bulat.
"Tadinya aku ingin memberi mu kejutan, tapi tidak ku sangka malah aku yang mendapat kejutan" ucap Rini berpura-pura kuat. “Hebat bukan?”
"Rini aku bisa jelaskan, " Natan mencoba menggapai tangan Rini, tapi gadis itu langsung menepisnya.
"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!” teriak Rini yang mulai hilang kendali. Melihat pria didepanya ini masih saja tak ada rasa bersalahnya.
"Mulai hari ini kita tidak punya hubungan lagi, kita putus!" teriak Rini, langsung melempar cincin pertunangan mereka ke wajah Natan yang terlihat terkejut.
Rini berlari keluar dari apartemen sang mantan pacarnya itu. Ia tak dapat menahan lagi, berlahan air matanya jatuh berderai mengingat sang tunangan yang selama ini sangat dipercayainya ternyata mampu menoreh luka yang dalam pada hatinya.
Rini benar-benar merasa hancur, saat orang yang sangat ia percayai mengkhianatinya, tak ada yang lebih menyakitkan dari itu semua.
Sejak saat itu Rini tak lagi pernah bertemu dengan pria itu. Jikapun nanti mereka akan bertemu di suatu hari, Rini pasti akan menghindarinya.
flashback off
Jika Rini mengingat kejadian itu, ia merasa sangat sedih. tapi sekarang ia sudah melewati hidupnya dengan baik.
kejadian satu tahun yang lalu ia anggap sebagai pelajaran. Mulai saat itulah Rini berpikir jika jodoh pasti bertemu. Tak perlu ia susah-suah mencari, apalagi menghabiskan waktu untuk berpacaran, toh pada akhirnya hanya meninggalkan luka.
"Rini! Ayo cepat turun, kita harus menyambut kedatangan tetangga baru kita!" teriak mama Rini, dari lantai bawah.
"Iya Ma, sebentar!" balas Rini sambil menuruni tangga.
"Sayang ngapain dikamar sih? Ayo ikut mama menyambut Tetangga baru kita." Ajak mama Diana dengan lembut pada Rini.
"Iya mama sayang. Rini cuma main ponsel dikamar" bohong Rini, ia tidak ingin membuat ibunya cemas lagi jika dia katakan sedang memikirkan masa lalu.
"Ya sudah ... Ayo kita keluar." ucap papa Bayu, papanya Rini.
Sekarang mereka sudah didepan rumah tetangga tersebut, Rini melihat banyak orang yang sedang sibuk mengangkat barang-barang ke dalam rumah. Mungkin itu jasa angkutan barang.
"Ma, memangnya kita ngapain datang kesini?" tanya Rini, ia bingung sendiri, melihat orang yang tidak dikenalnya. “Apa kita harus bantu mereka angkat barang?”
"Ya, kita berkenalan dengan orangnya lah Rin, gimana sih kamu? Gak mungkin lah kita angkat-angkat barang seberat itu. " jawab mama Diana
Setelah beberapa menit keluarlah orang yang ditunggu-tunggu. Rini cukup terpana dengan persona pria tersebut, cepat-cepat Rini menghilangkan pikiran gilanya, ia tidak boleh menyukai tetangganya sendiri.
"Apa-apaan aku ini, jangan terpesona dengan pria yang baru kau kenal Rini" Gumam Rini pada dirinya sendiri.
"Jangan bengong." Mama Diana menyenggol lengan Rini sembari mengedipkan matanya menggoda sang putri.
"Mama!" Rini jadi salah tingkah.
"Hay, nak Hendra, selamat datang di rumah barumu," ucap Bayu sembari menyalami tetangga barunya.
"Terima kasih tuan Bayu," ucap Hendra datar.
"Astaga, sombong sekali, bahkan ia tidak membalas senyum papa." ucap Rini dalam hati, ia tidak suka melihat sifat Hendra yang mengacaukan orang tuanya.
"Oh ya, perkenalkan, ini istriku Diana. dan yang ini putri ku Rini" ucap Bayu, ia sudah tau bagaimana sifat Hendra, jadi Bayu memaklumi.
"Saya Hendra, dan ini putraku Andre." sambil menyalami Diana dan Rini.
"Oh, jadi seorang duda?" ucap Rini dalam hati lagi. Ia tersenyum membalas tangan anak kecil yang menyalami tangannya.
Setelah lama berbincang, mereka kembali kerumanya masing-masing. begitu juga dengan Rini, setelah kembali ke kamar ia kembali teringat adiknya yang sedang menyelesaikan kuliah di luar kota. Dan Rini langsung menelepon Dayat, sang adik.
Setelah lama berbincang, mereka kembali kerumanya masing-masing. begitu juga dengan Rini, setelah kembali ke kamar ia kembali teringat adiknya yang sedang menyelesaikan kuliah di luar kota. Dan Rini langsung menelepon Dayat.
Ahh, tinggal sendiri bersama kedua orang tuanya benar-benar membosankan. Terkadang Rini sering rindu dengan sang adik. Dulu aja, kalau waktu libur begini ia sering sekali mengusil Dayat, sampai mereka bertengkar dan setelah itu akan mendapat ceramah panjang sang Mama.
Tapi sekarang adiknya begitu cepat dewasa. Setelah adiknya pergi kuliah di luar kota, ia menjadi kesepian. Tak ada lagi teman bertengkar nya.
Rini tersenyum senang saat menyadari teleponnya diangkat cukup cepat oleh sang adik, "Halo dek, apa kabar disana?" tanya Rini.
"Baik kak, gimana kabar di rumah" tanya Dayat balik.
"Semuanya baik, oh ya kamu tau tidak? " belum sampai Rini berbicara langsung dijawab oleh Dayat
"Tidak." jawabnya cepat, jelas dia tidak mengetahuinya tapi kakaknya masih bertanya juga.
"Tunggu kakak selesaikan bicara dulu dek!" Rini mulai kesal melihat sang adik yang suka memotong ucapannya.
"Hehe, ya udah apa?"
"Kita punya tetangga baru," ujar Rini. Ia ingin mengajak adiknya bergosip, tapi jawaban yang Dayat berikan membuat gadis itu mendengus kesal.
"Oh," jawab Dayat cuek
"Ihh, kamu mah gak asyik, tanya kek." Ujar Rini kesal.
“Haha, jangan sampai naksir sama tuh duda ya kak." jawab Dayat tertawa, remaja itu terlihat bahagia karena berhasil membuat kakaknya kesal.
"Tunggu!! kok kamu tau dia duda?" tanya Rini penasaran
"Mama udah cerita kak," jawab Dayat santai.
"Yah, telat dong ... gak mungkin lah dek, dia udah punya anak."
"Cinta itu datang tanpa memandang usia kak. Katanya duda itu lebih hot loh, " jawab Dayat sok bijak ditambah dengan jahilnya yang ingin membuat sang kakak cemberut.
"Dihhh sejak kapan kau bisa berkata bijak." Rini mengejek adiknya.
"Udah dari dulu kak," jawab Dayat percaya diri.
“Sok lo, dek.”
Dayat tertawa kencang saat berhasil membuat kakaknya kesal, “Ya udah kak, aku mau keluar dulu." ucap Dayat
"Memangnya kamu mau kemana" tanah Rini. Ia heran melihat Dayat sudah terlihat bersiap-siap.
"Ke supermarket kakak, makanan hampir habis" jawab Dayat. Terlihat ia mulai keki dari Apartemen tempat anak remaja itu tinggal.
"Ya udah, hati-hati ya. Jangan lupa makan makanan yang sehat!"
"Ia kak bawal" jawab Dayat langsung mematikan panggilan, ia tidak mau mendengar kakaknya mengamuk.
Rini kembali merasa bosan hanya berdiam diri di dalam kamar. Tak ingin hanya melihat layar ponsel sepanjang hari, gadis itu memutuskan untuk berjalan-jalan di sekeliling rumahnya. Ini memang sering ia lakukan hanya untuk bersantai. Dia bukan tipe gadis yang suka keluyuran yang pergi ke pusat berbelanja hanya untuk melepas penat. Ia lebih tertarik menghabiskan waktu dengan bersantai ala kadarnya seperti sekarang ini.
Ia melangkah keluar rumah untuk mencari udara segar. Cuaca yang tak begitu terik membuat gadis itu semakin semangat untuk mengayunkan langkahnya.
Sayup-sayup dapat ia dengar suara seseorang Menangis . Rini menghentikan langkahnya, ia terlihat mencari dimana asal suara itu datang. Bertapa terkejutnya gadis itu melihat anak tetangga barunya sedang menangis disudut rumah mereka yang bersebelahan.
Ia sedikit ragu untuk mendekati anak kecil itu. Merasa belum terlalu kenal, ia tak ingin nanti dituduh penculik anak. Tapi ia juga merasa tak tega, ia merasa kasihan melihat tangisan anak itu semakin keras. Apa ayahnya gila membiarkan anak kecil menangis sendirian di luar?
Rini mulai mendekati sang anak tetangga "dek kamu kenapa?" tanya Rini, ia mengusap lembut pipi anak kecil itu dengan lembut yang penuh air mata.
"Tante ... Bunda!" anak itu langsung memeluk tubuh Rini, Rini yang terkejut hanya bisa membalas pelukan anak tersebut. Gadis itu sedikit syok Mendengar Ia dipanggil bunda.
"Dek, aku bukan bunda mu. sekarang katakan kenapa menangis?" tanya Rini lembut. Ia berusaha melepas pelukan tangan kecil itu dari tubuhnya.
"Ayah jahat bunda," ucap Andre sambil menghapus air matanya Yang kembali keluar.
Rini yang melihat Andre menangis, ia pelan-pelan menenangkan nya. Ia tidak ingin terlalu ikut campur masalah anak itu, jadi ia hanya diam. Toh, ia juga tidak tahu masalahnya dimana.
Saat Rini ingin mengendong Andre dan mengantarnya pulang, ia malah mendengar teriakkan seseorang.
"Apa yang kamu lakukan dengan anak saya?!" Suara seorang pria membuat Rini terkejut, tapi setelah itu ia bisa menebak pria di belakangnya ini ayah dari anak yang di pangkunya saat ini.
Rini berbalik dengan canggung, ia berusaha tersenyum saat menatap wajah garang tetangga barunya itu.
"Tidak ada pak, saya tidak melakukan apa-apa. Saya hanya membujuknya untuk berhenti menangis," ucap Rini. Tapi sepertinya pria itu tak ingin mendengar alasan gadis itu.
Hendra langsung mengambil alih putranya dari pangkuan tetangga barunya. Pria itu terlihat tak senang dengan tindakan Rini yang mendekati sang anak. Hendra adalah tipikal orang yang tidak mudah percaya dengan sembarang orang apalagi mereka baru bertemu.
"Tidak usah sok dekat dengan anak saya!"
Rini yang mendengar perkataan Hendra membuat dirinya kesal, apalagi suara pria itu yang meninggi membuat gadis itu marah. Ia tersinggung dengan tuduhan tetangganya itu, seharusnya ia berterima kasih bukan malah membentak dirinya.
"Saya juga tidak berminat dekat dengan anak bapak! Lain kali kalau punya anak itu dijaga, jangan dibiarkan keluyuran di luar ... Mana nangis di pekarangan rumah orang lagi, ganggu tau! " setelah mengatakan itu Rini Langsung masuk ke dalam rumahnya, karena memang Andre tadi menangis di dekat rumah mereka.
Suara tangisan anak kecil itu semakin keras saat melihat Rini meninggalkannya. Andre berusaha meronta dari pangkuan sang ayah untuk mengejar Rini, tapi duda itu malah memeluk anaknya semakin erat dan membawanya segera ke dalam rumah mereka dengan perasaan marah.
.....
"Dasar sombong, udah dibantu malah marah-marah. Dasar duda tidak tau diri!" umpat Rini bersungut-sungut, ia tidak terima dengan tuduhan pria aneh itu.
Sedangkan ibu dan ayahnya yang melihat Rini masuk dengan wajah kesal langsung bertanya apa yang membuat anaknya marah seperti ini.
"Rin kamu dari mana? terus kenapa dengan wajah kamu ini?" tanya ibunya, Rini langsung duduk didekat kedua orang tuanya.
"Gak ada Ma," Rini malas membahas masalah yang membuat mood nya buruk.
“Oh, Mama pikir ada apa tadi ... Ya udah, istirahat sana.”
Rini hanya menurut dengan perkataan ibunya, ia langsung menuju kamar dengan lesu. Rencana untuk berjalan-jalan santai tadi hancur sudah karena tetangganya. Ia pikir tadi setelah menghirup udara segar otaknya akan semakin tenang, tapi yang ada malah semakin suntuk.
"Kenapa ya Pa, dengan anak kita?" Tanya Diana dengan bingung, tak biasanya Anak gadisnya itu cemberut seperti tadi.
"Udah jika dia gak mau bicara jangan dipaksa, mungkin ada masalah dengan temannya." Bu Diana hanya mengangguk-angguk saja mendengar perkataan suaminya.
****
Pagi ini matahari sudah mulai menampakkan dirinya, menyinari bumi tanpa henti dan lelah. sama seperti wanita cantik yang sedang bersiap-siap untuk pergi bekerja, ia tidak pernah lelah untuk melanjutkan hidupnya yang penuh lika-liku ini.
"Mama, Papa. Rini berangkat dulu ya?" ucap Rini sembari sibuk membawa berkas penting ditanganinya.
"Kakak gak sarapan?" tanya ibunya lembut.
"Gak Ma, udah mau telat ini." ia langsung menyambar tangan kedua orang tuanya untuk pamit. itu kebiasaan yang diajarkan oleh orang tuanya, sebelum pergi cium tangan dulu pada orang yang lebih tua.
"Hati-hati ya kak." pesan ayahnya.
"iya, Yah."
Setelah itu ia langsung menuju ojek yang sudah menunggunya seperti pagi biasanya.
Rini lkeluar dari rumahnya, seperti pagi biasanya tukang ojek sudah menunggunya dengan setia didepan rumah. ini salah satu kebiasaan Rini, meskipun kendaraan ada di rumah tapi ia lebih nyaman dengan angkutan umum. Setiap hari ia kan berangkat kerja selalu naik ojek jika waktu masih banyak Rini Lebih memilih naik bus kota. Selain lebih hemat ia juga terbisa melihat hiruk pikuk kota sebagai hiburan paginya.
"Bunda!"
Rini yang merasa kenal dengan suara itu langsung menoleh, ternyata benar anak tetangga sombongnya yang sedang memanggil dirinya. Dengan malas ia menghampiri makhluk kecil itu.
"Aduh dek! Jangan panggil bunda dong, saya belum nikah masa udah punya anak?" Ingin rasanya Rini marah tapi tak mungkin, bisa di sate dirinya oleh bapak anak ini nanti, gak diapa-apain udah garang bagat, apa lagi dimarahi.
"Bunda mau kemana?" Kembali anak kecil itu bertanya lagi masih dengan memanggil bunda.
"Kakak mau pergi kerja sayang ... Jangan panggil bunda, panggil kakak aja." Perintah Rini, tapi anak itu malah menggeleng tegas.
"Gak mau, bunda kan bundanya Andre!"
Rini mendengus kesal, sejak kapan pula dirinya punya anak “gak! Saya bukan bunda kamu. Lain kali panggil kakak, ya.”
"Gak mau!"
“Tidak! Saya gak mau punya anak! Panggil kakak,”
“Gak mau, bunda!” Rini mendengus kesal, anak ini benar-benar keras kepala.
Merasa pusing dengan anak kecil ini, Rini menengok kiri dan kanan memastikan tidak ada orang yang melihat dirinya. Ia sudah tidak punya banyak waktu untuk meladeni anak ini, sekarang ia harus membujuknya.
"Dek gimana kalo kita negosiasi aja, panggil aku kakak nanti pulang kerja kakak janji beli es krim." bujuk Rini lembut. Gadis itu yakin kali ini anak tetangganya ini pasti luluh.
"Gak mau! bunda tetap bundanya Andre"
Rini yang melihat mata anak kecil itu yang mulai berembun, ia mulai ketakutan. nanti dipikir ia mau menculik anak orang lagi, untuk pagi ini lebih baik ia mengalah saja dari pada ia telat pergi bekerja.
"Terserah kamu aja dek ... Ya udah kakak pergi dulu ya?" pamit Rini yang ingin beranjak pergi.
"Ya udah, jangan lupa beli es krim ya bunda" Ucap Andre tersenyum cerah. Intan berbalik dengan tak senang, ia menatap tajam Andre yang masih tersenyum manis.
"loh, katanya tadi gak mau?" tanya Rini bingung, bukankah tadi anak ini menolak negosiasi nya ya?
"Andre tetap panggil bunda, es krimnya juga mau," anak itu mengerucut bibirnya, membuat Rini tak tega untuk menolaknya. Meskipun ia mendelik kesal, tapi bocah itu malah tak takut sedikitpun.
Nah sekarang Rini ingin mencakar sesuatu, bagaimana mungkin anak ini bisa menipu dirinya. Apalagi sekarang anak tetangganya itu pandai pula merayu dengan mengedipkan matanya agar keinginannya tercapai. Sekarang ia benar-benar merasa seperti seorang ibu yang berpamitan pada anak.
"Baiklah, nanti kakak beli, sekarang Adek masuk dulu ya? nanti ada penculik anak loh," ucap Rini, menyuruh anak kecil itu menjauh darinya.
"baiklah, dadah bunda!" Andre melambai tangan kecilnya, siapa saja yang melihat pasti akan merasa gemas.
Rini hanya membalas dengan senyuman, setelah itu ia langsung menuju tukang ojek yang sudah menunggunya dari tadi.
“Anaknya ya mbak?” tanya sang tukang ojek.
“Bukan, mas. Itu anak tetangga saya, yang baru pindah.” Tukang ojek itu mengangguk mengerti, kejadian seperti ini memang sering ia dengar baik dinovela maupun di dunia nyata.
Sedangkan disana, seseorang menahan tawanya sedari tadi di dalam mobil. Ia tidak percaya anaknya begitu berani dengan orang yang baru ditemukannya, biasa-bisannya Andre merupakan anak yang pendiam selama ini bisa luluh dengan anak tetangganya itu. Andre biasanya tidak suka banyak bicara dengan orang lain, tapi dengan perempuan tadi menjadi pengecualian mungkin mulai sekarang.
Hendra tidak bisa menahan tawanya saat melihat wajah anak tetangganya yang menahan kesal, memangnya siapa yang mau dipanggil sembarang bunda sedangkan ia masih gadis.
Hendra tersenyum menyeringai, sekarang ia sudah memikirkan sesuatu. Memikirkan ide gila dikepalanya membuat pria itu tersenyum licik, entah apa yang ia pikirkan, hanya dia dan tuhan yang tahu.
"Sepertinya perempuan tadi tidak akan aman oleh anakku, setiap hari aku yakin Andre akan selalu mengganggu dirinya” batin Hendra, ia tau betul dengan sifat anaknya, jika sudah menyukai seseorang ia kan menempel setiap hari dengan orang itu. Dan sepertinya gadis tadi akan menjadi korban keusilan anaknya.
Melihat anaknya mulai melangkah kembali, Hendra keluar dari mobil dan menatap tajam sang anak.
"Andre kamu dari mana?" Hendra pura-pura tidak tau, ia ingin anaknya mengatakan sendiri. Ia ingin berangkat kerja langsung mengurungkan niatnya, sekarang yang lebih menaik ia lakukan adalah menginterogasi anaknya ini.
"Bertemu bunda" Jawab Andre polos.
"Siapa yang kamu panggil bunda?"
"Ya bunda ... Oh ya ampun, Andre lupa tanya nama bunda, ayah!” pekik Andre.
Sedangkan Hendra hanya tersenyum geli melihat kepanikan anaknya itu , ia tidak menyangka anaknya memanggil perempuan itu dengan sebutan bunda sedangkan dirinya belum mengetahui namanya.
"Sudah sayang gak usah panik, nanti kan bisa ditanya," bujuk Hendra, karena sekarang Andre terlihat sangat kawatir, dan mata bocah itu sudah mulai berkaca-kaca.
"Baiklah, ayah apa boleh Andre main ke rumah bunda nanti?"
Hendra terkejut mendengar permintaan anaknya, tapi melihat binar bahagia dimata anaknya ia tak bisa menolak. Jika dilihat dari tetangganya memperlakukan anaknya mungkin ia bisa sedikit mempercainya, jadi Hendra berpikir bahwa tetangga orang yang baik.
"Boleh," belum sempat melanjutkan ucapannya anaknya sudah meloncat-loncat kegirangan.
"Andre ayah belum menyelesaikan perkataannya ayah, jangan main potong aja." Ucap Hendra tegas.
"Maaf," pinta Andre.
"Kamu boleh main kesana, tapi jangan nakal dan nyusahin mereka"
"iya ayah,"
"Dan tolong berhenti memanggil perempuan tadi dengan sebutan bunda, dia bukan bunda Andre! " Andre yang mendengar ucapan ayahnya langsung menggelengkan kepalanya tak setuju.
"Tapi dia bundanya Andre."
“Dia bukan bunda kamu sayang," bujuk Hendra agar anaknya mau menurut, ia merasa tidak enak saat melihat ekspresi anak gadis tetangganya itu.
"Gak mau, dia bundanya Andre!"
Andre mulai mengeluarkan jurus andalannya, ia mulai menangis agar ayahnya memperbolehkan dirinya memanggil perempuan tadi dengan sebutan bunda. Bukan tanpa alasan ia memanggil seperti itu, Andre merasa nyaman saat melihat Rini, ia merasa hangat saat Rini memeluknya. Apalagi senyum wanita itu yang sangat meneduhkan, membuat anak itu seakan terhipnotis olehnya, Andre bisa melihat senyum Rini mirip seperti ibu kandungnya di dalam foto.
"Jangan nangis dong sayang,"
"Gak mau, dia bundanya Andre ...," tangisan Andre semakin kencang, membuat Hendra terpaksa mengalah.
"Baiklah,, baiklah kamu boleh panggil dia bunda"
Andre mendengar persetujuan ayahnya langsung berhenti menangis dan langsung memeluk Hendra, ia tau ayahnya tidak akan pernah menolak.
"Makasih, ayah yang terbaik" Andre langsung mencium pipi ayahnya dengan semangat. Hendra membalas mengecup kedua pipi anaknya, ia mengusap air mata bocah itu dengan sayang.
“Setelah ini jangan menangis lagi, Andre harus janji sama ayah.” Bocah itu mengaguk mengiyakan.
'jika begini anakku bisa bahagia, aku rela. tawanya adalah semangat ku setiap hari'
Andre masih sibuk dengan celoteh nya, sedangkan Hendra hanya menanggapinya dengan senyum. Tidak apa-apa ia telat pergi kerja, yang terpenting sekarang ia bisa melihat senyum anaknya yang terlihat begitu bahagia, jarang-jarang anaknya ini mau bermanja dengannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!