Halo semuanya 🤗
Ketemu lagi sama Cherry disini. Ini novel terbaru Cherry, tepatnya novel ke-7. Terima kasih sebelumnya karena sudah mau mampir untuk membaca.
Kalau belum tahu novel Cherry sebelumnya, boleh lihat list dibawah ini :
1. Cinta dan Benci
2. The Killer series
3. Separuh Jiwaku
4. Amelie Sang Penjaga Jodoh
5. My Highschool Sweetheart
6. Light for a Star
dan yang sekarang berjudul " I Travel, I Love "
yuk kita mulai, semoga berkenan. Oya, Cherry juga menerima krisan ... tapi jangan pedes2, cukup yang karet 2 aja 😁. Cherry juga paling bisa update sehari sekali, maklum nulis hanya hobby dan masih ada kerjaan di RL yang ga bisa ditinggal. I luph u full 🧡
❤❤❤
Suasana ruangan yang akan dijadikan sebagai tempat mengikat janji pernikahan kini begitu ramai dan riuh. Semua orang berteriak tak jelas karena semua suara saling beradu.
"Stoopppp!!!" teriak Giorgio yang berada di tengah kerumunan orang orang yang berlalu lalang. Semua orang yang berada di ruangan itu berhenti dan melihat ke arah Giorgio, adik dari sang mempelai pria yang kini menghilang.
Acara akan diadakan 2 jam lagi. Namun keberadaan Giovan sama sekali tak terendus. Giorgio mulai berdecak kesal karena ia yang diperintahkan oleh Dad Mikael dan Mom Daniela untuk mencari kakaknya itu.
"Shittt!!!" teriak Giorgio mengumpat sendiri. Dalam pikirannya baru saja terlintas kemungkinan terburuk. Kalau cerita di dalam novel novel, maka ia yang harus menggantikan kakaknya menikah.
"Tidak!!! Aku tidak mau! Aku tidak bisa bebas bermain game ML kesukaanku ... Ckk," Giorgio berdecak kesal. Cukup Mommynya saja yang selalu mengganggunya di tengah permainan dan membuatnya harus selalu mendapatkan umpatan dari para pemain lain karena terpaksa melakukan AFK (keluar dari permainan).
Sementara itu di kediaman calon mempelai wanita, suasana tak jauh berbeda. Namun ini karena mempelai wanitanya tidak mau dirias ataupun memakai gaun pengantinnya.
"Nona, cepat pakai gaunnya."
"Sudah aku bilang aku tidak mau!" teriak Lynn.
Miracle Lynn Thomas, putri bungsu pasangan Stanley dan Jane Thomas. Putra sulung mereka, Michael Lee Thomas, sedang mengemban pendidikan kedokteran spesialis. Usia keduanya hanya berbeda 2 tahun. Michael 27 tahun dan Miracle 25 tahun.
Sejak masih sekolah, kelakuan Lynn sudah membuat kepala kedua orang tuanya pusing. Oleh karena itulah mereka menjodohkan dan ingin segera menikahkan Lynn agar ia bisa memiliki rasa tanggung jawab dalam keluarga dan menjadi istri yang baik.
Rencana pernikahan yang pertama, Lynn kabur seminggu sebelumnya. Hal itu membuat calon mempelai pria merasa malu dan langsung membatalkan meskipun undangan sudah disebar. Sementara yang kedua, ia mengajak calonnya bertemu dan mengajaknya membuat perjanjian pernikahan. Tentu saja hal itu langsung membuat marah pihak mempelai pria karena dianggap sudah meremehkan.
Kali ini ia dikurung di dalam kamar dan tidak diperbolehkan keluar sama sekali. Ia juga tidak diperbolehkan tahu tentang siapa calon suaminya agar tak bisa berbuat hal hal yang akan merugikan kedua pihak. Ia hanya diberi tahu tanggal pernikahannya saja.
Lynn terus berlari menghindari pelayannya yang akan membantunya berpakaian, "Nona, ayo! Acaranya akan segera dimulai."
"Sudah kukatakan aku tidak mau! Aku ini masih muda, masih ingin bersenang senang. Masa aku harus tiba tiba jadi istri orang yang tidak kukenal? bahkan wajahnya saja aku tidak tahu!" ungkap Lynn kesal.
Tanpa pikir panjang, Lynn yang sudah mempersiapkan semuanya kini berbalik mengejar pelayannya. Bibi pelayan yang dikejar merasa kaget dan malah berlari menjauhi Lynn.
"Nonn, jangan kejar Bibi. Bibi nggak bisa lari," ucapnya dengan nafas terengah engah.
"Yang suruh Bibi lari siapa?" dengan langkah cepat dan besar, Lynn langsung mengarahkan kakinya ke gaun pernikahannya dan ...
breettttt ....
Mendengar suara yang terasa begitu merdu di telinga Lynn, langsung membuat sebuah senyuman terbit di wajahnya.
"Ahhh Nonnn!!!" Bibi pelayan langsung histeria saat melihat gaun pengantinnya telah robek karena terinjak kaki dari Lynn.
"Ada apa, Bi?" Lynn pura pura memainkan kuku kuku tangannya, namun dalam hatinya tersenyum kegirangan.
"Bagaimana ini, Non? Ga-gaunnya ....," Bibi pelayan mengelap peluh yang mulai membanjiri keningnya. Ia mulai diliputi ketakutan. Matanya terus mengarah ke pintu, seperti menunggu akan ada bom yang akan meledak.
Lynn yang tahu apa yang dipikirkan oleh Bibi pelayannya pun mempercepat bom itu terjadi, "Mommmm!!!!"
Bibi pelayan langsung menoleh ke arah Lynn dan menampakkan wajah takut dan khawatirnya. Ia juga mulai gemetar sambil masih memegang gaun pengantin putri majikannya itu, sementara Lynn hanya duduk sambil tersenyum.
Mommy Jane yang masuk ke dalam kamar Lynn pun langsung ternganga. Ia tak menyangka Lynn akan tega merusak gaun pengantinnya sendiri. Nyonya Jane tidak menyalahkan pelayannya karena ia tahu dengan baik bagaimana kelakuan putri bungsunya itu.
Dengan mengeram kesal, Mommy Jane langsung meminta Bibi pelayan untuk melipat gaun itu dan memasukkannya ke dalam kotak.
"Sekarang kamu bangun dan ikut Mommy!" dengan senang hati Lynn mengikuti langkah Mom Jane. Inilah yang ia tunggu sedari tadi, keluar dari kurungan dalam kamar dan menghirup udara segar. Ia langsung menggunakan sepatu kets miliknya dan memasukkan ponselnya ke saku celana. Ia tak membawa tas sama sekali.
Di dalam mobil, Mommy Jane terus saja berceramah. Ia tadi belum selesai merias wajahnya, kini harus menemani putrinya untuk kembali ke butik tempat mereka membeli gaun pengantin.
"Kamu iti masih belum puas juga ya membuat kami malu? Apa kamu ingin gagal menikah lagi untuk ketiga kalinya?" tanya Mommy Jane.
"Sudah kukatakan sejak awal kalau aku belum mau menikah, Mom. Jadi kalau sampai batal, bukankah aku patut bersyukur," senyum Lynn sambil mengatupkan kedua telapak tangannya.
"Ishhh kamu ini!" Mommy Jane benar benar tidak tahu lagi bagaimana membetulkan otak putrinya yang sepertinya agak oleng.
Dalam waktu 15 menit, mereka sudah sampai di depan butik, "Cepat turun dan masuk ke dalam. Tante Yola sudah menunggu di dalam, dan bawa gaunmu."
Dengan mencebik kesal namun tertawa senang di dalam hati, Lynn keluar dari mobil dan masuk ke dalam butik. Jane memperhatikan sampai ia sudah yakin Lynn masuk ke dalam dan ditangani. Ia sendiri harus kembali untuk melanjutkan riasannya.
"Ahhh, aku lupa," ucap Lynn sambil menepuk dahinya dan para staf butik melihatnya.
"Ada apa, Nona Lynn?"
"Pita bagian belakangnya tertinggal di mobil. Aku akan mengambilnya dulu. Kalian perbaiki saja dulu yang rusak," pinta Lynn. Para staf butik pun mengiyakan karena mereka harus bergerak cepat. Sementara Lynn segera keluar dari butik dan melihat ke kanan dan ke kiri.
"Aman!!" gumamnya.
🧡 🧡 🧡
Dengan menggunakan rambut palsu dan kacamata hitam, Lynn berjalan di sebuah dermaga. Ia sedang menunggu keberangkatan kapal menuju ke Singapura. Jika ia menggunakan pesawat, maka akan dengan mudah kedua orang tuanya mencari, maka ia mencari jalur yang lain.
Ia kembali tersenyum saat melihat tas ransel miliknya, juga sebuah ATM baru. Kini ia tak akan takut lagi terlacak oleh keluarganya. Ia masih muda dan tak ingin siapapun mengatur kehidupannya, terutama untuk pasangan hidupnya.
* Flashback on
"Cepat berikan sisa uangnya," ucap Lynn dengan memamerkan sebuah kunci mobil di tangannya.
"Ckk ...," decak sahabatnya yang juga memiliki sebuah showroom mobil pun akhirnya memberikan uang dalam jumlah yang besar pada Lynn. Tentu saja hal itu membuat Lynn tersenyum.
"Pantas saja kamu tidak mengundangku ke acara pernikahanmu, ternyata kamu berencana kabur?" ucap Dennis.
"Ishh ... lagipula kamu juga tahu kan kalau aku tidak pernah setuju dengan perjodohan, apalagi jadi membuatku terkurung dalam sebuah pernikahan."
"Ini hanya sebagian dan sebagian lagi sudah kutransfer ke rekeningmu yang baru. Ini kartunya," Dennis memberikan sebuah kartu ATM atas namanya dan sebuah ransel berisi uang cash. Uang itu adalah hasil penjualan mobil milik Lynn yang biasa ia pakai sehari-hari.
"Sekarang pesankan aku taksi online. Aku sudah membuang sim card ku," pinta Lynn.
"Kamu itu benar benar merepotkan ya, untung cantik," gerutu Dennis.
"Jangan marah marah, nanti cepet tua loh. Kalau tua, nanti Lisa tidak suka lagi padamu," goda Lynn.
"Kata siapa? Lisa menyukaiku apa adanya, tidak sepertimu yang dekat dekat kalau ada maunya!"
pletakkk!!
"Ishhh, sudah cepat! Kalau tidak mereka akan keburu menemukanku."
"Biarin aja, biar dinikahin sama om om," ucap Dennis kesal sambil menatap layar ponselnya.
"Ahhh Dennis!!!"
"Udah nyampe tuh di depan, sampai pelabuhan ya. Hati hati di jalan, kalau bisa jangan balik lagi, ngerepotin!" ungkap Dennis kesal.
"Terima kasih Dennis, mudah mudahan Lisa cepet tahu kalau kamu itu NYEBELINN!!" Lynn langsung berlari keluar sambil menarik koper kecilnya.
Beberapa hari sebelumnya, ia sudah merapikan beberapa pakaian dan barang barang yang ia perlukan ke dalam koper, lalu memasukkan koper itu ke dalam mobil. Ia juga menguras isi ATM nya dan memindahkannya ke rekening Dennis. Lynn memarkirkan mobilnya tak jauh dari butik, agar semua sesuai dengan rencananya.
* Flashback off
Lynn mencari tempat duduk karena ia sudah lelah berdiri dan menunggu. Matanya berbinar ketika menemukan sebuah kursi kosong di antara padatnya penumpang yang akan menaiki kapal.
Ia langsung berlari sambil memegang rambut palsunya dan menarik kopernya. Baru saja ia akan sampai, ia melihat sosok pria bertubuh tinggi dengan kacamata hitam dan menggunakan masker mengambil tempatnya. Lynn yang berlari dengan kecepatan tinggi tak mampu mengerem tubuhnya.
bruggg
"Aduhh!!!" teriak Lynn sambil memegang bokongnya yang langsung terkena lantai beton. Kepalanya juga sakit karena menabrak sesuatu yang keras.
"Kamu nggak punya mata apa?!" tanya seseorang dengan suara yang sudah meninggi.
"Punya lah, nggak lihat apa nih ... masih nempel nih mata di sini," jawab Lynn sambil menunjuk ke matanya.
"Kalau punya mata kenapa main tabrak aja? dasar banteng!"
"Enak aja ngatain banteng, nggak lihat apa cewe cantik begini," ucap Lynn kesal. Ia sudah lelah, letih, lesu, kepanasan pula, eh ditambah harus menghadapi pria rese di hadapannya.
"Kamu itu ambil tempat dudukku, jadi aku harus cepat," ucap Lynn lagi.
"Tempat dudukmu? sejak kapan? Emang ini tempat duduk ada namanya ya?"
"Aku nggak mau tahu, pokoknya aku harus duduk disitu. Kamu kan baru datang, jangan main asal serobot," jawab Lynn.
"Nggak bisa, siapa cepat dia dapat!" pria itu pun tidak mau kalah. Ia tetap duduk di kursi itu dan melipat kedua tangannya di depan dada.
Lynn membersihkan celananya kemudian bangkit. Ia sangat kesal saat ini. Tanpa banyak bicara lagi, ia pun duduk di pangkuan pria itu dengan posisi saling berhadapan.
"Jika kamu tidak mau pindah, maka aku akan duduk di sini," hal itu sontak membuat pria itu kaget dan langsung bangkit, membuat Lynn kembali terkungkal ke belakang.
"Aduhh!!!" kini Lynn mengaduh kesakitan karena siku tangannya langsung terkena lantai beton dan membuatnya berdarah. Pria itu menghela nafasnya pelan kemudian berjongkok.
"Sini kubantu," pada akhirnya pria itu memberikan tempat duduknya pada Lynn, kemudian pergi dari sana. Tak lama ia datang kembali sambil membawa sebuah kantong plastik.
Ia menarik tangan Lynn dan mengeluarkan obat yang baru saja ia beli. Dengan perlahan ia membersihkan, kemudian memberikan antiseptik, lalu menutupnya dengan plester. Lynn tak banyak bicara, ia hanya memperhatikan semua yang pria itu lakukan.
"Sudah selesai. Ini untukmu, ganti plesternya lagi nanti," kemudian pria itu pun pergi meninggalkan Lynn sambil membawa ranselnya.
Ahh, dia baik juga mau mengobatiku. Ehh, stop Lynn, stopp!! Kamu ini mau kabur, bukan mau cari cowo. - Lynn memukul kepalanya pelan untuk menghilangkan pikiran absurbnya.
Ia melihat ke arah pintu kapal yang sudah begitu ramai dengan penumpang yang ingin naik. Ia langsung bangkit dan ikut berdesakan. Ia tak ingin tertinggal, apalagi tertangkap oleh anak buah Daddynya, ngeri!!
*****
Di kediaman keluarga Thomas, mulai terjadi kericuhan seperti yang telah terjadi di kediaman keluarga Sebastian sebelumnya.
"Bagaimana bisa dia kabur lagi?! Kamu tidak menunggunya hingga ia selesai?" tanya Dad Stanley pada istrinya, Jane.
"Tentu saja tidak. Aku sedang di make-up, masa harus menunggunya?"
"Sekarang dia kabur, apa gunanya lagi make-up mu itu," ungkap Dad Stanley yang kesal karena ia harus berhadapan dengan keluarga mempelai pria.
"Anak itu selalu saja membuat kekacauan di hari pernikahannya. Ini sudah ketiga kalinya, bisa bisa dia dapat teko karena terlalu sering," gerutu Mom Jane.
"Bagaimana, apa kamu sudah tahu ke mana dia pergi?" tanya Dad Stanley pada Michael, putra pertamanya. Michael hanya menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu, kita harus segera bertemu dengan calon besan kita. Kita harus mengatakan semua sejujurnya," ucap Dad Stanley yang sudah mulai terbiasa dengan ini semua.
Dad Stanley, Mom Jane, dan Michael pun akhirnya meninggalkan kediamannya dan mengunjungi kediaman calon mempelai pria. Mereka tak ingin dianggap berbohong dan membuat keluarga mempelai pria malu.
"Apa kita harus selalu seperti ini tiap kali akan menikahkannya? Lebih baik aku menghadiahinya teko saja atas pencapaiannya. 3 kali! 3 kali dia membuat kita harus menahan malu di depan keluarga calon besan kita," ungkap Mom Jane kesal.
"Sudahlah, Mom. Sebaiknya kita biarkan saja ia memilih pasangan hidupnya sendiri. Ia sudah dewasa," ucap Michael.
"Kalau begitu, kamu bersiaplah untuk menerima perjodohan dari kami. Kamu juga belum menikah di usiamu yang sudah 27 tahun," goda Dad Stanley.
"Aku masih melanjutkan pendidikanku, Dad. Mau dikasih makan apa nanti istriku," Michael berusaha mengelak.
"Tenang saja masalah itu. Daddy dan Mommy yang akan memberinya makan," Dad Stanley dan Mom Jane saling melirik satu sama lain dan tersenyum karena sudah berhasil menggoda putranya, sementara Michael mencebik kesal.
🧡 🧡 🧡
Ferry yang ditumpangi Lynn kini sudah mulai menyeberang dari Batam menuju Singapura. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah lewat beberapa jam dari acara pernikahannya, berarti sudah dipastikan acara itu batal. Hatinya seakan lompat keluar dan berjingkrak jingkrak dan berteriak.
Penuhnya kapal ferry itu tak menyurutkan kesenangannya. Namun, semakin lama ia merasakan hawa panas yang mendera tubuhnya. Ia pun akhirnya membuka wig yang ia gunakan dan mulai mengipasi dirinya sendiri. Para penumpang yang duduk di sekelilingnya tersenyum melihatnya.
"Apa yang kalian tertawakan?" tanya Lynn masih sambil mengipasi dirinya sendiri.
"Rambutnya bagus neng, ngapain ditutupin pake wig?" tanya seorang ibu paruh baya.
"Penyamaran bu, ibu nggak tahu ya kalau saya ini artis?" bisik Lynn pelan.
"Hahhh artis?! yang bener neng?" dengan suara keras ibu paruh baya itu bertanya, membuat hampir seluruh penumpang kapal menoleh ke arah mereka.
"Aduhh jangan keras keras bu. Nanti kan repot kalau mereka semua minta tanda tangan saya," jawab Lynn masih dengan kebohongannya.
"Tapi kok artis naik kapal ferry, neng? dempet dempetan begini lagi. Apa nggak luntur perawatannya?" sebuah celotehan yang menyambar seperti kompor pun mendarat di telinga Lynn.
"Ini namanya pengalaman, Bu. Saya bakalan main film yang mengharuskan naik kapal kayak begini jadi saya harus meresapi peran," jawab Lynn sekenanya.
"Ooo ... kirain artis udah bangkrut, Neng," ucap salah seirang penumpang, membuat sekelilingnya ikut tertawa.
Aslinya emang bangkrut sih, Bu Ibu. Tapi saya udah berhasil jual 1 mobil, lumayan buat halan halan melepas penat dan pening. - batin Lynn sambil merapikan ikatan rambutnya yang kini dicepol ke atas. Ia masih terus mengipasi wajahnya karena panas.
45 menit berlalu, akhirnya kapal ferry telah berhenti di pelabuhan di Negara Singapura. Lynn sedikit bernafas dengan lega. Ia mengeluarkan paspor miliknya karena akan dilakukan pemeriksaan. Setelah ini ia akan langsung pergi menuju bandara untuk terbang ke negara Australia, negara yang tak akan pernah dikunjungi oleh kedua orang tuanya. Ia tak tahu apa alasannya, tapi itu membuatnya akan aman selama beberapa waktu ke depan.
*****
Lynn sudah kembali mengenakan wig dan kacamata hitamnya. Kini ia berjalan dengan perlahan dan sesekali menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan tak ada yang mengenalinya.
Sampai di bagian pemesanan tiket, ia meletakkan koper kecilnya persis di samping tubuhnya.
"Tiket ke Sydney, penerbangan paling cepat."
"Maaf Nona, saat ini belum ada karena penerbangan ke Sydney sedang mengalami lonjakan karena sedang ada festival di sana."
"Yang benar saja. Saya tidak masalah menggunakan maskapai apa saja, yang penting bisa ke sana," ucap Lynn.
"Tidak ada, Nona Sebaiknya anda tunggu dulu di sana. Kalau misalnya ada yang membatalkan tiket mereka, maka mungkin anda bisa menggantikannya."
Dengan langkah berat Lynn pun berbalik dan duduk. Ia melihat orang orang berbaris dan melakukan check-in, sementara ia hanya diam dan menunggu. Waktu untuk keberangkatan pertama tinggal 1 jam lagi, tapi masih belum ada yang membatalkan perjalanannya.
Lynn mengangkat sebelah kaki kemudian memeluknya. Dengan menumpu dagu di atas lutut ia terus memperhatikan orang orang dan tak mempedulikan orang lain yang duduk di sekitarnya.
"Aku tidak mau ke Sydney!"
"Tapi aku sudah membelinya. Kita akan ke sana. Bukankah kamu ingin pergi honeymoon ke sana?"
"Aku berubah pikiran! Kenala kamu tidak berkonsultasi denganku dulu? Kita ini suami istri, tapi kamu selalu saja mengambil keputusan sendiri!"
Melihat pertengkaran itu tentu saja Lynn sangat senang. Ia terus merapalkan mantra agar pasangan tersebut terus berargumen hingga membatalkan perjalanannya. Lynn pun berjalan mendekati konter.
"Mereka akan membatalkan perjalanannya kan? berikan salah satu tiketnya padaku," ucap Lynn.
"Tidak bisa, Nona. Lihatlah, mereka masih belum memutuskan apapun," ucap staf penjualan tiket.
Lynn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia mulai kembali berpikir bagaimana cara agar ia bisa segera mendapatkan tiket itu. Ia pun berjalan mendekati pasangan yang bertengkar tersebut.
"Maaf, apa kalian akan pergi ke Sydney?" tanya Lynn.
"Ya! ... Tidak! ...," jawab keduanya bersamaan, membuat Lynn terdiam.
"Kalian itu hanya bertengkar saja! Cepat putuskan, jangan membuatku terus menunggu!" ucap Lynn jadi kesal.
"Kenapa kamu memarahi istriku, hah?!" tanya sang suami yang kini sudah memasang badan untuk melindungi istrinya.
"Aku tidak memarahinya. Aku hanya meminta kalian untuk segera memutuskan, mau pergi atau tidak!" jawab Lynn dengan nada sedikit tinggi.
"Mau! Tidak!" jawab mereka lagi secara bersamaan.
Lynn menghela nafasnya. Pertengkaran pasangan itu menghabiskan waktu hingga ia tidak memperhatikan lagi apakah ada yang membatalkan tiketnya atau tidak.
"Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?"
"Bukan begitu, sayang. Tapi bukankah kita akan melihat festival di sana?"
"Aku tidak ingin lagi. Aku mau kita pergi ke Thailand saja," rengek wanita itu. Lynn memperhatikan dengan penuh harap, harapan agar mereka membatalkan perjalanan mereka ke Sydney.
Waktu tinggal 30 menit lagi sebelum area check-in ditutup. Akhirnya pasangan tersebut pergi area check-in dan membatalkan perjalanan mereka. Hal itu tentu saja membuat Lynn sangat senang. Ia langsung menghampiri konter.
"Bagaimana, sekarang aku bisa membeli tiket mereka kan?" ucap Lynn dengan pasangan tersebut yang masih berada di konter.
"Maaf, Nona. Tetap tidak bisa. Tiket ini dijual secara bersamaan dengan sebuah paket honeymoon," ucap staf konter.
"Whattt??!!" Lynn merasa dari tadi ia telah bertindak sia sia.
"Aku yang akan membeli semuanya, beserta dengan paketnya," ucap sesosok pria dari arah belakang mereka. Tentu saja pasangan tersebut sangat senang yang artinya uang yang mereka keluarkan akan kembali.
"Kami terima!" ucap pasangan itu bersamaan.
Pria itu lagi! - batin Lynn saat melihat sosok pria yang pernah dilihatnya di pelabuhan.
"Hei tidak bisa! Aku yang pertama menginginkan tiket ini. Aku akan membayarnya. Cepat berikan padaku!" ucap Lynn sambil menengadahkan tangannya.
"Berapa? aku akan langsung membayarnya," ucap Pria itu.
Pasangan itu menyebut nominal, kemudian dengan cepat pria itu mengetikkan nominal dan meminta mereka memasukkan nomor rekening mereka.
"Tidak bisa!!" Lynn langsung merebut ponsel itu, kemudian memperlihatkan tas ranselnya yang berisi uang.
Mata pasangan itu langsung berbinar saat melihat uang cash. Mereka pun langsung menganggukkan kepala. Pria itu mencebik kesal.
"Aku akan membayar 2 kali lipat!" ujar pria itu.
"Tidak bisa!! Tiket ini milikku!" gerutu Lynn.
"Aku!!"
"Aku!!" pertengkaran mereka malah membuat orang orang di sekitar melihat ke arah mereka. Tiba tiba saja Lynn tersadar dan langsung menginjak kaki pria itu karena kesal.
"Ahhh!!" pria itu meringis.
"Mengapa kalian tidak membayarnya dengan berbagi saja? bukankah ini ada 2 tiket?" keduanya saling berpandangan saat pasangan suami istri di depan mereka menjelaskan.
🧡 🧡 🧡
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!