NovelToon NovelToon

Sang Isteri Inden

Menikah Lagi?

Catherine memandang bayangan dirinya di cermin dengan risau. Setelah lima tahun menjanda, sang mama memutuskan untuk menikah lagi. Agus Susanto, pengusaha konveksi itu menjadi pilihan mamanya untuk mengakhiri status jandanya yang ia sandang setelah Yudhianto, papa kandung Catherine meninggal lima tahun yang lalu karena serangan jantung!

'Serius mama mu mau nikah lagi, Cat? Kamu nggak takut?' suara Hani masih terngiang di kepalanya.

'Bahaya lho punya ayah tiri, apalagi kamu cantik! Kamu nggak pernah nonton berita, banyak anak gadis diperko*a oleh ayah tirinya?'

'Kamu harus hati-hati, jangan sampai lengah!'

'Tutup terus kamarmu, kunci pintunya! Nanti takutnya malam-malam pas mamamu tidur dia menyelinap ke kamarmu dan melecehkan mu!'

Cuitan teman-temannya ketika ia mengabarkan bahwa hari ini mamanya itu akan menikah kembali berputar dalam ingatan Catherine. Jujur ia sangat takut! Apalagi ia akan tinggal satu atap dengan laki-laki asing yang menikahi mamanya itu! Lantas sekarang ia harus bagaimana? Ia sendiri tidak mau jika harus pindah ikut neneknya di desa! Tapi kalau tetap disini, ia takut luar biasa!

Bagaimana kalau nanti apa yang dikatakan teman-temannya itu benar? Bagiamana kalau nanti ayah tirinya itu melakukan perbuatan asusila kepadanya? Bagaimana?

"Catherine ... ayo keluar, ijab qobul nya sudah mau dilaksanakan!"

Itu suara Tante Lisa, Catherine segera melangkah keluar, ia sedikit kesulitan melangkah dengan kebaya dan kain jarik itu.

"Aduh, keponakan Tante cantik banget sih!" puji Tante Lisa sambil berdecak kagum.

'Cantik?'

'Hey kamu cantik, bisa saja nanti papa tiri mu malah tertarik padamu. Kamu harus hati-hati betul!'

Ahh ... hari Catherine menjadi risau! Sungguh ia sangat takut jika harus mengalami itu. Ia baru enam belas tahun memang, namun ia pernah melihat itu! Di film yang tidak sengaja Catherine temukan di flashdisk Binsar, teman sekelasnya ketika ia pinjam untuk meng-copy tugas.

Wajah Catherine sontak memerah, bayangan adegan itu berputar di kepalanya. Membuat tubuhnya merinding seketika!

"Cat! Kamu melamun?" Tante Lisa menyenggol lengannya ketika Catherine tidak langsung melangkah masuk ke ballroom hotel itu.

"Ahh ... tidak, Tante!" Catherine bergegas melangkah masuk, pikirannya masih kalut.

"Ada yang kamu pikirkan, benar bukan?" Tante Lisa memburu langkah Catherine.

Catherine menatap mata itu, lalu menunduk. Ia tidak hanya sedang memikirkan sesuatu, tapi juga khawatir akan sesuatu, takut dan cemas, semua jadi satu!

"Tante, aku takut!" bisik Catherine lirih.

Tante Lisa tersenyum, tangannya menggenggam erat tangan Catherine yang dingin itu.

"Dia pria yang baik! Tapi pesan Tante kamu tetap hati-hati dan jaga sikapmu. Oke?"

"Bagaimana kalau kejadian yang ada di berita-berita itu terjadi, Tante?" mata Catherine berkaca-kaca.

"Hush! Jangan berpikiran yang buruk! Tetap santai dan tenang, tapi tetap waspada. Tidak semua ayah tiri sebejat itu, Cat!"

Catherine hanya menunduk, ia benar-benar takut! Kenapa papanya harus meninggal? Sehingga mamanya harus menikah lagi seperti ini? Kenapa? Tak terasa air mata Catherine menitik. Dadanya sontak menjadi sesak.

"Jangan takut, kalau ada apa-apa kan kamu bisa menelepon Tante, oke?"

Catherine tidak menjawab, ia masih bergelut dengan segala pikiran dan ketakutannya itu. Hingga ia tidak terlalu menyimak acara sakral mamanya yang berlangsung di hotel mewah berbintang lima itu. Semua mengalir tanpa Catherine hiraukan, hingga ...

"SAH!!"

Suara itu saling bersahutan, dan itu artinya mulai detik ini Agus Susanto itu sudah resmi di mata hukum dan agama menjadi suami mamanya! Dan berarti mulai saat ini ia akan tinggal bersama dengan laki-laki itu.

Catherine menghela nafas panjang. Buku nikah itu sudah ditandatangani! Catherine tidak bisa berbuat apa-apa, memangnya apa haknya ia melarang mamanya menikah kembali? Mamanya masih cukup muda, dan Catherine sendiri tahu mamanya sudah cukup lama sendiri.

"Ayo, Salim dulu sama Papa Agus." perintah Nina setelah mereka berfoto dengan buku nikah dan cincin nikah mereka.

Dengan gugup Catherine membalas uluran tangan itu, dan mencium tangan laki-laki itu.

"Mulai sekarang panggil Papa ya, jangan Om lagi." guman Agus sambil terkekeh.

Catherine memaksakan diri tersenyum, lalu mengangguk pelan. Semoga saja semua tetap baik-baik saja, semoga semua yang ditakutkan Catherine tidak pernah terjadi. Semoga Agus memang benar-benar laki-laki yang baik!

Catherine rasanya ingin menjerit, namun ia tahan semua itu. Ia tetap menampilkan senyuman di bibirnya. Hari ini adalah hari bahagia milik mamanya, dan ia tidak ingin merusaknya. Semoga rencana baik ini juga bersambut baik. Semoga laki-laki itu tidak menjadi perusak masa depan Catherine seperti yang ia takutkan! Semoga.

"Happy Wedding Day, Mam!" bisik Catherine lalu memeluk erat tubuh Nina.

Was-was

Pagi itu Catherine bangun dengan perasaan aneh tidak seperti biasanya. Rasanya ia tidak tenang meskipun ia berada di rumahnya sendiri. Rasanya ia benar-benar tidak nyaman dan ingin segera pergi keluar dari rumahnya. Entah berlama-lama di kelas, main kerumah Tania, atau kemanapun asal tidak di rumah.

Catherine selalu mengunci dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Bahkan ketika ia mandi sekalipun, pokoknya ia tidak pernah membiarkan pintu kamarnya dalam keadaan tidak terkunci! Ia benar-benar takut!

Hari Senin itu, ia sudah siap dengan seragam putih abu-abunya. Ia tidak lagi memakai rok abu yang mini dan sesak. Ia memutuskan membeli lagi rok yang baru, yang lebih besar. Dan kemeja sekolahnya pun ia beli baru, semua serba besar agar tidak terlalu pas di badannya, supaya tidak menonjolkan lekuk-lekuk tubuh.

"Cat, hari ini diantar Papa ya!" sapa Agus ketika Catherine sudah bergabung di meja makan.

'Mam*us!' Catherine mendengus dalam hati, ia hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Ia segera meraih selembar roti tawar dan mengoles permukaan roti dengan Ovomaltine favoritnya.

"Kamu nggak makan nasi?" tanya Nina yang heran Catherine hanya makan selembar roti.

"Biar Bi Jum bungkus buat bekal saja, Ma." jawab Catherine lalu segera melahap rotinya.

"Oke sebentar," Nina meletakkan sendoknya. "Bi ... tolong siapkan bekal buat Cat ya!"

"Baik, Nyonya!"

Catherine hanya diam sambil mengunyah rotinya, ia melirik Agus sekilas. Papa tirinya itu fokus pada piringnya, tidak ada mata jelalatan yang seperti di sinetron-sinetron atau cerita-cerita orang. Ia tampak biasa aja. Ahh ... namun Catherine tidak boleh lengah! Ini baru hari pertama! Tidak bisa untuk patokan bahwa semuanya akan baik-baik saja!

"Cat, nanti kalau siang Papa nggak bisa jemput, dan Mama juga sedang sibuk, kamu naik ojol aja ya!" Agus meneguk air putih dalam gelasnya, lalu menepikan piring kosong itu.

"Iya nggak apa-apa, Pa." memang apa yang mau Catherine jawab? Mau marah-marah menolak gitu? Yang benar saja!

"Berangkat sekarang?" tanya Agus sambil melirik arlojinya.

Catherine menghela nafas panjang, ia meneguk susu di gelasnya, lalu mengangguk.

"Ini bekalnya, Non." Bi Jum muncul sambil menyodorkan tas bekal Tupperware itu pada Catherine.

"Makasih ya, Bi." ucap Catherine tulus.

"Sayang aku sama Cat berangkat dulu ya!" Agus mencium kening Nina, dan itu membuat perut Catherine jadi mulas, pikirannya melayang kemana-mana.

"Kalian hati-hati ya!"

***

"Sudah bisa nyetir mobil?" tanya Agus pada Cat dalam perjalanan ke sekolah gadis itu.

"Belum, Pah. Sama Mama belum diajarin." jawab Catherine singkat, ia benar-benar gugup, kikuk, dan takut!

"Besok kalau Papa ada waktu luang biar Papa yang ajarin kamu. Jadi nanti kalau kamu ada acara sama teman-teman kamu, dan mama papa sibuk kan kamu bisa pergi sendiri pakai mobil." suara itu terdengar tulus, namun hati Catherine masih ragu. Benarkah tulus atau hanya jebakan?

"Terimakasih, Pah. Selonggarnya Papa saja. Kan Papa sibuk." guman Catherine yang mencoba menolak secara halus.

"Iya nih, memang akhir-akhir ini akan sangat sibuk, tapi ya cobalah nanti Papa lihat ada waktu luangnya kapan." Agus tersenyum, hanya melirik sekilas lalu kembali fokus pada jalanan.

Tidak ada lirikan mesum, bahasan yang bersifat porno, dan tingkah yang aneh. Apakah memang benar laki-laki ini laki-laki yang baik? Atau semua ini hanya pancingan? Ahh ... Catherine tidak boleh lengah! Ia harus tetap waspada.

"Nanti kamu pulang sekolah jam berapa, Cat?" tanya Agus ketika gadis itu hanya diam.

"Jam setengah tiga, Pa."

"Wah jam sibuk itu, nanti ojol aja ya nanti." Agus sama sekali tidak meliriknya. Matanya fokus ke jalanan. Dan jujur itu membuat Catherine sedikit merasa aman.

"Oke, nggak masalah, Pa." jawab Catherine singkat, ia masih begitu canggung dan gugup!

"Nah sampai!" ujar Agus lalu menepikan mobilnya.

Catherine segera melepaskan sabuk pengamannya, lalu hendak membuka pintu.

"Nggak Salim sama Papa nih?" tegur Agus ketika gadis itu terburu-buru hendak keluar.

Cathe tersenyum masam, ia kemudian mengulurkan tangannya dengan jantung yang berdetak tidak karuan itu. Tidak ada yang terjadi, ketika tangan itu sudah beradu dengan jidat Catherine semuanya usai, tidak ada adegan remas-meremas tangan seperti di sinetron-sinetron! Tidak ada!

"Catherine masuk dulu, Pah!" pamit Catherine sambil tersenyum canggung.

Agus hanya tersenyum dan mengangguk pelan, sedetik kemudian mobil itu sudah melaju, meninggalkan Catherine yang masih terpaku di tempatnya berdiri.

"Hai Cat, gimana ayah baru kamu?" tanya Alin yang juga baru saja turun dari mobilnya.

"Baik sih sejauh ini." jawab Catherine apa adanya.

"Dia nggak *****-***** kamu gitu kan? Nggak lirik-lirik mesum gitu? Atau ngomong yang porno-porno gitu?" cecar Alin penasaran.

"Enggak lah, gila apa! Jangan sampai ih amit-amit!" Catherine menggeleng kepalanya cepat ketika bayangan film biru itu kembali terlintas di pikirannya. Apaan sih pagi-pagi sudah kotor saja pikirannya!

"Semoga tidak kejadian yang tidak-tidak ya, Cat." guman Alin lirih.

"Iya semoga, aku juga berharap bahwa semua akan baik-baik saja."

"By the way nama papa tiri kamu siapa?" tanya Alin ketika mereka mulai masuk kedalam kelas.

"Agus Susanto namanya." Catherine sudah meletakkan tasnya di meja.

"Yang punya perusahaan konveksi itu bukan sih? Yang buat piyama-piyama sama baju bayi itu ya?" tebak Alin tepat sasaran.

"Betul, kok kamu tahu?" Catherine penasaran, darimana gadis itu tahu bisnis papa tirinya itu?

"Cece aku resseler produk dia, Cat! Dia memang baik sih kalau kata Cece aku." Alin menjelaskan. "Tapi tetap waspada ya!"

Catherine menghela nafas panjang, tentu! Ia akan selalu waspada! Ia tidak ingin hal buruk itu menimpanya! Tidak! Kalaupun ia harus melakukan hal-hal seperti dalam film yang ada di flashdisk Binsar itu, ia ingin melakukan nya ketika sudah waktunya nanti. Dengan suami sahnya, dengan laki-laki yang ia cintai!

Bukan dengan laki-laki yang tidak ia cintai, apalagi dengan papa tirinya sendiri! Iih ... sontak tubuh Catherine merinding luar biasa! Wajahnya memanas mengingat tiap adegan dalam film itu.

"Cat!" panggil Alin ketika Catherine hanya terpaku di mejanya.

"Eh ... kenapa?"

"Kamu melamun?" tanya Alin sambil memandangi Catherine dengan seksama.

"Ahh ... tidak! Aku hanya teringat almarhum papaku." ujar Catherine berbohong! Ingat almarhum papanya apaan? Bayangan adegan film itu terus menari-nari di kepala Catherine!

"Kamu yang sabar ya! Terus doakan buat papamu, agar tenang di sana." Alin tersenyum, di elusnya tangan Catherine dengan lembut.

Catherine hanya mengangguk pelan, seandainya papa masih ada, tentu ia tidak harus merasakan ketakutan ini. Tidak harus!

Lebih Dekat

Catherine melangkah ke depan gerbang sekolahnya, ia hendak merogoh saku seragamnya untuk mengambil Smartphone ketika sosok itu melangkah di sampingnya.

"Hai Cat!"

Catherine menoleh, entah darimana datangnya, Wilson sudah melangkah di sampingnya.

"Oh hai!" sapa Catherine sambil tersenyum.

"Nunggu jemputan?" tanya Wilson seraya menjajarkan langkahnya di samping Catherine.

"Nggak, mau pesen ojol aja sih, papa mama lagi sibuk semua nggak bisa jemput."

"Bareng sama aku aja gimana? Kebetulan rumah kita satu arah kan?" tawar Wilson sambil tersenyum lebar.

"Nggak ngerepotin nih?" Catherine tampak ragu.

"Santai lah, kita satu arah bukan?" Wilson terkekeh, lalu menarik tangan Catherine menuju mobilnya.

"Pak, antar Catherine dulu sekalian ya!" ujarnya pada sang supir.

"Siap Den!"

Catherine lantas masuk ke dalam, disusul Wilson yang kemudian menutup pintu. Mobil mewah itu mulai berjalan meninggalkan depan sekolah favorit itu.

"Kamu sudah tidak bergabung di eskul drama sekolah lagi, ya?" tanya Wilson memecah kesunyian.

"Masih sih, tapi memang sekarang lebih fokus ke eskul musik. Lagi suka banget main piano sama biola." Catherine tersenyum, memang ia sedang tergila-gila dengan dua alat musik itu sekarang.

"Kapan boleh lihat kamu main piano?" pinta Wilson sambil melirik adik kelasnya itu.

"Sepulang sekolah gimana? Kita VC nanti aku main piano?" tawar Catherine sambil balas melirik sosok itu.

"Nggak seru, aku pengen lihat langsung! Tiap hari apa eksul musiknya diadakan?"

"Hari Kamis jam tiga, di ruangan seni musik."

"Oke, besok Kamis aku kesana deh."

Catherine hanya tersenyum, entah mengapa tiap dekat dengan kakak kelasnya yang satu ini rasanya sungguh berbeda. Namanya Wilson Otto Tandoyo, anak kelas dua belas IPA 1. Terkenal sebagai sosok paling cerdas seangkatan, sering bolak-balik luar negeri ikut olimpiade sains, dan selalu pulang dengan medali emas. Mereka kenal ketika tidak sengaja di pasangkan dalam sebuah judul drama yang dipentaskan oleh sekolah mereka untuk acara Bulan Bahasa.

Catherine sebagai Aurora dan Wilson sebagai pangerannya! Ahh ... Sungguh kisah dongen klasik yang romantis kala itu. Dan kemudian hubungan mereka berlanjut sampai sekarang. Hanya saling berkirim pesan dan bersapa jika bertemu sih, tidak lebih. Namun Catherine sangat suka saat seperti ini.

"Cat ...." panggil Wilson ketika Catherine kembali hanya diam.

"Gimana, Ko?" tanyanya sambil menatap sosok itu lekat-lekat.

"Kabarnya mama mu menikah lagi, ya?" tanya Wilson dengan hati-hati.

"Iya, baru Minggu kemarin itu acaranya."

"Jadi kamu punya papa tiri?" tanya Wilson lagi sambil menatap Catherine dengan seksama.

"Betul, sekarang aku punya papa tiri."

Wilson kemudian meraih dan menggenggam tangan Catherine, ia menatap dalam-dalam manik gadis itu.

"Jika ada apa-apa yang tidak semestinya terjadi, atau dilakukan oleh papa tirimu, jangan sungkan minta tolong padaku ya? Cerita kepadaku, hubungi aku!" guman Wilson sambil terus menatap ke dalam mata Catherine.

Catherine hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Ia belum mau melepas genggaman tangan itu. Begitupun dengan Wilson. Kenapa rasanya seperti ini? Apa yang terjadi?

"Aku tidak mau sampai terjadi apa-apa kepadamu, aku selalu berharap kamu baik-baik selalu."

Sekali lagi Catherine tersenyum, wajahnya bersemu merah. Wajah itu belum mau berpaling dari depan wajahnya, masih menatap Catherine lekat-lekat.

"Terimakasih, aku akan selalu jaga diri kok, dimanapun!" Catherine tahu kemana arah kekhawatiran Wilson.

"Sudah sampai, Den!" ujar supir pribadi Wilson yang sontak mengejutkan mereka bedua.

Catherine bergegas melepaskan genggaman tangannya itu dengan halus. "Terimakasih tumpangannya, Ko." guman Catherine lalu turun dari mobil itu.

"Sama-sama Cat!"

"Terimakasih ya, Pak. Sudah mau antar saya!" ucap Catherine pada supir Wilson itu.

Lelaki itu hanya tersenyum dan mengangguk, lalu kembali memacu mobilnya pergi dari depan rumah Catherine. Setelah mobil itu hilang dari pandangannya, Catherine bergegas masuk ke dalam halaman rumahnya. Obrolan dengan Wilson tadi sontak membuatnya ingin segera menyentuh piano miliknya. Hatinya sudah lumayan tenang, apa karena belum ada tanda-tanda yang tidak baik dari papa tirinya itu atau karena tadi berjumpa dengan Wilson?

Kenapa jadi bawa-bawa kakak kelasnya itu? Ahh ... siapa sih yang tidak meleleh dengan sosok itu? Tampan, postur tubuhnya begitu gagah, cerdas lagi! Paras Catherine memerah seketika ketika membayangkan wajah itu. Apakah dia jantung cinta?

***

Catherine tengah duduk di ayunan yang ada dipinggir kolam renang malam itu ketika sosok itu muncul. Sosok itu kemudian duduk tepat di samping Catherine yang sontak membuat jantung Catherine rasanya hendak lepas.

"Kamu suka main biola juga?" tanya Agus sambil tersenyum.

"Suka Pah, tapi belum terlalu jago." Catherine benar-benar takut, harus bagaimana dia sekarang?

"Boleh pinjam biolamu?"

Catherine menyerahkan biola itu dengan takut-takut. Agus menerima biola itu, lalu memposisikan biola itu di pundaknya. Perlahan ia menggesek biola itu, mengalunkan nada-nada yang begitu lembut dan indah di telinga Catherine.

"Canon in D ...." desis Catherine yang tahu betul musik apa yang dimainkan Agus itu, salah satu instrumen karya Johann Pachelbel itu. Dan Catherine sangat menyukainya!

Ia sampai ternganga melihat bagaimana lihainya Agus memainkan instrumen itu, sungguh luar biasa.

"Keren banget, Pah!" pekik Catherine ketika Agus menyudahi permainan biolanya.

"Sekarang giliran mu!" Agus kembali menyodorkan biola itu. Catherine menerimanya, ia mulai memainkan biola itu.

Bukan Canon in D yang ia mainkan, melainkan OST film Frozen itu yang ia mainkan dengan biola itu. Dengan penuh penghayatan Catherine menggesek biola. Ketakutannya sontak hilang, suara yang dihasilkan dari gesekan alat musik itu benar-benar membuat pikirannya begitu jernih dan tenang.

"Permainan mu bagus juga! Belajar biola dimana?" tanya Agus sambil bertepuk tangan setelah Catherine menyelesaikan lagu itu.

"Dulu kursus sih, Pah. Cuma sekarang sudah berhenti." guman Catherine murung.

"Kenapa?" tanya Agus kembali meraih biola itu.

"Dulu rasanya jenuh saja, cuma sekarang Cat sadar kalau suara biola dan piano bisa bikin Cat tenang kalau pas sedih, galau, banyak pikiran gitu." entah mengapa Catherine mulai bisa merasa akrab dengan sosok itu.

"Ambilah kursus lagi, kamu tampak berbakat." Agus masih serius memperhatikan biola di tangannya itu.

"Memang boleh, Pah?" tanya Catherine dengan mata berbinar.

"Kenapa tidak boleh? Tentu boleh lah!" Agus kini menatap Catherine dan tersenyum. "Sebenarnya sih Papa juga bisa sih ngajarin kamu, tapi mohon maaf Papa cukup sibuk. Jadi lebih baik kamu ambil kursus saja."

Catherine mengangguk pelan, ia sangat senang dan setuju dengan usulan Agus. Ia benar-benar mulai yakin bahwa laki-laki itu memang laki-laki yang baik. Semoga saja penilaiannya tidak salah, dan semoga saja ini semua bukan topeng atau umpan. Semoga

----

Jangan lupa like, comment, dan vote nya yaa ...

Mampir juga yuk ke kisah Author yang lain :

"Cinta Jas Putih"

"COMPLICATED"

"Mysterious CEO"

Kritik dan saran sangat Author tunggu ya, terimakasih

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!