NovelToon NovelToon

Arumi

Mimpi Buruk

Arumi terkulai di sebuah ruangan gelap dan lembap, hening dalam kegelapan. Udara yang sangat kental dihiasi aroma kelebabapan. Hanya sedikit cahaya yang berasal dari ventilasi pintu.

Tubuhnya semakin lemah, mungkin kurangnya kandungan oksigen di ruangan itu. Bahkan Arumi kekurangan asupan makanan yang membuat tenaganya menghilang.

Suara decitan pintu terdengar nyaring, semburat cahaya mulai menyebar di seluruh ruangan. Arumi tidak bergerak sedikit pun, tubuhnya seakan lengket dengan kasur berukuran 190 x 60 cm.

“Arumi.”

Seketika tubuh lemahnya itu bisa terangkat, saat mendengar suara perempuan yang tidak asing. Bukan lagi pengawal galak yang menaruh piring berisikan nasi dan cangkir air putih.

“Elisa,” katanya lemah. Bibirnya bergetar, setelah mengeluarkan segala tenaga hanya untuk menyebutkan satu nama.

Elisa berdiri dengan melipat tangan di dadanya, wajahnya sumringah melihat kemalangan sang kakak. Ditambah goresan luka di wajahnya membuat Arumi yang sangat cantik menjadi jelek.

“Elisa, terima kasih kamu sudah menemukanku.” Arumi berusaha memegang tanga Elisa namun dengan cepat di hempasnya.

“Elisa, kenapa kamu diam saja?” Arumi berusaha bangun, dengan kedua tangan  memegang tepi ranjang.

Dengan susah payah Arumi bisa duduk dengan tegak, ia menarik tangan Elisa. Bibirnya tersenyum tipis, ia akhirnya bisa bertemu dengan keluarganya yang akan membawa pergi dari kamar kosong dan lembap. Untuk mengakhiri segela penderitaanya.

Entah siapa yang menyekapnya, Arumi tidak tahu. Bahkan Arumi juga tidak tahu sudah berapa lama ia mendekam di situ. Yang dia ingat malam itu ketika semua keluarganya pergi. Sekitar lima orang datang dengan wajah yang tertutup sehingga menyisakan matanya. Menodongkan pistol ke arahnya, Arumi yang hanya bisa pasrah adan di bawa pergi.

Elisa menarik perlahan tangan Arumi, kemudia dia mendorongnyag hingga terjatuh tersungkur. Elisa menginjak tangan Arumi.

“Menemukanmu?” ucap Elisa sambil tersenyum. Dia menggerak-gerakan jari telunjuknya.

“Elisa apa yang kamu lakukan?” Arumi merintih menahan sakit, tangannya berdarah karena hak tinggi yang diinjakkan di tangan Arumi.

“Apa yang aku lakukan adalah pembalasan dari semua yang kamu lakukan kepadaku, kakakku yang malang.” Elisa memegang dagu Arumi lalu melepaskannya kasar.

“Apa yang selama ini aku lakukan?”

“Kamu memang tidak pernah sadar Arumi. Semua hal yang kumiliki kamu ambil. Dan orang tua bangka itu sangat mengesalkan, dia terus memberikan segala hal untukmu. Tapi aku tidak!” bentaknya.

Elisa iri dengan Arumi, karena dia memiliki segala hal yang tidak didapatkan. Dari jabatan, harta, dan juga masalah percintaan. Elisa iri karena cowok yang di sukainya lebih memilih Arumi.

“Apa semua ini tentang harta warisan?”  Arumi sangat sedih jika memang Elisa melakukan semua ini karena warisan keluarganya.

“Tentu saja, tua bangka itu sangat tidak adil. Dan aku telah membuat keadilan untuk diriku sendiri,” ucapnya sembari memainkan kukunya.

“Maksud kamu apa Elisa?” tanya Arumi.

Elisa menunjukkan video, ketika sang ayah dibunuh dengan sadis oleh orang suruhannya.

“Elisa, kamu membunuh ayah?” Arumi memegang tepi ranjang lalu berusaha berdiri.

“Andai saja tua bangka itu tidak serakah, pastinya aku tidak akan membunuhnya,” katanya dengan santai.

“Tega kamu Elisa, ayah telah mengangkatmu yang bukan siapa-siapa, ini kah balasanya?” Arumi menatap Elisa dengan nanar.

Hati Arumi sakit, melihat ayah tercintanya di tembak mati. Anak yang diangkat karena ibunya yang miskin itu tidak tahu diri.

“Elisa, kalau saja ayah tidak menikahi ibumu. Kalian itu hanya gembel serta statusmu hanya anak haram,” Arumi mengatakannya dengan sangat berani.

Suara tamparan keras mendengung di dalam ruangan, Arumi memegang pipinya yang mulai panas. Air matanya pun dengan mulus menetes di pipi yang tirus.

“Jaga mulut kamu Arumi! Ibuku terlalu pintar karena bisa menikahi pria bodoh seperti ayahmu itu,” Elisa membanggakan ibunya yang berhasil menggaet CEO tampan tapi bodoh.

Arumi tersenyum mengejek, “Kamu membanggakan sesuatu yang hina. Ah, buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya bukan.”

Elisa menarik erat rambut kusam milik Arumi, semenjak dia dimasukkan ke ruangan itu dia sama sekali tidak pernah mandi.

“Jangan sesumbar sok suci, kamu sendiri juga merebut tunanganku!” hardik Elisa.

“Tunangan?” Arumi mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu siapa orang yang dimaksud Elisa, kenapa bisa dia mengatakan merebutnya. Arumi  saja sudah memiliki suami.

Elisa mendorong Arumi, ia kembali tersungkur di lantai. Elisa langsung saja menginjakkan kakinya di punggung Arumi sebelum dia berusaha berdiri lagi.

“Fadli, lo menggoda dia kan?” Elisa kembali menarik rambut Arumi.

Arumi merintih kesakitan, ia berusaha untuk menarik kaki Elisa tapi tenaganya tidak cukup.

“Lepaskan Elisa,” rintihnya.

“Aku tidak pernah menggoda Fadli. Dia saja yang buaya, aku sudah memiliki suami yang jauh lebih baik dari dia,” Arumi membanggakan suaminya yang sekarang sedang jauh dari dirinya.

“Fadli jauh lebih baik dari Agam.” Elisa tidak terima calon suaminya itu direndahkan.

“Benarkah? Kalau memang dia lebih baik kenapa terus menggoda istri orang. Elisa, ternyata kamu memang kalah segalanya dariku.” Arumi tersenyum lebar.

Elisa menampar Arumi, “Penggoda itu kamu Arumi, tapi tak masalah setelah kamu pergi. Semua harta kekayaan ini adalah milikku. Dan Agam, akan aku buat sama seperti dirimu,” ancam Elisa.

“Jangan terlalu sesumbar Elisa, seujung kuku pun kamu tak akan mampu menyentuh suamiku.”

“Oya,” Elisa tertawa mendengar ocehan lemah Arumi.

“Tentu saja, dia adalah suamiku yang sangat hebat. Bukan calon suamimu yang selalu main perempuan sana sini,” tutur Arumi.

 “Ingat Elisa, apa yang kamu lakukan ini hanya akan sia-sia.” Arumi mengingatkan Elisa.

“Sia-sia katamu, lihat saja beberapa jam lagi suami kamu akan menyusul si tua bangka.” Elisa menunjukkan foto di hpnya.

Elisa sudah menyabotase mobil yang digunakan Agam. Jadi dia tidak akan pernah sampai rumah dan menolongnya.

“Elisa, kamu benar-benar manusia licik. Manusia tidak tahu balas budi!” maki Arumi.

“Makilah sepuasmu, kakakku sayang. Selagi kamu masih bisa mengucapkan kata dari mulutmu ini,” Elisa tertawa terbahak-bahak.

Elisa sengaja tidak langsung menghabisi Arumi karena dia mau Arumi tersiksa lahir dan batin. Elisa sengaja menunjukkan keluarga Arumi satu per satu terbunuh. Baru dia akan menghancurkan Arumi dengan tangannya sendiri.

“Sungguh sangat disayangkan ya, keluarga kita yang harmonis berubah seperti ini.” Elisa duduk di kursi yang sudah disiapkan pengawal.

“Kamu tidak akan pernah bahagia Elisa, bahkan kamu tidak akan pernah mencicipi harta keluargaku.” kata Arumi.

“Angkat dia,” perintah Elisa kepada pengawal.

“Baik,” Pengawal itu segera membantu Arumi berdiri.

Elisa berjalan mendekati Arumi, ia memberikan tamparan keras dikedua pipi Arumi bergantian. Arumi hanya bisa merintih, menahan kesakitan yang bertubi-tubi.

Dia pikir cahaya hari itu adalah cahaya kebebasannya, tetapi ternyata salah hari ini adalah hari di mana  dirinya menjemput ajal. Adik yang selama ini ia sayangi seperti adik kandung telah melukainya. Menyakiti seluruh keluarganya, bahkan sampai tega membunuh.

“Elisa, lepaskan aku,” pinta Arumi lirih.

“Apa? Aku tidak mendengarnya?” Elisa mendekatkan telinganya.

“Lepaskan aku, ambil semua harta warisannya. Aku tidak butuh semuannya, lepaskan juga suamiku,” Arumi memohon.

Mimpi Buruk II

“Elisa, apa kamu tidak mempunyai hati nurani. Aku ini saudarimu,” ujar Arumi.

Arumi masih saja berusaha menyadarkan Elisa, ia berharap semua ini hanya sebuah mimpi buruknya. Arumi sangat menayangi Elisa, meskipun bukan dari rahim yang sama.  Ia memperkenalkan di depan teman-temannya sebagai adik kandungnya bukan adik tirinya.

“Sudah kubilang, jangan pernah menganggap aku ini adikmu,” ucapnya jijik.

“Arumi, selain itu aku juga mau memberikan  surprise. Pasti kamu akan bahagia." Elisa sembari menepuk tangan dua kali.

Satu pengawal masuk membawa toples kaca, Elisa mengambilnya lalu mendekatkan ke Arumi.

Elisa tersenyum lebar, ini adalah babak akhir yang paling di tunggu olehnya. Arumi pasti tidak akan pernah mau hidup lagi saat mengetahui apa yang di bawanya.

“Apa itu Elisa?” tanya Arumi.

“Kamu benar-benar ingin tahu?” kata Elisa dengan wajah yang sumringah. Arumi mengangguk, ia ingin tahu apa lagi yang diperbuat oleh adik tirinya itu.

“Aku butuh sesuatu untuk bahan eksperimen, jadi kuambil saja janin yang ada di perutmu,” Elisa mengangkat topel tepat di mata Arumi.

“Ja-nin, a- anakku,” lirihnya.

Air matanya langsung mengucur, ia tak menyangka Elisa setega itu. Ia masih bisa mengerti dendamnya yang dilimpahkan kepada orang-orang terdekatnya. Namun ia tak menyangka kalau janinnya pun ikut menjadi pelampiasan dendamnya.

“Elisa, kamu memang tidak punya hati. Apa salah janinku sampai kau bunuh?”

“Salahnya, kenapa dia berada di dalam perutmu,” jawab Elisa sembari tertawa keras.

“Elisa, kau memang wanita iblis. Kau tidak pantas menjadi saudariku!” maki Arumi.

Elisa menjambak rambut Arumi, “Wanita bodoh, siapa juga yang mau menjadi saudarimu.”

Selama ini Elisa hanya menganggap Arumi itu penghalanganya untuk mendapatkan harta kekayaan ayah tirinya. Dan semua perhatian yang ada di dunia ini hanya dia yang boleh mendapatkan bukan Arumi.

“Sepertinya waktu bermain-main sudah selesai,” katanya sembari melepaskan rambut Arumi.

“Elisa, lepaskan aku!” teriak Arumi.

“Tenang saja kakakku tersayang. Sebentar lagi kamu akan merasakan kebebasan. Tunggu sebentar.” Elisa menoleh, ia memberikan senyuman yang sangat manis.

Dalam diri Arumi masih berharap kalau Elisa akan membebaskan dirinya, meskipun tidak yakin dengan apa yang telah dilakukan oleh keluarganya.

Elisa masuk membawa tas besar, dan menggelarnya di lantai. Elisa mengeluarkan peralatan, dari mikroskop bedah, pincet bedah dan beberapa peralatan lain.

“Elisa apa yang akan kamu lakukan?”

“Pengawal, ikat dia di atas kasur.” Elisa menunjuk kasur yang sudah usang.

“Baik,” jawabnya sambil menyeret Arumi yang berusaha kabur.

“Elisa, apa yang akan kamu lakukan padaku. Elisa ingat aku ini kakakmu, keluargamu,” Arumi mencoba menyadarkan kegilaan Elisa.

Elisa tersenyum tanpa menyahuti Arumi, menurutnya bukan dia yang jahat tapi Arumi yang terlalu naif dan bodoh menganggap dia dan ibunyan itu sangat baik.

Elisa mulai menyayat area mata Arumi, ia menginginkan bola mata milik Arumi yanh akan didonorkan kepada adik iparnya yaitu adik dari Fadli.

Arumi menjerit sekuat tenaga, tapi Elisa tidak gentar sama sekali. Dendam dalam dirinya sudah menggebu sehingga hati naluraninya sudah hilang. Yang ada dipikiranya sekarang adalah melenyapkan kakak tirinya.

Semua pengawal hanya diam melihat pembunuhan ini, mereka tidak berani membantu.

“Sudah dibilang jangan berani-berani sama Elisa, tapi terus saja kamu mengacau." Elisa menaruh bola mata bagian kanan milik Arumi.

Ia meletakkan di toples kaca berukuran kecil. Setelah selesai ia kemudian mengambil bagian kiri. Suara Arumi mulai menghilang, Elisa merasa belum puas menyakiti Arumi. Namun dia sudah pingsan saja.

Elisa kembali mengambil organ dalam milik Arumi, sangat disayang kalau sampai disia-siakan begitu saja. Jantung, ginjal, hati bisa dia jual untuk semakin memperkaya dirinya.

Ruangan sudah bersimbah darah, Elisa melepas sarung tangan dan menjadikan satu bersama alat-alatnya.

“Selamat tidur nyenyak kakaku yang malang, kamu tidak akan kesakitan lagi. Dan cepat berkumpul dengan keluargamu yang bodoh itu. Tenang saja aku akan menjaga seluruh harta peninggalan kalian." ucapnya dengan tawa kecil.

Elisa sangat puas dengan hasil operasi yang di lakukan. Semua berjalan sangat mulus tanpa kegagalan sedikitpun.

“Pengawal bersihkan semua ini, dan buat semua ini seolah dia mati karena sakit.”

Elisa membawa semua organ dalam milik Arumi. Dia merasa menang terhadap keluarga Arumi. Ia sangat puas bisa menghabisi Arumi dengan tangannya sendiri. Kini dia tinggal menikmati hasil kerjanya setelah bertahun-tahun harus bersikap baik, seolah dia malaikat di dalam keluarga Arumi.

...ΩΩΩ...

Sebelum hembusan napas terakhir Arumi berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar dia diberikan jalan untuk membalas dendam kepada Elisa. Kematian dirinya penuh dengan kebencian, dan dendam menggembara.

Jika Tuhan memperkenankan dia hidup lagi, Arumi akan membuat hidup Elisa dan keturunannya merasakan apa yang dia rasakan.

Hari itu juga Elisa mengumumkan kematian kakaknya, ia menangis tersedu-sedu mengelabuhi publik. Seakan dia paling hancur karena dirinya kehilangan seluruh keluarganya dalam waktu yang berdekatan.

“Elisa, kamu memang pemain yang sangat handal,” bisik Fadli yang ikut andil dalam pembunuhan berencana keluarga Arumi.

“Tentu saja, bagaimana dengan Agam. Apa dia sudah lenyap?” tanya Elisa.

“Tenang, semua berjalan dengan mulus. Mobil Agam jatuh ke jurang, ia meledak beserta mobilnya. Aku melihat dengan kedua mataku sendiri,” bisik Fadli.

“Bagus, sekarang waktunya kita menikmati semua harta miliknya.”

“Mama sangat bangga dengan kerja kalian,” Naumi ibu Elisa sangat puas dengan hasil kerja putrinya.

Elisa melihat seorang pria yang tidak kenal berada di pemakaman Arumi, dia terus menatap dirinya seolah dia sedang mengamatinya.

“Dia siapa?” tanya Elisa sembari menujuk pria dengan baju setelan jas dan topi hitam.

Fadli menggelengkan kepalanya, ia merasa tidak mengenalnya. Fadli berjalan mendekatinya, ingin menyelidiki lebih lanjut.

“Maaf, Anda teman Arumi?” tanya Fadli.

Pria itu tidak menjawab, ia hanya memberikan tatapan tajam kepada Fadli.

“Kalau kamu tidak mempunyai kepentingan di sini lebih baik keluar dari rumah kami,” Fadli mengusir orang itu.

“Fadli,” panggil Elisa.

“Elisa, dia orang yang tak dikenal kenapa bisa masuk ke rumah ini.”

“Apa mau kamu?” tanya Elisa.

“Aku hanya memperingatkan kalian agar lebih hati-hati, pembalasan dari keluarga ini akan segera datang,” ucapnya lirih.

“Ngomong apa kamu?” Elisa kaget mendengarnya, ia juga heran kenapa orang itu bisa mengatakan semua itu.

Lelaki itu menepuk-nepukkan tangannya, perlahan semua berhenti hanya Elisa, Fadli dan Naumi yang masih bisa bergerak.

“Apa yang kamu lakukan?” Naumi mendekati pria itu, namun pria itu semakin memudar.

Elisa, Fadli dan Naumi bingung, mereka satu persatu pun ikut memudar seakan ada cahaya besar yang menarik tubuhnya dan melenyapkan dirinya.

Kehidupan Baru

Arumi merasakan sesak napas, ia segera membuka matanya. Ia berontak ketika sadar kepalanya terendam di air.  Arumi bernapas pendek saat kepalanya sudah terangkat. Ia membalikan tubuhnya, ia heran melihat dua anak sekolah terduduk di lantai.

“Berani sekali lo, Arumi, lumayan bertenaga juga,” ucap salah satu dari mereka yang berusaha berdiri.

“Kalian siapa?” tanya Arumi.

“Maura, gimana bisa dia langsung amnesia seperti ini. Apakah kita terlalu keras membenturkan kepalanya?”

“Nggak usah berlaga bloon lo, pakai nggak kenal kita segala,” ucapnya dengan dengan manarik rambut Arumi.

“Kalian ini siapa, gue benar-benar nggak tahu,” Arumi memegang tangan yang bernama Maura.

“Dina, masukan dia ke dalam air lagi. Mungkin pikirannnya bisa jernih lagi,” Maura meminta temannya mendorong Arumi kedalam air lagi.

Sebelum Dina mendorongnya, Arumi memelintir tangan Maura. Keadaan berbaik Arumi memasukan Maura ke dalam air.

“Mundur atau teman lo ini akan mati di sini,” kata Arumi dengan tangan yang masih memegangi rambut Maura.

“Lepaskan dia, gue akan mundur,” pinta Dina.

Arumi manarik Maura yang hampir kehabisan napas, ia langsung mendorong sampai dekat ke Dina.

“Apa yang terjadi, kenapa cewek cupu itu bisa berubah sangat kuat dan berani?” tanya Dina.

“Entahlah,” Maura menarik tangan Dina untuk meninggalkan Arumi.

Arumi bingung dengan apa yang sedang terjadi, ia memegangi dadanya yang masih bergetar.

“Aku hidup lagi, Tuhan benar-benar mengabulkan doaku,”

Arumi meletakkan kedua tangannya di dada, ia bisa merasakan detak jantungnya yang normal. Ia memegang wajahnya, mengedip-kedipkan matanya.

“Benarkah, apa ini nyata?” ucapnya sembari berjalan ke depan cermin.

Arumi kaget, ia menoleh ke belakang saat yang dia lihat di kaca itu anak SMA, berkaca mata dan wajah yang sangat culun.

“Ini aku?” ucapnya sembari memegangi wajahnya.

Di kehidupan yang dulu dia adalah wanita yang sangat cantik dan anggun, semua orang yang melihatnya pasti akan memujinya. Namun yang di hadapannya sekarang adalah anak umur enam belas tahun berpenampilan cupu.

“Apa ini jawaban dari doa ku, aku kembali hidup menjadi anak sekolahan yang cupu?” tanyannya pada diri sendiri.

“Baiklah, itu tidak masalah aku menjadi siapa. Namun sekarang aku tidak akan menjadi perempuan lemah lagi. Aku akan membuat semua dunia berpusat padaku dan melawan semua ketidakadilan.

Arumi mengusap wajahnya sebelum dia keluar dari toilet, ia berjanji kepada dirinya sendiri menjadi lebih bermanfaat. Ia tidak mau menjadi orang lemah.

Semua anak di dalam kelasnya langsung memandangi Arumi yang basah kuyup.

Apa gue salah kelas

Arumi melihat ke penjuru isi kelas, ia takut salah kelas namun instingnya kalau kelas itu memang kelasnya.

“Arumi masuk, kenapa kamu masih berdiri saja di situ?” ujar Bu Yani guru matematika di sekolah Arumi.

“Berarti benar ini kelas gue,” gumamnya perlahan sembari masuk mencari tempat duduknya.

Ia paham betul kalau dia tidak akan mungkin memiliki teman, dan pastinya akan di taruh di belakang sendiri.

“Maura, dia beneran hilang ingatan kah? Kenapa jadi linglung seperti itu?” bisik Dina.

“Mungkin,” jawabnya pelan.

“Arumi, kenapa kamu tidak duduk?” Bu Yani memarahi Arumi.

“Tempat duduk saya yang mana ya Buk?” tanya Arumi dengan wajah bingung.

“Ya Tuhan, kenapa saya mendapatkan murid sebodoh dia,” keluh Bu Yani yang mendapat sahutan tawa dari anak-anak satu kelas.

“Itu kan tempat duduk kamu,” tunjuk kursi di sebelah Arumi berdiri.

Arumi duduk, menunduk merasa dia menjadi bahan bulyan di kelasnya ini.

“Dasar bodoh.”

Arumi mengangkat kepalanya, ia membenarkan kaca matanya untuk melihat lebih jelas siapa cewek yang baru saja mengejeknya.

“Elisa?” lirihnya.

Arumi kira ia kembali dengan kehidupan yang baru, namun ternyata di kehidupan keduanya ini tetap saja ada Elisa. Arumi melipat kedua tangannya, dengan ujung kiri bibirnya yang terangkat.

“Tunggu pembalasan gue, anak tiri tidak tahu diri,” gumam Arumi.

*****

Bel istirahat berbunyi semua orang berhamburan keluar, tak ada satu orang pun yang berteman dengannya. Arumi berjalan dengan santai, ia mulai risih saat sadar orang-orang melihat dirinya sembari berbisik.

“Tidak tahu diri banget ya, cewek culun beraninya menembak Fadli yang keren,” ejeknya.

“Fadli?” ucap Arumi, lumayan di buat kaget saat mendengar nama Fadli. Pikirnya apakah semua orang akan ada di sini, dan saatnya ia membalas semua ulah mereka.

“Berlagak bloon lagi.”

Arumi meneruskan jalannya ke lapangan basket seperti yang di katakan anak-anak yang menggunjingnya.

“Sambutlah Arumi si buruk rupa yang tidak tahu diri,” seru Maura ketika Arumi sedang datang.

Kalila menarik Arumi di tengah-tengah lapangan basket dan di kelilingi banyak orang.

“Fadli, lo itu ibarat pangeran berkuda putih yang sangat tampan. Dan aku adalah si jelek rupa,” baca Maura.

“Jelek rupa yang tidak tahu diri,” sahut Dina yang membuat semua orang tertawa.

“Ok, guys. Dengarkan lagi,” pinta Maura.

Arumi yang tidak merasa menulis surat itu biasa saja, bahkan ia tidak merasa malu sedikitpun disorakin murid hampir satu sekolahan.

“Maukah kamu menjadi pacar gue?”

Fadli dari belakang merebut kertas yang dibaca Maura, dia langsung merobekknya dan membuang ke sembarang.

“Gue sudah bilang beberapa kali kalau gue nggak suka sama lo,” Fadli menolak Arumi.

“Dasar gadis jelek nggak tahu diri, Fadli itu pacarnya Elisa yang cantik jelita. Sedangkan lo?” Maura melihat Arumi dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Arumi tidak bergeming, ia hanya melihat kearah Fadli lekat-lekat. Wajah Fadli tidak berubah namun terlihat lebih muda saja.

“Masih berani menatap pacar orang seperti itu?” Maura menyiram Arumi dengan air mineral yang di bawannya.

Arumi mengusap wajahnya yang basah, ia sama sekali belum melakukan perlawanan. Arumi masih melihat situasi di kehidupan barunya itu.

“Maura, lo jangan seperti itu kasihan kan Arumi,” ujar Elisa. Elisa mengambil tisu lalu memberikan kepada Arumi.

Arumi melirik kearah Elisa, ia tidak menerima tisu dari Elisa.

“Maaf Arumi, gue tahu lo benci gue karena Fadli memilih gue. Tapi kan kita saudara jadi gue harap lo jangan membenci gue,” ucapnya lirih dengan wajah memelas.

Dasar ular, lo pikir gue bakalan ketipu dengan tingkah lo yang sok seperti malaikat ini

“Dasar pelakor tidak tahu diri,” Maura menimpuk Arumi dengan botol bekas dari air yang digunakan untuk menyiram Arumi.

“Buruk rupa tidak tahu diri, pacar adik sendiri mau diembat juga,” caci mereka.

Arumi di lempari dengan kertas, botol dan semacamnya yang mereka pegang. Arumi  meninggalkan lapangan berjalan santai, ia sudah menandai orang-orang yang membuly dirinya.

“Jangan-jangan lukai kakak gue, meskipun begitu dia tetap kakak tiri gue,” katanya seolah membela. Padahal dia sedang menunjukkan kepada semua orang kalau Arumi sangat jahat dan dirinya adalah malaikat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!