Salma merampungkan pekerjaannya dengan cepat. Dia harus secepatnya pergi untuk menjenguk Esti sahabatnya yang menderita depresi. Kebetulan hari ini tidak ada jadwal perkuliahan. Gadis yang kuliah sambil bekerja itu sering meluangkan waktunya untuk berkunjung ke rumah sahabatnya. Gadis yang berusia 23 tahun itu kuliah di fakultas pendidikan semester 6 dan bekerja sebagai pendidik di SMA Negeri. Gadis semampai berbalut hijab berwarna biru dengan wajah yang manis berjalan terburu-buru. Dengan senyuman yang selalu mengembang di bibirnya saat berpapasan dengan orang yang berada di sekitarnya.
Angkot yang ditumpanginya serasa berjalan sangat lambat belum lagi berhenti di setiap perempatan jalan membuatnya berdecak kesal.
Sampai di terminal Salma harus naik angkot lagi untuk menuju rumah Esti.
Salma harus berjalan menyusuri persawahan, pemandangan yang asri membuat rasa lelahnya sedikit berkurang. Dari luar rumah Esti, terdengar suara merdu lantunan ayat suci yang dilafadzkan dengan fasih kemudian teriakan dan suara tawa Esti membuat hati Salma terenyuh. Salma tidak menyangka Esti akan mengalami hal seperti ini. Esti yang periang, selalu menolong ketika Salma mengalami kesulitan, Esti yang perhatian ketika Salma sempat jatuh pingsan saat sekolah dahulu, kini serasa hampa tanpa senyumannya yang khas.
" Assalamualaikum!" Salma mengucap salam namun tak ada yang menyahut. Salma membuka pintu depan yang ternyata tidak dikunci kemudian memaksa untuk masuk dan memberi salam kembali.
" Waalaikumussalam. Salma masuk sini tolong aku!" Jawab Esti langsung mengenali suara sahabatnya itu. Esti yang berada di sebuah kamar dengan pintu yang dijeruji besi membuat hati Salma semakin pilu.
"Tolong keluarkan aku dari sini!." Esti memohon, tangannya mengepal di jeruji besi sambil menggedor-gedor pintu tersebut.
"Puih...." lidahnya menjulur, tangannya mengeluarkan beberapa helai rambut dari mulutnya, tidak hanya rambut serpihan beling keluar dari mulutnya untung tidak berdarah.
Tidak percaya tapi jelas nyata. Seorang Esti yang pintar dalam mengaji dan ilmu agama bisa mendapatkan cobaan yang begitu berat. Wajahnya yang cantik dengan postur tubuh yang tinggi dan langsing nampak tak terurus. Dia menderita depresi karena diguna-guna oleh tantenya sendiri yang sebenarnya guna-guna tersebut ditujukan kepada ibunya. Karena persoalan warisan, tantenya tega melakukan hal seperti itu. Sungguh di luar nalar manusia.
"Salma kapan datang?" Salma mencium punggung tangan Bu Sopiah, Ibunda Esti yang keluar dari kamarnya. Sepertinya bangun tidur. Ada rasa lelah di matanya.
" Barusan Bu. Bu saya sangat prihatin dengan kondisi Esti saat ini" Sambil menyeka air matanya.
'"Ya begitulah, Sal. Ibu dan bapak mau tidak mau harus mengurung Esti karena sering kabur-kaburan. Belum lagi sepanjang perjalanan sering berteriak tidak jelas membuat bapak dan Ibu malu dan juga kasihan. Rencananya besok pagi Esti mau dibawa ke rumah sakit jiwa. Apa kamu mau ikut?" Salma mengangguk setuju.
Tatapan Bu Sopiah begitu sendu, terlihat kesedihan yang mendalam. Ibu yang tegar, harus mengurus 6 orang anak. Esti anak kedua yang harus membantu orang tuanya dalam mencukupi kehidupan sehari-hari. Karena anak pertamanya ikut suaminya tinggal di luar kota. Adiknya Esti ada yang sekolah SMA, SMP, SD dan si bungsu berumur 5 tahun. Ayahnya hanya seorang petani yang menggarap sawah milik orang lain.
Karena tekanan hidup yang meronta membuat gadis dengan 4 orang adik itu sering melamun, sehingga kejahatan tantenya yang ditujukan untuk Bu Sopiah berimbas pada Esti yang sering melamun dengan pikiran kosong.
Sebelum Salma berpamitan pulang, Doni datang, membuat Esti berjingkrak senang.
" Sal....itu yang datang mas Dafa ya? Suruh masuk Sal. Aku mau bertemu. Mas.... mas... mas Dafa sini mas aku rindu mas. Sayaaang aku rindu kamu ha...ha...ha!" Di tangannya menimang-nimang bantal guling, dan menciuminya. Miris.
Doni masuk melewati kamar Esti. Doni memalingkan wajahnya tidak mau melihat kamar yang dilaluinya, karena saat itu Esti tidak berhijab. Esti berteriak memanggil Dafa.
"Dia bukan mas Dafa, Es. Dia Doni sahabat kita. Lupakan Dafa, dia sudah jadi milik orang lain. Dafa sudah pergi bersama istrinya. Lupakan dia ya!" Salma mencoba memberi pengertian agar Esti bisa melupakan Dafa, orang yang sangat dicintainya namun Dafa sendiri tidak pernah tahu kalau Esti memiliki rasa itu. Sampai terdengar kabar kalau Dafa sudah menikah. Hancur hati Esti mengetahui kenyataan Dafa menikah dengan orang lain.
"Dafa...." ujarnya lirih. Dia bergeming air matanya mengalir ada rasa kehilangan orang yang disayanginya.
Salma membuka pintu kamar itu setelah memperoleh kunci dari Bu Sopiah kemudian ia langsung menutupnya. Dia berjalan pelan menghampiri Esti yang sedang menangis. Dipeluknya Esti dengan sayang.
" Sekarang minum obat ya! biar kamu cepat sembuh. Kita bisa jalan bareng lagi, ke mall, nonton, bermain bersama." Mata Salma berkaca-kaca. Akhirnya Esti bisa tenang setelah minum obat, yang diberikan Salma. Selanjutnya dia tertidur dipelukan Salma.
Bersambung
Selepas sholat subuh Salma bergegas ke kamar mandi untuk mencuci baju. Kegiatan rutin pagi hari ini dilakukan dengan cepat, mengingat sekitar pukul 08.00 wib sudah ditunggu keluarga Esti untuk pergi ke rumah sakit jiwa. Ya pagi ini Esti akan dibawa ke rumah sakit jiwa agar ada penanganan medis secara intensif.
Salma sudah ditunggu orang tua nya di ruang makan. Nasi goreng sudah tersedia sebagai menu sarapan pagi ini.
" Salma pagi ini mau kemana?"
" Mau ke rumah sakit jiwa, Ma. Esti mau berobat ke sana". Mama Rika manggut-manggut
"Jaga kesehatan Sal. Ingat kamu itu masih kuliah juga kerja. khawatir malah ngedrop. Coba kamu tuh jangan mikirin orang lain mulu, pikirkan diri sendiri. Mama dan papa ingin kamu segera menikah, kami ingin segera punya mantu. Ngomong-ngomong itu si Doni sudah punya calon belum? ga papa deh sama si Doni juga, kalian kan dekat siapa tau jodoh, iya kan pa?" papa hanya geleng-geleng sambil tersenyum.
"Sudahlah ma, biar Salma konsen kuliah dulu. Walaupun papa juga ga keberatan sih kalo Salma dapat jodoh tahun ini. Yang penting dia bertanggung jawab dunia akhirat". papar papa Dahlan.
"Papa mama tersayang jangan ngomongin itu dulu ya, Salma belum berpikir ke arah sana. Salma fokus kuliah dan kerja. nanti kalo sudah lulus insyaa Allah pasti banyak yang ngejar, terus di depan pintu rumah kita cowok-cowok pada ngantri mau melamar Salma...ha...ha...ha" Ujar Salma asal, Salma tertawa renyah.Ia langsung berdiri kemudian berpamitan setelah mencium punggung tangan orang tuanya. Dia tidak ingin berdebat tentang pernikahan, walaupun sejujurnya, ia pun ingin tapi belum ada seseorang yang bersarang di hatinya.
Lalu lalang kendaraan di depan rumah begitu ramai. Begitulah setiap pagi jalanan menuju daerah industri selalu padat merayap. Apalagi kalau pasar di tempat itu beroperasi tentunya kemacetan lalu lintas selalu menyapa.
Salma masih menunggu angkot yang lewat. Banyak angkot yang lewat tetapi selalu penuh. Peluh di keningnya begitu terasa, kalau saja ada aplikasi ojek online sudah pasti dia melesat sejak tadi. Maklum saja hp yang ia punya masih jadul. Ia belum bisa membeli hp android seperti punya teman-temannya
Deringan ponsel dari dalam tasnya bergetar. Dia segera mengangkat benda pipih tersebut.
."Assalamualaikum ya, Don? iya aku mau ikut, ini aku masih di depan rumah masih nunggu angkot penuh-penuh. Sudah ya, ini ada angkot yang berhenti." Salma segera naik dengan hati yang tidak menentu, kekhawatiran ditinggal pergi terbersit dalam pikirannya karena angkot berjalan santai.
Setengah berlari Salma menghampiri pangkalan bus yang menuju kota B. Sesuai petunjuk Doni, dia langsung menaiki bus tersebut. Kondisi bus masih lengang, hanya ada beberapa penumpang. Terlihat Esti duduk di jok belakang. Diapit ayah dan ibunya. Sebenarnya Salma ingin merental mobil untuk mengantar Esti, agar lebih nyaman, namun pihak keluarga Esti menolak karena tidak ingin terus menerus merepotkan Salma. Selain itu mobil rental saat ini banyak yang pinjam, sebenarnya bus adalah pilihan terakhir setelah beberapa cara ditempuh agar agenda hari ini dapat terlaksana dengan baik.
Tidak menunggu waktu lama, bus dengan perlahan meninggalkan terminal.
Dalam perjalanan tak disangka Esti melangkah ke depan menghampiri tempat duduk Salma
" Hai Salma kenapa kamu duduk menyendiri di sini. Pindah gih di sebelah Doni....kalian itu pasangan serasi harusnya cepat menikah terus punya anak deh...ha....ha ...ha...! ." Esti menarik lengan Salma dengan paksa, dia mendudukan Salma di sebelah Doni.
"Nah begini kan oke..... saudara -saudara sekalian lihatlah pasangan ini begitu serasi bukan.....tapi sayang mereka masih malu-malu untuk mengatakan cinta......cinta yang membuat orang menjadi buta.....cinta yang bisa menghalalkan segala cara....cinta yang membuat aku harus terpisah dengan orang yang aku cinta.....ha....ha....ha!" Esti berkata lantang. Para penumpang menengok ke belakang ingin tahu apa yang terjadi. Mereka saling bisik, bertanya -tanya ada apakah gerangan? Wajah Salma terlihat memerah menahan malu.
Salma berdiri "Sudah Esti hentikan! Ayo duduk sini " Salma mencoba untuk memapah Esti.
"Tidak perlu! Kamu tuh duduk aja jangan biarkan Doni pergi. Dan kamu Doni jaga Salma." Titah Esti menekan kedua pundak Salma dengan paksa agar Salma duduk kembali di samping Doni. Ayah Esti menghampiri merasa tidak enak hati pada Salma dan Doni, sehingga ia meminta maaf.
Perjalanan menuju kota B terasa lama, walaupun ada tontonan gratis saat Esti mempersembahkan drama yang cukup membuat orang tuanya merasa malu.
"Jangan hiraukan ucapan Esti ya, Don!" Kata Salma merasa tidak nyaman.
" Ga apa-apa juga kali. Aku sih senang Esti ngomong gitu " senyum Doni mengembang.
"Maksudnya?" Salma belum mengerti ucapan Doni.
Setelah kejadian kemarin hati Salma jadi tidak menentu, ada rasa gundah yang membelenggu. Jadi benar apa yang dikatakan Esti, Doni benar-benar mencintainya. Namun Salma tahu sebenarnya Esti mencintai Doni walaupun di sisi lain Esti pun tengah mengharapkan seseorang yang sama sekali tidak mencintai Esti.
Kasihan....mencintai tapi tak dicintai, sakit rasanya.
Sebenarnya perhatian Doni sudah mewakili perasaan hati yang sebenarnya, kalau tidak ada rasa kasih sayang yang tulus untuk menjaga Esti mana mungkin Doni menyempatkan diri untuk selalu setia di samping Esti. Ah mustahil rasanya kalo ternyata Doni menyimpan rasa cinta pada Salma yang begitu dalam.
Salma menatap nanar tingkah polah Esti dengan dunianya. tertawa sendiri, memetik bunga mawar yang berada di area taman rumah sakit kemudian ia selipkan di telinganya, sambil menari-nari dengan ceria.
Di sana terlihat perawat menghampiri dan membawa Esti ke kamarnya. Esti berusaha untuk lepas dari pegangan perawat itu.
Esti berteriak "ibuuuu....Esti mau pulang, ga mau di sini. Salma tolong....Doni tolong bawa aku pulang!"
Ibu Sopiah hanya menangis melepas kepergian anaknya.
" Salma. Diminum tehnya!" Bu Sopiah membuyarkan lamunan Salma.
"Kamu masih memikirkan Esti?"
"Emmm iya Bu. Ga tega lihatnya. Kapan Esti bisa pulang Bu?"
"Ga tau, Sal. Kami hanya menunggu pihak rumah sakit yang menghubungi jika Esti ada perubahan. Selama perawatan pihak keluarga tidak diperkenankan untuk jenguk"
"Sabar ya Bu!" Salma mengusap punggung tangan Bu Sopiah.
"Diminum tehnya ya Bu."
" Salma menurut mu bagaimana jika Esti kita jodohkan dengan Doni?" Bu Sopiah meminta pendapat.
Mendengar hal itu Salma yang sedang meneguk minuman jadi tersedak.
"Kata para kiyai jika Esti menikah maka penyakit Esti akan sembuh. Ibu ingin Esti sembuh. Ibu sudah capek merawatnya apalagi kalau ia lagi ngamuk, bikin malu ke tetangga" Keluhnya.
" Ibu rasa hanya Doni yang dapat memahami Esti. Ibu perhatikan hampir setiap hari Doni menjaga Esti dengan tulus. Ibu harap Salma jangan hiraukan omongan Esti ya, yang menjodoh-jodohkan Salma dengan Doni. Ibu sangat berharap sekali Doni menjadi menantu ibu. Salma mau mengalahkan demi Esti?" Bu Sopiah memohon pada Salma.
"Ibu jangan khawatir Saya dan Doni tidak ada hubungan apa-apa. Kami hanya teman tidak lebih. Apa Doni tahu perjodohan ini, Bu?"
Bu Sopiah menggeleng pelan.
Sejujurnya dia belum berani mengatakan ini pada Doni. Khawatir penolakan yang akan Bu Sopiah dapatkan. Dia meminta Salma yang mengatakannya pada Doni.
Salma menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan. Dia berharap ada kemampuan untuk mengutarakan maksud baik yang tidak boleh ditunda- tunda lagi.
"Ibu harap Salma mau bekerja sama. Besar harapan ibu agar Salma bisa membujuk Doni untuk menikahi Esti. Tolong ya, nak!" Ujarnya penuh harap.
Sungguh berat permintaan Bu Sopiah. Dia harus memutar otaknya untuk meminta Doni menerima perjodohannya dengan Esti.
"Salma akan berusaha semaksimal mungkin. Semoga mereka berjodoh ya Bu!" Salma tersenyum getir.
Ada rasa hampa di sudut hatinya. Entahlah apa mungkin Salma pun memiliki rasa yang sama. Menyimpan rasa cinta untuk Doni sehingga ada ketidakrelaan manakala Doni akan dijodohkan dengan Esti sahabatnya sendiri. Namun Salma berusaha menepis perasaan itu. Dia bertekad demi kesembuhan Esti, dia harus rela kehilangan orang yang begitu tulus mencintainya dan berharap Doni mau menerima Esti apa adanya.
Harapan satu-satunya, kesembuhan dan kebahagian Esti lah yang dia diprioritaskan walaupun harus mengorbankan rasa. Mungkin inilah yang disebut ikhlas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!