Seorang pria berjas hitam dengan model rambut pomade membuka pintu restoran mewah.
Pria itu memakai jas hitam yang dipadukan dengan kemeja dalamnya bewarna biru dongker, dan dasi bewarna navy motif polkadot putih, serta sepatu pantofel bewarna hitam mengkilat menambah kesempurnaan penampilannya.
Pria itu berjalan masuk ke dalam restoran dengan ekspresi datar dan dingin.
Terlihat dua orang kasir wanita sedang berdiri di bagian kasir. Mereka memakai topi hitam diatas kepalanya, dan mengenakan seragam kaos merah, di bagian kanan kaosnya ada lambang berlian biru, di bawah berlian biru diberi tulisan Diamond Restaurant.
Dua orang kasir wanita itu tersenyum menyambut kedatangan pria dingin, "Selamat pagi pak A ..."
"Min 10 juta ..." pria itu terus berjalan tanpa menolehkan pandangannya ke lawan bicara. Wajahnya lurus ke depan dengan tatapan datar dan dingin.
Dua orang kasir wanita yang mendengar ucapan pria itu menelan ludahnya susah payah. Arti dari min 10 juta itu adalah omset minimal yang harus mereka dapatkan hari ini.
Pria itu melangkahkan kakinya menuju ke dapur. Saat dirinya berada di depan pintu dapur, sepuluh koki laki-laki menyambut kedatangan nya, mereka berbaris rapi dan menundukan kepalanya hormat.
"Pagi pak bos, semuanya aman terkendali," ucap mereka semua serentak.
"Siapkan semua menu baru untuk saya nilai!"
"Baik pak," ucap mereka serentak.
"Kumpulkan semua waiters dan koki di ruang khusus staff. Saya tunggu 10 menit..." ucap pria itu lalu beranjak pergi menuju ruang kerjanya yang terletak di paling ujung restoran.
****
10 menit telah berlalu, pria itu pun duduk di kursi ruang khusus makan staff. Ruangan tersebut berada di sebelah kanan dapur.
Sepuluh waiters telah berdiri di hadapannya, mereka menunggu instruksi dari pria itu.
Sepuluh koki yang telah menyiapkan menu baru menghampiri pria itu, masing-masing dari mereka membawa satu hidangan.
Mereka letakkan makanan itu di atas meja makan bundar.
Pria itu mencicipi satu persatu makanan yang dibuat kokinya dengan tenang.
Semua koki menatap pria itu dengan perasaan takut dan cemas. Mereka takut jika seandainya rasa makanannya tidak enak, maka pria itu akan mengamuk besar.
Pria itu berhenti mengunyah dan menatap tajam semua koki.
"Siapa yang masak ini?" tanya pria itu dingin.
"Sa-saya pak." salah satu koki mengacungkan tangan kanannya keatas.
"Ga enak, asin! kamu ga bisa menakar garam dengan benar ha?" ucap pria itu menatapnya tajam.
"Sa-saya sudah menakarnya dengan benar pak."
"Jika sudah benar ga mungkin bisa asin, buat lagi! Saya benci makanan tidak berbobot ..." pria itu menjauhi mangkuk makanan tersebut dengan tangannya.
"Baik pak, akan saya buat lagi." koki itu hanya menunduk sedih, ia mengangkat mangkuk makanannya dan melangkahkan kakinya menuju dapur.
Pria itu beralih mencicipi masakan koki yang kedua dengan menu berbeda. Ia menyendokan makanannya ke mulut dan mengunyah nya perlahan-lahan, pria itu mengernyitkan dahi nya bingung, ia mencoba untuk menelaah rasa yang ditelannya, tapi rasanya sama sekali tak bisa di mengerti.
Pria itu tidak kuat menelannya lagi, ia mengambil gelas yang berisi air putih dan meneguknya cepat.
Pria itu menatap marah ke semua kokinya, "Siapa yang masak ini?"
"Sa-saya pak," ucap salah satu koki sambil menundukan kepalanya takut.
"Sangat buruk, abstrak, hambar, tidak enak. Saya menggaji kamu untuk membuat makanan manusia, bukan makanan kucing!"
Pria itu melempar keras sendok nya ke lantai.
Cukup sudah, ia tak ingin mencicipi masakan koki yang lainnya.
Baru awal mencicipi makanan, sudah dua menu yang tidak enak di lidahnya.
"I-iya pak, akan saya buat lagi," ucap koki itu lirih, ia berlari cepat ke dapur untuk mengulang masakannya kembali.
Pria yang mencicipi makanan tadi adalah Arvin Andromeda Collin.
Seorang pengusaha kuliner muda berumur 28 tahun yang memiliki restoran dengan cabang dimana-mana.
Tampan, dan juga kaya, perpaduan sempurna bagi seorang laki-laki.
Salah satu prinsip hidup Arvin adalah segala sesuatu itu harus sempurna.
Apalagi soal makanan, tidak boleh ada sedikitpun makanan yang cacat, meskipun hanya kurang garam, kurang gula, atau kurang apapun.
Ia tidak akan mentoleransi kesalahan itu, baginya kesalahan dalam membuat makanan adalah hal yang sangat fatal.
Semua hal yang terjadi di restoran nya harus benar dan tepat, ia tidak akan menerima alasan apapun saat karyawannya salah.
Arvin menatap tajam sepuluh waitersnya yang terdiam.
"Kalian juga! Kalau restoran sepi, inisiatif tarik pembeli pakai brosur atau apapun agar ramai pengunjung, jangan cuma ongkang-ongkang kaki disini," amuk Arvin kepada sepuluh waiters yang sedang berbaris di depannya.
Sepuluh waiters itu hanya menunduk takut, amukan bos nya sudah menjadi makanan sehari-hari.
"Semuanya harus perfect, saya ga mau ada yang makan gaji buta," ucap Arvin lalu pergi ke ruangannya dengan muka datar.
Sungguh, moodnya sedang tidak baik hari ini.
"Iya pak" ucap waiters tersebut secara bersamaan.
PRANG...!
Baru saja Arvin berjalan keluar dari ruang khusus staff, ia mendengar suara pecahan yang keras berasal dari salah satu ruangan.
Arvin melangkahkan kaki nya cepat ke ruangan khusus pencuci piring, mukanya merah padam bersiap-siap untuk menyemburkan kekesalannya.
Semua karyawan yang ada di dapur saling bertatap-tatapan cemas, siapa lagi yang memecahkan piring kalau bukan ...
"Kamu!"
Gadis yang berponi dengan rambut sebahu itu terkejut. Ia yang tadinya berjongkok merapihkan pecahan piring, langsung mengalihkan pandangannya ke depan pintu, ia melihat seorang laki-laki bertubuh jangkung sedang menatapnya marah.
Arvin masuk ke ruangan khusus cuci piring, ia mendekati pelayan ceroboh yang berani memecahkan piringnya.
Ia membaca nametag yang tertempel di baju wanita itu.
"Zakiya Giselle, oh karyawan baru rupanya," ujar Arvin dalam hati.
"Berdiri!"
Zakiya berdiri dari jongkok nya, ia menundukan kepalanya takut sambil memilin-milin seragam nya, berhadapan dengan bosnya yang pemarah membuat jantungnya berdetak tidak karuan ditambah lagi keringat dingin yang terus mengalir di pelipisnya.
"Ke ruangan saya sekarang, " ucap Arvin datar tanpa memandang Zakiya.
Ia berjalan dengan gayanya yang arogan meninggalkan Zakiya sendirian.
Zakiya menelan ludahnya susah payah, melihat respon Arvin yang seperti itu membuatnya sesak nafas.
"Hah hah hah," Zakiya mengatur nafasnya setelah melihat Arvin yang telah menghilang dari pandangan, ia memukul kepalanya berkali-kali.
"Tolong bantu Kiya ya Allah, semoga Kiya bisa selamat dari amukan singa garong."
*****
TOK TOK TOK
"Masuk," ucap arvin dari dalam ruangan.
Zakiya masuk lalu menutup pintu nya. Ia berjalan menghampiri Arvin yang masih sibuk membaca berkas nya tanpa melihat lawan bicaranya.
Zakiya berdiri di hadapan Arvin, "Pak Arvin manggil sa-"
"Duduk!"
Arvin sama sekali tidak mengalihkan pandangannya untuk menatap Zakiya, ia memilih sibuk berkutat dengan berkasnya.
Zakiya duduk dihadapan Arvin, dirinya berdoa dalam hati agar dirinya bisa tahan banting, jika sewaktu-waktu bosnya akan mengamuk.
"Nama ... Zakiya Giselle, Lulusan SMA Nusa Bakti, Umur 18 tahun, Anak sulung dari tiga bersaudara, suka KPOP dan dangdut, cita-cita ingin bertemu Jungkook BTS, hobi menonton drama korea dan tidur, keahlian ... bisa mengerjakan semua urusan rumah tetangga termasuk mencuci piring, memasak dll.
Moto bekerja ... bekerjalah asal sanggup, kalau ga sanggup tidur, " jelas Arvin sambil membacakan Curriculum Vitae milik Zakiya.
Tunggu ... ini rumah tangga atau rumah tetangga? Arvin membaca nya sekali lagi dengan teliti.
Dan benar, ternyata yang ditulis di CV Zakiya adalah rumah tetangga.
"Rumah tetangga?" ujar Arvin dalam hatinya, ia menaikan satu alisnya bingung.
"Mencuci piring, memasak, rumah tetangga?"
"Iya pak," ujar Zakiya tersenyum.
Arvin menatap Zakiya marah, kenapa pelayan seperti Zakiya bisa diterima bekerja di tempatnya, CV Zakiya sangat kekanak-kanakan seperti biodata bocah SD di buku binder.
"Mencuci piring di sini pecah, ini yang di sebut keahlian?" Arvin menaikan alisnya.
"Saya punya skill memasak dan mencuci piring di rumah tetangga ko pak. Kalau di rumah saya ga bisa masak dan mencuci, soalnya saya ga pernah diberi izin untuk menyalakan kompor, dan mencuci piring. Jadinya, kerjaan saya setelah lulus sekolah bantu-membantu aja."
"Membantu merusak rumah orang," sindir Arvin singkat.
"Engga ko pak ga merusak, pernah pecahin piring aja. Itu juga seminggu cuma satu buah atau berapa ya?" ucap Zakiya polos sambil menggerakan jarinya, menghitung jumlah piring yang ia pecahkan di rumah tetangga.
"Saya butuh CV dan Surat Lamaran formal, bukan tulisan mainan seperti ini!"
"Tapi pak, saya menuliskannya dengan jujur kok," ucap Zakiya lirih.
Arvin memegang kepalanya yang sakit, mendengar ucapan Zakiya saja bisa membuat kepalanya bengkak.
Baru beberapa menit Arvin berbicara dengan Zakiya, ia harus tarik urat terus menerus karena jengkel. Gara-gara Zakiya mood nya hari ini rusak, piring mahalnya pecah karena kecerobohan Zakiya.
"Kamu dipecat!"
Arvin membuang CV Zakiya yang baru dibacanya ke tong sampah yang terletak di sebelah kursinya.
Arvin mengibaskan jari kanannya mengusir Zakiya, pertanda menyuruh Zakiya pergi dari hadapannya.
"Tapi kata Bu bos muda saya ga bisa dipecat," ucap Zakiya yakin.
"Kenapa ga bisa? Saya pemilik restoran ini," arvin menatap tajam wanita yang ada di depannya.
"Percaya diri sekali pelayan nya, seorang Arvin tidak bisa memecat? Oh my god, mungkin wanita ini mesti di beri tahu dulu siapa Arvin Andromeda Collin yang sesungguhnya.
Jangankan untuk memecat Zakiya, membuat Zakiya memohon-mohon cintanya juga bisa," ujar Arvin dalam hatinya.
Arvin meneguk kopi yang di sebelahnya, matanya tak lepas menatap Zakiya.
"Kata Bu bos muda, apapun yang terjadi saya akan tetap bekerja disini. Hanya Bu bos muda yang boleh memecat saya pak," Ucap Zakiya dengan senyum polosnya.
Arvin yang sedang meneguk kopinya langsung tersedak.
"Apa? Tetap bekerja disini?" tanya Arvin dalam hatinya terkejut.
Tetap.
Bekerja.
Disini.
Ini gila, restorannya bisa bangkrut jika mempekerjakan pelayan yang tidak ada keahliannya sama sekali.
Baru bekerja saja sudah bisa memecahkan piring, besoknya berapa lagi piring yang akan dipecahkan pelayannya.
"Bu bos muda siapa maksud kamu?" tanya Arvin.
"Jangan-jangan ... Wah, Ini pasti mama nih," rutuknya dalam hati.
Arvin yang mendengar Zakiya menyebut mamanya bu bos muda, membuat telinga nya sakit. Ini pasti permintaan aneh mamanya. Umur sudah setengah abad tapi inginnya dipanggil muda terus.
Apakah ini yang disebut the power of emak-emak zaman now?
Arvin menatap Zakiya jengkel, ia mengambil ponsel yang berada di saku celana nya.
Arvin mengetikkan beberapa nomor telepon seseorang lalu menekan tombol hijau sebelah kiri, ia menunggu hingga panggilan tersambung.
"Halo arvin say-" terdengar suara wanita di ujung sana.
"Mama ini apa-apaan sih, kok bisa mama terima wanita aneh bekerja disini? CV ga jelas, ga punya keahlian sama sekali, hobi pecahin piring, kelakuannya bikin Arvin jengkel terus, pokoknya semua yang ada di pelayan ini minus," ujar Arvin to the point.
Zakiya yang mendengar ucapan Arvin menunduk sedih, kata-kata bos nya sungguh menusuk relung hatinya.
Selama seminggu Arvin pergi cuti untuk mengurus pekerjaan, dan liburan bersama pacarnya di New Zealand, tanpa izin dan persetujuan dari Arvin mamanya asal menerima pelayan baru, apalagi pelayan yang diterima mamanya sangat tidak berbobot.
"Oh ya ampun Arvin sayang, kece banget kan, panggilan baru mama. Kamu tanya Zakiya si pelayan baru itu ya, gimana Zakiya cantik ga?" ujar mamanya sumringah.
Mamanya Arvin bernama Melati Sekar Ningsih. Ia dijuluki sebagai mom baby face, karena wajahnya yang masih terlihat awet muda dan cantik, meskipun umurnya sudah setengah abad.
Arvin yang mendengar ucapan mamanya bingung, ia menelpon mamanya ingin protes karena menerima Zakiya bekerja di tempatnya, tapi respon mamanya sangat tak terduga.
Arvin menatap wanita yang ada di depan nya saksama, ia menilai wanita yang ada dihadapannya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Cantik, imut, kulit seputih susu, badan mungil sekitar 150 cm, rambut pendek sebahu dan berponi depan, wanita didepannya memang terlihat lucu seperti wanita loli di anime.
"Untuk ukuran dada?" Arvin mencoba menatap gundukan itu sebentar untuk menilai.
Zakiya yang merasa dirinya sedang dinilai mengikuti arah pandang Arvin. Ia melihat mata Arvin yang terang-terangan sedang menatap bagian dadanya.
Zakiya meraih buku yang ada diatas meja lalu memukul kepala Arvin berulang kali.
"Dasar pria ga sopan, suka lihat yang besar-besar aja."
"Aw aw aw, berhenti," Arvin menangkap buku itu dari tangan Zakiya, lalu membantingnya keras diatas meja.
Tangan kiri arvin masih menggenggam ponselnya, panggilan telepon dengan mamanya masih tersambung.
"Kamu ... "Arvin menatap Zakiya kesal, wanita itu selalu membuat kesabarannya habis.
"Beraninya memukul bos," Arvin menatap Zakiya murka.
"Ma-maaf pak sa-saya ga sengaja," Zakiya menelan ludahnya susah payah.
"Ga sengaja kamu bilang! Kamu sudah melanggar 2 kali, memecahkan piring dan memukul seorang bos. Kamu dipecat dan gaji dipotong 50%."
"Pak saya, kan ga senga- " baru saja Zakiya ingin menjelaskan tapi Arvin memotong ucapannya.
"Pergi!"
Zakiya yang mendengar itu memutuskan untuk pergi saja, hatinya merasa kesal dan sedih. Baru seminggu ia bekerja sini, tapi sudah dipecat.
Zakiya menundukan kepalanya dan berjalan pergi menuju pintu.
*****
Arvin menghela nafasnya setelah melihat pelayan ceroboh nya telah pergi dari ruangan, Arvin menatap ponselnya, panggilan dari mamanya belum terputus.
"Arvin, kamu pecat Zakiya?".
"Hmm" gumam Arvin sambil mengambil salah satu dokumen nya dengan tangan kanan.
"Mama kesana sekarang!"
Tut Tut Tut
Melati memutuskan telfonnya sepihak.
Arvin menatap ponselnya bingung. Ada apa dengan mamanya, apa memecat Zakiya adalah suatu kesalahan?
Arvin memilih mengendikan bahunya tidak peduli. Lagi pula, ia tidak salah memecat pelayan yang tidak ada keahliannya, untuk apa mempertahankan pelayan yang tidak ada guna nya di restoran.
*****
Di toilet khusus wanita, Zakiya menatap dirinya di cermin besar wastafel.
Ia menghapus air matanya dengan tisu dan bertanya-tanya dengan cermin itu.
"Kata Bu bos muda Kiya bisa bekerja disini, tapi Kiya dipecat Pak Arvin gara-gara ga sengaja pecahin piring, padahal piringnya yang licin makanya jatuh ke bawah.
Kaca ... emang Kiya salah ya?" tanya Zakiya sambil mengusap air matanya dengan tisu, dan membuangnya ke lantai.
"Terus Kiya dimarahin Pak Arvin, baru sedikit Kiya ngomong, omongan Kiya dipotong, Kiya kan ga suka."
"Kiya cuma nulis CV dengan sangat jujur apa adanya, kita ga boleh bohong. Iya, kan kaca?" tanya Zakiya polos.
Keadaan kamar mandi sudah seperti lautan tisu, semua tisu bekas Zakiya berserakan di lantai toilet.
Sebelum Zakiya masuk ke toilet, ia sudah memasang ancang-ancang bahwa toilet ini miliknya sementara. Ia ingin menumpahkan semua tangisan dan kekesalan nya di sini, jadi ia sengaja mengunci pintu utama toilet agar tak ada yang masuk.
Setiap siapapun yang ingin ke toilet, saat menekan gagang pintu, pintu nya terkunci.
"Woi buka dong, siapa di dalem? Udah kebelet nih," ucap seseorang dari luar menggedor keras pintu utama toilet.
"Toilet ini disewa, ga ada yang boleh masuk!"
"Disewa?" tanya gadis yang diluar itu bingung, ia menekan perutnya yang sudah tidak tahan lagi.
"Woi, ini udah gawat darurat, udah ditahap ujung" gadis itu benar-benar tidak tahan, toilet apa yang disewa emangnya ini aula.
"Kalo lo ga buka pintunya dalam waktu 3 detik, gue dobrak pintu ini sekarang!"
Zakiya yang mendengar itu pun buru-buru memungut tisu bekasnya yang berserakan di lantai dan membuang nya ke tong sampah.
Zakiya menghidupkan wastafel dan mencuci wajahnya. Ia merapikan rambutnya yang sempat berantakan, dan menyisir rambut sebahunya dengan jari-jari tangan, dan terakhir ia menyampirkan rambutnya di belakang telinga.
"Gapapa Kiya Jia You!"
Zakiya tersenyum di depan kaca dan mengepalkan kedua tangannya memberi semangat untuk dirinya sendiri.
*****
"1, 2, tiga ... Ciat...!"
Gadis itu mengambil kuda-kuda untuk mendobrak pintu, ia pun melemparkan dirinya ke arah pintu, dan ...
SLURK
Gadis itu terjatuh di lantai dalam toilet karena Zakiya membuka pintu nya saat gadis itu melemparkan badannya ke pintu.
"Aww sakit mama ... mama Mia, tolong aku mama Mia. Papa pa pa pa," gadis itu mengucapkan kata pa pa pa dengan nada bergema.
"Honey pacarmu ini sakit, kaki aku terkilir rasanya aku ingin pingsan," gadis itu menangis terisak-isak.
"Lebay banget sih, jadi gawat daruratnya? katanya udah tahap ujung," Zakiya memutar bola matanya malas, gadis yang terjatuh ini sudah mengganggu aktivitas bertapa nya.
"Oh iya lupa," gadis itu pun berdiri dengan stay cool.
"Ku tandai wajah kau ya," ucap gadis itu lalu berjalan melewati Zakiya.
Saat badannya berdampingan dengan Zakiya, gadis itu sengaja menabrakan bahunya keras ke bahu Zakiya.
"Aw," Zakiya meringis kesakitan, ia menatap heran gadis itu.
Gadis itu membanting pintu bilik toilet dengan keras, membuat Zakiya terlonjak kaget, tapi Zakiya memilih tak memperdulikan nya, ia pun pergi dari toilet sambil mengucapkan kata Jia You berulang kali.
"Jia You, Jia You, Jia you"
****
Jia You \= kata yang berasal dari bahasa mandarin, kata yang diucapkan untuk menambah rasa semangat.
Melati membuka pintu ruang kerja Arvin tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu.
Ia melangkahkan kaki nya masuk ke dalam ruangan, dan menutup pintunya perlahan-lahan.
Melati berjalan mengendap-endap mendekati meja Arvin, ia sengaja memelankan langkah kakinya, agar suara high heels nya tak terdengar.
Arvin yang sedang fokus menulis dokumen pentingnya, tak sadar bahwa Melati memasuki ruangannya tanpa izin.
"Arvin kamu pecat Zakiya?"
"Astaga!"
Arvin tersentak kaget saat ada orang yang tiba-tiba menyapanya, bahkan pulpen yang ia pegang terlempar.
Arvin mengelus dadanya yang hampir copot,
"Siapa yang berani masuk ruangan tanpa iz-"
"Mama ..." ucapan Arvin terhenti saat melihat sosok mamanya sudah duduk di depannya.
"Mama bikin kaget aja tau gak! Bisa gak kalo masuk itu izin dulu?" Arvin menatap mamanya jengkel.
Melati hanya memasang wajah santainya tanpa mempedulikan ocehan Arvin. Ia membuka kacamata hitam yang dipakainya, dan meletakannya di atas meja Arvin.
"Mama ke sini mau protes atas pemecatan Zakiya!"
Melati menatap mata Arvin tajam seperti sedang menginterogasi.
"Protes aja," ucap Arvin singkat tak peduli.
Arvin menutup dokumen pentingnya, dan menyenderkan punggungnya di kursi, ia melipat kedua tangannya di depan dada menunggu ucapan protes dari mamanya.
"Mama itu sengaja mempekerjakan Zakiya di sini. Kamu tau ga alasannya apa?"
"Hmm," gumam Arvin menunggu jawaban dari mamanya.
"Karena ..." Melati menggantungkan ucapannya agar Arvin penasaran.
"Karena apa?" ucap Arvin tidak sabar, mamanya pasti mengikuti jejak-jejak sinetron deh.
"Karenaaaaa ..." Melati menggantungkan ucapannya lagi.
"Mama jangan buat waktu berharga Arvin habis," ucap Arvin jengah.
"Karenaaaa ..." Melati tersenyum lebar.
Arvin memutar bola matanya kesal, ia tidak ingin bermain-main sekarang.
"Karena apa ma?" tanya Arvin sekali lagi. Ia menghela nafasnya kasar.
"KARENA MAMA PENGEN NIMANG CUCU," ucap Melati girang, ia bahkan mengangkat kedua kepalan tangannya keatas seperti menang lomba Piala Dunia.
Duar...!
Rasanya seperti disambar petir. Arvin yang tadinya menghela nafas, merasa nafasnya tersedak di tenggorokan, waktu seakan berhenti berputar saat itu juga.
Mulut arvin menganga tak percaya mendengar kalimat mercon dari mamanya.
Ia tak percaya mamanya menerima seorang pelayan baru yang tak punya keahlian, hanya karena ingin menimang cucu.
"Baby Arvin ... jawab dong, jangan diem kayak patung gitu," Melati menggoyangkan tubuh anaknya yang terdiam tegang karena shock.
Arvin pun menggelengkan kepalanya untuk mengembalikan kesadarannya.
"Ma, ide gila apa ini?" tanya Arvin penuh penekanan.
"Ko gila sih? Arvin dengar ya Zakiya itu cantik banget, emang nya kamu ga he'euh he'euh sama dia apa?" tanya Melati penasaran.
Arvin mengernyitkan dahinya, nasib punya mama gaul yang sangat kekinian.
Selalu aja up to date membawa bahasa gaul, ini akibat mamanya sering ngumpul dan ghibah dengan teman arisan gini nih. Bahasa ala jeng-jengan dibawa ke restoran, Arvin sebagai laki-laki mana mengerti.
Mendengar kata-kata nya aja bikin sakit kepala.
"He'euh he'euh?" Arvin menaikan alisnya.
"He'euh he'euh itu artinya naksir, Oh my god Arvin, kamu itu anak muda umur 28 tahun bukan kakek-kakek tua, masa ga ngerti bahasa anak SWAG sih! Ga kece banget ... " ejek Melati.
"Sumpah, ga kece banget," ulang Melati sambil menggelengkan kepalanya.
Arvin hanya diam tak peduli dengan celotehan gaul mamanya.
"Emangnya kamu ga suka sama Zakiya apa? Dia itu cantik, imut, manis, dan ..."
"Arvin gamau bahas lagi capek," Arvin memilih beranjak dari duduknya dan pergi keluar.
"Arvin ... Arvin," panggil Melati.
Arvin menutup pintu ruangannya keras, ia paling malas membahas hal konyol seperti ini.
"Harus dengan cara apa ya biar Arvin mau?" ucap Melati berpikir keras.
"Aha!"
Seketika lampu di atas kepala Melati menyala, pertanda ide brilian sedang terlintas di otaknya. Ia tersenyum lebar sambil mengangguk-anggukan kepalanya, ia yakin ide nya pasti berhasil.
Melati meraih kacamata hitamnya di atas meja dan memakainya kembali.
*****
Arvin duduk di taman belakang restorannya.
Taman belakang ini Arvin rancang khusus untuk dirinya sendiri, ia tak memperbolehkan siapapun masuk ke sana.
Arvin menatap nanar pepohonan hijau, dan bunga-bunga yang tumbuh indah bermerkaran.
Arvin menghisap kuat puntung rokoknya dan menghembuskan keras asap nya.
Pikirannya saat ini sedang kacau, sama seperti kumpulan asap putih yang berterbangan tak jelas di udara.
Drrrt drrtt
Arvin mengambil ponselnya yang bergetar di saku celana.
Arvin tersenyum saat melihat nama yang tertera di layar panggilannya.
"Halo," ucap Arvin saat mengangkat teleponnya.
"Honey, aku di ruangan kamu nih,"
"Iya, aku kesana sekarang," Arvin tersenyum senang.
"Aku tunggu ya"
"Iya," Arvin tersenyum senang saat mendengar suara yang sangat ia rindukan.
"Hiks Hiks,"
Tapi kesenangan Arvin menghilang, saat mendengar suara tangisan wanita di ujung sana.
Di ujung sana hanya ada pohon-pohonan besar nan rimbun.
Salah satu dari pohon besar itu, Arvin bangun sebuah rumah pohon, dan di bawah pohon itu Arvin buat dua ayunan tali.
Hanya arvin yang boleh menaiki rumah pohon pribadinya, ia bahkan tak pernah mengizinkan siapapun masuk ke sana.
Arvin mengabaikan tangisan kencang itu, mana mungkin ada kuntilanak nangis di siang bolong begini.
"Honey, nanti ak-"
"Huaaaa...!"
Ucapan arvin terpotong saat suara tangisan itu semakin mengeras, ia merasa jengkel sekarang.
"Nanti aku telpon lagi," Arvin menutup telepon nya sepihak, ia letakkan ponselnya ke dalam saku, dan membuang rokoknya ke tanah, ia menginjak puntung rokok itu sampai apinya mati.
Arvin memutuskan untuk pergi mencari sumber suara tangisan itu.
*****
"Kejam," ucap wanita itu sambil melempar batu kerikil ke batang pohon yang tak bersalah.
"Tidak punya peri kemanusiaan," ia melempar batu nya lagi.
"Sok ganteng, tapi emang ganteng," wanita itu melempar batu nya lagi.
"Kiya kesel, baru kerja seminggu udah di pecat. Emangnya Kiya salah apa? Cuma pecahin piring aja kok, belum pecahin emas" Zakiya memanyunkan bibirnya kesal.
"Ngomong-ngomong Pak Bos masih jomblo apa udah punya pacar belum ya? Jadi naksir kan, eh engga! buat apa naksir sama Pak Bos yang kelakuannya lebih imutan kambing,"
"Apa jangan-jangan Pak Bos homo, soalnya kiya ga pernah liat dia bawa gandengan
Atau jangan-jangan ... " cerocos Zakiya panjang lebar.
"Jangan-jangan apa?" terdengar suara baritone berat di belakang punggungnya.
Sebenarnya Arvin dari tadi sudah berdiri di belakang Zakiya sambil melipat tangannya di depan dada, ia mendengar semua unek-unek Zakiya dari awal sampai akhir.
"Tadikan Kiya kesini sendiri, ga mungkin kan, ada makhluk astral disini," ucap Zakiya yang masih belum membalikan badannya.
"Apa jangan-jangan makhluk halus?" Zakiya menelan ludahnya takut.
Zakiya bergidik ngeri, ia melihat bulu tangannya yang sudah berdiri tegak, perasaannya mengatakan bahwa taman ini banyak dedemit nya.
"Aaaa Kiya takut, mama papa help me."
Arvin menepuk pundak Zakiya berkali-kali, tapi Zakiya tak juga membalikkan badannya.
"Jangan ganggu Kiya mbah dedemit, eyang, uyut, Kiya belum jadi orang baik.
Tolong Kiya masih jomblo, berikan Kiya kesempatan untuk ngerasain nikah," Zakiya menggelengkan kepalanya cepat.
Bibirnya tak henti-hentinya membaca doa untuk mengusir makhluk halus yang ada dibelakangnya.
Arvin yang mendengar dirinya disebut sebagai mbah dedemit mendengus kesal, ia pun membalikan badan Zakiya cepat, sehingga tubuh Zakiya kini berhadapan dengannya.
Arvin melihat wajah wanita itu, dan ternyata wanita itu adalah pelayan cuci piringnya yang baru dipecat beberapa jam yang lalu.
"Setan...!" teriak Zakiya setelah melihat siapa yang ada di depannya, ia menutup wajahnya kembali dengan kedua tangan.
Arvin menjitak kepala Zakiya keras saat dirinya di bilang setan.
"Kamu lagi kamu lagi, ngapain kamu di sini hah?!"
"Pak Arvin," ucap Zakiya kaget setelah membuka tangannya, ia melihat wajah bos garang nya yang terpampang nyata di depannya.
"Pak Arvin ko bisa ada di sini?" tanya Zakiya bingung. Ia melirik ke sekelililing taman, tidak ada siapa-siapa.
"Ngapain nanya-nanya hah! Suka-suka saya lah mau dimana aja ... kamu ya, berani ngatain bos kamu sendiri dedemit? Mana ada dedemit seganteng saya."
"Maaf, Kiya kan gatau ada pak Arvin disini."
Arvin hanya diam tak menjawab apa-apa.
Zakiya menatap sekelilingnya, di sini sangat sepi hanya ada ia dan Arvin.
Terlalu berdekatan dengan Arvin bisa bahaya, Zakiya pun berjalan mundur tiga langkah untuk menjauhi Arvin.
"Pak Arvin ga boleh macam-macam ya, kalau macam-macam Kiya teriak nih!"
"Teriak aja, lagi pula siapa yang bisa dengar teriakan kamu di sini?" Arvin tersenyum jahil.
"Kalau pak Arvin macam-macam, Kiya akan tuntut bapak karena perbuatan tidak senonoh"
"Memangnya saya berbuat apa? Gaji kamu saya potong 80%," ucap Arvin datar.
"Yaah pak ko 80 sih? katanya tadi 50, bapak ga konsisten ni. Bapak saya tuntut lagi dengan satu tuntutan. Perbuatan tidak menyenangkan," Zakiya mendengus kesal karena Arvin memotong gaji seenaknya.
"50 % potongan yang tadi pagi, 10% kamu bilang saya setan, 5% kamu bilang saya homo, 10% kamu masuk taman saya tanpa izin, 5% kamu menangis histeris di taman saya," jelas Arvin lalu beranjak pergi meninggalkan Zakiya sendirian.
"Yaah, jangan dipotong dong pak Arvin, saya kan butuh uang untuk hidup," Zakiya mengejar langkah kaki Arvin yang panjang.
Arvin berjalan sangat cepat sampai zakiya ngos-ngosan dibuatnya.
"Protes lagi, saya tambahin potongan 5%. Oya, satu lagi saya bilangin ya ... saya bukan homo."
Zakiya berusaha berlari cepat untuk menghentikan langkah Arvin.
Saat dirinya telah berada di depan Arvin, Zakiya merentangkan kedua tangannya membuat Arvin berhenti berjalan.
Arvin menatap Zakiya datar, ia menunggu apa yang akan Zakiya katakan padanya.
"Saya hah hah hah ... saya akan bekerja hah hah dengan baik pak ... janji," ucap Zakiya ngos-ngosan. Zakiya menaikan jari kelingking kanannya di depan wajah Arvin, ia ingin berjanji pada Bos nya.
Arvin hanya menatap jari kelingking Zakiya sekilas dan mulai berjalan lagi tak menghiraukan Zakiya.
*****
Arvin membuka pintu ruang kerja nya, lalu menutup nya kembali, ia melihat seorang wanita sedang duduk di kursi kerjanya sambil memainkan ponsel.
Arvin menghampiri wanita itu dan berdiri di hadapannya. "Honey," panggil Arvin.
Wanita itu mendongakan wajahnya ke atas, ia tersenyum saat melihat laki-laki yang ia tunggu dari tadi.
Wanita itu berdiri berhadapan dengan Arvin, dan memeluknya erat, "Aku kangen kamu."
"Aku juga kangen, Vicky," Arvin membalas pelukan wanita yang bernama Vicky itu.
Nama lengkap Vicky adalah Vicky Marissa.
Vicky adalah pacar pertama Arvin, mereka berpacaran selama 2 tahun.
Sebelumnya, Arvin tidak pernah berpacaran dengan siapapun, ia menutup pintu hatinya untuk semua wanita, ia memilih untuk fokus mengejar karirnya yang cemerlang di bidang bisnis.
Tapi pada akhirnya ia bertemu dengan sosok Vicky, dan melabuhkan hatinya.
Menurut Arvin, Vicky adalah sosok wanita yang sempurna.
Cantik, pintar, kulit seputih susu, postur tubuh ideal dengan tinggi badan 170 cm, rambut panjang bergelombang bewarna cokelat terang, dan juga Vicky adalah wanita blasteran Belanda - Indonesia.
"Ko baju kamu basah?" tanya Arvin melepaskan pelukannya.
"Iya nih, gara-gara cewe yang di dalam toilet.
Masa dia buka pintu tiba-tiba dan ... "
"Pak Arvin," ucap Zakiya tiba-tiba membuka pintu ruang kerja Arvin.
Arvin dan Vicky mengalihkan pandangannya ke sumber suara, mereka melihat Zakiya yang membuka pintu ruangan Arvin tanpa izin.
Arvin menatap Zakiya jengkel, pelayan barunya itu berani melakukan pelanggaran lagi.
"Pelayan ini ga ada kapok-kapoknya ya ... udah diberi ancaman potongan gaji 80% masih bisa buat kesalahan lagi" rutuk Arvin dalam hati.
"O-ow," Zakiya melebarkan matanya shock karena memasuki ruangan Arvin di moment yang tidak tepat.
Zakiya memandang wanita yang ada di hadapan arvin, sekilas ia mengingat satu ucapan, "Ku tandai wajah kau ya."
Mulut Zakiya menganga lebar. Benar, wanita yang berdiri di sebelah bos nya sangat mirip dengan wanita yang jatuh di toilet tadi.
"Tapi siapa wanita ini? Atau jangan-jangan dia pacarnya Pak Arvin, duh mati kamu Kiya, pasti habis ini Pak Arvin akan berkicau merdu," rutuk Zakiya panik dalam hatinya. Ia memutuskan untuk menundukkan wajahnya agar tak terlihat oleh wanita itu.
"Lo ... lo cewe yang tadikan? honey, ini dia cewe yang ngebuat baju aku basah di toilet," ucap Vicky kesal, ia tiba-tiba langsung menjambak rambut Zakiya dengan kedua tangannya.
"Aw ... aw ... " Zakiya menarik tangan Vicky yang ada di rambutnya agar cengkraman tangan Vicky terlepas.
Tapi, semakin Zakiya mencoba melepaskan tangan Vicky, semakin kuat juga Vicky menarik rambutnya.
"Gara-gara lo baju mahal gue jadi bau, kesel kesel kesel," Vicky semakin menarik rambut pendek zakiya.
Arvin bingung harus melakukan apa saat melihat adegan baku hantam antar wanita. Ini pertama kalinya ia melihat wanita jambak-jambakan secara live di depan matanya.
Arvin berusaha untuk meleraikan Zakiya dan Vicky, tapi saat ia berusaha melerai mereka berdua, Arvin yang jadi kena imbasnya.
Yang tadinya ingin memisahkan, malah rambut Arvin yang dijambak Zakiya dan Vicky.
"Aw aw," jerit Arvin.
Mereka pun sadar bahwa kini Arvin yang jadi korban jambakan langsung menghentikan aktivitasnya.
Mereka menelan ludahnya masing-masing.
"Honey, itu salah dia jenggut aku duluan. Rambut mahal aku jadi sakit," ucap Vicky sambil menunjuk Zakiya.
"Kakak duluan yang jenggut aku," Zakiya membela dirinya.
"Masih berani ngeles lagi lo, gara-gara lo juga Arvin jadi kena jenggut."
"Stop. Saya ga mau dengar keributan lagi," Arvin berjalan ke meja nya, dan membuka salah satu laci, ia mengambil sebuah amplop coklat, dan menyodorkan nya pada Zakiya.
"Gaji sudah di potong 80% dan jangan pernah kembali lagi ketempat ini."
"Pak Arvin, saya minta maaf, saya mengakui itu salah saya membuka pintu toilet sembarangan, sampai pacar bapak jatuh di toilet. Saya akan bertang-"
"Cepat bereskan barang-barang kamu! saya ga peduli."
"Emang enak, bleee" ucap Vicky sambil menjulurkan lidahnya.
Zakiya menerima amplop yang berada di tangan Arvin dengan mata berkaca-kaca.
Ia menundukan wajahnya, "Kalau begitu,terima kasih pak."
*****
Zakiya duduk di salah satu halte tempat menunggu bis.
"Kiya mau kerja di mana lagi ya? Kiya kerja part time di sana kan, untuk biaya kuliah dan keluarga Kiya," Zakiya memanyunkan bibirnya cemberut.
Drrtt drttt
Zakiya mengambil ponselnya yang bergetar di saku celana, ia membaca layar panggilannya, ternyata mamanya Arvin.
Zakiya menghela nafasnya, angkat tidak ya? Zakiya tidak ingin berurusan lagi dengan Arvin, karena sikap Bos nya yang memperlakukan ia semena-mena, dan juga Bos nya sangat kejam memotong gajinya lebih dari 50%.
Sebuah kalimat terlintas di pikiran Zakiya, "Apa orang kaya selalu begitu ya? Melakukan apapun sesuka hatinya tidak memikirkan perasaan orang lain."
Zakiya terus menatap layar ponselnya yang terus bergetar, ia ragu antara angkat atau tidak, tapi ia mengingat kebaikan Melati yang mau menerima ia bekerja.
Pada akhirnya Zakiya memilih untuk membuang egonya, ia mengangkat panggilannya, "Halo bu bos muda"
"Kiyaa sweetie, maafin Arvin ya sayang. Arvin aslinya ga gitu kok, itu karena dia lagi emosi aja."
Zakiya menghembuskan nafasnya, ia sudah tahu bagaimana sikap Arvin kepadanya.
Sikapnya yang terlalu semena-mena, hanya karena kesalahan kecil gajinya dipotomg sampai 80%.
"Gapapa kok bu" ucap zakiya berusaha tersenyum.
"Emm kamu kerja lagi ya disini, hitung-hitung buat pendekatan kamu sama Arvin. Eh bukan, maksudnya buat menambah pengalaman kerja kamu"
"Engga bu bos muda, Kiya berhenti aja. Kiya akan cari tempat kerja yang lain," tanpa sadar Zakiya meneteskan air matanya.
"Sweetie, kamu akan tetap kerja di restoran Arvin, mommy cetar membahana ulala ini akan mengundang kamu makan malam di rumah. Besok kamu akan dijemput supir pribadi ya."
"Iya," ucap Zakiya pasrah, besok makan malam? Apa Arvin akan menerimanya dengan baik?
*****
"Arvin pulang," ucap Arvin baru pulang bekerja, ia melangkah masuk ke ruang tamu.
Mamanya sedang duduk di sofa sambil menatap lurus ke arah Arvin berdiri.
"Kenapa ma?" tanya Arvin.
"Arvin, mama mau ngomong serius sama kamu," ucap Melati dengan nada serius.
Arvin tahu dari ekspresi mamanya bahwa ada pembicaraan yang sangat penting, ia menghela nafasnya, dan duduk di sofa yang berhadapan.
Melati mengeluarkan sebuah amplop coklat besar, ia mengeluarkan selembar kertas, dan ia letakkan kertas itu di atas meja kaca.
Arvin mengambil kertas tersebut dan membaca judul diatasnya.
Surat Perjanjian.
"Surat perjanjian?" tanya Arvin dalam hatinya. Ia mengernyitkan dahinya bingung, apa maksudnya tentang surat perjanjian.
"Itu adalah surat perjanjian antara mama, papa, dan orang tua nya Kiya. Dibaca baik-baik ya baby sayang," ucap Melati tersenyum.
Arvin membaca surat itu dengan seksama, ia mencoba memahami setiap kata yang tertulis.
"Ma ini perjanjian apa?!" protes Arvin setelah membaca isi keseluruhan surat itu.
"Baby Arvin, itu adalah Surat Perjanjian bahwa kamu dan Kiya sweetie akan dijodohkan. Surat itu dibuat dari 20 tahun yang lalu."
"Apa?! Ma, Arvin ga suka acara jodoh-jodohan kayak gini ... Mama kira Arvin ini apa!"
"Arvin, itu Surat Perjanjian penting, papa kamu yang minta ke orang tua Kiya, agar kamu bisa dijodohkan dengan Kiya. Papa kamu ngelakuin ini sebagai balas budi atas kebaikan orang tua Kiya selama ini."
"Karena orang tuanya Kiya, papa kamu punya perusahaan besar di mana-mana, sekarang Kiya hidup bersama kakek dan neneknya. Mama harap kamu bisa membahagiakan Kiya. Dia itu anak yatim piatu Arvin, dia yang banting tulang untuk keluarganya."
"Yatim piatu?" tanya Arvin di dalam hatinya.
Di lubuk hati Arvin, ia merasa bersalah karena memotong gaji anak yatim piatu seenaknya.
Tunggu, ini bukan sifat Arvin. Di dalam diri Arvin tak pernah merasa kasihan pada orang lain, tapi setelah mendengar hidup Zakiya, kenapa Arvin merasa empati.
"Jasa-jasa orang tua Kiya tak pernah terbalaskan Arvin, orang tua Kiya meninggal karena kecelakaan pesawat, mereka wafat saat selesai membangun perusahaan papa kamu di Jerman. Pesawatnya jatuh dan menghilang," ucap Melati sedih.
Arvin termenung mendengar penuturan mamanya, pikirannya terus melayang-layang, ia tidak tahu lagi harus melakukan apa setelah mendengar berita perjodohan ini.
Haruman neowa naega hamkkehal su itdamyeon.
Haruman neowa naega sonjabeul su itdamyeon.
Haruman neowa naega hamkkehal su itdamyeon.
Haruman (haruman), neowa naega hamkkehal su itdamyeon.
Terdengar nada dering BTS - Just One Day berbunyi keras di kamar tidur Zakiya, membuat Zakiya yang sedang asik bergelut dalam mimpinya menggeliat, matanya masih terpejam sambil memeluk guling Mickey Mouse kesayangannya.
Zakiya tak memperdulikan ponselnya yang berdering berkali-kali, ia menutup telinganya dengan guling berusaha mengabaikan panggilan.
Tapi lagi-lagi panggilan itu menganggu kenyamanan tidurnya, dengan mata tertutup Zakiya meraba-raba ponselnya yang berada di atas nakas.
Haruman neowa naega hamkkehal su itdamyeon.
Haruman neowa naega sonja-
"Halo," ucap Zakiya dengan suara parau, matanya masih terpejam. Ia sama sekali tidak tahu siapa yang menelepon.
"Kamu darimana saja hah?! Tidak mengangkat telepon, apa kamu tuli?"
Zakiya tersentak kaget saat mendengar bentakan keras dari si penelepon, bahkan matanya yang tertutup tiba-tiba terbuka lebar, Zakiya menjauhkan ponsel nya dari telinga, ia menatap nomor di layar panggilan nya, ternyata nomor tidak kenal.
"Maaf, anda siapa ya? Jika tak ada kepentingan saya tutup."
"Kamu bertanya siapa saya? Kamu pura-pura amnesia?"
"Maaf ya pak, anda salah nomor. Jangan hubungi nomor ini lagi," Zakiya memutar bola matanya kesal, ia sudah berbaik hati meluangkan waktunya untuk menerima telepon tidak penting, tapi si penelpon malah membentak nya tidak jelas.
"Zakiya Giselle!"
"Ko dia tau nama Kiya? Apa jangan-jangan dia seorang peneror yang memeras uang," ucap Zakiya berbicara sendiri sambil menjauhkan ponselnya.
Zakiya mendekatkan ponselnya kembali, "Kok bapak bisa tau nama saya? Bapak ini seorang peneror telepon ya?," ucap Zakiya polos.
"Hari ini datang ke restoran tidak pakai telat! Saya ingin membayar sisa gaji kamu yang saya potong 80%, telat 1 menit aja ... gaji kamu melayang"
Tut tut tut
Pria itu menutup teleponnya sepihak, Zakiya memikirkan kata-kata si penelpon tadi.
Restoran? Gaji? Potongan 80%?
Zakiya memikirkan itu lama sekali, hingga tersadar akan sesuatu.
"Oh ... astaga Pak Arvin," ucap Zakiya keras.
Ia melihat layar panggilan terakhirnya, ingin melihat nomor Arvin, tapi tidak ada nomor yang tercantum di dalamnya melainkan bacaannya tidak ada nomor.
Nomor ponsel Arvin ternyata di private, benar-benar orang yang misterius.
"Pak Arvin mau bayar sisa gaji Kiya yang 80% itu? Berarti gaji Kiya ga jadi dipotong?" ucap Zakiya perlahan-lahan, ia berpikir sambil mengerakan telunjuknya di dagu.
"Berarti ..."
"Yeey, full gaji...!" Zakiya mengepalkan kedua tangannya keatas girang, ia harus cepat bersiap-siap hari ini, karena jika telat gajinya bisa melayang lagi.
Zakiya mengambil boneka bebek besar di sebelah gulingnya.
"Unyu, gaji Kiya ga jadi dipotong ... aaaaa Kiya seneng banget," Zakiya berbicara pada boneka bebeknya yang bernama unyu sambil memeluk boneka itu erat-erat.
"Unyu seneng gak?" Zakiya tersenyum lebar.
"Unyu seneng kok," ucap Zakiya menyahut dengan nada suara anak-anak, ia menggerakan badan unyu seolah-olah unyu sedang berbicara padanya.
"Oke baiklah Kiya, fighting," ucap Kiya dengan semangat yang menggebu-gebu.
Zakiya turun dari kasurnya mengambil sisir yang berada di atas meja rias, ia jadikan sisir itu sebagai microfon.
"Iwak peyek, iwak peyek, iwak peyek nasi jagung. Sampai tue sampai nene, gaji full tetap oke. Asik asik jos," Zakiya menyanyi dan berjoget seperti orang gila di depan kaca. Hatinya sangat riang hari ini.
"Apa salah dan dosaku sayang. Cinta suci kau buang-buang lihat jurus yang kan ku berikan gaji goyang, gaji goyang," Zakiya menyanyikan lagu jaran goyang yang liriknya diganti jadi gaji goyang.
Zakiya terus menyanyi dan berjoget riang sampai masuk kamar mandi. Selain Kpopers Zakiya juga seorang pencinta dangdut.
*****
Zakiya memandangi dirinya di depan kaca dan tersenyum manis.
"Perfecto," Zakiya sangat bersemangat hari ini.
Zakiya turun dari kamarnya yang di lantai 2, ia menatap ke sekeliling rumah.
"Ko sepi? Gelap amat," Zakiya menekan tombol lampu untuk menyalakannya.
Zakiya berjalan ke ruang makan untuk sarapan pagi, sesampainya di ruang makan ia membuka tudung nasi.
"Haa kosong? kerja lembur bagai qhuda, sampai lupa orang tua ... Et et serius serius, tumben pagi-pagi ga ada sarapan, hmm mungkin nenek lagi ke pasar."
Zakiya menuangkan air teko ke dalam gelas kaca, dan meminum nya hingga habis.
"Kakak mau kemana? Rapi amat. Hoam," ucap adik laki-laki Zakiya yang menghampirinya sambil menguap.
Nama adik Zakiya adalah Zain, ia masih berumur 15 tahun, 3 tahun lebih muda dari Zakiya.
Zain menuangkan air teko ke dalam gelas kaca yang berbeda, dan meminumnya.
"Dasar pemalas," ucap Zakiya menjewer telinga Zain.
"Aww aww aduh sakit kak," ucap Zain meringis kesakitan.
Zakiya melepaskan jewerannya pada Zain hingga menimbulkan bekas merah, Zain mengusap telinga kirinya yang memanas.
"Kamu tau ga ini jam berapa? Ini udah pagi waktunya pergi ke sekolah, sana mandi!"
"Hah? Pagi apanya masih jam 2 malem juga. Kakak mimpi ya? Udah ah ... Zain mau tidur dulu, males ngeladenin kakak yang ga penting. Bye," ucap Zain meletakkan gelasnya yang sudah kosong di atas meja, ia langsung pergi meninggalkan Zakiya yang masih termenung.
"Zain ... Zain " panggil Zakiya tapi Zain tak menghiraukannya.
"Ish tu anak, jam 2? Masa sih ... perasaan tadi Pak Arvin telpon suruh buru-buru."
Zakiya mengeluarkan ponselnya dan melihat jam dilayarnya.
Jam 02:15.
"Pak Arviiiinn ..." teriak Zakiya kesal, bos nya sangat sangat sangat menyebalkan.
Bukan bos nya, tapi mantan bos nya.
Mengganggu orang tidur.
Mengganggu mimpi indah.
Mengganggu kenyamanan.
Bukankah semua orang butuh istirahat, untung saja Zakiya belum pergi ke tempat halte bus. Jika iya, berapa jam ia menunggu bus datang.
*****
"Nyebelin, nyebelin, nyebelin" teriak Zakiya sambil memukul bantal tidurnya, tangan dan kakinya ia gerak-gerakan kesal.
"Tabahkanlah hati Kiya dari makhluk bulan seperti Pak Arvin," make up cantik yang tadi Zakiya pakai jadi berantakan semua, ia merasa frustasi terima kenyataan bahwa bos nya hanya mengerjai nya saja tengah malam.
*****
"Ini gaji kamu," ucap Arvin sambil menyodorkan sebuah amplop coklat yang berisi uang kepada Zakiya.
Zakiya yang duduk berhadapan dengan Arvin, mengambil gaji nya antusias, Zakiya tersenyum lebar saat menghitung uang yang di dalam amplopnya.
"Gaji nya pas, Kiya pulang dulu ya, pak" ucap Zakiya langsung berdiri dari duduknya.
"Siapa yang menyuruhmu pulang?" ucap arvin menatap zakiya dengan horror.
Zakiya kembali duduk berhadapan dengan Arvin, ia menatap Arvin bingung.
"Bukannya Pak Arvin udah pecat Kiya? Jadi Kiya langsung pulang aja, kan udah terima gaji."
"Tidak jadi, kamu tetap bekerja disini. Oya, saya minta maaf atas kejadian kemarin, saya merasa bersalah potong gaji anak yatim seenaknya, tapi itu tidak sepenuhnya salah saya, 95% nya adalah salah kamu yang melanggar aturan.
Pertama kalinya, saya minta maaf sama orang, padahal kamu orang yang sangat tidak penting. Ini saya terpaksa aja minta maaf, jadi jangan geer kalau saya minta maaf karena kasihan. Tapi yasudahlah, sana pergi ... wajah kamu bikin mood saya rusak," ucap Arvin panjang lebar.
Zakiya yang mendengar itu hanya melongo bingung, ucapan bos nya sangat tidak jelas, meminta maaf pada orang tapi kalimat terakhirnya memaki-maki.
"Ngapain masih bengong disini? Pergi atau saya potong lagi gajinya."
Zakiya yang tersadar atas pemotongan gaji, buru-buru beranjak pergi.
"Terima kasih pak Arvin," ucap Zakiya membungkukan badannya, lalu melangkahkan kakinya menuju pintu.
"Hah," Arvin membuang nafasnya lega.
"Meminta maaf ternyata ga semudah yang ku kira," Arvin membuka lacinya, dan mengambil dokumen laporan omset.
****
"Pak arvin minta maaf tapi ekspresi dan gaya bicaranya kayak orang ngajakin ribut, heran punya bos macam begini," Zakiya memilih tidak peduli, ia tetap melanjutkan mencuci piring kotornya.
"Ingat Kiya, berhati-hatilah mencuci piring. Cintailah piringmu seperti kamu mencintai diri kamu sendiri, fokus ... fokus."
Haruman neowa naega hamke ...
Zakiya yang sedang mencuci piring, mengambil ponselnya yang berdering di saku celana. Ia menekan tombol hijau mengangkat panggilan dengan tangan yang masih penuh busa, ia letakkan ponselnya di telinga kanan dan mengapitkannya dengan bahu.
Kedua tangannya tetap aktif mencuci piring.
"Halo, Zakiya di sini."
"Pagi Kiya sweetie, ini bu bos muda. Mommy muda yang cetar membahana ini, ingin mengajak kamu kerja di restoran Arvin lagi."
"Emm sebenarnya Kiya udah diterima bekerja di sini lagi bu, Pak Arvin tidak jadi memecat," Zakiya menghidupkan keran air dan membasuh piringnya satu persatu.
"Apa...!"
Zakiya terkejut saat mendengar Melati berteriak keras di telinganya, hampir saja piring nya jatuh ke lantai.
Untung saja piring nya jatuh di wastafel tidak pecah, kalau pecah pasti Arvin akan memaki-maki nya.
Meskipun piringnya jatuh di wastafel, tapi ponselnya jatuh berserakan di lantai.
Zakiya berjongkok memungut ponselnya di lantai. Baterai dan kartu-kartu nya terlepas dari ponsel.
Teriakan keras Melati membuat nya jantungnya kaget, padahal ia tidak memakai loudspeaker, tapi suara melati 2 kali lipat lebih keras dari itu.
"Ehem ..."
Zakiya mendongakkan wajahnya saat mendengar suara seseorang, ternyata Arvin yang sedang bersandar di dinding sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Arvin menatap tajam wanita mungil yang ada di pandangannya, "Terjatuh lagi?"
Zakiya berdiri mengambil ponsel dan baterai nya yang terpisah, ia menelan ludahnya saat Arvin melihatnya tajam.
"Baguslah kalau ponsel kamu yang jatuh, asal jangan benda yang ada di restoran ini, mengerti."
Zakiya hanya mengangguk patuh mendengarnya.
"Oya, mama saya mengajak kamu makan malam hari ini jam 7 malam" ucap Arvin lalu pergi dari ruangan khusus cuci piring.
"Hmm hari ini selamat, my baby kalian jangan sampai pecah lagi ya, kalau sampai pecah tamat riwayat mommy," ucap Zakiya berbicara pada semua gelas dan piring kotor di wastafelnya.
Zakiya menghela nafas nya panjang, diundang makan malam di rumah keluarga Arvin membuat jantungnya berdegup tidak karuan.
*****
Zakiya membuka pintu kamarnya, ia berjalan masuk dan duduk di atas kasurnya.
Zakiya melepas sepatu Converse nya yang bewarna merah maroon, dan meletakannya di kolong tempat tidur.
Zakiya melempar tasnya ke ranjang, dan menjatuhkan badan mungilnya ke ranjang pink nya yang empuk.
"Hari yang sangat melelahkan," ucap Zakiya sambil menatap langit-langit kamarnya.
Zakiya diam memikirkan alasan mengapa Melati dan Arvin mengajaknya makan malam bersama. Bukankah dia notabene nya hanya seorang pelayan cuci piring, ditambah lagi ia mendapatkan perlakuan spesial dari Melati.
Zakiya bangun dari ranjangnya, dan berjalan menuju lemari besarnya yang berwarna putih.
Ia membuka lemari itu dan mengeluarkan pakaiannya satu persatu.
Sudah lima pakaian yang ia keluarkan dilemparkan ke atas kasur, tapi tak ada satupun yang bagus untuk dipakai.
"Pakai dress yang mana ya? Yang ini aja kali ya," Zakiya mengambil dress model sabrina yang bewarna hitam panjangnya selutut.
Setelah menyiapkan keperluan dress nya, Zakiya beranjak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
15 menit ia telah selesai mandi, Zakiya duduk di depan kaca dengan dress Sabrina yang telah terpasang indah di tubuhnya.
Model bahu terbuka membuat tampilannya terlihat elegan.
Zakiya mengoleskan make up ke wajahnya, dan yang terakhir ia mengoleskan lipstik bewarna pink agak peach ke bibirnya.
Zakiya memodelkan rambut pendeknya yang sebahu itu dengan mengikat cepol dan menjepitnya menggunakan hair pin.
"Selesai," zakiya tersenyum manis di depan kaca.
*****
"Kiya, ada yang mencari kamu" teriak nenek nya dari lantai 1.
"Iya nek, Kiya turun" Zakiya memakai high heels bewarna hitam senada dengan warna dress nya. Ia turun dari tangga perlahan-lahan sambil menundukan wajahnya melihat anak tangga. Ia tidak terbiasa memakai hak tinggi, jadi ia harus berjalan dengan hati-hati agar tak terjatuh.
Arvin yang sedang minum sirup merah sambil menunggu Zakiya di ruang tamu tiba-tiba tersedak, ia terkesima saat melihat Zakiya yang sedang menuruni anak tangga.
"Look like an angel," ucap Arvin dalam hatinya.
Saat tersisa satu anak tangga terakhir, Zakiya menegakan wajahnya ke depan, ia melihat Arvin yang menatapnya tak berkedip
"Astaga Pak Arvin," rutuk Zakiya dalam hatinya.
Mereka saling mengunci tatapan satu sama lain, sampai akhirnya Zakiya memilih mengakhiri tatapannya dengan membuang muka.
"Kiya sini nak, ada laki-laki yang menjemput kamu," ucap nenek Zakiya menyuruhnya mendekati Arvin.
Zakiya menganggukan kepalanya, dan berjalan mendekati Arvin yang duduk di sofa. Zakiya terus menghindari tatapan arvin yang daritadi menatapnya kagum.
"Nek saya pergi dulu ya, saya izin membawa cucu nenek," ucap Arvin bersalaman dengan nenek zakiya sambil tersenyum.
"Iya nak, sering-sering ya main ke sini," ucap nenek Zakiya tersenyum lebar.
Arvin yang mendengar itu hanya terkekeh kecil, ia tersenyum manis pada nenek Zakiya.
Zakiya melihat Arvin ramah dengan neneknya merasa speechles, seorang bos nya yang angkuh dan sombong bisa melakukan hal itu.
Yang ia tau Arvin adalah seseorang yang kejam dan otoriter, tapi perlakuan Arvin kepada neneknya berbanding terbalik saat sikap nya di restoran.
Zakiya pamit kepada neneknya, "Nek, Kiya pergi dulu ya," ia mencium tangan neneknya dan mencium pipi neneknya.
"Hati hati ya sayang," nenek zakiya mencium pipi kiri cucunya.
Zakiya dan Arvin berjalan keluar menghampiri mobil Audi bewarna hitam mengkilat telah terparkir di depan rumahnya.
Zakiya menoleh ke kanan dan ke kiri merasa ada yang kurang, "Pak arvin, mana supirnya?"
Arvin yang mendengar itu memilih mengabaikan Zakiya, ia membuka pintu depan mobil untuk Zakiya, "Masuk."
Zakiya mendengus sebal, "Kenapa harus Pak Arvin yang jemput sih?".
Zakiya masuk ke dalam mobil Arvin, dan duduk di kursi depan.
Arvin menutup pintu mobilnya, dan berlari kecil ke kursi pengemudi, ia membuka pintunya lalu menutup kembali. Arvin memasang sabuk pengaman di tubuhnya, dan memutar kunci mobil hingga terdengar suara mobil yang menyala.
Arvin menatap Zakiya yang terdiam, Zakiya yang menyadari bahwa Arvin kini tengah memperhatikannya membuat jantung Zakiya berdegup kencang tak karuan, oh tuhan ia sangat gugup.
"Pakai!"
"Pakai apa, pak?" tanya Zakiya bingung.
Arvin mendengus kesal mendengar pertanyaan bodoh Zakiya, ia mendekatkan badannya ke arah Zakiya sampai badan Zakiya terpojok di pintu mobil.
Zakiya menahan badan Arvin dengan kedua tangannya, "Pak-pak Arvin mau apa," ucap Zakiya menutup matanya takut.
Arvin yang melihat wajah Zakiya memerah semakin memperlama posisinya, ia ingin melihat wajah merona Zakiya secara dekat.
Arvin terus memangkas jaraknya menjadi semakin dekat.
"Pak-pak Arvin ja-jangan macam-macam," tubuh Zakiya bergetar ketakutan.
Arvin menghela nafasnya kasar, ia menarik sabuk pengaman yang terletak di ujung pintu mobil, dan memasangnya ke badan Zakiya.
Arvin menegakkan badannya kembali, "Jangan melakukan hal bodoh dan memalukan saat makan malam, mengerti," ucap Arvin dingin lalu menjalankan mobilnya.
Suasana di dalam mobil sangat canggung, tak ada satupun dari mereka yang membuka obrolan. Arvin yang sibuk menyetir mobil, dan Zakiya yang sibuk dengan pikirannya sendiri.
Zakiya menatap keluar jendela, ia melihat keindahan gedung-gedung Jakarta yang berwarna-warni karena efek lampu malamnya, dan juga banyaknya kendaraan beroda berlalu lalang.
Zakiya tersenyum lebar, sudah sekian lama ia tak merasakan naik mobil pribadi.
Semenjak ayah dan ibu nya meninggal, ia tak pernah lagi merasakan kemewahan, tapi ia sangat bersyukur sekarang ia bisa menjadi pribadi yang mandiri, menjadi tulang punggung keluarga nya, bisa mengurus adik-adiknya yang semakin beranjak dewasa, dan bisa membantu perekonomian kakek dan neneknya.
Zakiya bersyukur setidaknya ia pernah merasakan bagaimana kasih sayang orang tua meski hanya sebentar. Ia ditinggal orang tuanya saat berumur 5 tahun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!