“Stop! Stop! Gue kebelet nih,” pinta Bara pada Anton yang sedang mengemudikan mobil.
“Bentar lagi sampe nih, tahan dikit ngapa!” Anton terus mengemudikan mobilnya.
“Yaelah, bentaran doang. Udah nggak tahan banget nih.” Bujuk Bara sambil bergerak-gerak.
Akhirnya Anton menepikan mobilnya dan semua yang berada di dalam mobil pun turun.
Bara langsung berlari masuk ke dalam hutan untuk membuang air kecil, Anton berdiri di pinggiran jalan sambil menghisap sebatang rokok. Sedangkan ketiga teman mereka yang lain, Rudi, Julio, dan Keno berjalan-jalan kecil sambil melihat pemandangan sekitar.
“Bara lama banget sih! Dia buang air atau bikin pabrik air sih.” Gerutu Rudi dan tidak lama kemudian Bara pun datang.
Hari mulai gelap, butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai di tempat tujuan mereka.
Anton kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Hari sudah gelap, mereka belum juga sampai ke tempat tujuan.
“Eh kalian denger nggak suara itu?” tanya Rudi.
“Suara apa? Jangan ngaco deh Rud!” ujar Julio.
“Loe bener, gue juga denger tu suara.” Anton menimpali.
Bulu kuduk pun merinding, suasana jadi mencekam.
“Di tengah hutan begini, siapa yang sedang mengadakan pesta?” pertanyaan yang dilontarkan Keno menambah seram suasana.
Dari kejauhan nampak cahaya yang berasal dari sinar lampu teplok. Sebuah perkampungan kecil kini ada di hadapan mereka.
“Sepertinya kita tersesat dan salah jalan. Bukankah jalan menuju kampung kakeknya Gara tidak melewati desa mana pun.” Ujar Anton.
“Mungkin perkampungan ini baru di sini, sudah positif thinking aja.” Kata Keno.
Anton memperlambat laju mobilnya saat melewati kerumunan warga yang sedang menikmati pesta.
Tiba-tiba seorang kakek tua menghentikan mobil yang mereka tumpangi.
Bara menurunkan kaca mobilnya, “Ada apa kek?” tanya Bara.
“Singgahlah sebentar. Tidak baik melewatkan pesta begitu saja.” Jawab kakek itu.
Bara meminta pendapat teman-temannya, karena hari sudah malam dan mereka pun sangat lapar, akhirnya mereka turun dari mobil dan mengikuti langkah kakek tadi.
Mereka dibawa masuk ke sebuah gubuk kecil, satu orang satu gubuk.
“Silahkan diminum mas, kopinya!” Seorang gadis berpakaian ala dayang-dayang pada kerajaan jaman dulu menghidangkan kopi di hadapan Bara.
Glek,, Bara menelan ludahnya dengan susah payah, dadanya berdegup kencang kala melihat gadis itu membungkuk dan memperlihatkan separuh gundukan di dadanya.
“Kok bengong saja, Mas. Nggak suka kopi ya?” tanya Gadis itu.
“Su-suka,” jawab Bara terbata-bata.
Gadis itu ke luar dari gubuk kemudian kembali lagi sambil membawa talam berisi makanan yang terlihat sangat lezat.
“Makan dulu, mas. Setelah itu baru masnya tidur.” Lagi-lagi gadis itu membuat Bara kesulitan untuk bernafas.
“Siapa namamu?” tanya Bara.
Gadis itu meletakkan nampan lalu duduk di hadapan Bara. Kain pendek yang berperan sebagai rok tersingkap hingga hampir memperlihatkan bagian tersembunyi milik gadis itu.
“Nama saya Arum, mas.” Jawab gadis itu.
Ditemani oleh Arum, Bara menikmati makan malamnya sambil sesekali melirik ke arah gadis itu.
“Simbah bilang, kalian bermalam saja di dini. Besok baru pergi ke tempat tujuan kalian,” tutur Arum pada Bara.
Suasana di luar mulai sepi, mungkin pesta sudah berakhir. Setelah Bara menghabiskan makanannya, Arum membawa bekas makanan ke luar.
Bara merebahkan tubuhnya di tempat yang terbuat dari bambu dan beralaskan tikar pandan. Perutnya yang kenyang membuat matanya mengantuk, tidak lama dia pun sudah tertidur.
Di gubuk Keno,
Sama halnya seperti Bara dan ketiga temannya yang lain, Keno juga ditemani oleh seorang gadis yang bernama Kenanga.
Berbeda dari Arum yang terlihat sopan dan anggun, Kenanga lebih liar dan agreesif.
“Kamu mau ngapain?” tanya Keno saat melihat Kenanga naik ke tempat tidurnya.
“Kami bertugas melayani tamu yang singgah dan bermalam di sini,” jawab Kenanga yang sudah duduk di pangkuan Keno.
Wajah Keno terlihat menegang setegang junior miliknya yang sudah memberontak minta dilepaskan.
“Aku ... Aku,”
Kenanga meletakkan jari telunjuknya di bibir Keno. “Kamu tidak perlu membayar, semua pelayanan di sini gratis.” Ujar gadis itu, seolah tahu apa yang ada di pikiran Keno.
Sesuatu yang tidak seharusnya mereka lakukan pun terjadi.
Pagi harinya,
“Keno, Ken, bangun Ken. Kenapa kamu bisa polos begini?” Anton, Bara, dan Julio berusaha membangunkan Keno yang tidak mengenakan sehelai benang pun sebagai penutup tubuhnya.
Rudi sudah terlebih dulu masuk ke dalam mobil.
Keno mengerjapkan matanya lalu terkejut saat melihat di mana mereka sekarang.
Tubuhnya yang polos sedang berada di atas sebuah kuburan.
Keno buru-buru memakai pakaiannya kemudian meninggalkan tempat itu bersama teman-temannya.
“Berarti pesta, kampung, kakek tua, dan gadis-gadis yang menemani kita itu semuanya hantu.” Cetus Bara sambil melihat satu-persatu wajah temannya.
Anton dan yang lainnya terdiam, tidak berani bersuara.
“Kalian kenapa? Kok diam?” tanya Bara.
“Tadi malam aku dan gadis itu melakukannya,” jawab Anton, Keno, Rudi, dan Julio bersamaan.
“Apa?” Bara berteriak kaget.
“Kami tidak tahu kalo gadis itu ternyata hantu,” jawab Julio.
Anton menambah kecepatan mobilnya, hingga tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di kampung kakek.
Melihat kedatangan mobil Bara, kakek langsung menghampiri. Wajah kakek terlihat tegang, sepertinya sedang terjadi sesuatu.
“Kek, kenapa kakek tegang begitu?” tanya Bara.
“Kalian cepat kembali ke kota sebelum semuanya terlambat,” titah kakek pada kelima pemuda yang ada di hadapannya.
Bara dan teman-temannya saling bertukar pandang, tidak mengerti apa maksud kakek.
“Kami baru saja datang, kenapa sudah disuruh pulang?” tanya Anton.
Kakek melihat kanan dan kiri lalu mengajak anak-anak itu untuk masuk ke dalam rumahnya.
Kakek menutup rapat-rapat pintu lalu menguncinya.
“Kalian sudah mengganggu penghuni pohon di ujung jalan sana, itu kenapa kalian mengalami kejadian aneh tadi malam.” Jelas kakek sambil menatap tajam ke arah lima anak muda di depannya.
“Bagaimana kakek bisa tahu?” tanya Bara.
Kakek menatap jauh ke depan, pandangan matanya terlihat kosong.
Bara dan keempat temannya menjadi bingung bercampur takut.
“Apa tujuan kalian datang kemari?” tanya Kakek.
Bara pun menjelaskan pada kakek apa yang menjadi tujuan mereka, Bara juga tidak lupa mengatakan jika dia tidak akan lama berada di kampung kakeknya tersebut.
“Kakek sarankan, lebih baik kalian pulang. Selagi hari masih siang dan kalian pun belum terlalu jauh masuk ke dalam dunia mereka.” Saran kakek.
Bara yang tahu betul siapa kakeknya akhirnya memutuskan untuk mengajak teman-temannya kembali ke kota.
Mereka tidak pulang sendiri, beberapa warga asli kampung tersebut menemani mereka hingga perbatasan.
Meski kesal, Anton dan yang lainnya tidak berani protes. Mereka tetap mengikuti saran dari kakek dan dengan terpaksa kembali ke kota.
Tujuannya untuk berlibur di kampung pun harus gagal karena kejadian aneh yang menimpa mereka.
Matahari sudah berada di atas kepala, namun mereka belum juga menemukan jalan ke luar menuju kota. Mereka sudah berkendara cukup jauh, namun pada akhirnya akan kembali keperbatasan, tempat awal di mana warga kampung mengantarkan mereka tadi.
"Kita berhenti sebentar, kata kakek kalo kita tersesat, berhenti sebentar, berdoa, baru kemudian melanjutkan kembali perjalanan." ujar Bara.
Mereka pun sepakat untuk berhenti lalu turun dari mobil, beristirahat sejenak sambil menikmati bekal yang sempat diberikan oleh kakek pada mereka.
Setelah dirasa cukup, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan menuju kota. Benar saja, tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di gerbang kota.
"Yuhu!! Akhirnya kita sampai juga," seru mereka berlima dengan senang.
Anton menancap gas sambil bersenandung ria. Keno memilih untuk tidur, begitu juga dengan Julio dan Rudi. Bara tetap terjaga karena harus menemani Anton.
Bara menyetel musik agar tidak terlalu sepi. Awalnya musik berputar normal sebagaimana mestinya, namun tiba-tiba saja musik berganti dengan suara yang membuat Anton dan Bara kaget juga ketakutan
Suara tawa cekikikan terdengar sangat melengking dan sangat menyeramkan.
Bara langsung mematikan musiknya dan memilih untuk diam.
"Istirahat dulu deh, kita lanjut lagi nanti." Saran Bara, wajahnya masih terlihat sangat tegang dan ketakutan.
Anton menghentikan mobilnya di sebuah restoran, mereka bisa istirahat sekalian makan.
Bara dan Anton membangunkan ketiga temannya, setelah itu barulah mereka turun secara bersamaan.
"Malam ini, apa acara kita? Semua teman-teman pasti sedang liburan." Ujar Rudi sambil menyeruput kopinya.
"Party saja di tempat biasa, gimana?" Anton meminta pendapat.
Semua saling mengemukakan pendapat, hanya Keno yang terlihat diam tanpa suara.
"Loe kenapa, Ken?" tanya Bara.
"Tumben loe diem begini," imbuh Rudi.
"Badanku capek banget rasanya, punggungku pegel dan berat. Seperti sedang menggendong beban puluhan kilo," jawab Keno.
Bara dan yang lainnya saling bertukar pandang.
"Halah, bilang aja loe inget ma tu hantu cewek, ya kan? Loe pengen begituan lagi kan?" goda Julio.
Mereka pun saling ejek dan setelah hari mulai gelap barulah mereka memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Lampu-lampu jalanan mulai dinyalakan, keramaian kota sudah terlihat di depan mata. Kini giliran Rudi yang mengemudikan mobilnya dan Julio yang menemani di sepanjang perjalanan.
Jika ditempuh dengan kecepatan sedang, hanya butuh sekitar tiga puluh menit perjalanan untuk sampai ke rumah Bara.
Ciiiittt ... Rudi menginjak rem secara tiba-tiba.
"Ada apaan Rud?" tanya Bara.
"Gue hampir nabrak nenek-nenek yang tiba-tiba nyebrang," jawab Rudi, membuat ke empat temannya celingukan melihat ke arah luar.
"Nggak ada siapa-siapa kok. Salah liat kali loe," ujar Anton.
"Ya udah, sini aku yang nyetir. Mungkin kamu kecapekan, makanya jadi halu gitu." Julio menggantikan Rudi. Tidak lama kemudian mereka pun sampai di kediaman Bara.
"Loh, kalian kok sudah pulang. Bukannya kalian mau liburan di rumah kakek?" tanya Peter, papanya Bara.
"Nggak jadi pa, nggak diizinin sama kakek." jawab Bara sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa.
"Bar, kami pulang dulu ya." pamit Anton, mewakili teman-temannya.
Bara mengantar temannya hingga ke depan rumah. Anton, Keno, Julio, dan Rudi pulang menggunakan mobil mereka masing-masing.
Keno mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, hingga akhirnya dia menghentikan laju mobilnya saat melihat ada seorang gadis yang sedang berdiri di pinggir jalan sambil melambaikan tangannya.
Begitu banyak mobil dan kendaraan lain yang berlalu lalang di sana, namun tidak satu pun dari mereka yang berhenti.
"Beginilah hidup di kota, tidak peduli pada keadaan sekitar." gerutu Keno lalu turun dari mobilnya.
"Ada apa mbak?" tanya Keno.
"Mobil saya mogok, bengkel langganan tidak menjawab telpon dari saya.Sedari tadi saya berdiri di sini, tapi tidak ada satu pun yang peduli," jawab gadis itu dengan raut wajah yang sedih.
"Coba saya cek," tawar Keno.
Keno memeriksa mesin mobil gadis itu dan tidak berselang lama, mobil itu pun sudah selesai diperbaiki.
"Kayaknya ni mobil bukan dari daerah sini ya mbak, dan mobil ini juga sudah tua banget?" tanya Keno.
"Iya mas, ini mobil kakek saya dan saya juga bukan asli sini." jawab gadis itu.
"Sudah nyala kok mobilnya, saya permisi dulu." pamit Keno.
Gadis itu menghampiri Keno lalu mencium bibir Keno secara tiba-tiba, "Terima kasih." ucapnya sambil tersenyum manis. Gadis itu masuk ke dalam mobilnya dan berlalu pergi.
"Sial! Kenapa aku bisa lupa? Seharusnya aku minta nomor ponselnya tadi." Keno merutuki kebodohannya.
Keno kembali melanjutkan perjalanan menuju rumahnya. Setelah sampai ke rumah, Keno langsung mandi.
"Itu punggung kamu kenapa Ken? Kok lebam-lebam begitu?" tanya Mama Keno. Selesai mandi, Keno hanya memakai celana tanpa baju.
Mendengar pertanyaan mamanya, Keno langsung berlari ke arah kaca yang ada di sana. Benar saja, punggungnya dipenuhi oleh lebam. Bukan hanya punggung, namun lebam itu ada di sekujur tubuhnya.
Di rumah Rudi,
Ting Tong, bel rumah berbunyi. Simbok bergegas membukakan pintu untuk tamu yang datang.
"Cari siapa, Non?" tanya Simbok, seorang gadis cantik bertubuh seksi berdiri di hadapannya.
"Mas Rudinya ada, mbok?" tanya gadis itu.
"Oh temennya mas Rudi, ada. Mari silakan masuk!" simbok mengajak gadis itu masuk lalu menyuruhnya untuk duduk di sofa.
Simbok berjalan menuju kamar Rudi dan memberitahukan padanya jika ada yang mencarinya.
"Anda mencari saya?" tanya Rudi pada gadis yang sedang duduk dengan posisi membelakanginya.
Gadis itu menoleh lalu tersenyum, membuat Rudi terdiam seolah sudah terhipnotis oleh senyum manis gadis itu.
"Rumahmu indah sekali, berbanding terbalik dengan rumahku." puji gadis itu sambil berdiri dan berjalan mendekati Rudi.
Rudi masih terdiam, tidak satu pun kata yang terucap dari mulutnya.
"Apa kamu tidak merindukan aku?" tanya gadis itu.
Gadis itu mengalungkan kedua tangannya di leher Rudi, kemudian menyambar bibir Rudi dengan rakus.
Simbok yang sedang membawa minuman untuk menjamu tamunya pun terkejut saat melihat sosok yang sedang memeluk anak dari majikannya itu.
Sesosok perempuan yang sangat menyeramkan, dengan rambut panjang yang kusut dan baju yang dekil dan kucel sedang bermesraan dengan Rudi.
Gadis itu menyeringai dan memperlihatkan deretan gigi dan kukunya yang tajam, simbok ketakutan lalu pingsan.
Rudi ingat siapa gadis itu, namun dia lupa jika gadis itu makhluk yang berbeda alam dengannya.
Permainan pun semakin panas, Rudi semakin beringas membalas permainan lidah gadis itu yang saling membelit dengan lidahnya.
Di mata Rudi, gadis itu sangatlah cantik dan seksi, sehingga dia begitu tergoda dan kejadian di kampung waktu itu pun terulang lagi.
Anton baru saja bangun dari tidurnya. Setibanya di rumah dia langsung tertidur. Matanya begitu sangat mengantuk.
Dengan langkah lesu, dia berjalan menuruni tangga. Hari sudah lewat tengah malam. Sebagian lampu di rumahnya sudah dimatikan.
Ketika melewati ruang keluarga, Anton berhenti sejenak. TV di ruangan itu masih menyala, terlihat seseorang sedang duduk di sofa menghadap ke arah TV.
"Ma, kok belum tidur. Udah jam dua loh. Bukannya besok mama harus ke Bandung ya?" cicit Anton.
"Mas Anton lagi ngapain di situ?" pertanyaan simbok mengalihkan perhatian Anton dari sosok perempuan yang sedang menonton TV.
"Negur mama, Mbok. Tumben-tumbenan nonton TV sampe tengah malam," jawab Anton.
"Mama? Mama siapa? Bukannya ibu sudah pergi ke Bandung ya?" simbok melontarkan beberapa pertanyaan sekaligus.
Anton menoleh ke arah sofa, TV mati dan tidak ada siapa-siapa di sana.
Bulu kuduk pun merinding, suasana rumah terasa horor dan Anton pun bergidik.
Buru-buru dia menuju dapur untuk mengambil air minum, selesai minum dia langsung kembali ke kamar.
Bruk, bruk, bruk ... Angin berhembus dengan kencang membuat jendela terbuka dan tertutup dengan sendirinya. Tirai berwarna putih tulang ikut berkibar ke sana kemari mengikuti arah angin yang meniupnya.
Langit gelap, sepertinya akan turun hujan. Anton mendekati jendela dan hendak menutupnya. Namun, niatnya dia urungkan saat matanya melihat sesosok perempuan yang sedang berjalan di halaman rumahnya.
"Simbok ngapain jam segini sudah berkeliaran di taman? Lagi pula yang bertugas bersihkan taman kan Mang Dodo." Anton menajamkan penglihatannya agar bisa melihat sosok itu dengan jelas.
"Astaga!" Anton berseru saat melihat sosok itu menoleh ke arahnya sambil memperlihatkan deretan giginya yang runcing.
Anton berlari ke luar kamarnya sambil berteriak, "Mbok, mbok!" suara teriakannya memenuhi seluruh penjuru rumah.
"Ada apa, Mas?" suara lirih sedikit mendessah terdengar dari arah belakang Anton.
"Hwaaaa!!" Teriakan Anton semakin melengking saat melihat sosok yang ada di taman sudah berada di dalam rumahnya.
"Set ... Setaaaan!" teriak Anton, dia menggunakan telapak tangan untuk menutupi kedua matanya.
"Mas! Mas Anton. Kenapa berisik banget sih? Tadi manggil-manggil, giliran ditanya, malah bilang simbok setan." gerutu simbok.
Perlahan Anton membuka penutup matanya dan simbok sudah berdiri di hadapannya.
Huft, terdengar helaan nafas lega dari Anton.
"Ada apa sih, Mas? Kok jadi aneh begini. Tadi katanya ada mama sedang nonton TV, sekarang simbok dibilang setan." cicit simbok.
Anton celingukan melihat ke setiap penjuru yang ada di sekitarnya, tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua.
Tok
Tok
Tok
Terdengar suara ketukan dari pintu depan rumahnya.
"Siapa yang datang bertamu tengah malam begini?" simbok dan Anton saling bertukar pandang.
Simbok berjalan mengendap-endap menuju pintu, diikuti oleh Anton dari belakang. Sebelum membuka pintu, mereka terlebih dulu mengintip dari balik tirai.
Tidak ada siapa-siapa di sana. Pintu pagar juga terkunci, pak satpam sedang tidur di kursinya. Gerimis mulai turun di sertai kilat dan guruh.
"Angin kali ya mas," terka simbok.
"Bisa jadi," ucap Anton.
Keduanya berbalik hendak kembali ke kamar masing-masing, namun langkahnya terhenti oleh suara ketukan di pintu yang kembali terdengar.
"Kabuuurr!" secara bersamaan Anton dan simbok berlari tunggang langgang, yang satu ke dapur dan satu lagi ke kamar di lantai dua.
Krieeet, pintu terbuka. Pak Satpam dan mamanya Anton berdiri di sana.
"Mereka pada kenapa? Bukannya bukain pintu malah lari. Dasar anak sama simbok gak ada akhlak!" gerutu mama Anton.
Hari sudah pukul lima pagi, drama setan atau hantu sudah berakhir dengan ocehan dari mama. Anton dan simbok berdiri berdampingan sambil mendengar mama yang sedang berpidato, anggap saja mereka sedang apel pagi.
Di rumah Bara,
"Mau ke mana kamu, Bar?" tanya Mama.
"Mau ke kampus, Ma." jawab Bara sambil mencomot roti dari tangan mama.
"Bukannya kamu masih cuti ya?" tanya mama lagi.
"Kan nggak jadi liburannya ma, kasihan para ciwik-ciwik pasti nungguin Bara yang tampan ini." tutur Bara sedikit narsis.
"Tampan kok jomblo!" celetuk papa.
"Nggak usah diperjelas kali, Pa." Bara berpamitan pada kedua orang tuanya, setelah itu langsung meluncur menuju kampus.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Bara menyetir sambil bersenandung ria. Bukannya ke kampus, Bara entah pergi ke mana, dia sendiri tidak tahu.
Dia berhenti di tepi danau yang tidak terlalu jauh dari kota. Setiap sore hari danau itu biasa digunakan untuk bersantai oleh warga sekitar.
Namun, jika pagi hari seperti ini tidak satu pun yang datang, kecuali petugas kebersihan.
Tok
Tok
Tok
Tiba-tiba ada yang mengetuk kaca mobil, Bara tersentak dari lamunannya lalu menurunkan kaca mobilnya.
"Ada apa ya mbak?" tanya Bara pada gadis yang mengetuk kaca mobilnya.
Gadis itu terlihat sedang sedih, terlihat dari matanya yang bengkak dan wajahnya yang basah terkena air mata.
"Aku butuh teman," ucap gadis itu.
Bara membuka pintu mobilnya lalu turun, dia mengedarkan pandangannya lalu matanya tertuju pada sebuah kursi yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Kita ngobrol di sana yuk!" ajak Bara dan gadis itu pun mengangguk setuju.
Setelah cukup lama duduk dan tidak satu pun dari mereka yang berbicara, Bara pun mencoba mencairkan suasana agar tidak terlihat kaku.
"Nama kamu, siapa?" tanya Bara.
"Kemuning," jawab Gadis itu.
"Wow, lucu juga ya nama kamu." ucap Bara.
"Tadi kamu bilang katanya sedang butuh teman. Sekarang ada aku di sini, kamu malah diem." imbuhnya.
"Aku kedinginan," suara Kemuning terdengar bergetar seperti sedang menahan sesuatu.
"Kemuning, kamu kenapa? Kok tiba-tiba wajah kamu pucat banget?" Bara terlihat sangat cemas melihat wajah Kemuning yang sangat pucat.
"Dingin," lirih Kemuning, dia melipat kedua tangannya untuk mengurangi rasa dinginnya.
"Mungkin kamu lapar, tunggu sebentar ya, aku belikan kamu makanan."
Bara menelusuri tepi danau sambil melihat ke kanan dan kiri, berharap ada penjual makan yang sudah buka lapak di sekitar sana.
Untung saja ada satu kedai yang sudah buka, Bara mendatangi kedai itu lalu membeli beberapa roti dan sebotol air mineral.
Setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan, Bara kembali ke tempat Kemuning yang sedang menunggunya.
"Kemuning! Kamu di mana?" teriak Bara, Kemuning sudah tidak ada di bangkunya.
Seorang petugas kebersihan datang menghampirinya, "Cari siapa mas?" tanyanya.
"Bapak lihat seorang gadis duduk di sini nggak? Tadi dia ada bersama saya, tapi sekarang sudah pergi." tutur Bara.
"Saya nggak lihat siapa-siapa, Mas. Sedari tadi saya lihat mas sendiri di sini. Saya juga bingung saat melihat mas ngoceh sendiri." ungkap petugas kebersihan.
"Bapak becanda nih! Saya tadi berdua sama seorang gadis, namanya Kemuning." kekeh Bara.
###
Siapakah Kemuning?
Tunggu jawabannya di bab berikutnya.
Ikuti terus dan dukung aku ya🙏🥰.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!