NovelToon NovelToon

KAFKA

AWAL PERTEMUAN

•Happy Reading•

Bugkh !!!

Kedua lelaki tampan yang berada di depan halte Sekolah Lentera Bangsa sedang saling menghantam wajah satu sama lainnya, keduanya sama-sama tidak ingin mengalah.

"Luna, ayok cepetan lun" teriak seorang pemuda dari kejauhan yang sedari tadi berusaha meleraikan mereka berdua.

"Cepet Lun lari, tolong hentikan mereka sebelum ada pihak guru yang datang." seru Gugun teman sekelas Aluna yang sejak tadi sudah heboh dan pusing sendiri, bingung harus melakukan apa untuk memisahkan keduanya.

"Aluna punya gue bangs*t." seru kencang salah satunya.

"GUE KAGA TAU GOBL*K." teriak pemuda satunya lagi yang juga tak mau kalah.

"LEO, KAFKA, STOP !!" teriak seorang gadis yang baru saja berlarian keluar dari arah gerbang sekolah menuju halte.

Meskipun wajah mereka sudah terlihat babak belur, tetapi mereka tetap saja masih saling pukul satu sama lain. Sehingga pelukan seorang gadis disalah satu punggung mereka mampu membuat keduanya berhenti.

"Leo, aku mohon stop." ucap Aluna getir.

Leo, sosok pria tampan yang sudah tiga tahun menjalin kasih dengan Aluna yang juga sahabat Kafka saat ia menduduki sekolah menengah pertama. Ia masih menetralkan napasnya, wajahnya sudah tidak karuan, sudut bibirnya sudah robek dan mengeluarkan darah.

"Please stop Kaf. Aku gak bisa lihat Leo terluka kaya gini." menatap Kafka memohon agar ia tidak kembali memukuli Leo.

Seperti ada sebuah belati yang tiba-tiba menancap di hati Kafka. Disaat seorang gadis yang ia sukai membela sahabatnya sendiri yang tak lain adalah kekasih dari Leo.

"Maksud lo? Lo berdua beneran pacaran?" tanya Kafka kepada Aluna.

"Iya, aku pacaran sama Leo." tegas Aluna menjawab pertanyaan dari Kafka barusan.

Kafka tersenyum getir dan mendecih. "Ck, kenapa lo enggak ngomong Lun?"

"Apa yang harus aku omongin sama kamu, Kaf? Sedangkan kamu itu cuman temen aku." sentak Luna.

"Tapi lo tau kan, kalau gue ..."

"Kaf, harus berapa kali lagi sih aku nolak kamu?" seru Aluna memotong ucapan Kafka.

"Sampai saatnya gue capek dan menemukan orang yang tepat yang bisa menggantikan posisi nama lo di hati gue Lun!" Kafka memejamkan mata sebentar, menarik napasnya perlahan dan membuangnya dengan pelan. Ia berusaha menetralkan debaran rasa sakit dihatinya.

"Jerk!!" gumam Kafka pelan lalu meninggalkan Aluna dan Leo. "MINGGIR BANGS*T." teriak Kafka pada kerumunan orang yang menghalangi jalannya.

...****************...

Two years later.

Di bawah salah satu sisi langit diantara cahaya bulan yang di temani banyak bintang. Angin berhembus dengan sangat kencang bagaikan menyatu dengan alam. Banyak sebagian besar orang yang sudah menghentikan aktivitasnya di luar rumah dan memilih pulang untuk berkumpul dengan keluarga mereka ketika malam hari.

Berbeda halnya dengan seorang pemuda berjaket jeans blue wash itu, justru dirinya tengah rebahan dengan alas tangan menopang kepalanya di atas hamparan rumput hijau disalah satu taman kota. Dengan kedua telinganya yang sudah tersumpal aerpods sehingga sudah tidak lagi memperdulikan keadaan sekitar. Fokusnya hanya pada satu titik terang yang membentuk sabit di atas langit sana yang selalu membuat tenang hati dan pikirannya.

KAFKA AEFAR KEIZKARA, begitulah namanya. Remaja berusia 17 tahun berambut hitam dengan kulit sawo matang bersih serta memiliki garis wajah yang tergolong tampan, hidungnya mancung, alis hitam tebal, bibir merah alami serta manik mata hazel yang menyorot tajam menambah dingin parasnya yang menawan.

Tukk !!

"Upsh, mamp*s gue." gumam seorang gadis pelan sambil buru-buru berjongkok mengumpat di belakang tong sampah.

Gadis itu menendang kaleng bekas minuman soda dan tampak tak sengaja mengenai kepala pria yang sedang merebahkan tubuhnya di hamparan rumput hijau beberapa meter dari tempatnya berjalan tadi.

"BANGS*T!!" umpat Kafka.

"WOI, SIAPA YANG SUDAH BERANI NENDANG BEKAS KALENG MINUMAN SI*LAN INI KE KEPALA GUE?" teriak kafka yang langsung berdiri sambil memegang kaleng kosong serta mencari-cari seseorang yang sudah berani mengenai kepalanya dengan kaleng bekas minuman itu.

"GUE TAU LO NGUMPET NJ*NG, KELUAR ENGGAK LO!!" teriaknya lagi sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari seseorang yang sudah menendang kaleng itu, namun tak ada satupun orang yang terlihat.

Gadis yang tidak sengaja menendang kaleng bekas itu hanya mampu diam ketakutan sambil membekap mulut dengan kedua tangan. Ia tidak berani untuk keluar dari tempat persembunyiannya sampai pria yang sedang berteriak itu pergi.

Sedangkan kafka yang merasa moodnya menjadi berkurang lantaran kesal akhirnya dengan terpaksa ia pergi menuju motor sport model Ducati Panigale hitam kesayangannya untuk kembali membelah jalanan malam ibu kota dengan kecepatan diatas rata-rata.

Angin berhembus kencang, dinginnya malam menghempas, terasa mengenai tubuh. Jalan pun masih di hiasi suara hiruk pikuknya kehidupan, lampu jalanan yang gemerlap, gedung-gedung menjulang menembus angkasa seakan berpadu mesra dengan langit seolah-olah menyapa disepanjang kiri dan kanannya.

Sisi lain, gadis yang sejak tadi mengumpat di belakang tong sampah besar kini akhirnya dapat keluar dari tempat persembunyiannya setelah melihat pemuda itu pergi.

"Akkkhhh, syukur deh tuh cowok udah pergi. Bisa-bisa gue mati di tangannya kalau tuh cowok sampai tau gue yang nendang" gadis itu bergumam sendiri.

Sekarang ia kembali berjalan menuju sebuah bangku panjang taman dan tengah duduk di bangku sambil memandangi langit malam.

"Hey, lo." ucap gadis itu sambil menatap pada langit luas yang kini terlihat begitu cerah.

"Kenapa cuman lihat dia aja." pandangan matanya kini bergeser ke arah bulan yang terang benderang di kegelapan malam.

"Lo tau gak sih? Kalau bukan cuma dia aja yang bersinar. Tuh, coba lo liat lagi deh di sekitaran lo, langit. Masih banyak ribuan sinar yang bertebaran di sekeliling diri lo kan? Meskipun sinarnya kecil tapi dia juga ada buat lo. Gue harap lo bisa sadar akan hal itu." Oceh gadis cantik berkulit putih itu sambil menunjuk ke arah bintang-bintang yang terlihat kecil namun bersinar terang dan entah mengapa tiba-tiba saja ia merasa kesal dan mengomeli langit. Rasanya begitu sangat lega, ibarat melepaskan semua curhatan di hatinya.

Perasaannya menjadi kesal semenjak ia disuruh pindah sekolah ke Jakarta dan baru sore tadi ia sampai di Bandara Soekarno Hatta. Mood gadis itu kini menjadi berantakan lantaran ia merasa harus kembali beradaptasi mengingat jenjang pendidikan nya tinggal kelas akhir. Jadi sayang jika harus pindah sekolah, pikirnya.

PERTEMUAN LAGI.

•Happy Reading•

Keesokan harinya_

Hari ini adalah hari pertama bagi seorang gadis cantik yang mulai bergegas berangkat kesekolah barunya setelah baru kemarin sore dirinya datang menapaki kota metropolitan (Jakarta).

ALUDRA ALTALUNE. Seorang gadis yang berparas cantik bak ball jointed doll, serta memiliki netra biru langit dengan pahatan hidung mancung dan bibir mungil yang berusia 16 tahun lewat 10 bulan, ia pindahan dari sekolah MCA London.

Anak Kedua dari pasangan Arta Narendra. Seorang Arsitek terkenal sekaligus pengusaha Properti sukses dan Istrinya Gaby Chandrawinata adalah Desainer fashion serta pemilik butik terkenal di kawasan Jakarta. Kakeknya yang bernama Brawijaya adalah pemilik Mall dan Sekolah swasta terbesar di Jakarta yaitu Pelita School (PS).

Ransel hitam di punggungnya nampak tergoncang-goncang bersamaan dengan rambut brown panjangnya yang ikut bergoncang ke kiri dan kanan disaat seorang gadis cantik bernetra biru langit merubah langkahnya dari yang berjalan cepat hingga menjadi lari cepat, menelusuri jalan menuju gerbang utama perumahan di kawasan elite Jakarta itu.

Napasnya terengah-engah sambil matanya menengok kiri dan kanan mencari taxi yang lewat untuk dirinya berangkat ke sekolah.

Namun, tidak ada satu pun yang lewat. Jarak dari perumahannya kesekolah juga cukup jauh. Iwatch di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 06.30 yang berarti ia masih mempunyai waktu setengah jam untuk bisa sampai di sekolah barunya itu dan pasti akan keburu jika ia berangkat mengunakan mobil atau pun motor.

Wajahnya sudah terlihat panik saat detik, demi detik, waktu bergulir di Iwatch yang melingkar dipergelangan tangannya terlewatkan begitu saja. Kedua orang tuanya tidak bisa mengantar ia untuk berangkat ke sekolah di hari pertama gadis itu sekolah di Jakarta, mengingat Ibu dan Ayahnya tengah berada di Jogja menyelesaikan pekerjaan yang memang tidak bisa di tunda atau di gantikan oleh orang lain.

"Seandainya ada cowok tampan yang mau nebengin gue, gue bakalan jadiin dia pacar. Tapi kalau yang nebengin gue cewek, hum?" Alta mengetukan jarinya ke jidat, lalu ia kembali berceloteh "Bakalan gue jadiin besti gue deh." ia terkikik geli dengan ucapannya sendiri.

"Alta, Alta, halu aja terus mumpung gratis dan tidak di larang." gumamnya kembali sambil terus memperhatikan apakah ada taxi yang mungkin bisa ia tumpangi.

Tiba-tiba saja arah matanya menangkap sesuatu.

"WOY, BERHENTI!!" pekik Alta kencang, ia berusaha memberhentikan motor sport hitam yang melaju di depannya dengan cara menghadang motor itu serta lantaran ia juga melihat seragam cowok itu sama seperti seragam sekolah yang dikenakannya.

"Chhhiiiiiittttttt." bunyi rem yang di berhentikan secara mendadak serta deru bunyi ban yang menggesek paksa di aspal.

"EH CEWEK GILA, MAU MATI LO HAH??" umpat pemuda itu dengan intonasi nada yang naik tiga oktaf.

Gadis itu tersenyum "Sorry, sorry, makanya berhenti dulu dong." pekik cewek itu setengah merengek.

"Lo anak Lentera Bangsa kan?" tanyanya kembali.

"Mm" jawab Kafka santai serta mematikan mesin motornya.

"Gue nebeng lo, boleh ya? Soalnya gue dari tadi nungguin taxi nggak ada yang lewat. Apalagi ojek ya sudah pasti gak ada di sekitaran sini. Boleh yah, please." mohon Alta.

"No, emangnya lo siapa?" sentak cowok berambut hitam dengan model comma hairstyle.

"Please, sekali ini aja gue mohon banget sama lo bantuin gue ya. Gue baru hari ini sekolah disana, gue gak mau kesan pertama gue sekolah di Lentera Bangsa (LB) berkesan buruk." masih memohon dengan mengatupkan kedua tangannya di samping Kafka.

"Gak!!" jawab cowok itu lantang.

"Please." Alta kembali bergeser berdiri di depan motor sport Kafka secara perlahan, ia tidak mau kegigihan dan kesempatan yang ia dapatkan hilang begitu saja.

"Batu banget lo ya jadi cewek, minggir gak lo!" dengan tatapan mata tajamnya. Cowok itu menyentak perkataan Alta.

"Gue gak mau minggir sebelum lo mau ngasih tumpangan buat gue." kekeh Alta yang ikut menatap tajam. "Lo pikir gue takut sama lo." kekeh Alta di dalam hati.

"*Shi*tt, bukannya takut malah nantangin balik nih cewek. Untung cantik, njirr*." batin Kafka menggerutu.

Akhirnya Kafka mencoba untuk mengalah. "Lo mau naik?" tanya pemuda itu mencoba berdamai, berdamai dari keadaan ini maksudnya. Karena waktu sudah hampir menunjukkan pukul Tujuh. Bagi Kafka sih tak masalah jika ia telat karena sudah terbiasa dan kebal mendapatkan sebuah hukuman. Tapi bagaimana dengan gadis ini?

"Iya, gue mau naik." dengan puppy eyes berharap agar cowok didepannya mau berbaik hati membantunya hari ini.

"Ya udah naik." ucapnya sambil menstater motor miliknya.

Dengan senang hati Alta langsung menaiki satu kakinya ke bustep motor sport itu dengan cepat sebelum pemuda itu berubah pikiran. Ia menaiki motor besar sambil memegang pundak Kafka karena rok gadis itu cukup pendek. Tentunya, setelah mendapat persetujuan dari sang empu.

Alta duduk dengan tenang di jok belakang setelah Kafka kembali menggas motor. Alta yang merasa kelelahan setelah berlari dengan napas tersengal di atas motor yang membawanya ke Lentera Bangsa. Ia sedikit meruntuk dengan sedikit kegilaan yang menghadang motor di depannya itu. Beruntung pemuda tampan yang ia temui itu cukup cekatan mengerem laju kendaraan bermotornya, kalau tidak? Em, bisa-bisa ia hanya tinggal nama atau berakhir terbaring di rumah sakit. Bahkan gadis itu seperti tidak memperdulikan nyawanya sendiri demi hadir tidak terlambat di sekolah barunya itu.

"Lo kelas berapa?" tanya Alta mencoba membelah kecanggungan di antara mereka karena hampir setengah perjalanan mereka hanya terdiam tanpa ada yang mau berbicara.

"Dua belas." sahut cowok itu singkat.

Mata Alta berbinar. "Wah, ternyata kita seangkatan. Gue juga kelas dua belas." katanya semangat.

"Oh," pemuda itu mengangguk mengiyakan tanpa sedikit pun lepas dari pandangan di depannya.

Jujur, Alta menjadi gondok sendiri sebenarnya dengan pemuda di depannya itu. Irit bicara atau sariawan sebenarnya, entah lah. Tapi wajar sih mereka kan baru saja bertemu bahkan belum berkenalan.

Sekarang, disini lah Alta berada. Di sebuah lapangan parkiran khusus Lentera Bangsa. Ia baru saja turun dari motor sport milik Kafka setelah beberapa menit berkutat membelah jalan Jakarta yang terbilang selalu macet.

"Mm, makasih atas tumpangannya." Kata Alta pelan pada pemuda di sebelahnya.

Cowok itu hanya melirik sambil merapikan rambutnya. Membuat Alta menjadi kikuk sendiri. "Sekali lagi makasih ya, gue duluan masuk kedalam."

Cowok itu menengok sebentar sampai kemudian mengangguk. "Iya"

Tepat di waktu yang bersamaan, manik mata mereka bertemu. Gadis itu masih mempertahankan senyumnya yang membuat garis wajah Kafka berubah. Entah apa namanya, pemuda itu merasa ada yang tercekat pada dadanya bukan rasa sakit maupun sesak, tapi ada euphoria aneh yang meletup-letup.

Kafka menoleh cepat, ia buru-buru mengalihkan pandangannya serta mencoba menguasai kembali ekspresinya.

"Gue duluan." kata gadis itu masih dengan senyum cantik lalu pergi meninggalkan kafka.

Pemuda itu diam masih dengan ekspresi yang tenang walau hatinya sudah gugup tak karuan sambil terus menatap punggung gadis itu yang sudah berlari masuk. Kemudian sebuah senyum tipis terbit di wajahnya bertepatan dengan bel masuk sekolah.

SEKELAS DENGAN NYA.

•Happy Reading•

Langkahnya mengayun dengan cepat, kaki panjang yang terbalut sepatu kets merk LV mengarah menelusuri koridor sekolah Lentera Bangsa. Tujuannya kali ini adalah ruang Guru setelah ia dari ruang Tata Usaha.

Netranya melihat kesekeliling dan mendapati seorang siswi berpenampilan cantik khas Queen Bee tengah berjalan sendirian, buru-buru Alta menghampirinya.

"Hey, lo tau gak ruang guru dimana? Dari tadi gue muter-muter tapi gak ketemu." katanya sambil menghadang jalan gadis itu.

Sejenak, gadis yang di tanya Alta itu menjadi terpukau melihat wanita mirip boneka art di depannya. Seakan mengunci pandangan gadis itu dan ia masih terpaku tanpa sadar.

"Hellow, kok lo jadi bengong sih? Ruang guru dimana ya?" Alta sedikit berbicara kencang sambil mengarahkan lima jari tangannya kekiri dan kanan di depan wajah gadis itu.

Gadis itu mengerjap pelan jadi salah tingkah.

"Y*a ampun ini cewek cantik banget, anj*rr. Gue berasa lagi natap bidadari dari kayangan. Gue yang cewek aja terpanah apalagi cowok-cowok , fix udah pasti bakalan gempar sih ini." Batin Aluna*.

''Hellow??" Alta menjentikkan jarinya.

"Ah, iya. Lo anak baru disini?" tanya gadis yang berada didepan Alta.

"Iya, ini hari pertama gue masuk." jawab Alta sambil nyengir.

"Ya udah ayo, sekalian gue juga mau keruang osis. Nama gue Aluna Angelicha." memperkenalkan diri.

"Lo bisa panggil gue Luna, nama lo siapa?" Mengarahkan tangannya kepada gadis yang berjalan di sampingnya untuk di jabat.

"Nama gue Aludra Altalune. Lo bisa panggil gue Alta, lo kelas berapa?" Menerima sambutan tangan Aluna.

"Gue kelas 12IPA³." jawab Aluna.

"Sama dong, gue juga kelas dua belas. Bedanya, kalau gue dapet jurusan IPS¹." serunya membuat Aluna mengangguk kecil.

"Lo tau kelas IPS¹ itu dimana?"

"Tau, gue bisa antar lo kesana kalau lo mau." tawar Luna.

"Thanks, tapi gue di suruh bareng sama Bu Lusiana. Makanya ini gue ke kantor guru dulu."

"Oh, oke deh." jawab Aluna sambil tersenyum.

"Ruang gurunya masih jauh, ya?" Alta kembali bertanya.

"Gak kok, lo tinggal belok aja juga udah sampai."

"Sorry ya kalau gue jadi ngerepotin lo? Bukannya tadi lo bilang mau keruang OSIS?!"

"Santai aja kali, lagian juga ruang OSISnya ngelewatin ruang guru." ucapnya.

Aluna menunjuk ke arah pintu tepat di koridor sebelah kiri, "Tuh, lo masuk kepintu itu ya. Gue keruang OSIS, bye-bye Alta." menggerakkan lima jarinya ke kiri dan kanan.

"Bye-bye Luna, thanks ya." balas Alta yang juga mengerahkan lima jarinya ke kiri dan kanan.

...****************...

KELAS ¹² IPS¹

Guru mata pelajaran yang masuk saat jam kedua pun tidak datang sendirian, seorang gadis cantik melangkah di belakang mengikuti Bu Lusiana dengan langkah tenang.

Desas-desus dari murid-murid wanita lainnya, serta siulan iseng dari murid-murid laki-laki terdengar di gendang telinga Alta sesaat ketika ia baru saja masuk keruang kelas IPS¹.

"Selamat siang anak-anak."

"Selamat siang Bu." seru kompak murid-murid di kelas IPS¹.

"Baik, sebelum memulai pelajaran hari ini. Ibu akan memperkenalkan murid baru pindahan dari MCA London." sapa Bu Lusiana sekaligus juga memperkenalkan Alta serta mempersilahkan dirinya untuk maju.

Gadis itu tersenyum lalu maju mendekat ke depan kelas. "Hay, perkenalkan nama gue Aludra Altalune, kalian bisa panggil gue dengan nama panggilan Alta. Sebelumnya gue sekolah di MCA LONDON, salam kenal semuanya."

"SALAM KENAL" Teriak Cherry and the kawan-kawan.

"Semisalnya gue pangil sayang, boleh gak?" Celetuk Ali tiba-tiba yang langsung mendapat tabokan sayang dari Sanz.

"Cih, apaan sih Li. Receh banget dah lo." ejek Aleshaqi membuat Ali mendecih pelan.

"Alta." panggil Gaishan.

"Iya." jawab Alta, matanya kini menatap kearah Gaishan.

"Lo cantik, gue tampan. Bagaimana kalau kita ke pelaminan?"

"Hoooo." sorak para siswi.

"Buah durian buah kedondong, sebelum ke pelaminan sunat dulu dong." sahut Ali lalu tertawa terbahak-bahak yang di ikuti seluruh teman sekelasnya kecuali Kafka.

"Ck, lo lupa kita sunatnya barengan." katanya kesal.

Kafka terdiam, ia melirik sebentar kearah depan kelasnya, lalu ia kembali menatap ke arah meja dan hanya mendengarkan tanpa mau melihat lagi ke arah depan kelas. Fokusnya masih pada kertas dan bolpoin yang ia pegang.

Tanpa sadar, ia jadi menggambarkan wajah gadis yang berada di depan kelasnya setelah sempat melirik sebentar. Padahal niatnya ingin membuat sketsa wajah gadis yang Kafka sukai yaitu Luna tapi malah menjadi gadis yg berdiri didepan kelas.

"Sial*n, dia yang senyum gue yang ambyar." Kata Ali meleleh.

"Alta, silahkan kamu duduk di sebelah Kafka." ujar Bu Lusiana mempersilahkan Alta untuk segera duduk dan memulai pelajarannya.

"Maaf Bu, yang namanya Kafka yang mana ya bu?"

"Itu, barisan paling pinggir di sebelah kanan. Yang disebelahnya ada bangku kosong di posisi keempat." jawab Bu Lusiana.

"Ali, pindah lo ke tempat kafka. Biar Alta yang duduk disebelah gue." kata Aleshaqi yang langsung dapat pelototan paling mematikan dari Bunga.

"Ogah, lo aja kali yang pindah. Dimana-mana permaisuri itu selalu duduk berdampingan di sebelah pangerannya. Jadi kayanya Alta yang harus duduk disebelah gue." Ali ikutan ngotot.

"Sudah-sudah, kalian ini selalu bikin onar saja." sarkas Bu Lusiana dan kembali mempersilahkan Alta untuk segera duduk. "Alta, silahkan kamu duduk."

Alta mengangguk mengiyakan dan langsung berjalan kearah barisan paling pinggir sebelah kanan menuju meja di baris ke empat.

"Hey, ketemu lagi. Ternyata kita sekelas dan sebangku pula. Nama gue Alta, nama lo siapa?" Bisik Alta pelan ketika ia sudah duduk di sisi sebelah kanan Kafka.

Kafka hanya menunjukkan bedge nama nya tanpa mau membuka mulut.

"Oh, nama lo Kafka Aefar Keizkara. Pangilannya Kafka?" tanyanya lagi masih setengah berbisik.

Lagi-lagi kafka hanya mengangguk mengiyakan tanpa membuka mulut.

"Nih anak mulutnya beneran sariawan kali ya." batin Alta, sekaligus mengakhiri pembicaraannya. Ia harus fokus dan banyak mendengarkan materi pelajaran yang jauh berbeda dari sekolah sebelumnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!