NovelToon NovelToon

Hasrat Tuan Asloka

1. Kurang Goyang

Seorang wanita cantik berpenampilan sederhana memasuki sebuah hotel terkenal di kota Jakarta. Wanita itu menarik nafas panjang sebelum bertanya pada Reception hotel, bahkan jantungnya sedari tadi berdetak kencang.

Ada perasaan takut di hatinya, takut jika ucapan Luca — sahabatnya tentang suaminya ternyata benar. Ia berharap ini hanya kesalahpahaman, karena ia sangat yakin pada suaminya.

'Apa aku urungkan saja? Tapi, aku sangat penasaran dengan perkataan Luca,' gumam Anne menghentikan langkah kakinya.

Anne tak mau berprasangka buruk, tapi lagi-lagi ia harus di hantam ingatan masa lalunya, dimana suaminya selingkuh dan itu tidak sekali dua kali. Padahal, lima bulan lalu Geo, mengatakan akan berubah.

"Bisa saya bantu, Bu?" tanya Amel — Reception hotel.

"Emm ... itu, jadi seperti ini Mbak. Saya mencari suami saya, apakah beliau memang menginap di hotel ini?" tanya Anne gugup.

Ayolah, ia sangat gemetar saat ini. Rasa takut, gugup, semua bercampur jadi satu. Anne tak bisa membayangkan jika semua benar seperti ucapan Luca, apa ia masih bisa berdiri seperti saat ini.

"Kalau boleh tahu, nama suami Ibu siapa ya?" tanya Amel.

"Geo Sanjaya," balas Anne singkat padat dan jelas.

"Tunggu sebentar ya, Bu."

Anne mengangguk, ia menunggu dengan jantung dag dig dug. Jemari-jemarinya pun terasa sangat dingin, keringat juga mulai bercucuran di kening Anne. Sungguh, ia merasa seperti mengalami tremor.

"Atas nama pak Geo Sanjaya memang menginap di hotel ini, Bu. Tapi, beliau tidak sendiri, di sini juga suami ibu memesan kamar VIP paket bulan madu."

Deg!!

'Apa ini Tuhan?'

Dada Anne terasa sangat sesak sekali mendengar informasi dari Amel, matanya mulai berkaca-kaca. Tapi Anne tak mau secepat itu percaya, ia harus tegar dan melihat dengan matanya sendiri.

"Mbak, bisa minta tolong berikan kunci cadangan kamar suami saya. Saya istri SAH nya, kalau tidak percaya ini ada fotocopy surat nikah kami." Anne segera mengeluarkan beberapa lembar fotocopy surat nikahnya.

Amel mengambil berkas-berkas itu dan melihat secara detail, "ternyata benar, Ibu istri pak Geo. Kalau begitu saya akan kasih kuncinya, tapi saya mohon jangan membuat keributan ya? Selesaikan semua secara baik-baik, karena ini juga menyangkut nama baik hotel," kata Amel.

Anne mengangguk mantap dan Amel segera mengambil kunci cadangan untuk Anne. "Ini kuncinya, Bu." Amel memberikan Electronic card pada Anne.

"Terima kasih, Mbak." Karena tak mau berlama-lama lagi, Anne segera pergi dan menuju ke arah lift untuk naik ke kamar hotel suaminya.

Di dalam, Anne merasa gugup. Ia juga meremas jari-jemarinya. Semua semakin terasa gugup ketika lift sudah sampai tujuan, jantung Anne berdegup sangat kencang tak beraturan. Dengan perlahan Anne keluar dari sana dan segera mencari nomor D-234. Setelah menemukan tempat itu, Anne kembali menarik nafas panjang. 'Huft'

Dengan tangan gemetar, Anne menempelkan Electronic card ke arah pintu. Saat pintu itu terbuka, Anne bergegas masuk ke dalam hotel. Terlihat sangat sepi, tapi kamar hotel terlihat berantakan. Bunga-bunga juga berserakan di atas lantai dan yang menjadi pertanyaan Anne saat ini, kemana suaminya?

"Akkhh, Geo kau memang hebat dalam bercinta. Nikmat sekali, Geo!"

Deg!!

Seketika mata Anne memanas dan siap-siap menumpahkan seluruh air matanya, dadanya terasa sangat sesak, ketika mendengar ******* seorang wanita sambil menyebut nama suaminya.

"Kau juga nikmat, Sayang. Lebih nikmat dari Anne, wanita itu sangat membosankan di atas ranjang, dia tak pernah mau menuruti permintaanku, servisnya payah, tidak pandai goyang."

Sakit hati Anne mendengar perkataan Geo seperti itu. Hatinya tercabik-cabik, hingga terluka sangat dalam. Selama ini Anne hanya melihat suaminya berselingkuh secara biasa, ketahuan di tempat belanja atau Mall besar. Tapi kali ini berbeda dan rasanya sangat sakit, ketika aibnya dibongkar suaminya.

Memang Anne akui ia tak pandai bercinta, ia hanya gadis desa yang sangat polos tak pernah mengenal apa itu hubungan ranjang. Apapun yang dilakukan Geo ia tolak, karena baginya permainan suaminya di luar nalar.

Anne berpikir, bercinta bukan seperti itu. Melakukannya dengan kasar dan meminta masuk bukan pada tempatnya, itulah yang membuatnya selalu menolak permintaan Geo. Tapi, ia tak menyangka, hal ini dijadikan masalah bagi Geo.

"Tega kamu, Mas." Anne semakin terisak mendengar penyatuan mereka.

Kakinya terasa sangat lemas, hingga Anne memilih duduk di atas ranjang. Ia tunggu suaminya keluar dari kamar mandi. Anne juga ingin tau, siapa selingkuhan suaminya kali ini.

Setelah menunggu hampir satu jam, barulah Anne melihat pintu kamar mandi terbuka. Ia menatap tajam suaminya yang ternyata lebih dulu keluar, bahkan ingin sekali Anne melempar sesuatu ke wajah Geo.

"An-Anne!"

Terlihat jelas muka panik Geo, lelaki itu seperti salah tingkah, bingung, takut menjadi satu. Geo ingin mendekati istrinya, tapi dengan cepat Anne menaikan tangannya sebagai pertanda jangan mendekatinya.

"Sayang, tolong ambilin CD aku dong," teriakan dari dalam kamar mandi semakin membuat Geo panik.

Tapi tidak untuk Anne, wanita itu memilih berdiri dan mengambil CD yang ada di atas ranjang. Setelah itu Anne melewati suaminya dengan tatapan tajam. Sungguh Geo tak berani berbicara kali ini, mulutnya seakan-akan terkunci rapat.

Anne terus melaju ke arah kamar mandi, ia buka pintu itu dan betapa terkejutnya Anne melihat siapa yang ada di dalam. Anne menggeleng, ia tak ingin percaya, tapi semua nyata di depannya.

Julia — sahabat yang Anne anggap sebagai adik sendiri ternyata menusuknya dari belakang. Seketika memori-memori beberapa bulan lalu kembali terlintas, dimana Julia berkata jatuh cinta pada suami orang.

"Ternyata mas Geo yang kau maksud beberapa bulan lalu, Lia? Ha ha ha, sungguh bodohnya aku waktu itu, dengan serius mendengar curhatan mu dan ternyata yang kau maksud adalah suamiku!"

Anne sangat frustasi dibuatnya, ia terduduk lemas di dalam kamar mandi. Semua hancur berkeping-keping, impiannya hidup bahagia bersama Geo hancur seketika.

Untuk kemarin-kemarin ia bisa bertoleransi, tapi kali ini tidak. Anne tidak terima, hatinya sangat sakit, semua membuatnya ingin mati saja.

"Huaaaa ..., Aakkkkkk ..., Huuuuu! Kau tau Lia, sakit rasanya! sakit! Kau tega merebut suamiku, Julia!" teriak Anne terus memukul-mukul dadanya.

Sesak sekali nafasnya melihat semua pengkhianatan suaminya dan kali ini sangat mencekiknya. Seluruh jiwa raganya seakan-akan melayang entah kemana, yang pasti tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Anne, aku bisa jelaskan." Julia berniat mendekati Anne, tapi Anne menolak.

"Jangan mendekat! Aku benci dengamu, aku juga jijik saat kau menyentuhku!" teriak Anne semakin sarkas.

Tak lama setelah itu, Anne melihat suaminya masuk dan berjongkok di hadapannya. Tentu saja Anne langsung memalingkan wajahnya, ia tak mau melihat suaminya, ia sudah hilang rasa dan yang ada hanya perasaan jijik.

"Anne, dengarkan aku —"

"Nggak ada yang perlu di dengarkan, semua sudah sangat jelas, Mas! Kau selingkuh lagi dan ini lebih parah, dimana hati nuranimu, ha?" tanya Anne penuh tatapan membunuh.

"An —"

"Dimana janjimu, Mas? Lima bulan lalu kau bilang akan bertaubat dan belajar memperbaiki diri, tapi ini apa? Kesetiaanku benar-benar kau acuhkan, apa aku memang tak berarti di hatimu?" tanya Anne tak bisa berhenti bicara, ia ingin menayangkan semua, perihal kekurangannya dan lain-lain.

Walaupun sakit, tapi Anne ingin tau kekurangannya, hingga Geo berselingkuh lebih dari 10 kali dalam dua tahun ini. Tidak mudah bagi Anne untuk memaafkan suaminya selama ini, tapi sikap pemaaf nya ternyata dibuat main-main oleh Geo.

"Anne, kau sangat berarti di hatiku, bahkan cintaku hanya untukmu. Tapi, aku juga butuh kepuasan seperti yang aku mau. Kau selalu sulit untuk diajak bercinta seperti gayaku, lelaki itu fantasinya liar Anne," kata Geo sambil meraih tanya istrinya.

Namun, lagi-lagi Anne menepis tangan suaminya. "Jangan menyentuhku!" bentaknya.

"Maaf Anne, tapi kau juga harus tau hal ini. Aku dan Julia sudah menikah, mau tak mau dia sekarang adalah istriku. Jadi aku mohon, bersikap baiklah padanya."

Jederrrr!!!

Bak disambar petir di siang bolong itulah yang Anne rasakan. Kata-kata sudah menikah sangat menikam relung hati Anne dan bisa-bisanya Geo berkata seperti itu, seakan tak peduli pada sakit hatinya.

"Ha ha ha ha, menikah? Bersikap baik pada jalangg ini, jangan ngimpi Mas!"

Anne segera berdiri dari duduknya, ia menghampiri Julia yang sedari tadi hanya diam seperti orang takut. Tapi, baru saja ia melangkah, Geo lebih cepat menahannya.

"Anne, aku mohon jangan sakiti Julia."

Anne tersenyum kecut. "Ck, kau tenang saja Mas. Aku tak akan mengotori tanganku, dia bukanlah levelku!" Anne segera menepis tangan Geo.

Geo akhirnya tak bisa mencegah istrinya lagi, ia biarkan Anne mendekati Julia yang nampaknya sangat ketakutan.

"Selamat ya atas pernikahanmu dan mas Geo, aku doakan semoga pernikahan kalian langgeng. Oh ya, semoga kau tak pernah merasakan di selingkuhi oleh mas Geo. Karena bagaimanapun, seorang Geo tidak bisa puas dengan satu wanita. Kau akan merasakannya nanti Julia!" serunya sangat menekan Julia.

Setelah puas mengatakan semua, Anne segera pergi dari hadapan pasangan selingkuh ini. Sedangkan Geo dia mengikuti istrinya dari belakang, sambil memanggil-manggil namanya.

"Anne, aku antar kamu pulang!"

"Nggak perlu! Aku bisa pulang sendiri dan besok temui aku di rumah, kita akan membahas perpisahan!" seru Anne segera meninggalkan kamar hotel.

Anne tak perduli lagi dengan teriakan suaminya, yang ia tahu hanya ingin pergi sejauh-jauhnya dari sini. Ia takut hatinya akan luluh, jika Geo mulai merayunya. Pada dasarnya, rasa cintanya pada Geo sangatlah besar dan mampu membuatnya selalu memaafkan Geo.

...🍃🍃🍃...

Jangan lupa komentar tentang isi cerita, agar author semangat. Tapi, jangan hate komen ya. 👻👻

2. Mengakhiri Hidup

Anne berjalan tanpa arah, ia masih saja menangis tersedu-sedu. Sungguh, suaminya tega sekali padanya. Anne fikir Geo serius ingin berubah, tapi ternyata tidak dan pahitnya semua kesalahan di arahkan padanya dengan alasan kurang puas saat melayani di atas ranjang.

Hidup Anne saat ini seperti terombang-ambing, antara bertahan atau lepaskan. Ingin sekali Anne bertahan, tapi hatinya menolak, ia ingin mengakhiri semua hari ini juga, percuma ia hidup kalau selalu berakhir sakit hati.

"Hiks ... tega kamu, Mas."

Anne terus berjalan sampai kakinya menuju sebuah jembatan beton. Entah ia ada di mana, tapi yang jelas terdengar suara air mengalir sangat deras.

"Aku harus apa sekarang? Ingin pulang, tapi kemana? Tuhan, kenapa sakit sekali?"

Tangisan histeris pun kembali Anne keluarkan, Anne terduduk lemas di pinggir jembatan. Wajahnya ia tutupi dengan telapak tangannya, Anne keluarkan semua isakan nya tanpa perduli penghuni jembatan merasa terganggu atau tidak. Yang pasti, Anne ingin menangis sejadi-jadinya dan puas-puaskan menjerit.

Drrrt! Drrrt! Drrrt!

Getaran dari ponselnya pun membuat Anne mendongak. Rasanya sangat enggan untuk melihat siapa yang menghubunginya, tapi karena bunyi terus-menerus, akhirnya Anne memutuskan untuk melihat siapa yang meneleponnya.

"Ck, masih ingatkah kau padaku Mas? Bukannya dia yang lebih memuaskanmu, kenapa saat aku pergi kau mencariku," gumam Anne tak mau mengangkat panggilan dari suaminya.

Tapi, baru juga Anne mematikan ponselnya tiba-tiba semua pesan dari Geo masuk dan betapa sakitnya hati Anne ketika membaca semua pesan dari suaminya.

[Anne, jangan mempersulit keadaan. Please, Sayang.]

[Sayang, kau tetap nomor satu di hatiku, aku mohon terima kenyataan jika kau memiliki madu saat ini.]

[Anne, angkat teleponku!]

"Cih! Aku membencimu, Mas!"

Tanpa sadar, Anne melempar begitu saja ponselnya ke sungai. Anne tak mau lagi berhubungan dengan Geo, cukup ia makan hati selama ini, jalan satu-satunya saat ini adalah mengakhiri hidupnya. Percuma ia hidup, jika semua orang tersayangnya telah tiada.

Dulu, Anne pikir Geo bisa menggantikan kedua orang tuanya yang telah meninggal. Anne berharap Geo menjadi suami paling pengertian, setia dan selalu menomor satukan dirinya, tapi ternyata tidak, jadi untuk apa lagi ia hidup jika harus berbagi suami dengan Julia — sahabat tidak punya hati.

Anne pun berdiri dari duduknya, setelah itu ia menatap lekat ke bawah jembatan. Walaupun gelap, ia yakin jika sungai di bawah sana sangat deras dan mungkin saja bebatuan juga banyak.

Glek!!

Dengan perasaan ragu-ragu, Anne menaiki pembatas jembatan. Ia berusaha menutup mata dan langsung naik ke atas sana, degup jantung Anne juga semakin tak karuan. "A-aku kok gemetar sih, ayo Anne katanya mau mati! Jadi, cepat lakukan maka semua sakit itu akan hilang," gumamnya terus berusaha menaikan kaki satunya.

Tapi, saat Anne akan mengangkat kakinya tiba-tiba tubuhnya oleng dan membuat keseimbangannya tak beraturan.

"Aaakkkkhhhh ......"

Brukk!!

"Kau gila!"

teriakan bariton dari seorang lelaki sontak membuat Anne membuka salah satu matanya. Ia sangat terkejut melihat sosok lelaki tampan, tinggi dan juga bertubuh dempal.

"Siapa kau?" Anne segera melepaskan pelukan lelaki itu dan menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Loh aku kok disini, tadi bukannya aku ada di atas situ?" tanya Anne kebingungan.

"Itu karena aku menarikmu, bagaimana jika aku terlambat sedikit saja, mungkin kau sudah menjadi jasad!"

Seketika Anne menatap tajam lelaki di depannya ini, ia merasa sangat kesal, marah bercampur jadi satu. "Kenapa harus diselamatkan? Kenapa? Seharusnya kau biarkan saja aku mati, setidaknya itu bisa meringankan rasa sakitku!" teriak Anne kembali menangis setelah ingatan suaminya selingkuh kembali terlintas di benaknya.

Anne semakin menangis, bahkan ia memukul-mukul dada bidang lelaki tadi. Ia merasa tak terima di selamatkan, padahal Anne ingin terlepas dari semua bebannya saat ini.

"Menyelesaikan masalah tidak dengan bunuh diri, Anne! Masih ada cara lain dan tindakanmu ini sangat bodoh tentunya, dengan kau memilih mati, itu semakin membuat mereka senang! Mereka bisa leluasa menikmati dunia, sedangkan kau menderita di akhirat!"

Jleb!!

Perkataan lelaki di depannya ini seakan-akan menikam relung hatinya, sekaligus menyadarkan sebuah kenyataan. 'Kenapa aku tak sampai berpikir sejauh itu? Benar kata dia, bagaimana kalau setelah aku mati dua bajingann itu semakin bahagia, sedangkan aku belum tentu bahagia di akhirat,' gumam Anne sedikit merenung.

Pikirannya semakin semrawut, bingung harus apa dan harus bagaimana menyingkapi semua. Tapi, di tengah-tengah renungannya, Anne mengingat satu hal. Kenapa lelaki di depannya ini mengetahui namanya, padahal mereka baru bertemu.

"Tunggu! Kau tau darimana namaku? Jangan-jangan, kau ..., kau ..., kau —"

"Kita pernah bertemu di salah satu restoran, jangan pikir macam-macam!" serunya seakan-akan tau apa pikiran Anne.

"Restoran? Kapan, aku sama sekali tidak ingat. Walaupun kita bertemu, kenapa kau tau namaku, tanpa adanya perkenalan!" cecar Anne terus-menerus sampai membuat lelaki tampan di depannya itu kelabakan.

Anne semakin menatap tajam lelaki ini hingga hembusan nafas kasar ia dengar. "Jadi seperti ini, waktu itu aku melihatmu di restoran Jasssmie, kau ingat waktu itu kau menabrak seseorang?" tanyanya.

Sejenak Anne mengingat-ingat kejadian di restoran Jasssmie. Namun, tak lama berpikir otaknya langsung melihat gambaran saat ia menabrak seseorang, "astaga! Kau ... Kau, lelaki itu!"

Anne segera menutup mulutnya, ia tak habis pikir bisa bertemu lagi dengan lelaki ia tabrak kemarin. Dimana Luca mengajak bertemu dan mengatakan semua kebohongan Geo, karena merasa sakit hati akhirnya Anne memutuskan pergi dalam keadaan kacau dan karena itulah ia menabrak seorang lelaki.

"Ya, sekarang kau ingat Anne Jeniffer?"

***

Di rumah, Geo terus mengumpat kesal tak kala ponsel istrinya tak aktif. Geo sangat khawatir, ia merasa kali ini istrinya benar-benar ingin berpisah.

Semua tampak jelas, saat Anne tak mau mendengarkan ucapannya lagi dan langsung meminta cerai. Sungguh, Geo kelabakan dibuatnya, ini kali pertama istrinya mengatakan ingin berpisah. Yang lebih parah, istrinya belum juga pulang padahal jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.

"Geo ...."

"Jangan ganggu aku, Julia!" serunya sangat sarkas.

Julia menatap takut pada Geo, ia baru tau jika Geo sangat menyeramkan jika marah.

"A-ak —"

Brakkk!

"Sudah aku katakan, jangan ganggu aku! Telingamu tuli, ha? Pergi, aku ingin sendiri dan jangan sekali-kali kau masuk ke kamar!"

Julia pun langsung ngacir keluar dari kamar Geo, ia merasa takut, lebih baik ia memilih pergi dulu, sampai amarah suaminya mereda.

Sedangkan Geo, kembali menghubungi istrinya, tapi lagi-lagi kekecewaan yang ia dapatkan. "Shitt! Dimana kau, Anne!"

Geo langsung berdiri dari duduknya, ia memilih untuk mencari Anne di rumah Luca. Ia sangat yakin kalau istrinya ada bersama dia, karena setiap bertengkar Anne selalu pergi ke rumah sahabatnya itu. Dengan langkah cepat, Geo pergi begitu saja dari rumahnya dan meninggalkan Julia sendiri.

...👻👻👻...

Hai emak kembali, jangan lupa tinggalkan komen dan like agar emak semangat 🔛🔥

3. Pusaka Tersadar Dari Koma

Flashback ....

Desahann frustasi dari seorang lelaki yang kini tengah duduk, sambil melihat wanita di bawa sana berusaha membangkitkan gairahnya. Ia sangat kesal, bahkan sudah merasa lelah, ketika benda keramatnya tak kunjung merespon rangsangan dari Kety — wanita bayaran.

Sudah terhitung satu jam mereka melakukan pemanasan, tapi apa yang terjadi? Juniornya masih saja tidur dan tak mau merespon sedikitpun, padahal usaha wanita di bawahnya ini patut diacungi jempol. Akan tetapi, semua tak sesuai bayangan, kejantanann nya masih mati suri entah dia bisa bangun atau tidak.

"Tuan, mulutku terasa kebas. Apa ini masih terus berlanjut?" tanya Kety sambil mengempongkan kedua pipinya agar tidak kaku.

"Cukup! Bersihkan dirimu dan ambil bayaran mu di Sean," ucapnya terus memijat kepalanya sambil menatap langit-langit Apartemen.

Kety pun berdiri senang, dia mengambil pakainya di atas lantai dan bergegas masuk kedalam kamar mandi, "sebelumnya terima kasih, karena sudah memesan saya," ucapnya segera masuk ke kamar mandi.

"Huft, sampai kapan ini berlangsung Tuhan! Apa aku benar-benar menjadi lelaki cacat? Terus bagaimana nasib perusahaan jika tidak ada penerus," gumam Asloka sangat frustasi.

Asloka bangun dari duduknya, ia segera memakai celana dan ingin menyendiri. Tapi, baru saja Asloka mengancingkan kemejanya, tiba-tiba suara ketukan dari luar pintu membuatnya terganggu.

"Shitt!"

Asloka mengumpat kencang! Hatinya sudah sangat kacau saat ini, tapi masih saja ada yang mengganggu. "Awas saja, kalau sampai tidak penting!" Dengan kasar Asloka menarik pintu apartemennya sampai mengeluarkan bunyi.

Kreak! (Bunyi pintu terbuka)

"Ada ap --"

Seketika tubuh Asloka menegang melihat seseorang di depan pintu apartemennya. Entah Asloka harus bahagia atau sedih, tapi tanpa menunggu lama ia langsung memeluk erat tubuh wanita yang sangat ia cintai itu.

"Kau kembali, Ca? Kau sungguh kembali, ya Tuhan aku sangat bahagia, Ca!" seru Asloka sangat bahagia.

Ia tak menyangka jika Icha — sang kekasih akan kembali setelah menghilang beberapa bulan. Asloka sudah sangat frustasi selama ini, ia mencari Icha sampai ke pelosok negeri, tetap saja tidak menemukan kekasihnya. Tapi, sekarang tiba-tiba dia ada di depannya. Sungguh, Asloka sangat bahagia.

Cklek ....

"Tuan, aku akan per —"

Seketika mata Asloka terbeliak, ia lupa jika di dalam apartemen ini masih ada Kety. Dengan tatapan membunuh, Asloka mengisyaratkan agar Kety cepat keluar.

"Ah, maaf, sepertinya aku harus keluar!"

Tanpa menunggu lama, Kety segera pergi dari apartemen Asloka. Setelah memastikan wanita itu pergi, Asloka kembali menatap Icha.

"Ca, ini tak seperti yang kau pikirkan. Aku tidak melakukan apapun," jelas Asloka seakan-akan takut jika Icha salah paham.

"Itu bukan urusanku! Aku kesini hanya ingin memberimu ini, datanglah karena aku mengharapkan kehadiranmu." Icha segera menyodorkan sebuah undangan ke arah Asloka.

"Apa ini?" Walaupun bingung tapi Asloka tetap menerimanya.

Namun, tak lama setelah itu Asloka terbelalak ketika melihat nama Icha di dalam undangan tersebut. Hati Asloka semakin sakit, ketika mengetahui siapa lelaki yang akan menjadi pendamping Icha.

"Apa ini, Ca? Jadi selama berbulan-bulan kau menghilang karena ini? Karena kau memilih untuk menikah dengan Azan? Iya, Ca?"

Asloka mulai terlihat kecewa, matanya mulai memerah, bahkan ia tak malu memperlihatkan kelemahannya pada wanita yang sangat ia cintai ini.

"Maaf ...." Icha menunduk. Sebenarnya Icha juga tak ingin semua terjadi, tapi juga tak bisa membantah keinginan orang tuanya.

"Apa ini karena kelemahanku, Ca? Jawab aku, Ca!"

Asloka semakin terlihat frustasi, ia juga tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. Ia tidak menerima kenyataan ini, hanya karena kelemahannya, Icha wanita yang sangat ia cintai harus pergi selama-lamanya.

"Maaf, Laka. Tapi ... ke-kedua orang tuaku sudah mengetahui kelemahanmu dan mereka marah besar, mereka ingin memiliki cucu dariku, jika kau saja tidak bisa berdiri, terus aku punya anak dari mana, Laka?"

Mendengar perkataan Icha, membuat tubuh Asloka menegang. Ia tak habis pikir orang tua Icha berpikiran seperti itu, padahal ia sangat yakin akan sembuh, tapi kenapa mereka tak mau menunggu sebentar saja.

"Kita bisa melakukan bayi tabung, Ca. Yang mati suri hanya bungkusnya, tapi kualitas spermaa ku sangat bagus, Ca!" tegas Asloka semakin tak bisa menahan emosinya.

Siapa sih yang tidak marah, jika sudah sejauh ini menjalani hubungan, tapi tiba-tiba kandas begitu saja. Apalagi alasannya sangat tidak logis bagi, Asloka.

"Laka, kau juga harus memikirkanku. Aku wanita normal laka dan hubungan badan bagiku sangat penting. Percuma kita menikah, jika tidak bisa melakukannya, sama saja bohong, Laka!" seru Icha semakin melukai perasaan Asloka.

Asloka tersenyum getir, sungguh sakit rasanya, tapi ia tak mau berlarut-larut akan semua. Dari sini ia jadi tau, jika Icha tidak tulus mencintanya.

"Lucu ya, Ca. Kau berkata seperti itu seakan-akan kamu yang akan menderita nantinya, memang kau pikir aku baik-baik saja dengan keadaan seperti ini? Tidak, Ca! Aku sangat frustasi, sebagai seorang lelaki ini sangat memalukan, tapi ya sudahlah jika memang itu keputusanmu. Semoga bahagia bersama Azan!"

Tanpa membuang-buang waktu, Asloka langsung menurut pintu apartemennya sangat kencang. Ia tak peduli jika Icha akan terkejut, yang jelas saat ini Asloka sangat kecewa pada kekasihnya.

Asloka semakin frustasi, ia tak bisa berpikir lagi. Ia emosi, hingga semua barang yang ada di sana menjadi pelampiasan Asloka. Seluruh kamar hancur, hingga tak berbentuk.

"Bangsatt, kau Ca!"

***

Asloka berjalan memasuki restoran Jasssmie dengan keadaan masih marah. Setelah puas melampiaskan semua amarahnya, akhirnya Asloka memutuskan untuk ke restoran sahabatnya — Azkara.

Ia ingin menenangkan jiwanya di tempat ini, karena memang hanya Azkara yang bisa membuatnya tenang. Tapi, baru saja ia melangkah ke arah tangga, tiba-tiba ada seorang wanita menabraknya dari arah belakang.

Brukk!

"Shitt! Kau punya mata tidak!" teriak Asloka merasa malu karena terjatuh dalam posisi tengkurap.

"Ma-maaf, huaaaa ...."

Seketika Asloka terbeliak mendengar tangisan wanita yang menabraknya. Ia panik, hingga Asloka memutuskan untuk menayangkan keadaannya.

"Hey, kenapa malah nangis?" tanya Asloka sangat lembut, entah kemana rasa marahnya tadi, yang jelas Asloka menjadi kasian ketika mendengar isakan pilu dari wanita ini.

Namun, sekian detik berlalu Asloka tak kunjung mendapatkan jawaban juga, hingga seseorang datang dengan wajah panik.

"Astaga, An. Lo ngapain nangis disini, jangan bikin malu deh. Udah ninggalin gue, belum bayar makanan lagi," ucap Luca terus membantu Anne berdiri.

"Kau kenal dengannya?" tanya Asloka penasaran.

"I-ya, Pak. Maaf banget ya, temanku lagi galau, ja —"

"Ini semua gara-gara kau, Luca! Kenapa harus bilang sih, seharusnya diam saja, ngapain sih pakai ngomong segala!" seru Anne semakin membuat Asloka bingung.

Akhirnya Asloka hanya bisa diam menyaksikan perdebatan dua manusia ini, hingga tak lama setelah itu Asloka melihat tubuh gadis yang menabraknya tadi semakin merosot dan kehilangan kesadarannya.

"Anne!"

"Shiit!"

Mau tak mau akhirnya Asloka membantu Anne, dengan gerakan cepat ia menggendong Anne dan membawanya ke ruangan Azkara. Ia tak peduli ketika sahabatnya itu menatapnya bingung, yang Asloka tau hanya ingin menolong wanita di gendongannya saat ini.

"Loh ... loh, ini ngapain di bawa kesini!" tanya Azkara bingung. Ia langsung berdiri dari duduknya dan menghampiri Asloka.

"Panggil dokter, dia pingsan!" titahnya tak mau terbantahkan.

Sedangkan Luca merasa amat bersalah, kenapa juga ia berdebat dengan Anne tadi, sungguh Luca menyesal.

Tak lama setelah itu, dokter datang dan menyuruh mereka semua keluar kecuali Asloka. Ia ingin tetap berada di dalam, tak tau kenapa Asloka ingin sekali menemani wanita bernama Anne itu.

"Bagaimana keadaannya, Nga?" tanya Asloka.

"Dia mengalami stress berat, Laka. Tekanan darahnya juga sangat rendah, mungkin nanti akan aku kasih resep untuk ditebus di apotek," ucap Angga terus memasukkan semua peralatannya.

Asloka hanya mengangguk, dari tadi ia terus menatap wajah Anne. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini, yang jelas ia ingin menatap wanita itu terus.

"Siapa dia, Laka?"

"Ha?" Asloka segera menoleh ke arah anggap.

"Dia siapa!" ucapnya sedikit menekan.

"Bukan siapa-siapa, hanya orang lewat saja," jawabnya acuh tapi kembali menatap Anne lagi.

"Ha ha ha, mulai kapan kau perhatian dengan orang asing?" tanya Angga tak percaya.

"Entahlah, tapi ada yang aneh saat aku menatap dia, hanya saja aku belum menemukan keanehan itu." Asloka terus berpikir dan menatap Anne.

"Kau aneh, Laka!" serunya langsung menuliskan sebuah resep. Tapi tak lama setelah itu, Angga mendengar desis-an Asloka dari arah belakang.

"Kenapa?" tanyanya khawatir.

"Ada yang aneh dari tubuhku, tapi apa ya? Rasanya seperti sesak, ingin keluar, tapi apa?"

Asloka semakin bingung dan memikirkan keanehan ini, namun semua langsung terjawab saat dirinya berjalan ke arah Anne. "Akkhh!" Spontan Asloka memegang celananya.

"Shiitt! Sepertinya resletingku nyangkut ke benda pusakaku, rasanya sesak dan nyeri." Tanpa tau malu Asloka langsung membuka resleting celananya dan berusaha membenarkan benda lunak di dalam sana.

Tapi Asloka merasa ada yang berbeda saat tangannya merogoh masuk kedalam saja. "Tunggu, sejak kapan benda lunak ini menjadi keras?" tanyanya sangat lirih tapi dapat didengar oleh Angga.

"Apa kamu bilang?" Angga langsung mendekati Asloka dan ingin melihat sesuatu di balik sana.

"Ih apaan sih, jangan aneh-aneh!" Asloka menepis tangan Angga.

"Diam bisa tidak! Aku mau priksa benda tak bertua milikmu," cetusnya tak mau dibantah.

Mau tak mau Asloka mengiyakan tindakan Angga, ia membiarkan lelaki itu merogoh benda pusakanya dan dirinya hanya pasrah saat Angga memegang benda beruratnya.

"Astaga, pusakamu sudah sadar dari mati suri Laka! Kau sudah tidak cacat lagi, lihatlah dia mengembang pesat!" teriak Angga membuat Asloka terbelalak.

"Haaaa!?" Asloka pun melorotkan celananya dan melihat semua.

Deg! Deg! Deg! Deg!

Sungguh, jantung Asloka kali ini berdetak sangat kencang, entah ia mau bahagia atau menangis. Tapi, ini sebuah keajaiban baginya. Pusakanya sudah sadar dari koma dan semua karena wanita di depan itu.

"Ngga, aku ... aku, huaaaa!"

Asloka pun langsung memeluk erat Angga, ia menangis sejadi-jadinya, ia sangat bahagia bahkan terbawa suasana. Ternyata dirinya tak selamanya cacat, buktinya sekarang ia bisa merasakan reaksi lagi, sungguh ini sangat membahagiakan.

Tapi, tanpa mereka sadari ternyata Anne sudah terbangun dari pingsannya. Wanita itu sangat terkejut ketika disuguhi pemandangan spektakuler, dengan cepat ia menutup kedua matanya rapat-rapat.

"Apa yang kalian lakukan!?"

Pertanyaan dari Anne pun seketika membuat mereka berdua terkejut. Suasana haru, penuh kebahagiaan berubah menjadi bumerang. Mereka berdua menatap cepat ke arah Anne dan segera melepaskan pelukan masing-masing, sedangkan Asloka juga langsung menaikan celananya kembali.

"Ini tidak —"

"Astaga, kalian Gay!"

"Tidak!!!"

...👻👻👻...

Hai emak kembali, jangan lupa tinggalkan komen dan like agar emak semangat 🔛🔥

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!