NovelToon NovelToon

Ketika Pembunuh Bayaran Jatuh Cinta

Hari yang melelahkan

Pranggg...

Suara barang pecah terdengar sampai ke kamar seorang Dokter muda yang telah mengenakan baju kebesarannya. Ia melangkahkan keluar kamar menuju dapur, didepan matanya terpampang jelas sang Ayah dan Ibu yang saling mencaci maki.

Setiap hari sarapan paginya hanyalah pertengkaran antara Ayah dan Ibunya. Terkadang ia jengah akan kelakuan kedua orang tuanya, bagaiman tidak? Pertengkaran mereka setiap saat, bahkan hal sepele pun menjadi panjang urusanya.

"Apakah mereka tidak lelah bertengkar seperti itu setiap hari?" batinnya.

"Ayah, Ibu, Adit berangkat ke RS dulu," ujarnya sambil berlalu meninggalkan kedua orang tuanya.

Walaupun mungkin ia tidak dihiraukan atau dilihat kehadirannya oleh kedua orang tuannya. Tapi Dokter muda itu tetap menghormati Ayah dan Ibunya, orang yang telah merawat dan membesarkan dirinya.

Tanpa kedua orang tuannya ketahui bahwa putra mereka memiliki jiwa yang mengerikan, tersemunyi di balik sikapnya yang dinggin.

Yang Ayah dan Ibunya tau bahwa apa yang ia miliki, seperti rumah dan mobil adalah gajihnya dari menjadi Dokter. Dan tanpa diketahui oleh kedua orang tuannya bahwa putra mereka memiliki pekerjaan rahasia dan menghasilkan uang yang banyak dalam waktu yang singkat.

.

.

.

Dimobil

"Hufff.... "

Dokter muda itu menghela nafas, jujur saja ia merasa lelah seperti ini. Memiliki keluarga broken home itu berat. Apa lagi ia harus bersabar menghadapi tingkah laku kedua orangtuanya. Sang Ayah yang suka bejudi dan mabuk-mabukan, belum lagi sang Ibu yang tukang selingkuh.

Dirinya hanya merasa berhutang budi kepada kedua orang tuanya, mereka yang telah melahirkan dan merawatnya. Kalau tidak, mungkin sudah lama ia usir atau ia habisi haja sekalian, tapi ia tak mampu karna didalam darah orang tuanya mengalir juga darahnya.

Sebuas-buasnya binatang mereka tidak akan pernah menyakiti darah daging mereka, hal itu yang membuat Aditinya mau berbelas kasihan kepada kedua orang tuanya.

.

.

.

POV Aditiya

Namaku Aditiya yang kata Ibuku artinya sang Matahari, kedua orang tuaku berharap hidupku seterang sinar Matahari seperti itu pemaparan mereka.

Aku bekerja sebagai Dokter bedah di RS Harapan Bangsa.

Siapa yang tidak mengenal diriku? Dokter bedah muda yang baru berusia genap 27 tahun, yang telah mengantongi gelar Dokter bedah yang selalu suskes dalam melakukan operasi.

Gelar S1 jurusan kedokteran yang aku dapatkan dengan susah payah tapi bisa menghantarkan diriku menjadi Dokter yang mampu bersaing dengan dokter senior yang lain.

Baru 3 tahun aku menjadi Dokter tapi jam terbangku di dunia kedokteran bukan hal yang main-main karna aku melakukan tugasku dengan suka rela.

Semua pencapaianku saat ini berkat kepala RS Harapan Bangsa pak Malik beliaulah Multivator terbesarku dan selalu mendukung aku menjadi Dokter dari segi materi hingga moril, beliau berikan.

Aku terlahir dari keluarga yang tidak harmonis atau istilahnya broken home, yang selalu membuat aku muak akan kehidupan berumah tangga.

Orang tua ku selalu bertengkar, pernah bercerai tapi rujuk lagi entah apa alasannya tapi hal itu sudah berapa kali terjadi membuatku semakin tidak mau ikut campur dengan urusan mereka.

Perempuan bagiku hanyalah mahluk yang lemah dan menyebalkan. Aku paling enggan berurusan dengan yang namanya perempuan karna bagiku mereka hanya akan menyusahkan saja.

Hal yang paling aku sukai adalah meporak-porandakan tubuh manusia tapi apa yang aku lakukan tidak dalam kejahatan karna itu salah satu pekerjaan ku sebagai Dokter bedah. Ketika ada mayat yang akan melakukan otopsi maka aku akan maju lebih dulu untuk melakukan tugas yang dikatakan kebanyakan orang mengerikan. Tapi ada satu hal yang aku lakukan dan boleh dikatakan kejahatan, rahasia yang aku simpan dari orang-orang sekelilingku.

Pekerjaan rahasia ku adalah menjadi pembunuh bayaran, dengan cara itu aku bisa mengumpulkan banyak uang dalam waktu yang singkat.

Aku memiliki inisial MP yang artinya Malaikat Pembantai, hanya orang tertentu yang bisa menghubungiku dan aku hanya mau melakukannya sesekali itupun dengan bayaran yang mahal pula.

Semuanya karna kebutuhan hidup yang harus aku penuhi, orang tuaku hanya bisa menuntut tanpa mau membantu membuatku memilih jalan hidupku sendiri tanpa sepengetahuan mereka tentunya.

.

.

.

Bremmm....

Suara mobil yang aku hidupkan, tujuanku hari ini seperti biasa ke RS menjadi Dokter. Mobil yang aku tumpangi telah meninggalkan halaman rumah melaju memasuki jalan raya yang mulai hiruk pikuk kendaraan karna sudah jam kerja. Waktu setiap orang untuk memulai pekerjaannya sama seperti diriku saat ini menuju tempat aku bekerja di RS Harapan Bangsa.

Sesampainya aku di lobi RS, aku sudah menerima panggilan untuk melakukan operasi secara mendadak.

"Dokter Aditiya, tolong langsung keruang operasi" perintah dokter jaga yang melihatku.

Aku mengayunkan langkah kaki lebih cepat menuju ruang operasi, ketika tiba disana aku dikejutkan oleh seorang gadis yang masih memakai seragam sekolah.

Gadis itu memaki para Dokter dan Suster disana, tapi anehnya tidak ada yang berani melawan gadis itu.

"Kalian akan menerima KONSEKUENSINYA, jika pelayanan kalian seperti ini" teriak gadis itu.

"Ada apa ini? " Tanyaku yang membuat semua mata tertuju kepadaku.

"Didalam ada seorang polisi yang tertembak, tetapi peluru nya terlalu dekat dengan jantung" jelas seorang Dokter tentang duduk perkaranya.

"Jadi, kalian takut mengoperasinya? " tanyaku mengintimindasi mereka.

Melihat mereka yang hanya tertunduk diam, memperjelas bahwa pernyataanku tadi benar.

"Sus, tolong berikan surat pernyataan kesedian operasi kepada keluarga pasien" Perintahku kepada suster yang ada disana sambil berlalu dan menatap gadis bar-bar itu sekilas sebelum memasuki ruang operasi.

Setelah hampir 20 jam melakukan operasi waktu yang cukup lama karana target peluru yang hampir mengenai jantung, tapi bisa aku lakukan dengan hasil yang memuaskan.

"lagi dan lagi Dokter Adit berhasil menolong orang" ujar Dokter Asmara memujiku sambil mendekat.

Aku tidak memperdulikannya dan memilih melangkahkan kakiku menjauh darinya, tetapi aku teringat akan sesuatu dan membalikan badan.

"Di mana anak pasien tadi Sus? " Tanyaku penasaran akan gadis bar-bar itu.

"Anak pasien yang mana Dok? " tanya Suster itu ragu-ragu .

"Gadis yang memaki kalian semua!" kataku memperjelas.

"oh, gadis itu bukan anak pasien Dok, "

Dahiku mengkerut binggung, kalau bukan anak pasien lalu kenapa gadis itu harus marah-marah seperti tadi?

"Lalu siapa gadis itu? " Tanyaku yang membuat Suster itu menatap Dokter Asmara disempingnya dan begitu sebaliknya.

Aku tersadar akan pertanyaan bodoh yang aku tanyakan kepada kedua perempuan itu, membuatku melanjutkan langkah kaki meninggalkan mereka yang masih saling menatap satu sama lain. Etah apa yang mereka pikirkan aku tidak perduli.

"kenapa dengan diriku? " tanyaku dalam hati.

Setelah pertemuan singkat dengan gadis bar-bar itu aku merasa aneh dengan diri ini. Hampir setiap saat terbayang akan wajah gadis itu.

Hampir setiap detik bayangan gadis itu muncul bagaikan menghantuiku setiap waktu, perasaan aneh muncul tiba-tiba perasaan seolah-olah ingin melihat wajah gadis itu.

"Ada apa ini? Apakah aku sakit? Ah..., kurasa tidak mungkin! ini hanya halusinasiku saja," gumamnya.

.

.

.

...Bersambung ••• •...

...dukung autor receh ini dengan like end comen...

Pertemuan Yang Kedua

Hari berlalu seperti biasanya, setelah kejadian kemarin Dokter Asmara semakin membuntuti Aditiya. Dia penasaran bagaimana bisa kalau Dokter muda dan terkenal seperti Dokter Adit menanyakan tentang seorang gadis yang masih remaja, apa lagi kelakuan gadis itu yang bar-bar membuat dirinya penasaran akan kepribadian Dokter bedah yang satu ini.

Ketika di depan ruangan Dokter Adit, ia melihat Dokter muda itu keluar dari ruangannya. Dokter cantik itu tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak bertanya.

"Dokter Adit, apakah anda akan melakukan operasi hari ini? " tanyanya hanya untuk basa-basi semata.

Tapi pertanyaannya tidak dihiraukan oleh Dokter muda itu, Dokter Asmara tidak menyerah ia terus mengikuti Dokter Adit sampai di lorong rumah sakit. Namun Adit berhenti lalu berbalik badan menatap Asmara dengan tatapan tajam seolah-olah ingin menguliti Dokter cantik itu hidup-hidup.

"Apakah anda tidak memiliki perkerjaan, Dok? " tanyanya mengintimindasi Dokter cantik itu dan membuat yang di tanya menelan silvernya.

"Ba-nyak-ko-, Dok" jawabnya terbata.

"Lalu, kenapa anda mengikuti saya? "tanya Adit dinggin.

"Ah..., itu...," Dokter Asmara mencoba mencari-cari alasan tapi hasilnya nihil, tidak ada ide untuk mengalihkan pembicaraan dengan Dokter Adit.

"Aduh, kenapa aku gugup setengah mati ya? Apalagi tatapan mata itu! Rasanya aku ingin mati berdiri" batin Dokter Asmara.

"Minggir!"

Teriakan seorang gadis menarik semua perhatian orang yang ada disana tak terkecuali Dokter Adit yang mengenali siapa pemilik suara itu.

Gadis bar-bar yang membuat seorang sikopat sepertinya tak kenyang makan, tak lelap tidur, dan yang paling menyebalkan adalah hilangnya selera Adit untuk membedah tubuh Manusia membuat ia benar-benar dendam akan gadis itu.

Gadis yang seperti hantu tak henti-hentinya menggangu pikirannya kini ada di depan matanya membuat Dokter muda itu tersenyum devil.

Dokter Asmara yang masih disampingnya memperhatikan sedikit perubahan wajah Dokter muda itu pun bertanya.

"Apakah anda sedang tersenyum, Dok? "

Pertanyaan Dokter cantik itu mengalihkan perhatiannya.

Kini Dokter Adit menatap tajam Dokter cantik itu membuat Dokter itu mundur kebelakang kini ia benar-benar merasa takut akan Dokter muda itu.

"Tolong berikan jalan!" teriak seorang suster mengawal gadis yang masih menggunakan seragam sekolah dan menggendong anak kecil di belakang pungggungnya.

Semua orang memberikan jalan kepada gadis tersebut seperti perintah suster yang terus melangkahkan kakinya menuju ruang IGD, kebetulan berpasaan dengan Dokter Adit.

"Dok, ada keadaan darurat!" terang suster itu dan mendapatkan angukan kepala dari Dokter Adit yang berati ia mengerti apa yang harus dilakukan.

"Silahkan masukan kesini," ujar Dokter jaga yang ada disana ketika melihat kedatangan pasien darurat.

"Kak, aku takut," rintih anak kecil itu sambil menatap sendu wajah gadis yang menggendongnya.

"Tidak apa-apa, Dek. Disini ada Kakak," ujarnya menenangkan sang adik.

"Dimana Dokternya!" Teriak gadis itu ketika sampai di dalam ruangan.

Adit yang mendengar teriakan gadis itu segera mempercepat langkah kakinya menuju ruang IGD, ketika di depan pintu ia dihadang oleh seorang Suster.

"Dok, keadaan pasien mengkhawatirkan" lapornya pada Dokter muda itu lalu berlalu mendekati pasien guna memasang selang infus.

"Sus, tolong panggilakan Dokter Dody untuk mendampingi saya!"perintahnya dan diangguki oleh Suster tersebut.

Setelah Suster itu belalu, Dokter Asmara mendekat memperhatiakn keadaan pasien tersebut.

"Kenapa memanggil Dokter Dody? Saya bisa mendampingi anda," ujar Dokter cantik itu berdiri disamping Adit.

Sedari tadi Adit tidak menyadari bahwa Dokter cantik itu masih mengikutinya hingga kedalam ruangan IGD.

"Anda Dokter kandungan, tolong kembali keruangan anda!" perintahnya, Adit benar-benar geram akan tingkah laku Dokter cantik itu.

Tahu akan kemarahan Dokter Adit, Dokter Asmara langsung melangkahkan kakinya menjauh kabur meninggalkan ruangan IGD.

"Menyeramkan," gumamnya.

Kebetulan Dokter Dody berpasan dengan Dokter cantik itu dan mendengar gumamnya. Ia semakin mempercepat langkah kakinya menuju ruang IGD bersama beberapa para staf.

Ketika didepan pintu IGD ia dikejutkan oleh Adit yang mendorong bankar yang diatasnya ada anak kecil yang terbaring lemah tak berdaya dengan selang infus dan oksigen.

"Dokter Dody, tolong perintahkan para staf menyiapkan ruang operasi!" perintah Adit ketika berpasan dengan Dokter Dody yang langsung diangguki oleh lelaki berewokan tersebut.

"Kak, aku takut," rintih anak kecil itu yang masih setia mengenggam tangan sang kakak, seolah-olah tak ingin berpisah.

"Sabar ya, Dek. Kakak akan menemanimu sampai akhir," ujarnya sambil tangan yang satunya mengelus puncak rambut sang adik.

"Tolong, anda tunggu diluar!" cegah salah satu Dokter yang ada disana ketika melihat gadis itu ingin ikut memasuk keruang operasi.

"Tolong! Izinkan saya menemani adik saya, didalam," ujar gadis itu memohon.

"Maaf dek, ini sudah peraturan rumah sakit," jelas Dokter Dody memberi pengertian dengan lembut.

Dokter Dody paham apa yang dirasakan oleh gadis itu, karna dirinya pun pernah berada diposisi sang gadis.

Walaupun ingin selalu berada didekat orang yang terkasih, akan tetapi keadaan yang mengharuskan untuk menjauh. Sedangkan diri kita tidak ingin menjauh.

"Kak, aku takut," lirih sang adik sambil menatap sendu wajah sang kakak.

"Tolong, izinkan saya menemani adik didalam!"

Sekali lagi gadis itu memohon, berharap permintaanya bisa dikabulkan.

Adit geram akan tingkah gadis dihadapanya, ia segera mencekram pergelangan tangan gadis itu dengan kuat dan memisahkan genggaman tangan antara gadis itu dengan sang adik.

Adit menatap tajam Dokter Dody memberi isyarat apa yang harus lelaki itu lakukan.

Paham akan kode keras Dokter Adit, Dokter berewokan itu segera membawa pasien anak kecil itu masuk keruangan operasi dan meninggalkan Dokter Adit bersama gadis yang mereka pikir kakak sang pasien.

"Kakak..., " lirih sang adik dibawa kedalam dan menghilang setelah pintu ditutup rapat.

Kini hanya tinggal mereka berdua, Dokter Adit dan sang gadis.

"Apa mau anda?" tanya sang gadis sambil menatap tajam Dokter muda itu, dari sorot matanya menjelaskan bahwa saat ini gadis itu tengah menahan perasaan marah yang besar.

"Tolong? Jangan ganggu jalannya operasi!" jawab Adit dingin sambil menatap tajam gadis didepanya.

Meraka saling menatap dengan tatapan kebencian, hingga tercipta keheningan.

Tatapan mereka bertemu cukup lama dan entah kenapa Dokter muda itu seolah terhipnotis gadis didepanya yang bisa ditaksir baru berusia belasan tahun, dari baju seragam sekolah yang dikenakannya.

"Dok, keadaan pasien memburuk!" teriak sorang Suster yang menyadarkan dua insan tersebut.

Tanpa Adit sadari ia masih menggenggam pergelangantan tangan gadis itu dan membawanya masuk keruang operasi.

"Dok, bagaimana keadaan pasien?" tanyanya dan mendapat gelengan kepala Dokter Dody.

"Anissa!" teriak gadis itu histeris, ia bisa menangkap apa yang dimaksud oleh Dokter tersebut.

"Maafkan kakak, Nis. Maaf, Kakak tidak bisa menemani kamu sampai akhir," isak gadis itu sambil memeluk jasad sang adik, membuat suasana menjadi sendu.

"Semua ini gara-gara kamu!" hardik gadis itu sambil menatap tajam Adit.

"Kamu ... ."

.

.

.

...bersambung ••• •...

...dukung author receh ini dengan like end comen...

Gagal Sebelum Memulai

Berita meninggalnya gadis kecil yang ditaksir baru berusia 5 tahun yang ditangani oleh Dokter Aditiya menjadi trendin topik di RS Harapan Bangsa. Berita yang masih hangat itu pun sampai kepada kepala RS pak Malik dan beliau langsung memanggil Dokter muda itu untuk menghadapnya.

Tok...

Tok...

Tok...

Suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangan pak Malik.

"Masuk!" perintahnya.

Dokter muda itu masuk ketika terdengar perintah untuk masuk dari dalam dan ia bisa melihat lelaki paruh baya yang selama ini banyak berjasa dalam hidupnya tersenyum penuh wibawa.

"Duduk, Nak" pintanya ketika melihat Dokter Aditiya yang selama ini menjadi Dokter kebangggan di RS Harapan Bangsa dibawa kepemipinannya.

Dokter muda itu menarik kursi tepat didepan lelaki paruh baya yang begitu ia hormati, lalu mendudukan bokongnya.

"Pak, tentang berita yang beredar?" ucap Adit ragu untuk melanjutkan ucapannya.

Sebenarnya ia tahu tidak mungkin Pak Malik memanggilnya, kalau ia tak membuat masalah.

"Apa kamu mengenal gadis kecil yang meninggal di meja operasi kemarin?" tanya pak Malik sambil menatap Dokter muda itu yang dibalas dengan gelengan kepala, yang menandakan bahwa Dokter muda itu tidak tahu akan indintitas gadis yang meninggal tersebut.

"Namanya Anissa, dia salah satu anak yatim piyatu yang tinggal di Panti asuhan Darma Bakti," ujar pak Malik menjelaskan.

"Sial! Aku lupa kalau gadis bar-bar itu meneriakkan nama itu!" batin Adit.

"Dan, apa kamu mengenal gadis yang mengenakan seragam sekolah? Yang mengantar gadis kecil tersebut?" tanya Pak Malik lagi mendapatkan gelengan kepala dari Dokter muda itu.

"Namanya Nur Haliza anak Profesor Riduwan, kamu masih ingatkan dengan Profesor Riduwan?" tanya pak Malik dan mendapatkan anggukan kepala dari Dokter muda itu.

Siapa yang tak mengenal Profesor Riduwan? Seorang Profesor yang terkenal dengan penemuannya, dalam meracik obatan tradisional yang telah mendunia.

Beliau salah seorang profesor yang paling disegani bukan hanya karna ilmu kedokteran yang ia miliki, tapi akan rendah hati yang beliau selalu perlihatkan kepada setiap orang yang bertemu dengan beliau.

Jelas, Dokter Adit mengenalnya ! Bahwa sejujurnya ia sangat mengidolan Profesor Riduwan, tapi ia tak mau mengakuinya karna ego yang tinggi.

Gengsi yang terlalu tinggi yang ia miliki bukan tanpa sebab ia merasa dirinya masih muda dan masih bisa menggali pontensi lebih dalam, dari pada Profesor Riduwan yang telah berusia setengah abad.

.

.

.

"Profesor Riduwan ingin menitipkan Liza putrinya kepada kamu nak, karna Liza akan masuk ke Fakultas kedokteran yang menaungi RS kita! Apa kamu bersedia nak Adit? " Tanyak pak Malik sopan takut menyinggung Dokter muda itu yang telah ia angap seperti anak sendiri.

Bagaikan mendapat angin segar, Dokter muda itu tersenyum devil mendengar permintaan pak Malik. Tentu dengan senang hati ia akan menyiksa eh salah, maksudnya menerima gadis bar-bar itu, ia menaruh dendam pada gadis bar-bar yang telah mencoreng reputasinya sebagai Dokter yang selalu berhasil dimeja operasi dan harus ternodai oleh kesalahan gadis bar-bar itu. Akibat ulah sang gadis yang memperlambat proses jalannya operasi yang akan dilakukan olehnya.

Dirinya yang belum mengoperasai pasien tapi pasiennya malah meninggal duluan, membuat ia benar-benar dendam akan gadis bar-bar itu.

"Saya akan melakukan yang terbaik untuk Bapak"

"Syukurlah, kalau begitu Bapak kamu istirahatkan dari tugas kedokteran dan Bapak akan mengirim biodata kamu untuk menjadi dosen pembimbing di Fakutas kedokteran tempat Liza menimba ilmu, dengan begitu Bapak merasa tenang karna ada kamu yang hampir 24 jam berada disisi gadis itu" Jelas pak Malik panjang lebar.

"Maksud Bapak saya vakum dari dunia kedokteran dan menjadi dosen pembimbing?" Tanya Adit sedikit kecewa, karna bagaimana pun ia sangat menyukai meja operasi. Dimana ia bisa mengalirkan jiwa piskopatnya dengan cara membedah tubuh Manusia.

"Iya nak, dan Liza akan tinggal bersama denganmu. Apa kamu bersedia menampung sekaligus menampingi anak profesor Riduwan?" Tanya pak Malik yang mulai ragu apakah permintaanya terlalu berlebihan.

Adit tergagap mendapat pertanyaan lelaki yang banyak membantu hidupnya, jarang sekali pak Malik meminta bantuannya seakan tidak enak jika menolak permintaan lelaki yang rambutnya mulai memutih itu.

"Bukan begitu pak, saya harus meminta izin dulu kepada kedua orang tua saya" Ujarnya mendapatkan alasan yang tepat.

Ah, orang tua! Dokter muda itu teringat akan bagaimana kelakuan orang tuanya.

"kau akan merasakan bagaimana rasanya menjadi bawang putih" Batinya tersenyum devil.

"Kamu tidak perlu meminta izin lagi pada kedua orang tuamu nak, karna Bapak dan profesor Riduwan sudah memintak izin menitipkan Liza kepada orang tuamu, dan mereka sudah menyetujuinya. Malahan orang tua kamu dengan senang hati menerima Liza berada dirumah kalian"

"Oleh sebab orang tua kamu dengan senang hati menerima Liza profesor Riduwan mengizinkan Liza tinggal dengan kamu, karna ada kedua orang tua kamu dirumah. Selain itu ilmu dan kemampuan yang kamu miliki salah satu kenapa Profesor Riduwan memilih kamu untuk menjaga dan menjadi dosen pembimbing putrinya.

"Baiklah kalau begitu pak, saya undur diri ingin mengemas barang-barang pribadi saya" Izin Adit pamit karna ia rasa tidak ada apa lagi yang harus di bicarakan dengan pak Malik selaku kepala RS tempatnya bekerja.

Adit bangkit dari duduknya dan menduduk kan sedikit badannya sebagai bentuk penghormatan kepada lelaki didepannya yang banyak berjasa dalam hidupnya, melangkahkan kakinya menjauh dari hadapan lelaki itu menuju pintu keluar, sebelum ia berlalu pak Malik memberi perintah.

"Silahkan nak, dan setelah itu kamu mampir ke Fakultas kedokteran untuk melengkapi berkas kamu menjadi dosen pembimbing disana" Pesan pak Malik sebelum Dokter muda itu berjalan menuju pintu keluar dan mendapat anggukan kepala tanda Dokter muda itu akan melakukan perintahnya.

.

.

.

Setelah kepergian Dokter muda itu pak Malik memikirkan apa kah yang dilakukannya ini benar? Membiarkan seorang gadis tinggal satu atap dengan pemuda yang sudah dewasa. Walau ia tahu selama ini Dokter Adit tidak pernah berdekatan dengan perempuan, tetapi Dokter muda itu juga lelaki pasti memiliki harsat didalam dirinya. Tapi mereka tidak hanya berdua ada orang tua Dokter Adit dirumah.

"Jangan memikirkan hal yang tidak-tidak Malik" Batin pak Malik menasehati diri sendiri.

Cukup lama ia termenung memikirkan apa yang ia pinta pada Dokter muda yang telah dianggap seperti anak sendiri, dan akhirnya ia memutuskan mengambil henphonnya dan menelpon seseorang.

Tut...

Tut...

Tut...

Suara telepon menyambung tapi belum diangkat oleh pemiliknya dan ketika beberapa detik kemudian.

"Halo... " Terdengar suara seseorang dari seberang sana.

"Emmmm.... " Pak Malik berdehem menetralkan perasaannya.

"Halo... Nak" Sapa pak Malik ramah.

"Iya pak, apakah sudah berhasil? " Tanya seseorang dari sana dengan mengebu-ngebu.

"Iya nak, sekarang kamu bisa datang kerumahnya" Jawab pak Malik.

"Terimakasih pak"

Telepon dimatikan secara sepihak dari seseorang yang berada diseberang sana.

"Dasar anak jaman sekarang" Gumam pak Malik geram teleponnya dimatikan sebelum ia selesai berbicara

.

.

.

...bersambung......

dukung autor receh ini dengan like end comen

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!