NovelToon NovelToon

Young Dad!

Chapter 1 : Memboncengnya menjadi awal pertemuan kita

Sorry, saya boleh numpang nebeng gak?

Dengan cepat Sore memberi tumpangan kepada cewek itu, baru setengah perjalanan motor klasik milik Sore mendadak berhenti dengan sangat keras membuat kepala anak cewek itu terbentur oleh helm yang dipakai Sore.

"Kenapa berhenti?" ucap cewek itu dengan sangat panik dengan terus menatap kearah jam tangannya.

Turun.

Mendengar Sore berucap seperti itu membuat cewe itu sangat tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari mulutnya.

"Maksud kamu saya turun disini?"

"Iyaa"

"Tapikan sekolah kita sama, ya gak masalah dong antar saya sampai sekolah"

"Udah nebeng ribet juga ya"

"Saya dengar ya"

"Oh dengar. Saya kira telinganya sudah tidak berfungsi, cepat turun"

"Gak"

"Saya bilang turun ya turun"

"Orang saya gak mau, ya jangan di paksa dong"

"Eh ini motor saya yah"

"Paling motor pinjem ayah kamu kan"

"Turun" menyentak Sore kepada cewek itu.

"Dari pada kamu ngomong gak jelas dari tadi mending nyalain lagi motor kamu, ini kita bakal telat loh"

"Kita? kamu aja yang bakal telat, saya engga" jawab Sore lalu menurunkan paksa dengan menarik lengan cewek itu untuk turun dari motornya lalu meninggalkannya.

Cewek itu terus berteriak kesal membuat Sore yang mendengarnya terus tertawa puas sambil terus mengendarai motornya itu.

Sampainya Sore masuk ke kelasnya melempar tas ke meja lalu duduk di bangku menaikkan kedua kaki di meja sembari melipat kedua tangannya.

"Ada apa nih? tumben muka lo keliatannya bahangia banget" Ucap Jeo

"Biasa paling tadi kerjain mangsanya" jawab Kio

Sore tersenyum dengan sangat senang, tak lama cewek itu masuk kedalam kelasnya bersama guru di depannya. Sore yang melihat keberadaan cewek itu tampak jelas sekali wajahnya sangat senang dengan kehadirannya.

"Sore turunkan kaki kamu"

"Baik bu" Sore menurunkan kakinya dengan terus menatap cewek itu.

"Baik anak-anak ibu membawa murid pindahan, silahkan perkenalkan diri kamu"

Nama saya Embun Ceanelia...

"Pasti lo ada something ya sama sekolah lo yang dulu, aneh banget pindah pas kelas 12. Apa jangan-jangan..." Ucapannya terpotong.

"Livy..."

"Iya bu maaf"

"Silahkan kamu boleh duduk di tempat kosong sebelah sana ya"

"Baik bu"

Bangkunya tepat berada di depan bangku Sore, namun Embun tak mengenalinya karena yang dia lihat Sore yang memakai helm. Embun langsung duduk di bangkunya sembari mengeluarkan buku-buku di dalam tasnya.

"Kaki aman?" kata Sore sambil mendorong kursi Embun dengan kakinya. Membuat Embun sangat kaget dan kesal karena fikirnya dia tidak mengenalinya sama sekali.

"Kurangnya didikan orang tua gini nih" Ucapnya dengan suara kecil namun terdengar jelas di telinga Sore.

"Saya dengar" Terdengar sangat kesal.

"Alhamdulillah telinga masih aman" ucap lagi Embun sambil mendorong kursinya ke belakang dengan tubuhnya hingga terbentur keras terkena meja Sore. Mata Sore seketika membesar sangat tak percaya karena baru kali ini ada yang berani melawan balik dirinya, wajah nya membeku menatap terus punggung Embun dari belakang.

TOTT.. TOTTT ! — suara bel tanda jam istirahat.

Sore dan teman-temannya pergi lebih dahulu ke kantin dari teman kelasnya. Sementara Embun pergi seorang diri ke kantin karena belum mengenal siapapun di sekolah itu. Namun, tiba-tiba semua mata tertuju pada nya sangat jelas wajah-wajah itu menertawakan sambil melihat dirinya.

"Hai bodoh!"

"Bodoh yang satu ini cantik juga"

"Bodoh, jalan yuk"

Ucap para murid di sekolah itu dengan ledekan.

Epilog.

Embun sambil mendorong kursinya ke belakang dengan tubuhnya hingga terbentur keras terkena meja Sore. Mata Sore seketika membesar sangat tak percaya karena baru kali ini ada yang berani melawan balik dirinya, wajah nya membeku menatap terus punggung Embun dari belakang.

Sore yang sangat kesal dengan ucapan yang keluar dari mulut embun itu dengan sigap langsung menjahilinya dengan menulis di kertas besar" SAYA ANAK BODOH!" dan menempelinya di punggung Embun sembari tersenyum puas dan tengil.

Chapter 2

Embun menghampiri Sore yang sedang menyantap makanannya di kantin sekolah sambil menggubrak meja Sore dengan kedua tangannya membuat Sore tersedak akan bakso yang yang baru saja ia telan.

"Saya ada salah apa sih sama kamu?" ucapnya dengan wajah kesal.

Ohok. Ohok. — suara batuk Sore.

Melihat Sore yang tersedak tak habis fikir Embun seketika memukul punggung Sore dengan sangat keras hingga bakso itu terpental keluar.

"Eh kamu keterlaluan ya! kalo saya mati ditempat gimana? kamu mau tanggung jawab"

"Idih, yang nelen bakso kamu kenapa saya yang harus tanggung jawab"

"Ya karena gubrakan tangan kamu saya jadi tersedak"

"Udah-udah, saya mau minta jawaban kamu sekarang"

"Jawaban apaan" kesal Sore sambil meminum minumannya.

"Tadi saya ngomong"

"Ngomong apaan" tambah kesal Sore.

"(menghela nafas) maksud kamu apa nempelin ini?"

"Eh perasaan kamu tadi gak ngomong itu, kamu ada salah apa ke saya (mengulang ucapan Embun)"

"Itu kamu denger, kenapa pura-pura"

"Salah kamu ya gak ada sih, memang tugas saya buat perlakukan kamu seperti itu. Ini baru aba-aba aja belum mulai"

"Memangnya saya bakal takut" nada tengil Embun sembari menatap Sore.

"Gila berani banget tuh anak baru ke si Sore" Kata Jeo

"Baguslah, siapa tau nanti si Sore balik lagi kaya dulu juga kan" jawab kio

Saat pelajaran kembali dimulai pun Sore terus berulah kepada Embun dengan terus menendang kursinya ke depan lalu mendorongkan meja miliknya hingga membuat terbentur ke kursi Embun. Namun, Embun terus manahan diri dengan tidak melawannya. Sore malah terus menjailinya dengan terus melakukan berbagai cara agar Embun kesal. Tapi tetap saja dirinya terus menahannya. Sampai bel pembelajaran selesai Embun membereskan semua buku-bukunya ke dalam tas. Memakai tas ke punggungnya, namun tasnya di tarik Sore membuat kesabaran Embun habis. Embun langsung menonjok wajah Sore dengan sangat keras membuat hidung Sore berdarah.

Kamu terus seperti ini, saya akan terus menonjok wajah kamu.

Mendengar ucapannya membuat Jeo dan Kio panik namun juga tertawa lepas karena melihat wajah Sore yang sangat melongo seperti jiwa dalam dirinya terhenti. Embun lalu mengambil paksa tasnya di tangan Sore dan pergi pulang.

"Idung lo" panik Jeo dan Kio melihat darah yang keluar dari hidung Sore.

Sampai dirumah Sore terus mencerocos di kamarnya dengan sangat kesal.

Awas aja, sampe ketemu lagi saya bakal buat kamu tambah menderita.

"Ya pasti ketemu lah kan sekelas" Kata Jeo

"Arg!!! kalah kan jadinya" Tambahnya kesal karena kalah bermain game dengan Kio.

"Menurut gue ya, mending lo jangan berurusan deh sama si anak baru itu" ucap Kio.

"Maksud lo gue harus diem aja dia baru aja nonjok idung gue loh" Kesal Sore.

"Ya lagian lo nya juga tengil" Ucap polos Kio.

"Cari mati lo" Bisik Jeo sambil mendorong bahu Kio dengan bahunya.

"Ya gue gini karena dia" Tambah kesal Sore.

"Ya kan lo yang mulai" Jawab Jeo membuat Kio tertawa cekikikan yang awal dirinya memarahinya untuk tidak berbicara seperti itu malah Jeo juga ikut-ikutan.

"Apa lo bilang?" Kesal Sore memuncak.

"Mampus lo, tamat riwayat hidup lo sekarang" Bisik Kio tertawa puas membuat Jeo menjadi ketakutan.

"Sorry-sorry" Ucap Jeo sambil menjauhi Sore yang terlihat sangat kesal kepadanya sementara Kio asik dengan gamenya.

"Sini lo" Teriak Sore.

"Sorry woy sorry" Teriak Jeo.

"Kio bantu gue napa lo" Tambahnya menatap Kio.

"Masa tadi si Jeo bilang lo suka sama anak baru itu, parah banget" Ucapan asal Kio membuat Sore tambah murka kepada Jeo.

"Kapan gue ngomong, astaga!!" Teriak Jeo kepada Kio.

"Gak-Gak gue gak ngomong gitu serius" ucap Jeo kepada Sore.

"Sini lo!" Teriak keras Sore sambil terus mengejar Jeo dengan melemparkan bantal dan guling kearahnya.

Chapter 3

Sinar matahari memasuki kamar Sore, terdengar juga kicauan-kicauan burung yang terus berkicau membuat perlahan Sore terbangun dari tidurnya.

"Den bangun" suara bi inem yang juga membangunkan.

"Iya bi" jawabnya yang masih lelungu di atas tempat tidurnya sambil mengacak-acak rambutnya dan menghela nafas.

Masuk kedalam kamar mandi dan keluar setelah selesainya memakai handuk layaknya anak laki-laki yang baru saja selesai mandi dan mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil di kepalanya. Terlihat jelas bahu yang sangat luas, membuat aura ketampanannya semakim bertambah. Mengobrak-abrik lemari mencari pakaian sekolahnya dan memakainya.

Seeetttt.... — suara parfum.

Sore yang hanya menyemprotkan parfumnya ke pergelangan tangan dan belakang lehernya.

"Waduh wangi banget nih den" ucap bi inem sambil tersenyum lebar.

"Harus dong" jawabnya dengan senyum senang yang jarang terlihat.

Sore menyantap sarapan yang sudah di siapkan bi inem itu dengan sangat lahap sekali. Selesainya seperti biasa ia berterimakasih kepada bi inem karena telah membuatkannya sarapan, lalu pamit dengan mencium tangan bi inem. Jarang sekali ada orang seperti Sore, baginya bi inem bukan pembantu namun sudah ia anggap sebagai keluarganya itu sebabnya ia selalu mencium tangannya entah itu saat ia hendak pergi maupun tiba di rumah. Ibunya sibuk kerja untuk membiayai keluarganya karena ayah Sore yang sudah pergi meninggalkan tanggung jawabnya. Walau ibunya jangan ada di rumah namun Sore selalu menyayanginya dan mengerti. Ada masanya dia pun menginginkan kasih sayang orang tuanya, namun terkendala oleh pekerjaan.

"Sore berangkat dulu ya"

"Siap den, hati-hati ya"

"Siap" jawabnya sambil tersenyum bahagia.

Pergi mengendarai motornya ke sekolah, perlahan berhenti karena ada seorang wanita paruh baya yang hendak akan menyebrang. Turun dan menuntun nenek itu hingga sampai tujuan.

"Terimakasih ya cu"

"Gak usah nek, memang sudah kewajiban untuk saling membantu"

"Udah ganteng baik juga ya" tersenyum nenek itu dengan sangat cantik.

"Bisa aja nenek" jawabnya sambil membalas senyum.

"Mau saya antar nek?" tambahnya.

"Tidak usah, rumah nenek dekat kok"

"Yasudah saya duluan ya nek, hati-hati nanti di jalan yah" ucapnya lalu nenek itu mengangguk.

Sampai di sekolah memarkirkan motornya ditempat parkiran biasanya ia parkir, baru saja membuka helm Livy menghadang dirinya saat akan ke kelas.

"Sore, gimana nanti pas pulang sekolah kita mampir dulu ke gramed"

"Oke"

Livy menggandeng terus tangan Sore sampai tiba di kelas seperti direkat oleh lem. Semua mata tertuju pada mereka banyak yang bicara akan hubungan mereka. Namun, tak menjadi masalah bagi mereka karena menganggapnya dengan biasa saja. Livy melepaskan gandengannya dan duduk di bangkunya, begitupun Sore sambil menatap Embun yang baru saja tiba di kelas sedang mengeluarkan buku-bukunya.

Heh! — suara Sore sambil menendang kursi Embun.

"Belum puas sama tonjokan kemarin?" Jawabnya tak melihat kebelakang.

"Kalo ngomong ya liat muka"

"Muka kamu gak pantas dilihat" Jawab nyelekitnya.

"Apa kamu bilang?"

"Ternyata telinganya juga gak berfungsi ya" double kill.

"Embun!!" Teriak Sore.

"Mulai lagi tuh anak" Ucap Jeo kepada Kio.

"Itu pita suara atau toa?" Tripel kill. mendengar itu membuat Jeo dan Kio cekikikan tertawa.

"Bener-bener yah kamu!" kesal Sore sembari menatap Embun.

"Kamu aja membenarkannya" Maniac.

"Bukan itu maksud saya" tambah kesal.

"Udah deh tiap omongan yang keluar dari mulut kamu itu gak penting banget"

"Gak penting kata kamu?"

"Ya terus dari tadi apa pentingnya? gak ada kan? kamu terus ngoceh gak jelas"

"Duduk-duduk kelas mau dimulai" Kata Embun yang memberitahu bahwa guru sudah tiba di kelas.Dengan menurutnya Sore duduk atas perintah Embun.

"Awas aja istirahat nanti kamu habis ditangan saya" Jelas Sore kepada Embun.

"Mungkin kamu yang bakal habis ditangan saya" Jawabnya membalikkan badan kebelakang dengan wajah yang tengil menatap Sore sembari mengangkatkan halis satunya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!