Pagi yang cerah.
Di kawasan perkampungan padat penduduk area pinggiran Jakarta. Seorang gadis yang berparas cantik sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Perkenalkan gadis itu bernama Sascha Hardiansyah yang saat ini berusia dua puluh tiga tahun. Sebelum berangkat Sascha pergi ke minimarket untuk membeli roti dan susu. Sebelum membayar ada seorang pria yang bernama Dewa mendekatinya dan menarik tangan Sascha.
"Kamu tidak usah bayar," tegur Dewa
Sascha sadar kalau dirinya sedang berhadapan dengan bosnya itu. Kemudian Sascha segera minggir dari sana dan menunggu pria itu membayar belanjaannya. Setelah membayar Dewa mendekatinya sambil bertanya, "Tumben belum berangkat?"
"Masih jam setengah tujuh kurang. Kenapa bapak di sini?" tanya Sascha.
"Kebetulan lewat di sini," jawab Dewa.
"Kebetulan kok tiap hari," celetuk Sascha.
Dewa tertawa dan mengajak Sascha masuk ke dalam mobil. Mereka duduk sambil melihat kemacetan Jakarta. Lalu Dewa membuka air mineralnya kemudian meminumnya. Setelah minum Dewa menaruh botolnya di pintu.
"Apakah kamu sudah selesai skripsi?" tanya Dewa.
"Sudah. Sidang juga," jawab Sascha.
"Jika aku memintamu kuliah lagi ambil S2, apakah kamu mau?" tanya Dewa sambil melihat Sascha.
"Lagi ngumpulin duit. Kamu tahu biaya S2 tidak sedikit," jawab Sascha secara terang-terangan.
"Kalau begitu kamu harus kuliah. Soal biaya biar perusahaan yang tanggung. Sayang loh kalau bakatmu enggak diasah hingga tajam. Mungkin setelah kuliah kamu bisa menjadi manager keuangan," ucap Dewa yang memberi semangat buat Sascha.
"Benar juga sih tapi aku enggak mau kuliah di tempatku dulu," sahut Sascha.
"Siapa yang menyuruhmu kuliah di sana? Sayangnya aku tidak memegang bagian HRD. Coba kamu tanya sama Tommy. Mungkin Tommy mempunyai kuota untuk kamu," kata Dewa.
"Kuliah sambil bekerja," ucap Sascha.
"Terserah kamu. Pokoknya jangka waktu dua tahun," ujar Dewa.
Sascha mengangguk tanda setuju. Sascha sangat menyetujui jika dirinya harus kembali menimba ilmu. Karena ilmu yang akan didapatkan membuat dirinya menjadi semakin berkembang. Kemudian Sascha mengingat tentang hari pernikahannya bersama Billy. Sascha melihat Dewa dengan kebingungan, "Lalu bagaimana dengan pernikahan aku bersama Billy?"
Entah kenapa Dewa terdiam sejenak. Lalu Dewa memegang tangan Sascha sambil berkata, "Aku tidak mengijinkan kamu menikah dengan Billy."
"Kenapa?" tanya Sascha yang curiga.
"Pokoknya enggak boleh. Titik enggak pake koma!" tegas Dewa.
Seketika sifat Dewa berubah menjadi tegas. Sascha sendiri baru mengetahui kenapa bisa berubah dengan cepat. Dewa dan Sascha mempunyai hubungan persahabatan yang sangat kental sekali. Persahabatan itu dekat karena dulu sekolah Sascha dan rumah Dewa berdekatan. Ketika ingin pulang ke rumah, mereka sering bertemu dan bertegur sapa.
Sascha melihat Dewa dengan serius. Sascha tahu kalau Dewa sudah berkata seperti itu berarti ada warning yang harus dipatuhi. Kemudian Sascha meminta penjelasan tentang semuanya, "Jelaskan kepadaku, kenapa aku tidak boleh menikah dengan Billy?"
"Apakah kamu mau hidup dalam tekanan mertua yang serakah? Apakah kamu mau hidupmu diperas untuk menghasilkan uang buat mereka? Pikirkan itu dulu," jawab Dewa yang memberi teka-teki.
"Ayolah Wa. Ada apa? Kenapa aku tidak boleh menikah? Kamu tahu sendiri Billy melamarku di depan kamu dan bapak ibuku?" tanya Sascha.
"Sa... Dengerin aku dulu. Kita enggak usah ngomong secara resmi ya. Coba kamu bayangkan menikah dengan pria yang tidak setia? Mertua yang serakah? Bagi mereka ekonomi kamu itu di bawahnya. Jika kamu menikah dengannya. Kamu enggak bahagia sama sekali. Aku enggak mau melihat kamu menderita," jelas Dewa.
"Mereka orang baik seperti kamu," potong Sascha.
"Baik dari mana? Kamu minta mutasi ke negara lain. Aku kabulkan. Kamu minta mobil aku berikan. Kamu minta kuliah aku kabulkan. Kamu minta apa dariku? Apakah kamu minta berlian mewah, jet pribadi atau kamu meminta istana megah. Aku bisa memberikan kepada kamu. Tapi aku mohon sama kamu. Jangan menikah dengan Billy. Itu yang aku minta," jawab Dewa. "Semoga Tuhan membuka tabiat calon suami kamu Sa."
Dewa mulai melajukan mobilnya dengan pelan-pelan. Dalam perjalanan menuju ke D'Stars Inc. jantung Sascha berdetak kencang. Sascha bingung dengan pernyataan Dewa. Yang jadi pertanyaan untuk sekarang adalah kenapa Dewa melarangnya? Bukannya setiap wanita menikah mendapatkan kebahagiaan yang sejati? Mengurus rumah, suami dan anak. Itulah yang diinginkan Sascha.
Di tempat lain Billi yang selesai membersihkan tubuhnya langsung memakai baju. Billy melihat Risa yang sedang mengandung delapan bulan. Billi sangat bahagia ketika benihnya tumbuh di rahim Risa. Kemudian Billy mendekati Risa sambil berkata, "Ris... Nikah yuk?"
"Lu gila kali ya? Perut udah gede gini minta nikah?" kesal Risa.
"Ya maaf. Gue enggak tahu lu hamil Ris. Gue make lu cuma sekali," jawab Billi tanpa berdosa.
"Memangnya si Sascha enggak pernah lu tidurin?" tanya Risa.
"Mungkin saja sudah tidur sama bos-bos di perusahaannya. Lu tahukan dia masuk ke sana dengan mudah. Paling ya ditiduri dulu," jawab Billi.
"Benar juga lu. Secara Sascha itu miskin," ejek Risa.
"Ibu bapak enggak suka sama Sascha. Gue sebenarnya capek berantem terus sama ibu bapak," kesal Billi.
"Ya lu. Kenapa juga lu pake acara lamaran segala. Udah gue bilangin kalau Sascha itu miskin. Kenapa lu kagak nikah sama gue?" tanya Risa.
"Terserah lu dech. Gue nyesel sama Sascha," jawab Billi.
"Lalu pernikahan lu gimana? Kalau lu jadi nikah sama Sascha, bagaimana tanggung jawab lu sebagai bapaknya bayi dalam perut gue?" tanya Risa dengan nada tinggi.
"Nah itu. Gue juga pernah dengar kalau Sascha itu mandul. Enggak bisa buat anak," jawab Billi.
Hati Risa bersorak kegirangan karena tujuannya tercapai. Risa pernah menghembuskan gosip kalau Sascha itu tidak bisa memiliki keturunan. Hingga berita itu terdengar ke telinga Dewa dan Sascha. Saat itu hati Sascha hancur berkeping-keping. Masa iya dirinya tidak bisa hamil?
Sedangkan Billie dan keluarganya sangat frustrasi sekali mendengar berita itu. Menurut mereka wanita yang tidak bisa memberinya keturunan adalah aib bagi keluarganya. Bagaimana dengan Dewa ketika sang sahabat tidak bisa memiliki anak? Dewa selalu berkata lembut. Bahkan Dewa sering menguatkan sang sahabatnya itu.
Mobil sedan berwarna hitam berhenti di depan lobi D'Stars Inc. Dewa memarkirkan mobilnya. Lalu Dewa menyuruh Sascha keluar dari mobil, "Sa... Keluar sana."
"Apakah sudah sampai?" tanya Sascha.
"Sudah. Melamun saja dari tadi. Sepertinya kamu rindu dengan Billy? Apakah Billy tidak menghubungi kamu?" tanya Dewa balik.
"Dari siang kemarin Billi tidak telepon bahkan tidak kirim pesan," jawab Sascha yang sedari tadi gelisah.
"Enggak usah dipikirin. Pikirin saja perkerjaan kamu yang sudah menumpuk di meja," usul Dewa.
"Benar juga," ucap Sascha.
"Tapi jangan melupakan aku. Aku lebih tampan dari kekasih kamu itu," sahut Dewa.
"Apa," pekik Sascha.
Yang dikatakan oleh Dewa benar apa adanya. Wajahnya memang sangat tampan. Dewa adalah seorang pria berketurunan Indonesia, Jepang dan Amerika. Di balik ketampanannya itu Dewa belum pernah mengenal cinta. Bukan berarti Dewa itu g*y. Dewa tidak g*y melainkan pria normal. Dewa hanya memiliki cinta pertama, cinta suci dan cinta sejati pada satu gadis.
Memang soal percintaan Dewa tidak pernah memikirkannya. Kata Dewa jodoh itu sudah ada yang mengatur. Bukan begitu kali Dewa. Harusnya usaha sedikit untuk calon istrimu. Itulah Arie Dewantara. Dibalik itu semua Dewa termasuk sang CEO sukses. Bahkan namanya sering diperbincangkan di dunia bisnis.
D'Stars Inc adalah sebuah perusahaan yang membuat komponen-komponen untuk perakitan mobil. Bisa dikatakan perusahaan D'Stars adalah cabang dari perusahaan otomotif terkemuka di dunia. Dewa memang diwarisi oleh sang kakek untuk memegang seluruh cabang Indonesia. Meskipun hanya cabang Dewa berhasil membawa D'Stars menjadi besar.
Sesampainya di dalam kantor. Seluruh karyawan sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Dewa mulai menatap satu-satu sang karyawannya yang mulai fokus. Sebelum melangkahkan kaki ke ruangannya, Dewa pergi ke ruangan HRD. Di sana Dewa melihat Tommy yang sedang banyak pekerjaan. Lalu Dewa memutuskan duduk di depan Tommy sambil menyapanya, "Tom."
Merasa namanya terpanggil Tommy mengangkat kepalanya sambil melihat wajah Dewa. Lalu Tommy menaruh pulpennya sambil bertanya, "Ada apa?"
"Gue enggak mau kalau Sascha nikah sama Billie. Lu tahu sendirikan kebejatan Billi bagaimana? Tukang selingkuh dan orang tuanya itu sering menghina Sascha di belakang," jawab Dewa.
"Lalu apa yang harus gue lakuin?" tanya Tommy.
"Apakah cabang Amerika ada yang kosong? Aku ingin membuangnya ke sana dulu," jawab Dewa.
"Sascha kerja di sana? Sepertinya ada sih tapi kudu S2," jawab Tommy.
"Gue enggak peduli mau S2. Gue pengen Sascha ada di sana. Terus malamnya bisa kuliah!" perintah Dewa.
"Sepertinya bisa. Gue yakin Sascha mau di sana. Terus tujuan lu apa?" tanya Tommy lagi.
"Tujuan gue. Gue pengen Sascha jadi orang berhasil. Sejak sekolah Sascha sering dihina oleh adiknya. Terus kekasihnya sama keluarga kekasihnya," jawab Dewa tulus.
"Kalau begitu enggak usah kuliah malam. Bagaimana Sascha bisa kuliah Sabtu Minggu. Jadi Sascha tetap bekerja Senin sampai Jum'at dan Sabtu Minggu kuliah. Gue yakin Sascha bisa melakukan itu," saran Tommy.
"Baiklah kalau begitu. Gue setuju pendapat lu," balas Dewa.
"Kok hari ini gue kagak lihat Timothy?" tanya Tommy.
"Timothy berada di Medan. Semalam dia berangkat," jawab Dewa yang berdiri. "Mana ada meeting sama orang pusat?"
"Meeting apa?" tanya Tommy.
"Ya biasalah. Gue mau ngajakin Sascha kalau begitu," keluh Dewa.
"Terserah lu," balas Tommy.
Dewa akhirnya keluar dari ruangan Tommy. Lalu Tommy tersenyum manis melihat sang sahabat sedang jatuh cinta. Dalam hati Tommy berkata, "Kenapa enggak lu kawinin saja. Ngapain juga lu muter-muter kaya benang kusut?"
Tak semudah itu Dewa bisa menikahi Sascha. Karena Sascha sendiri mempunyai harga diri yang tinggi. Sascha ingin menjaga tali persahabatan bersama Dewa langgeng hingga tua nanti. Dewa berharap agar Sascha bisa luluh dan menikah dengan dirinya. Namun Dewa harus menunggu waktu yang tepat.
Dahulu memang Sascha berencana ingin kuliah lalu bekerja. Sascha ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Sebelum kedua orang tuanya bahagia, Sascha tidak ingin menikah. Sebenarnya usia sudah tepat untuk menikah namun Sascha selalu menolak Dewa. Disisi yang berbeda Sascha memilih pria lain. Tanpa disadari oleh Sascha sang kekasih mempunyai tabiat buruk.
Sascha sering dimanfaatkan oleh sang pria dan juga kedua orang tuanya untuk menafkahi mereka. Namun Sascha tidak sadar akan hal itu. Setiap gajian uangnya selalu habis dan tidak tersisa. Disisi lain Dewa mulai curiga dengan Sascha. Dewa tahu kalau gaji Sascha sangat besar sekali bahkan kalau dikumpulkan uangnya bisa membeli puluhan rumah dan mobil.
Diam-diam Dewa sengaja menyelidiki uang tabungan Sascha. Lalu Dewa mengetahui jika Sascha sering memberikan uang yang fantastis kepada Billi dan keluarganya itu. Setelah itu Dewa sering menegur Sascha agar tidak memberikan uang berlebihan kepada mereka. Akhirnya Sascha menuruti apa kata Dewa. Sascha mencoba pelit kepada mereka. Tetapi Sascha malah dikatain miskin. Saat itulah Sascha sering direndahkan bahkan dicemooh.
Hari sudah siang. Ketika jam makan siang Dewa memanggil Sascha ke kantor. Dengan langkah gontainya Sascha masuk dan melihat Dewa yang memberikan sebuah map, "Kita makan siang di tempat biasa sambil meeting."
"Dengan siapa kita meeting?" tanya Sascha yang meraih Dewa.
"Mr. Kobe," jawab Dewa.
"Apa? Mr. Kobe," jawab Sascha yang tubuhnya melemas.
Dewa hanya terkekeh melihat Sascha yang lemas. Jujur saja Sascha takut bertemu dengan Mr. Kobe yang tidak lain pamannya Dewa yang konyol itu. Bukannya meeting malah tertawa terbahak-bahak. Begitu juga dengan Kobe yang konyol itu. Kobe sering sekali menyuruh Dewa dan Sascha menikah. Namun Sascha menolaknya. Karena alasannya belum siap. Ah... Sudahlah memang Sascha niatnya ingin menjaga tali persahabatan.
Setelah itu mereka berangkat ke pusat perbelanjaan di kawasan Bekasi. Di dalam mobil entah kenapa Sascha merasakan jantungnya berdetak kencang. Sascha sepertinya merasakan ada sesuatu yang ganjil. Menurutnya sudah lima kali dua puluh empat jam Billi tidak menghubungi sama sekali. Sascha mencoba menghubungi Billi berkali-kali. Tetapi hanya mailboxlah yang menjawab.
Sascha sangat kesal dan ingin menghajar pria itu. Sementara itu Dewa yang masih fokus pada kemudinya sudah mengetahui keberadaan Billi. Lalu Dewa berkata, "Sepertinya Billi sedang tidur dengan orang lain?"
"Maksudnya?" tanya Sascha.
"Enggak ada apa-apa," jawab Dewa yang mulai memberikan clue tentang perselingkuhan Billi.
"Kamu itu bukannya ngasih solusi agar Billi mengangkat ponselnya. Malah nakutin aku," kesal Sascha.
"Itu benar Sa. Aku sudah mengetahui keberadaan Billi. Kamu tahu kenapa Billi menghilang? Karena Billi bersama Risa sahabat kamu sendiri. Aku tidak mau kamu menangis karena orang itu," batin Dewa.
"Wa," panggil Sascha.
"Apa Sa?" tanya Dewa.
"Sabtu aku mau ambil mobilku," jawab Sascha.
"Mau ke mana?" tanya Dewa.
"Ke rumah Billi," jawab Sascha.
"Kamu yakin mau ke sana?" tanya Dewa.
"Yakin. Aku mau bertemu dengan Billi. Mungkin saja Billi sedang libur," jawab Sascha.
"Terserah. Jam berapa kamu berangkat?" tanya Dewa lagi.
"Jam lima pagi. Semoga jalanan tidak macet," jawab Sascha.
"Insya Allah," balas Dewa.
Sesampainya di pusat perbelanjaan, Sascha melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 12.00. Sascha akhirnya mengajak Dewa untuk pergi ke toko kaset yang cukup lengkap dan sangat terkenal. Sebelum sampai sana Dewa menarik tangan Sascha untuk berhenti, "Kamu mau ke mana? Bukannya kamu lapar?"
"Memangnya Mas Kobe datang jam berapa?" tanya Sascha.
"Ngaret dia. Masa bikin janji jam dua belas siang belum datang. Aku hubungi ternyata masih ngorok," jawab Dewa.
"Apa?" pekik Sascha.
"Ya itu benar. Kamu tahu kalau Mas Kobe itu hobinya tidur," jawab Dewa.
"Aish... Mas Kobe," ucap Sascha. "Katanya mau nikah? Kapan?"
Dewa mengajaknya ke toko kaset dan mencari keberadaan CD yang beraliran musik cadas. Lalu Dewa menjawab pertanyaan dari Sascha, "Sebulan lagi. Mas Kobe mengundangmu juga."
"Insya Allah aku datang ke sana. Semoga bertepatan dengan meeting," ucap Sascha.
"Kalau kamu enggak datang. Aku tetap menarikmu ke Nagoya," sahut Dewa yang mengambil CD Dream Theatre. "Rilisan lokal."
"Enggak gitu kali Wa," ujar Sascha.
"Enggak gitu bagaimana? Apakah kamu masih menunggu Billi?" tanya Dewa yang mulai kesal.
"Enggak," jawab Sascha. "Maksudku satu ongkos dua acara."
"Apakah uang kamu habis?" tanya Dewa.
"Bulan ini uangku masih ada," jawab Sascha.
"Syukurlah masih ada. Jangan sekali-kali kamu memberikan uang kepada mereka," tegur Dewa.
"Ya aku paham," balas Sascha.
"Nanti kamu akan tahu siapa mereka," batin Dewa.
"Kamu nyari apa?" tanya Dewa.
"Stratovarius mungkin," jawab Sascha.
Sementara di belakang Sascha dan Dewa. Ada sepasang yang belum bisa dikatakan pasangan suami istri. Mereka mengobrol tentang sesuatu yang cukup kencang.
Dewa yang sedang memilih CD merasa terganggu dan menoleh ke belakang. Wajah Dewa yang ceria berubah menjadi dingin. Kemudian Dewa menarik tangan Sascha yang masih memegang CD Stratovarius ke meja kasir.
"Ambil saja. Biar aku yang bayar!" perintah Dewa sambil menarik Sascha.
"Eh... Bentar. Aku mau beli Helloween," ucap Sascha.
"Enggak usah. Mungkin saja Mas Kobe membawakan Helloween," ujar Dewa yang asal.
"Ya sudahlah. Aku enggak jadi beli ini," sahut Sascha.
"Beli saja sudah," ujar Dewa yang tetap saja menarik Sascha.
Dewa sengaja menarik Sascha karena di belakang mereka ada Billi dan Risa. Dewa tidak mau melihat Sascha bersedih. Setelah membayar CD itu, Dewa mengajaknya ke resto favoritnya. Sementara itu Sascha bingung dengan Dewa yang berubah menjadi aneh. Sesampainya di sana Dewa duduk di sudut ruangan.
"Sebenarnya ada apa sih Wa? Kok kita buru-buru?" tanya Sascha.
"Aku tanya sesuatu sama kamu. Tapi kamu harus jujur sama dirimu. Apa yang akan kamu lakukan jika bertemu dengan kekasihmu saat jalan mesra dengan wanita lain?" tanya Dewa.
Seketika Sascha bingung, kenapa Dewa bertanya seperti itu? Sascha memilih diam untuk mencari jawabannya. Kemudian Sascha menghembuskan nafasnya sambil berkata, "Kemungkinan besar aku akan menangis."
"Jika aku menyuruhmu tidak menangis, apakah kamu akan menuruti keinginanku?" tanya Dewa.
Sascha tersenyum melihat Dewa dan menganggukan kepalanya. Entah kenapa Sascha menjadi bingung dengan permintaan Dewa. Jujur saja Sascha mempunyai satu pertanyaan yang menjagal di dalam hati. Ketika ingin disampaikan, Dewa memanggil pelayan untuk memesan makan siang.
"Pelayan!" teriak Dewa sambil melambaikan tangannya.
Pelayan itu mendekatinya lalu menanyakan menu makan siang kepada Dewa, "Mau pesan apa?"
"Seperti biasanya saja," ucap Dewa. "Kamu Sa."
"Disamakan saja," jawab Sascha.
Setelah memesan pelayan itu pergi dari sana. Mereka akhinya menunggu kedatangan Kobe. Tak lama Billy dan Risa masuk ke dalam restoran. Tak sengaja Billi melihat Sascha dan Dewa sedang duduk berhadapan. Namun sebelum mereka duduk, Billi ingin membatalkan makan siang itu di sini, "Gue enggak mau makan siang di sini."
"Kenapa? Ada si miskin itu?" tanya Risa dengan nada mengejek.
"Ya. Gue takut kalau dia mengamuk," jawab Billi.
"Lu takut sama dia? Serius lu? Gue baru sadar lu takut sama si miskin itu?" tanya Risa dengan nada mengejek.
"Lu tahu kalau selama ini gue kagak pernah kerja. Biaya hidup gue dari dia. Kalau dia ngamuk otomatis gue kagak bisa makan," jawab Billi secara blak-blakan.
"Ah... Iya lu bener juga. Lagian barang-barang yang lu beliin buat gue dari uangnya dia kan," kata Risa.
"Tau gitu loh," puji Billi.
Tak sengaja Sascha menoleh dan melihat Billi berjalan dengan Risa yang sedang mengandung delapan bulan. Kemudian Sascha terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Lalu Sascha merasakan dadanya yang sesak bagaikan tertusuk sebilah pisau tajam. Sascha membuang wajahnya dan mengambil banyak tisu, "Aku mau ke toilet."
"Aku ikut," ucap Dewa.
Akhirnya Sascha berdiri dengan diikuti Dewa. Sebelum keluar Dewa menarik tangan Sascha sambil menuju ke kasir, "Mbak... Meja pojokan di sana jangan diisi dulu. Kalau ada orang Jepang mencari aku suruh tunggu!"
"Baik pak," balas pelayan itu.
Kemudian Dewa mengajak Sascha ke area parkir. Setelah sampai sana Dewa menyuruh Sascha masuk ke dalam mobil dan menyuruh Sascha menangis, "Menangislah! Buang semua emosimu!"
Lalu Sascha masuk ke dalam mobil. Sascha menyembunyikan kepalanya kemudian menangis. Sementara itu Dewa yang masih berjaga di luar hanya bisa diam. Entah kenapa Dewa merasakan hatinya hancur berkeping-keping.
"Aku tahu ini sakit. Bahkan sakitnya melebihi tertusuk sebilah pisau. Tuhan memang adil kepadamu. Sebelum pernikahan kamu dilaksanakan bersama Billi. Tuhan langsung menunjukkan sifat asli Billi. Jika kamu sudah menikah, aku yakin kamu akan menderita. Tuhan terima kasih sudah memberitahu siapa Billi sebenarnya. Semoga setelah ini kamu akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki," ucap Dewa dalam hati.
Dewa memutuskan untuk masuk ke dalam mobil. Dewa segera memeluk Sascha dan mengelus punggungnya dengan lembut. Setelah menangis Sascha melihat Dewa yang sendu. Lalu Sascha menghapus air matanya sambil mengucapkan kata maaf, "I'm sorry."
"Enggak apa-apa. Kamu berhak tahu apa yang sedang terjadi pada hubungan tidak sehatmu bersama Billi," ucap Dewa sambil mengusap rambut Sascha.
"Apakah selama ini kamu tahu semuanya tentang Billi?" tanya Sascha.
"Aku sudah tahu semuanya. Mulai dari Risa yang sengaja menikam kamu dari belakang. Terus Billi selingkuh. Dan kamu harus tahu fakta sebenarnya. Kalau Billi itu sering selingkuh dengan teman kuliah kamu dulu. Jika kamu tidak percaya tanya saja pada Maya, Intan atau Della. Mereka sudah tahu semua sepak terjang Billi. Bahkan mereka juga sudah tahu kelicikan Risa," jawab Dewa.
Sebenarnya Sascha sering diperingati oleh mereka. Namun Sascha tidak pernah percaya kepada mereka. Mereka akhirnya memutuskan bilang ke Dewa. Agar Dewa mau memberi tahukan kepada Sascha. Tetapi Dewa selalu memberinya clue sedikit demi sedikit. Tetapi Sascha tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh sang sahabat itu. Hari inilah Tuhan memberinya sebuah fakta yang mengejutkan buat Sascha.
"Bagaimana hatimu?" tanya Dewa.
"Hatiku hancur berkeping-keping," jawab Sascha.
"Kamu tahu kenapa aku menyuruh kamu sekolah lagi?" tanya Dewa.
Sascha menggelengkan kepalanya lalu bertanya, "Memangnya kenapa kalau aku disuruh sekolah?"
"Aku ingin kamu mengasah bakatmu. Siapa tahu nanti kamu bisa menjadi wanita yang sukses," jawab Dewa.
"Aku merasakan ada yang lain," ucap Sascha.
"Nanti kamu tahu sendiri. Bersabarlah ikuti skenario Tuhan," ucap Dewa. "Selesai meeting aku mengajakmu ke tempat di mana bisa menenangkan hatimu."
"Di mana?" tanya Sascha.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!