NovelToon NovelToon

Tiba - Tiba Dijodohkan

Kapan nikah?

Tidak pernah terpikirkan sama sekali oleh seorang gadis yang berusia 25 tahun untuk menikah. Sebab dia mempunyai ketakutan tersendiri dalam kata pernikahan.

"Ah, kenapa semua orang selalu saja bertanya, kapan nikah.. kapan nikah." Rutuk Zahira kesal, karena selalu saja di cecar oleh pertanyaan yang mengharuskan dirinya untuk menikah.

"Nanti kalo sudah waktunya, aku akan menikah juga. Kenapa mereka itu selalu repot mengurusi urusanku. Menyebalkan sekali." Gerutu Zahira lagi.

Saat ini Zahira membantu salah satu tetangga yang sedang menggelar acara hajatan. Tepatnya teman Zahira semasa sekolah SD sampai SMP sedang melasungkan acara pernikahan. Zahira sendiri tengah sibuk menyiapkan makanan yang akan ditata di meja. Maklum acara hajatan di kampung berbeda dengan acara di kota.

"Sudah siap semua makanannya Ra?" Tanya salah satu tetangga yang juga turut membantu, datang menghampiri Zahira.

"Sudah Mbak, sudah siap di hidangkan ini." Jawab Zahira sambil mengelap tangannya dengan serbet.

Lalu membawa keluar makanan untuk di suguhkan kepada para tamu yang hadir dengan dibantu oleh beberapa orang, baik laki-laki maupun perempuan.

Tiba-tiba pandangan Zahira pun jatuh pada sosok laki-laki tampan, memiliki hidung mancung yang memakai batik lengan panjang duduk dengan para tamu lainnya. Laki-laki itu adalah kakak kelasnya, meski sekampung tapi laki-laki itu sama sekali tidak mau kenal dengan Zahira, selalu saja bersikap dingin dan menatap tajam pada Zahira jika berpapasan di jalan.

"Huftt... selalu saja begitu jika bertemu denganku. Ya, aku sadar kalo aku ini jelek." Ucap Zahira sedih, ucapan Zahira saat ini tidak akan terdengar karena kalah dengan suara Sound Speaker yang menggema.

Laki-laki itu bernama Adam Pratama. Berusia 28 Tahun bekerja sebagai karyawan juga orang kaya di kampung itu. Anak tunggal dengan status jomblo saat ini. Pernah menjalin kasih dengan kekasihnya selama 2 Tahun, tapi sayang hubungan mereka tidak direstui oleh orang tua Adam, entah apa alasannya padahal kekasih Adam saat itu gadis yang cantik. Tapi tetap saja mereka menolak mentah-mentah, mau tidak mau Adam harus menuruti perkataan orang tuanya karena tidak ingin menjadi anak durhaka.

"Ra.. kenapa melamun?" Tanya Risma menepuk bahu Zahira.

Risma adalah sahabat Zahira yang sudah menikah. Risma menghampiri Zahira yang masih setia menatap Adam dari jauh.

"Eh, kamu Ris.." Ujar Zahira kaget akibat tepukan itu.

Kini pandangan Risma mengikuti apa yang di lihat Zahira. Risma hanya menghela napas. "Aku do'akan semoga kamu berjodoh sama Kak Adam, Ra.." Harap Risma. Karena Risma tau apa yang ada di dalam pikiran sahabatnya saat ini.

Zahira langsung menoleh pada Risma. "Kamu itu bicara apa sih Ris.. kamu kan tau sendiri gimana sikapnya Kak Adam sama aku." Sahut Zahira merasa aneh saja dengan perkataan Risma barusan.

"Ya, siapa yang tahu dengan namanya takdir." Ucap Risma santai sambil mengangkat kedua bahunya.

Dan mendapat pukulan ringan dari Zahira. "Kamu itu ada-ada saja." Jawab Zahira disertai tawa kecil.

Namun siapa sangka saat Zahira tertawa, ada sepasang mata menatap Zahira dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Dan yang ditatap sama sekali tidak menyadari.

"Apa yang kamu lihat Dam, serius sekali kamu?" Tanya Andi, sahabat Adam.

"Apa kamu lagi memandang Zahira? Lihat dia manis bukan kalau lagi tertawa seperti itu." Goda Andi sambil tersenyum saat melihat Adam tidak berpaling sedikit pun dari Zahira, gadis yang selalu memakai kerudung di setiap harinya.

Seketika Adam menoleh ke arah Andi setelah mendapat godaan seperti itu. "Kalau bicara jangan ngawur, kenapa juga aku harus tertarik sama dia." Balas Adam dingin seolah tidak terima dengan candaan yang Andi lontarkan.

Andi sendiri hanya bisa tertawa dan geleng-geleng kepala tanpa membalas ucapan Adam.

.

.

.

Bersambung..

Pertanyaan Bapak

Acara pun sudah selesai, para tamu juga sudah pulang. Zahira dengan yang lainnya kini sedang membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di meja. Kemudian mengangkat piring-piring kotor itu lalu membawanya ke dalam.

"Ra.. terima kasih ya, kamu sudah datang membantu Bibi di sini. Ini bingkisan makanan untuk kamu bawa pulang." Ucap Bibi yang punya hajatan seraya mengelus lengan Zahira.

Zahira menerima bingkisan itu dengan senang hati dan mengucapkan terima kasih juga, lalu pulang ke rumah.

***

"Assalamu'alaikum, Mak..." Ucap salam Zahira memasuki rumahnya.

"Wa'alaikumsalam.. kok sudah pulang Nduk, memang acaranya sudah selesai?" Tanya Ibu Zahira yang dari belakang lalu mengulurkan tangannya untuk di cium sang putri.

"Udah selesai kok Mak. Ah ya, ini tadi diberi makanan sama Bibi." Zahira memberikan bingkisan kepada ibunya.

"Alhamdulillah.. ya sudah sekarang kamu mandi, setelah itu sholat Dzuhur. Emak mau menyelesaikan pekerjaan Emak yang tadi belum selesai." Zahira pun menuruti perkataan sang Ibu.

Zahira berasal dari keluarga sederhana. Ibu dan Bapaknya bekerja sebagai petani. Sebagian penduduk di kampung ini bekerja sebagai petani. Zahira anak pertama dia mempunyai seorang adik laki-laki yang berusia 14 tahun, saat ini adiknya itu duduk di kelas 2 SMP.

Setelah selesai sholat Zahira menghampiri ibunya, membantu pekerjaan sang ibu yang belum selasai yaitu melipat pakaian yang sudah kering dari jemuran.

"Tadi banyak Nduk tamu yang hadir?" Tanya sang Ibu yang sedang melipat pakaian dengan duduk lesehan di tikar.

"Banyak Mak, banyak banget tamunya dari mempelai pria dan wanita. Bapak belum pulang ya Mak?" Tanya Zahira mencari keberadaan sang Bapak karena sedari tadi Zahira belum melihatnya.

"Sudah, tapi sekarang lagi keluar beli bibit sawi sama bibit kangkung." Jawab Ibu.

Zahira hanya manggut-manggut tanda mengerti.

"Kamu lanjutkan ya, Emak mau ke warung dulu. Beli gula sama garam." Kata Ibu.

Saat Ibu Zahira sudah keluar terdengar suara sepeda motor berhenti di depan rumah Zahira.

"Assalamu'alaikum." Ucap Bapak.

"Wa'alaikumsalam.." Jawab Zahira kemudian berdiri mencium tangan Bapak.

"Sudah selesai ya Nduk acaranya?" Tanya Bapak sambil meletakkan kantong kresek lalu meminum air yang sudah tersedia di meja.

"Sudah kok Pak, Bapak mau di buatkan kopi nggak?"

"Tidak usah, mana Emak kamu kok sepi?" Tanya Bapak lagi.

"Emak lagi ke warung katanya beli gula sama garam." Jawab Zahira lalu masuk ke dalam kamar untuk meletakkan pakaian yang sudah dilipat rapi ke dalam lemari masing-masing.

***

Malam menjelang keluarga Zahira saat ini sedang khusyuk melaksanakan ibadah sholat Maghrib. Untuk para lelaki melaksanakan sholat Maghrib di Masjid termasuk Bapak dan adiknya. Zahira juga sudah terbiasa setelah selesai sholat dia akan mengaji juga.

Bapak dan adik Zahira sudah pulang dari Masjid, mereka pun duduk lesehan untuk makan malam. Hanya menu sederhana yang tersedia saat ini yaitu sayur sop, tempe, ikan asin, sambal dan telur dadar. Mereka makan tanpa adanya suara.

Seperti biasa setelah makan malam, mereka akan menonton TV hanya adiknya Zahira yang sedang belajar di kamar.

"Nduk.. Bapak mau bertanya sama kamu, tapi kamu jangan marah ya." Ucap Bapak dengan hati-hati.

Zahira berkerut kening. "Mau tanya apa Pak?" Tanya Zahira.

Sebelum berbicara Bapak menghela napasnya sejenak.

"Usia kamu saat ini sudah berapa Nduk.. Apa kamu tidak kepikiran untuk menikah?" Tanya Bapak begitu lembut.

Degg..

Pertanyaan Bapak saat ini mampu membuat Zahira tersentak kaget. Dia hanya bisa menunduk dan matanya juga berkaca-kaca, Zahira tidak menyangka jika Bapak akan membahas masalah pernikahan yang baginya selalu ia hindari. Sedangkan Ibu hanya terdiam tanpa ikut menyela omongan sang suami.

"Sebenarnya Bapak malu Nduk, mendengar perkataan orang-orang karena kamu belum menikah juga. Sedang teman-teman kamu, mereka semua sudah menikah dan punya anak. Apa kamu tidak berkeinginan seperti mereka?" Sambung Bapak menatap Zahira yang tertunduk sedih.

Zahira hanya bisa menangis tanpa membalas ucapan Bapaknya. Ibu juga turut sedih melihat anak sulungnya yang menangis seperti ini, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Karena perkataan suaminya itu memang ada benarnya. Dengan sabar Ibu mengelus punggung Zahira untuk menenangkan putrinya itu.

.

.

.

Bersambung...

Ibu Adam sakit

***

"Ya Allah.. kenapa dadaku sesak sekali mendengar ucapan Bapak yang menyuruh hamba untuk menikah. Hamba belum siap Ya Allah.. hamba juga takut.." Batin Zahira lirih.

"Nduk.. kita ini hidup di kampung, perempuan yang belum menikah di usia seperti kamu ini akan di sebut parawan tua. Kita ini juga ingin menimang cucu seperti orang-orang lainnya Nduk.. Bapak dan Emakmu ini sudah tua." Tutur sang ibu yang masih setia mengusap punggung Zahira.

Zahira tetap diam, menangis tanpa suara. Tidak tau apa yang harus ia katakan karena sejujurnya Zahira belum siap menjalani biduk rumah tangga.

Bapak hanya bisa menghela nafas melihat sang anak yang sedari tadi diam tergugu. Selalu saja seperti ini jika membahas masalah pernikahan, putrinya ini akan diam dan menangis. Tapi kali ini Bapak harus bertindak tegas dan keputusannya tidak bisa di ganggu gugat.

"Mau tidak mau kamu harus menikah Nduk, Bapak akan menjodohkan kamu dengan orang lain. Kamu tidak bisa menolak atau pun membantah, jadi persiapkan diri kamu!" Ucap Bapak tegas.

Tenggorokan Zahira rasanya tercekat, tidak tau harus menjawab apa. Juga tidak mungkin jika tetap membantah ataupun meminta waktu buat berfikir.

"Kamu tidak usah takut Nduk, dia itu pemuda sopan kamu juga sudah mengenalnya." Ucap Ibu sambil tersenyum, yang mana membuat Zahira mengernyit bingung.

"Sopan, siapa?" Batin Zahira bertanya-tanya.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, kedua orang tua Zahira menyudahi pembicaraan mereka. Menyuruh Zahira untuk tidur agar besok tidak bangun kesiangan saat berangkat bekerja.

Dengan langkah gontai Zahira masuk ke kamarnya. Merebahkan tubuh rampingnya di atas kasur lalu menatap genteng-genteng kamar. Zahira mengingat ucapan kedua orang tuanya. Tak mau ambil pusing, Zahira memutuskan keluar dari kamar untuk berwudhu ke kamar mandi yang letaknya berada di sebelah dapur.

Usai sholat Isya, Zahira memohon kepada Allah SWT agar memberi petunjuk kedepannya. Tidak lupa Zahira juga mengaji Al-Qur'an, setelah itu dia pun tidur dengan pikiran tenang.

~Di lain tempat~

Di rumah seorang pemuda, siapa lagi jika bukan di rumah Adam. Pemuda itu juga saat ini sedang berkumpul dengan keluarganya. Tapi kali ini ada yang berbeda, karena biasanya Ibunya Adam akan ikut berkumpul tapi malam ini beliau tidak ada. Ternyata Ibunya Adam tengah sakit, sakitnya kambuh. Hanya Adam dan ayahnya saja di ruang tengah itu.

"Dam.. Ayah ingin bicara sesuatu sama kamu." Ucap Ayah. Saat ini mereka menonton televisi sementara Adam lagi asik bermain game di ponselnya.

"Mau bicara apa Yah.. Adam akan dengarkan." Jawab Adam santai tanpa memandang sang Ayah.

"Ayah dan Ibu ingin kamu menikah!" Ucap Ayah.

"Adam belum kepikiran masalah itu Yah.." Sahut Adam sembari tersenyum tipis. Ada-ada saja pikirnya.

"Lalu kamu mau menikah di umur berapa? Ibumu saat ini sakit, sakitnya lebih dari yang kemarin-kemarin. Ayah juga tidak bisa jika setiap hari harus menjaga Ibumu karena Ayah juga harus mengajar." Tutur Ayah.

Ayah Adam bekerja sebagai seorang Guru, di samping itu juga sebagai petani menggarap sawah yang ia miliki meski sawahnya kebanyakan digarap oleh buruh yang ia bayar.

Adam menghela nafas. "Yah.. kan bisa kita minta bantuan Uwak Sari untuk merawat ibu di saat kita kerja. Uwak Sari kakak kandung Ibu, jadi dia tidak akan keberatan." Ucap Adam dingin.

"Tidak bisa setiap hari juga Nak.. Uwak kamu punya kesibukan lain. Dia punya anak dan suami, sebentar lagi juga waktunya Tandur (menanam padi)." Protes sang Ayah.

"Lalu baiknya gimana Yah?" Tanya Adam.

"Seperti yang Ayah bilang tadi, kamu harus menikah. Ayah sudah ada pilihan yang cocok untuk kamu." Jawab Ayah sambil tersenyum.

"Siapa?" Tanya Adam, alisnya bahkan sampai menyatu saking penasaran.

.

.

.

Bersambung ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!