...Prolog...
Loren Arthur Kiriye atau yang biasa di sapa Loren adalah seorang pria yatim piatu yang hidup bagai anjing yang terlantar selama masa kecilnya sampai dia diangkat menjadi anak dari seorang ketua komplotan mafia. Dia dididik menjadi pria yang kejam dan tangan yang haus dengan darah.
Begitu banyak nyawa yang dia ambil untuk memenuhi keinginan orang tua angkatnya. Hanya demi merasakan bagaimana memiliki sebuah keluarga, dia melakukan semuanya hingga satu hari dia muak dengan semua itu.
Kedua orang tuanya mati secara misterius dalam sebuah kebakaran. Tetapi dia malah disalahkan oleh saudara angkatnya. Dia dicap sebagai orang yang begitu kejam. Membunuh rekannya sendiri bahkan orangtuanya.
Loren muak dengan semua itu. Bau darah, keributan dan kekejaman, dia pergi dari kota dan hidup sebagai seorang asisten peternak di sebuah perkampungan. Menyembunyikan diri hingga entah kapan waktunya tiba perang akan kembali di mulai. Hidupnya yang suram entah kenapa perlahan lahan sedikit berubah karena tawaran aneh dari seorang gadis pendiam.
Eps. 1 Loren
Srakkk... sraakkk... srakkk...
Syuuuuut..... jleeeb...
Pisau nan tajam melesat dengan kecepatan secepat kilat dan langsung menghujam mata seorang pria yang di ikat di tiang besar di tengah lapangan. Rintihan kesakitan dan tangis pilu menggema di tengah hutan belantara di mana sebuah gedung besar terletak dengan tatanan bangunan yang menyeramkan.
Seorang pria diikat di tengah lapangan disaksikan oleh orang orang berpakaian hitam yang berbaris mengelilingi lapangan besar itu.
“ Bunuh dia sekarang!” titah seorang pria berbadan besar dengan kumis tebal dan topi mirip milik topi Chaplin si tokoh komedian yang terkenal dengan pantonim ikoniknya.
Hanya saja perbedaan mereka sangat jauh, Chaplin yang duduk di atas tahta ini adalah seorang pria tua yang tak ada lucunya sama sekali. Dia sangat menyeramkan, ambisius, mengerikan, kejam dan disebut sebagai titisan lucifer si jahat dari neraka yang dihempaskan dari nirwana karena kesombongannya.
Pria itu duduk sambil menyilangkan kakinya, menatap ke arah tengah lapangan. Menghisap cerutunya dan sesekali menghembuskan asapnya ke atas sampai menutupi kepalanya sendiri.
Segelas Vodka dingin dengan warna seindah laut Raja Ampat di minum dalam sekali tenggak. Senyuman menyeringai tergambar jelas di wajah pria tua haus darah ini. Hari ini adalah kesekian kalinya dia mengambil nyawa orang, seolah kurang puas dia meminta lagi dan lagi, dengan cara yang paling menyakitkan dan menyiksa.
“ Ini alatnya tuan,” ucap anak buahnya sambil menyerahkan busur yang mereka dapatkan dari Afrika. Busur Kayu berwarna cokelat, milik suku pedalaman yang dia dapatkan dari pedagang senjata illegal di genggam oleh pria itu.
“ Elastis dan ringan seperti ucapan penjualnya, “ ucap pria itu sambil mengeker kepala pria yang diikat di tengah lapangan.
“ Ayah... tolong hentikan kenapa Ayah melakukan ini lagi? Dia anak buah kita!” Pria yang lebih muda dari nya datang menghalangi kegiatan pria tua yang biasa dipanggil Tuan Besar Kiriye itu.
Tuan Kiriye mengeraskan rahangnya saat lagi agi kegiatannya dihalang-halangi dan kali ini oleh anaknya sendiri. Pria tua itu menggeser busurnya dan mengarahkannya ke kepala Loren, anak angkat yang dia pelihara seperti seekor anjing pemburu.
“ Kau mau kehilangan kepalamu Loren!” senggak tuan Kiriye.
Semua orang terdiam. Memang beberapa waktu lalu, tuan Kiriye dan Loren terlibat selisih paha karena kebiasaan gila tuan Kiriye yang seenaknya membunuh anak buah mereka dan menjadikan anak buah yang tidak berbakat sebagai kelinci buruan.
Ya seperti sebutannya, mereka benar benar dijadikan seperti kelinci. Orang orang yang akan dia panah didandani seperti seekor kelinci dan ditebar di tengah hutan, siapa yang berhasil bertahan maka dia akan selamat tetapi siapa yang tidak bertahan dia akan menjadi kelinci sasaran tuan Kiriye.
Kejam, sadis dan mengerikan, bahkan kata kata itu tidak cukup untuk menggambarkan seperti apa tuan Kiriye sebenarnya. Apalagi istrinya tak kalah menyeramkan, nyonya Kiriye sama gilanya, dia bahkan tak segan membunuh orang dengan menggunakan cara cara keji. Terlibat dalam kegiatan prostit** dan penj*alan Manusia.
“ Loren jangan menghalangi ayahmu, kau seperti tidak tau saja, lagipula ini menyenangkan, kau juga kan melakukannya beberapa waktu lalu,” ucap nyonya Kiriye sambil menyesap Vodkanya.
“ Ta.. tapi...
“ bodoh!!” umpat tuan Kiriye.
Dia menatap tajam pria tinggi dan besar dengan wajah tampan dan mempesona itu, Alisnya yang tebal, matanya yang besar, bahunya yang lebar dan tubuh berotot di baik kaos tipisnya itu. Benar benar seorang pria yang sempurna.
Syuuutttt.......
Jleebbb....
“ Arkrkkahhhhhhhh....
“ Ayah!!" teriak Loren marah. Pria tua itu melepaskan anak panahnya dan membunuh pria yang diikat di tengah lapangan tepat di bagian dadanya.,
“ hahahahhahahaha... dengarlah teriakannya Loren, dia menangis kesakitan , menangis meminta tolong ahhahahaha... apa kau tidak merasa itu benar benar menyenangkan hahahhahaha.. rintihan kesaktian dan dan tangisan pilu tak bisa apa apa aku suka itu hahahahhahaha.......” Tuan Kiriye tertawa terbahak bahak setelah puas membunuh satu anak buahnya lagi.
“ psikopat, dasar psikopat gila,” para anak buah mengumpat dalam hati. Mereka menunduk ketakutan, tak bisa melakukan apa pun dan hanya bisa menunggu kapan kematian mereka akan tiba. Tuan Kiriye tidak peduli entah orang itu bekerja dengan baik atau tidak , baginya mereka semua adalah kelinci buruan yang sangat cocok di jadikan sasaran.
“ Ayah, Ibu apa kalian puas menyaksikan anak buah kalian sendiri mati di depan kalian hah!" Loren mengamuk, dia sudah muak dengan kehidupan tanpa hati ini. Muak dengan semua perilaku kejam tuan dan Nyonya Kiriye.
“ Hahahahha tenang saja anakku, kami sangat puas,” ucap tuan Kiriye dengan tawa psikopatnya.
“ hei kau,” Tuan Kiriye menunjuk rekan terbaik Loren, rekan yang sudah bisa disebut sebagai sahabat baik oren.
“A.. ayah mau apa lagi hah?” kali Ini Loren marah dia menghalangi temannya untuk maju.
“ Diam kau bodoh, dasar lemah,” umpat tuan Kiriye .
Bughhh
“ Kau lemah karena rasa kemanusiaanmu yang gila itu, anak sialan!!” teriak Tuan Kiriye yang menghajar wajah Loren secara membabi buta.
“ Ayah, kenapa kalian melakukan ini!?" pekik Loren tanpa membalas serangan tuan Kiriye.
“ Cihhh bangsat, jangan sok alim, dasar munafik, kau juga menyukai bau darah, anak sialan...” umpat tuan Kiriye yang kini menatap Loren dengan tatapan pembunuh.
“ kau berdiri disana, seret kalian bajingan itu kesana!' teriak tuan Kiriye sambil menunjuk rekan Loren
Mau tidak mau mereka menurut. Pria bernama Lufti itu ditarik dan diikat di tiang sasaran.
“ Jangan, lepaskan dia,...” pekik Loren.
“ Tu.. tuan lepaskan saya... ke.. kenapa melakukan ini pada saya.....” Pria itu bergetar ketakutan.
“ Tembak dia sialan, tunjukkan rasa terimakasihmu padaku yang telah memungutmu dari tempat sampah sialan itu, tembak dia dengan tanganmu sendiri!” teriak tuan Kiriye sambil memberikan pistol ke tangan Loren.
“ a... Ayah.. tidak... jangan lakukan ini lagi...” teriak Loren.
“ TEMBAK DIA SEKARANG.......
DUARRRR......
“ Dasar pembunuh, manusia hina, pembunuh , kau itu pembunuh paling keji, sialan , mati saja kau bangsat....
Mati kau, sana kau...
Pembunuh gila, orang tuamu pun kau bakar.. temanmu kau tembak dasar gila...
Tiba tiba Loren berada di tengah tengah kobaran api yang melalap seluruh ruangan itu dengan rakus. Dua manusia menggeliat di dalam ruangan itu , berteriak minta tolong.
“ Akhhrhhrhrh panas... panas... Loren ini semua salahmu, kau yang melakukan ini arrkhhhhhh,... tolong kamiiii...
“ Dasar anak pungut sialan, kau membunuh ayah dan ibuku, kau harus mati, kau harus mati bangsattt.....” Saudara angkat Loren menodongkan pistol ke kepala Lorena, pria itu diikat ditengah lapangan daan dibakar dengan api.....
“ Loren... Nak Loren.... Nak Loren bangun Nak......
“ Arrkhahh..... api... Api... akkkkhhh......” Loren tersentak, keringat membasahi tubuh pria yang wajahnya yang telah ditumbuhi kumis itu. Dia terlihat pucat pasi. Nafasnya naik turun, mimpi buruk yang sama setiap malam menghampiri dirinya.
“ Sial...” umpat pria itu sambil mengusap keningnya yang berkeringat.
“ Kau mimpi buruk, tenangkan dirimu, kalau tidak sanggup bekerja istirahatlah untuk hari ini,” ucap Pak tua yang membangunkan Loren tadi. Pak tuan itu langsung keluar dari kamar setelah membangunkan Loren yang beberapa saat lalu berteriak histeris dari dalam kamarnya.
Bersambung......
like, vote dan komen 🤗
“ sighh... sial,”
Loren pria misterius yang bekerja di ladang dan peternakan sebuah desa kecil di pinggiran kota itu berdecih kesal setiap kali mimpi buruk itu datang menghampirinya setiap malam.
Sudah setahun lamanya Loren tinggal dan merakyat disana. Tak ada satu pun yang tau nama lengkap pria itu, tak ada yang tau asal usulnya dari mana dan tak ada yang tau apa pekerjaan pria itu di masa lalu. Orang yang sangat pendiam dan tertutup tentang perasaan dan dirinya.
Orang yang biasa disapa sebagai Pak Loren itu sudah dikenal warga sebagai pria pemabuk yang suka minum minum sendirian di pinggir kolam ikan lele milik Pak Yanto salah seorang peternak di desa kecil di daerah pinggiran kota Tangerang itu.
Setahun yang lalu, Loren menyelamatkan nyawa pak Yanto dari kejaran begal yang hendak merampok pak Yanto ketika pulang malam dari kota karena ada ternak yang harus diantarkan ke bagian utara kota itu. Yang artinya, pak Yanto harus melakukan perjalanan dari bagian selatan kota Tangerang menuju bagian utara kota itu yang memakan waktu cukup banyak.
Perjalanan malam yang berisiko ternyata membuat Pak Yanto hampir kehilangan nyawanya akibat serangan celurit panjang dari beg*l yang terus meresahkan warga Tangerang kala itu. Sudah banyak korban nyawa yang melayang karena kejahatan mereka.
Kala itu Loren menyelamatkan pak Yanto yang hampir di tebas dengan celurit. Siapa sangka pria misterius itu adalah orang yang sangat hebat dalam beladiri.
Sejak saat itu, sebagai bentuk balas budi, Pak Yanto membawa Loren ke kediamannya dan memberikan satu kamar gratis di peternakan bagi Loren yang dia anggap sebagai tunawisma kala itu.
Pak Yanto adalah pria kepala 6 yang memiliki dua orang anak perempuan dan seorang anak laki laki. Hidupnya sama seperti hidup orang tua lainnya. Memiliki anak yang dia besarkan sendiri sejak anak ketiga lahir dan istrinya meninggal dunia setelah melahirkan. Dia berjuang sendirian tanpa seorang istri dan anak anaknya tumbuh dengan cara mereka masing masing.
Anak pertamanya adalah laki laki, pria yang bekerja sebagai karyawan di salah satu bank swasta, memiliki karir cemerlang dan pulang sekali atau dua kali seminggu.
Anak keduanya adalah seorang wanita karir yang cantik jelita, hidup modis dan tinggal jauh di kota Jakarta. Sangat menganggap remeh keluarganya karena menurutnya dia yang paling sukses diantara mereka semua. Anak perempuan Pak Yanto ini bahkan jarang pulang kampung dan lebih memilih tinggal di kota daripada harus berada di lingkungan kumuh dan jorok apalagi peternakan yang menurutnya tak selevel dengan wanita karir seperti dirinya.
Anak ketiga Pak Yanto setidaknya menjadi pelipur lara di hati Pak Yanto. Parasnya yang begitu cantik dan mirip dengan ibunya membuat pak Yanto setidaknya tak merasa kesepian. Putri ketiganya tinggal di desa tetapi bekerja di kota. Meski membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk tiba di tempat kerja tetapi putrinya tetap memilih untuk tinggal di desa karena Ayahnya tak punya teman disana.
Pergi dengan menggunakan bus yang menuju kota. Dia harus bangun pagi pagi sekali untuk bisa sampai tepat waktu karena bus yang datang hanya satu itu pun di jam 6 pagi. Jika lewat maka dia harus naik angkutan yang jalurnya harus disambung beberapa kali.
“ Pak Yanto saya ambil telor bebeknya tiga papan lagi, entar sore anak saya yang antar uangnya sekaligus sama tagihan yang kemarin ya pak,” seorang pelanggan telor bebek Pak Yanto menjemput telor seperti biasanya.
“ Ahhh baiklah, jadi tagihannya sama yang kemarin totalnya jadi Rp. 450.0000 ya Bu Idah, jangan lupa dianterin saya gak mau alih profesi jadi tukang nagih utang,” celetuk Pak Yanto.
“ Hahahhaha.. Pak Yanto ada ada saja, kayak gak kenal aja, saya kan langganan masa saya ngutang lama lama, entar sore diantar kok Pak, sekarang saya gak pegang uang, tunggu ambil dari kota dulu,” ucap Bu Idah.
“ Ya sudah, kalau begitu saya tunggu,” ucap Pak Yanto yang dianggukkan oleh Bu Idah.
Jam memang masih menunjukkan pukul 6 kurang tetapi semua warga sudah memulai aktivitas mereka.
“ Ayah, Elia berangkat ya,” anak perempuan Pak Yanto keluar dari rumah dengan pakaian kerja yang sudah lengkap juga beberapa dokumen di tangannya.
“ Gak ayah antar aja? Atau Pak Loren yang antar biar kamu bisa sarapan,” ucap Pak yanto yang merasa kasihan pada putrinya karena harus berangkat pagi pagi sekali. Elia sebenarnya tau membawa sepeda motor dan mobil karena diajari oleh Pak Yanto sejak dia masih remaja, tetapi gadis itu punya trauma dengan jalanan. Dia pernah hampir mati tertabrak bus saat membawa sepeda motor di jalan besar, sejak saat itu dia tak mau membawa kendaraan dan memilih naik angkutan umum atau disupiri oleh orang lain.
“ gak usah yah, Elia udah biasa, pergi dulu ayah,” ucap gadis itu yang langsung berlari ke depan rumah saat melihat busnya sudah tiba.
“ Baiklah, hati hati di jalan nak, kerja yang semangat,” teriak Pak Yanto.
Elia hanya mengangguk dan melambaikan tangannya dari dalam bus.
“ Pak Yanto, anak gadis bapak jarang senyum ya, padahal wajahnya cantik loh, terus kok pendiam banget sih? Gak seperti kakak kakaknya, dia beda Pak, jarang keluar rumah juga, apa dia gak punya teman atau...
“ Ekhmmm... Ibu datang kesini mau jadi biang gosip atau mau beli telor? Kalau mau jadi biang gosip jangan datang lagi beli telor atau ternak ke tempat saya, dan lagi putri saya tidak ada urusan apa apa dengan anda,” ketus Pak Yanto.
“ Hehhh santai pak santai, saya Cuma bicara fakta, lagian orang orang kampung udah tau kalau Elia itu pendiem, gosipnya malah lebih parah, huh saya pergi dulu, “ ketus Bu Idah yang merasa dipermalukan oleh Pak Yanto.
“ ck... ck... ck.. dasar orang orang sekarang, hidupnya gak tenang ya kalau gak ngurusin hidup orang, apa salahnya kalau pendiam ? cihh dasar orang orang gila,” kesal Pak Yanto.
“ Ada apa pak?” suara berat Loren si pria tinggi berkulit cokelat keemasan itu terdengar, pria itu sudah bangun dan langsung menyusul Pak yanto.
“ Biasa ada satelit berjalan, kerjaannya ngegosip dan membicarakan keburukan orang lain, bikin kesal saja, dasar orang orang bodoh itu,” celetuk Pak Yanto sambil mengambil sabit dan cangkulnya, dia akan memotong padi hari ini karena sudah waktunya untuk panen.
“ Nak Loren istirahatlah dulu, keadaanmu kelihatannya tidak baik,” ucap Pak Yanto.
“ saya sudah baikan Pak, tidak masalah,” ucapnya singkat sambil mengambil perkakas miliknya.
“ Kalau begitu sarapan dulu, lalu menyusul, jika tidak kau tidak boleh ikut ke sawah selama seminggu ,” tegas pak Yanto.
“ Saya tidak lapar,” jawab Loren dengan datar.
Plakkkk...
“ Egghhhh dasar anak bodoh,” kesal Pak Yanto sambil memukul kepala Loren saking kesalnya.
“ makan sana, kau sama saja dengan Eliia, kenapa kalian susah sekali disuruh makan pagi hah, kalau minum alkohol kau bisa cepat tapi makan pagi nanti nanti, lalu rokokmu, kau merokok sepanjang malam dapat tenaga dari mana kau mau bekerja hari ini hah, jangan membuat susah dan cepat sarapan lalu susul aku dan pekerja lain, jangan melawan!” kesal Pak Yanto yang langsung mengomeli Loren saat itu juga.
“ Dasar anak anak jaman sekarang, disuruh makan gak mau, gak ada makan malah marah marah, penyakitan tau rasa kau, “ Pak Yanto berjalan dengan sepatu bootnya yang berdecit karena kebesaran. Berjalan sambil menghentakkan kakinya karena pagi pagi begini dia dibuat kesal .
Loren hanya diam dan mengusap kepalanya, bukan sekali dua kali dia diperlakukan demikian oleh pak Yanto. Tetapi dia tak marah dan menurut.
.
.
.
like, vote dan komen 🤗
Gruduk.... gruduk... gruduk....
Hiruk pikik kota Tangerang, kota yang terkenal dengan banyaknya pabrik dan perusahaan besar disana, sejak pagi telah sibuk dengan aktivitas dan pekerjaan mereka masing-masing. Pusat kehidupan yang terletak salah satunya di Tigaraksa membuat banyak orang tertarik untuk bekerja di sana.
Tak ayal, Eliana Alesha Yanto juga turut dalam arus pekerjaan itu. Padahal rumahnya berada di daerah Cikande yang berarti ada jarak sekitar hampir satu jam perjalanan jika naik bus dari desa itu ke Tigaraksa itu pun jika tidak terjadi macet dan arus lalu lintas berada di jalur normal.
Gadis cantik berjiwa introvert ini berjalan dengan tergesa-gesa memasuki Alpha grup, sebuah perusahaan periklanan di Tangerang yang memiliki ribuan karyawan yang bekerja di bawahnya. Eliana berjalan dengan cepat, menaiki lift menuju lantai ruangan kantor bagian departemen pemasaran dimana dia bekerja.
Mereka sedang memiliki proyek yang harus segera di selesaikan. Eliana bekerja di bawah bimbingan ketua Tim A di bagian pemasaran. Kelompok mereka bertanggung jawab untuk mengerjakan desain kampanye iklan untuk tiga produk berbeda sekaligus.
Tim A yang berisi dua puluh orang di pimpin oleh kepala Tim yang sangat kaku dan menjengkelkan. Sifat kepala Divisi ini sangat meresahkan anggota anggotanya. Semua pekerjaan dia kritik dan selalu saja diberi komentar negatif. Hanya anak-anak yang menurutnya bisa menunjang karirnya yang akan dia banggakan dan selalu di puji.
Dan betapa sialnya, Eliana malah masuk di dalam tim anak-anak yang sering terkena amukan dari kepala Tim A ini. Padahal mereka bekerja di bawah manager yang sama tetapi kesombongan kepala Tim ini patut di beri unlike button saking jahatnya.
Eliana masuk ke dalam ruangan kantor dan meletakkan semua barang bawaannya di meja kerjanya yang memiliki pembatas alumunium dengan milik karyawan lain. Di layar monitornya sudah tertempel berbagai notes pesanan setiap anggota tim.
Karena Eliana pendiam dia sering disuruh untuk menyiapkan snack dan minuman untuk anggota tim, sebenarnya semua mendapat giliran yang sama, tetapi perlakuan kepala Tim A benar benar berbeda terhadap Eliana.
“ Lagi...” gumam Gadis itu saat melihat berbagai kertas pengingat yang tertempel di layar komputernya. Dia menatap seluruh ruangan, mereka semua cuek saja dan langsung melanjutkan pekerjaan mereka.
“ Banyak sekali,” gumam Eliana saat melihat daftar pesanan si kepala tim yang paling songong sedunia itu. Bayangkan saja, saat anggota tim hanya memesan satu set makanan dan minuman, pria itu malah memesan begitu banyak snack yang mereka sudah bisa tebak akan diberikan pada siapa.
“ Wahhh ini benar benar banyak, jangan lupa minta tagihan pada bibir hitam itu,” celetuk rekan satu tim Eliana yang duduk di sampingnya.
Eliana hanya mengangguk, gadis bernama Rena disampingnya hanya bisa geleng geleng kepala melihat kelakuan Eliana yang sangat berbeda dengan orang orang normal pada umumnya.
“ Eli, sekali sekali buatlah ekpresi yang baik, agar kau tak selalu di tindas,” ucap Rena pelan.
Seketika Eliana tersenyum,bibirnya melengkung dengan sangat lebar namun tatapan matanya tetap datar , lesung pipinya tampak begitu dalam dan dia terlihat sangat menyeramkan dengan senyuman aneh itu.
“ Hoihshhhh...." Rena terkejut bukan main.
" bukan begitu juga, kau ini tersenyum atau mau cosplay jadi hantu!! seram tau!!!” celetuk Rena yang malah merinding dengan wajah Eliana.
Gadis itu segera mengubah wajahnya, tak banyak bicara dia mengambil semua kertas pesanan itu, yang terkumpul ada sekitar 7 orang yang memesan makanan dan ini gilirannya dan rekan kerjanya yang lain yang membawakan pesanan semua orang.
“ Mana daftarnya?” seorang pria dengan wajah oriental dan kulit putih mendatangi Eliana dan membaca catatan catatan pesanan itu.
“ Hmmm ini saja, ya sudah ayo cepat sebelum semuanya datang,” ajak pria yang akrab disapa Pak Jojo itu. Salah satu karyawan yang disukai oleh si kepala tim yang serakah, alasannya cukup klise karena Pak jojo sudah menikah dan memiliki wajah yang ‘katanya’ tidak setampan kepala Tim.
Mereka berdua berjalan beriringan, hubungan yang tidak akrab dan hanya sebatas teman kerja. Baik Pak Jojo maupun Eliana sama sama karyawan paling pendiam di dalam tim mereka.
Kalau Pak Jojo pendiam karena menjaga perasaaan istrinya di rumah dan tak ingin menyebarkan rumor buruk maka hal itu dianggap wajar. Tetapi Eliana dianggap tak wajar karena dia bahkan menghindari semua kegiatan perusahaan, tidak mengikuti klub apa pun dalam perusahaan, pendiam , sulit bergaul tetapi kinerjanya cukup baik. Eliana sangat kalem dan bisa disebut sebagai robot dalam tim A karena ekpresinya sangat datar, tersenyum seperlunya dan tidak banyak tingkah.
Setelah mengambil pesanan setiap orang, mereka kembali dan membawa pesanan itu ke ruangan mereka. Semua orang dalam ruangan tim A terkejut kala melihat dua introvert itu disatukan, suasananya memang benar benar aneh dan mencekam. Mereka berdua bagai robot yang datang bekerja dengan maksimal, istirahat sebentar, bekerja lagi lalu pulang, sungguh hidup yang tidak ada warna.
“ Lihat mereka sangat sepi, suasananya seperti di kuburan saat malam hari,” bisik salah satu aryawan.
“ Kau benar, bagaimana bisa dua introvert itu disatukan? Kalau Pak Jojo sih wajar karena dia menjaga perasaan istrinya, tidak baik terlalu akrab dengan wanita lain , lagian Pak Jojo itu ramah dan suka senyum, kalau Eliana, dia malah yang paling menyeramkan,”
“ kau benar, seperti boneka setan saja, mengerikan, ada rumor mengatakan kalau dia anak pembawa sial yang merenggut nyawa ibunya saat dilahirkan,”tukas lawan bicaranya.
“ ehhh jangan katakan itu sekarang, kita bisa disembur Rena nanti,” bisik yang lain.
Disaat yang sama Pak Herman si ketua tim yang songong tiba dengan gaya super mahalnya, dia memakai luxury brand dari ujung kepala sampai ujung kakinya, apa gajinya memang sebegitu besar sampai bisa gonta ganti pakaian bermerek setiap hari?
“ Good morning everyone,” sapa Pak Herman seraya melambaikan tangannya yang dipenuhi dengan cincin berlian keluaran merk ternama Bvlg*ri dan YSL.
“ Selamat pagi, selamat datang Pak Herman,” sapa para karyawan.
Pekerjaan mereka dimulai, Eliana mengumpulkan portofolio design kasar konsep iklan minuman yang sedang dia tangani. Dia telah mengerjakan benda itu selama seminggu dan hasilnya cukup baik namun entah itu akan baik menurut si kepala Tim yang begitu perfeksionis ini.
.
.
.
Clakkk.... clakkk..... calkkkkk...
Loren mulai mencangkul di sawah, membuka jalan air untuk mengairi bagian sawah yang sudah dibersihkan oleh pekerja. Sementara bagian lain sawah itu sedang diambil padinya. Mereka menerapkan sistem penanaman dengan waktu berbeda untuk sekian luas tanah agar stok beras tersedia sepanjang tahun.
Sesekali pria itu mengusap wajahnya yang penuh dengan peluh, di pinggangnya ada sebuah botol air mineral yang diikat dan sudah diisi dengan belut yang dia sapatkan saat menyisir area sawah yang dia kerjakan. Belut belut itu bisa dijual atau dimakan sendiri dan hasilnya lumayan.
“ Loren jangan bekerja terlalu berat, kau bisa istirahat jika lelah,” teriak Pak Yanto dari tengah tengah sawah. Loren, pria yang tak banyak bicara itu hanya mengangguk paham dan terus melanjutkan pekerjaannya sambil bergelut dengan pikirannya.
“ Pak Yanto, sebenarnya Loren itu siapa sih? Sudah setahun dia disini tapi tak pernah keluar atau berbaur dengan yang lain, dia hanya duduk di depan kolam ikan lele dan minum alkohol, kenapa dia sangat misterius,”tanya salah seorang pekerja.
“ Kau tanya aku?" tanya Pak Yanto yang dibalas anggukan kepala.
"aku gak taulah, nah aku tanya siapa Pak Osep? Yang jelas dia Loren, anak yang menolongku dan aku sedang balas budi padanya, lagipula dia tidak menyakiti siapa pun jadi urus urusan masing masing saja,” cerocos pak Yanto yang selalu kesal jika orang orang mulai kepo tentang orang orang di rumahnya. Dua manusia aneh yang tinggal bersama Pak Yanto membuat semua warga penasaran. Eliana dengan sifat introvert tingkat dewanya dan Loren dengan segala kemisteriusannnya.
.
.
.
JANGAN LUPA SELALU TEKAN TOMBOL LIKE DAN VOTENYA YA 🥰🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!