“Aku sudah putuskan. Aku ingin mengakhiri hubungan kita,” Tegas Danu, tunangan Zivanya sang janda yang beranak dua.
Jduarrr.. Bagai di sambar petir di tengah hari yang terik. Zivannya memegangi dadanya yang terasa sesak. Ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
“Apa maksudmu, Bang?” tanya Zivanya, berharap semua yang ia dengar salah.
“Ku rasa, aku tidak perlu mengulang kata-kataku. Semua yang aku katakan sudah cukup jelas, aku ingin kita mengakhiri semuanya,” Lagi, Danu mengulang perkataannya.
“Tapi kenapa, Bang?” Air mata Zivanya luruh. Ia tidak dapat menahan tangisnya.
“Aku malu, Zivanya, aku malu dengan sikapmu dan juga statusmu sebagai seorang janda, aku malu mendengar gunjingan orang yang mengatakan bahwa dirimu adalah janda penggoda suami orang.“ kata Danu, ia berbicara tanpa memikirkan perasaan Zivanya.
“Itukah alasannya? Tapi, kenapa baru sekarang abang mengatakan nya?” alasan yang di katakan oleh Danu, membuat Zivanya tidak habis pikir. Zivanya mendekat, dan menggenggam tangan Danu. Mencoba untuk meluluhan niat tunangannya itu.
“Karena baru sekarang aku merasa tidak nyaman. Dan menyadari, bahwa aku tidak lagi mencintaimu,” Danu melepaskan tangannya yang di genggam oleh jemari Zivanya.
“Bang, ku mohon jangan seperti ini. Satu tahun kita melewati banyak hal, kenapa abang bisa mengatakan tidak mencintaiku”
Danu beranjak dari tempat itu, tempat di mana ia dan Zivanya bertemu. Sebuah taman yang cukup sepi.
Danu berjalan meninggalkan tempat itu, meninggalkan Zivanya yang sedang menangis.
“Bang, jangan tinggalkan aku. Aku mohon!” Zivanya menarik tas jinjingnya yang ia letakan di atas kursi taman, dan berlari mengejar Danu yang pergi meninggalkan nya.
Danu terus berjalan, tanpa menghiraukan teriakan yang di iringi tangisan janda muda itu. Hatinya terasa membeku, rasa cinta, sayang dan juga perhatian yang selama ini ia berikan pada Zivanya dan kedua anaknya telah hilang entah kemana.
Zivanya terus mengejar, sampai Danu memasuki mobilnya. Danu menutup kaca mobilnya, dan Zivanya terus mengetuk kaca mobil itu. Berharap, Danu akan membukanya. Tapi, harapan Zivanya pupus begitu saja, bukannya menurunkan kaca mobilnya. Danu malah menyalakan mesin kendaraan beroda empat itu dan segera menacap gas meninggalkan tempat itu.
“Bang Danu..!” Zivanya berlari, mengejar mobil Danu yang melaju. Sepatu berhak tinggi dan juga rok span selutut yang ia pakai membuatnya sulit bergerak. Pada akhirnya, Zivanya pun terjatuh di jalanan beraspal itu. Lututnya dan juga telapak tangannya mengeluarkan cairan berwarna merah. Perih luka yang ada di lutut dan tangannya tidak seberapa jika di bandingkan dengan luka yang ada pada hatinya. Kenyataan yang ia terima sungguh menyakitkan.
“Hiks.. Kenapa kamu berubah, Bang? Kenapa kamu tega sekali.” Zivanya menyeka air matanya. Ia melepaskan sepatu berhak tinggi yang ia pakai dan berusaha bangkit dari jalanan itu.
“Lebih baik aku pulang, aku akan meminta Pak Udin untuk menjemput Nino di sekolah,” ucap Zivanya dengan lirih. “Besok, aku akan meminta penjelasan yang sebenarnya pada Bang Danu. Di saat keadaan sudah tenang.”
Zivanya pun berjalan tertatih ke tempat di mana mobilnya berada. Ia memutuskan untuk pulang ke rumah, tidak mungkin baginya untuk menjemput putranya yang berada di sekolah dengan keadaan yang kacau seperti itu.
.
.
.
Zivanya Antasya, janda beranak dua yang masih muda dengan umur yang baru menginjak 30 tahun. Ia menikah dengan pengusaha kaya raya ketika umurnya masih 22 tahun. Satu setengah tahun kemudian, ia di karunia seorang putra yang ia dan suaminya beri nama Nino Ajisaka. Ajisaka adalah nama Marga dari suaminya, Valentino Ajisaka. Setelah melahirkan putra pertamanya, tiga tahun kemudian ia di beri tuhan karunia kedua. Yaitu, hamil kembali, mengetahui dirinya hamil kembali, suaminya menjadi semakin sayang dan perhatian. Tapi, saat kehamilannya menginjak usia lima bulan, suaminya mengalami kecelakaan dan meninggal.
Kejadian tragis itu menjadi hantaman keras pada hatinya. Meninggalkan luka dan derita, harta berlimpah yang di tinggalkan suaminya seakan tidak ada artinya. Ia harus berjuang sendiri untuk membesarkan putra pertamanya dan juga melahirkan bayi yang sedang ia kandung sendirian. Berapa tahun ia hidup sendiri, mencoba menutup rapat hatinya. Hingga beberapa tahun kemudian, datanglah Danu pria sederhana yang mampu menggetarkan hatinya yang hampa. Pria yang mampu membuatnya jatuh cinta untuk kedua kalinya.
Ia pikir, Danu bisa menjadi pengganti suaminya. Terlebih lagi, saat Danu memberikan perhatian dan kasih sayang kepada kedua anaknya. Tapi ternyata, semua yang ia harapkan tidak sesuai kenyataan. Setelah setahun menjalin hubungan, bahkan sudah bertunangan dan nyaris menikah. Danu malah memutuskan hubungan mereka dengan sepihak.
Ia kembali terluka, terluka untuk kedua kalinya. Luka yang baru mengering kini terbuka kembali.
BERSAMBUNG
Zivanya tiba di kediamannya, ia segera memasukan mobilnya ke garasi. Setelah itu, ia masuk kedalam rumah. Saat sampai di ruang tengah, ia melihat anak bungsunya sedang bermain dengan babby sitter.
“Mommy udah pulang?” Putri kecil Zivanya yang berusia 4 tahun itu menghampirinya.
“Ya, sayang.. Mommy sudah pulang.” Jawab Zivanya. “Bagaimana main Valencia hari ini? Apakah menyenangkan?” tanya Zivanya pada putrinya itu.
“Menyenangkan, Mommy. Aunty Mei mengajari Valen menggambar.” Kata Valencia dengan senyum manis yang mengembang. “Mommy mau lihat gambarnya?” Gadis kecil itu berjalan menuju tempatnya bermain dengan babby sisternya. Ia mengambil sesuatu, lalu kembali lagi pada Zivanya.
“Lihatlah Mommy, Ini Mommy, Kak Nino, Valencia dan Daddy Danu. Bagus tidak?” tanya Valencia.
Deg.. Dada Zivanya kembali bergemuruh setelah mendengar pertanyaan dari putri kecilnya itu. Bagaimana ia akan melewati harinya bersama kedua anaknya setelah Danu pergi. Akankah ia mampu?
“Bagus, sayang.. Valen sangat pandai menggambar.” Zivanya mencoba untuk tegar, ia tidak ingin melukai hati putrinya.
“Loh! Kenapa dengan kaki Mommy? Mommy terluka?” mata sipit Valencia menatap luka dan darah yang sudah mengering di kali Zivanya.
“Mommy tidak apa-apa, Sayang. Mommy terjatuh di jalan tadi,” jawab Zivanya. Ia tidak mungkin memberi tahu putrinya yang masih teramat kecil.
“Apakah sakit? Ayo, Mommy. Biar Valen obati!” Valencia menarik tangan Zivanya dengan tangan mungilnya menuju sofa.
.
.
.
Keesokan harinya, Zivanya mengendarai mobilnya menuju ke apartemen Danu. Ia ingin membicarakan perihal kejadian kemarin pada Danu, ia berharap. Danu berubah pikiran, demi putra dan putrinya, ia rela mengemis cinta dan belas kasih dari Danu.
“Ku harap, Bang Danu berubah pikiran,” ucap Zivanya sambil menyalakan mesin mobilnya.
“Semoga saja!” Zivanya terus berdoa di sepanjang perjalanan menuju apartemen Danu.
Jarak tempuh antara kediaman Zivanya dan Danu cukup jauh. Harus menempuh perjalanan selama 30 menit.
Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu 30 menit itu. Zivanya tiba di depan apartemen Danu, ia segera memarkirkan mobilnya dan segera menuju lift. Ia menekan nomer lantai yang apartemen Danu.
Ting.. Setelah lift terbuka, ia segera memasukan sandi apartemen Danu. “Bang Danu belum mengganti password nya, itu artinya dia masih perduli,” guman Zivsnya.
Ia mengedarkan pandangannya saat telah sampai di dalam apartemen yang bernuansa abu-abu itu. Ia berkeliling di dalam apartemen itu, tapi tidak menemukan keberadaan Danu. Dan pada akhirnya, ia memutuskan menuju kamar.
“Ohh.. Teruskan, Sayang. Kamu memang hebat! Kamu sungguh luar biasa.” Suara Danu yang penuh sensasi terdengar samar di telinga Zivanya.
“Bang Danu! Sama siapa dia di dalam?” batin Zivanya. Zivanya semakin mendekat ke kamar Danu, dan suara itu semakin jelas di telinganya.
“Ahh sayang.. Teruskan,” ucap Danu.
“Ahh.. Dari tadi kamu gak puas-puas,” balas seorang wanita. Des*han wanita itu sungguh mengusik pendengaran Zivanya.
“Fu*k! Ayolah, jangan berhenti. Aku belum selesai!” erang Danu.
Cekrek.. Zivanya yang tidak tahan lagi mendengar suara yang berasal dari dalam kamar itu, segera membukanya.
“Bang Danu!” Zivanya memegangi dadanya yang terasa sesak, air matanya mengalir begitu saja.
Tapi, kedua orang yang tanpa busana di atas ranjang empuk itu tidak menghentikan aktivitas mereka. Mereka tetap memeluk satu sama lain.
“Un-tuk apa kau ke-mari?” Suara Danu tersengal karena wanita yang ada di atasnya terus memompa dengan kencang.
“Jadi ini alasan sebenarnya?” Zivanya menyeka air matanya, lalu berlari keluar dari dalam kamar itu. Perasaan dan hatinya benar-benar hancur, ia terus berlari dan masuk ke dalam lift.
“Hiks.. Teganya kamu, Bang. Ternyata, ini alasan sebenarnya. Kamu memiliki wanita lain,” Zivanya memukul dadanya yang terasa begitu sesak.
Setelah pintu lift terbuka, Zivanya berlari sembari mengusap air matanya. Ia membuka pintu mobilnya dan segera menghempaskan bokongnya.
“Kenapa semuanya begini? Kenapa tuhan?” Zivanya membenturkan kepalanya pada stir kemudi. “Bang Valent, kenapa kamu harus pergi begitu cepat? Kenapa kamu meninggalkan aku dan juga anak-anak kita? Jika kamu tidak pergi, aku tidak mungkin terluka seperti ini!” Zivanya menangis, menangis dengan keras. Ia tidak perduli dengan orang-orang yang memandang aneh pada dirinya dari luar mobil itu.
“Aku benci! Aku benci dengan semua ini! Aku harus membalas penghinaan dan pengkhianatan ini!” teriak Zivanya sambil menyeka air matanya.
“Beri aku kekuatan, Bang Valent. Bantu aku,” ucapnya lirih.
BERSAMBUNG
Seminggu kemudian, keadaan Zivanya sudah lebih membaik dari beberapa hari sebelumnya. Ia menyibukkan dirinya mengurus butik peninggalan mendiang suaminya. Ia berharap, dapat melupakan semua yang telah terjadi. Tapi, hari itu. Ia kembali terluka, Danu dan wanita selingkuhan nya datang ke butik Zivanya.
“Hay..!” sapa Danu, tangan kirinya merangkul kekasihnya. Mereka sengaja memamerkan kemesraan mereka di harapan Zivanya.
“Hay.. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Zivanya, kebetulan ia baru saja keluar dari ruangan kerjanya.
“Vanya, tolong tunjukan gaun pengantin terbaik yang ada di butik ini!”
Deg.. Sakit! Ya! Sakit yang di rasakan Zivanya, tapi ia sudah berjanji pada dirinya sendiri. Bahwa, ia tidak akan lagi mengeluarkan air mata yang akan terbuang sia-sia. Apa lagi, untuk seorang pria pecundang seperti Danu.
“Mbak, tolong urus ke dua orang ini ya! Tunjukan gaun pengantin terbaik yang di miliki butik kita.” Kata Zivanya kepada karyawannya.
Setelah berbicara seperti itu kepada karyawannya, Zivanya hendak melangkahkan kakinya pergi meninggalkan tempat itu.
“Mau kemana, Kamu? Tidak sopan sekali kepada pelanggan!” Danu mencekal pergelangan tangan Zivanya.
“Kurang sopanku di mana? Aku sudah baik-baik meyambut pasangan romantis seperti kalian, dan aku juga sudah memerintah karyawanku untuk melayani kalian, bukan?” kata Zivanya.
“Cih.. Berani sekarang kamu sama aku!” Geram Danu.
Ternyata, inilah sikap dan sosok asli seorang Danu. Sosok yang sombong dan juga kasar, sikap baik yang ia tunjukan selama ini ternyata hanyalah topeng.
“Memangnya kamu siapa? Kok, aku harus takut sama kamu?” bukannya takut Zivanya malah berbicara dengan nada tinggi pada Danu dan kekasihnya.
“Udah, sayang.. Gak perlu ribut kaya gini, dia gak mau melayani kita. Mungkin, karena dia cemburu dan iri sama kemesraan kita,” ucap kekasih Danu dengan senyum mengejeknya.
“Cemburu, cemburu apa? Gak kamu lihat berbedaan di antara kita. Meski aku seorang janda dengan dua anak, tapi di bandingkan kamu, body, wajah dan juga penampilan jauh lebih OKE aku.” Sindiran yang di katakan Zivaya, membuat kekasih Danu naik pitam.
“Kurang ajar ya, Kamu! Dasar janda penggoda!” kekasih Danu yang bernama Kinanti itu, hendak melayangkan tamparan pada wajah Zivanya. Tapi, dengan sigap Zivanya menangkap pergelangan tangan Kinanti. Hingga, telapak tangan itu tidak sampai pada wajahnya.
“Berani kamu menyakiti, Saya. Maka jangan salahkan Saya. Jika, Saya membalasnya berkali-kali lipat!” perkataan yang di lontarkan Zivanya penuh dengan penekanan.
Diam-diam, Danu memperhatikan Zivanya. Ia tidak menyangka, bahwa Zivanya bisa tidak perduli pada kemesraan yang ia tunjukan bersama Kinanti.
“Dan kamu!” tunjuk Zivanya pada Danu. “Jika tidak benar-benar ingin membeli pakaian yang ada di butik ini. Segera bawa kekasih liarmu ini pergi!” sorot mata Zivanya menujukan bahwa ia benar-benar tidak menyukai Danu dan juga kekasihnya.
“Kamu akan menyesal nanti!” Danu menunjuk wajah Zivanya yang ada di haradapannya. Setelah itu, ia menarik Kinanti pergi dari butik itu.
Setelah Danu dan Kinanti pergi, pada Karyawan mendekati Zivanya yang sedang mengusap wajahnya dengan kasar.
“Mbak Vanya gak papa?” tanya salah satu karyawan.
“Gak papa, saya baik-baik aja.” Jawab Zivanya.
“Pria gak tau diri! Setelah puas manfaatin orang, ehh pergi gitu aja. Pakek acara pamer kemesraan lagi, di kira keren kali. Padahal mah, tampilan pacarnya bikin jijik,” Tari, karyawan Zivanya yang paling berani, cerewet serta bar-bar. Ia mengomel pada Danu, yang mamang sejak awal tidak ia sukai.
“Sudah lah, Tar. Lagian dia juga udah pergi,” kata Zivanya. Ia beruntung, memiliki karyawan-karyawan yang baik dan perduli seperti Tari dan juga yang lainnya.
“Awas ya, Mbak. Kalo entar si Danu itu kesini lagi, mbak gak usah baik-baikin. Langsung usir aja,” kata Tari dengan ketus.
“Bener, Mbak. Kalau mbak gak bisa ngusir dia. Biar nanti, Nita bantuin usir!” sahut Nita, karyawan Zivanya yang lain.
Zivanya hanya geleng-geleng melihat ke antusiasan para Karyawannya terhadap keadaannya.
“Makasih ya, kalian udah mau perduli sama Mbak,” kata Zivanya. Ia tersenyum bahagia pada Karyawannya.
Berkumpul bersama karyawannya, membuat bebam yang ada di hatinya sedikit berkurang. Sudah hampir seminggu ini, ia banyak menghabiskan waktunya di butik. Sedangkan perusahaan Kosmetik yang ia miliki, kini ia percayakan pada salah satu sahabat mendiang Valentino, yaitu mendiang suaminya.
Valentino Ajisaka, mendiang suami Zivanya, tidak hanya meninggalkan butik dan perusahan kosmetik untuk Zivanya dan anak-anaknya. Tapi juga, meninggalkan banyak kekayaan untuk mereka, salah satu nya lagi adalah sebuah kawasan perumahan yang di jadikan sebagai kontrakan.
Aslinya, meski Zivanya tidak bekerja. Kebutuhannya dan juga kedua anaknya sudah lebih dari cukup. Tapi, Zivanya bukan lah wanita yang betah berdiam diri, ia ingin , usaha yang di tinggalkan suaminya tidak tutup dan malah menjadi semakin berkembang. Terbukti sudah, dengan kemampuannya yang jenius, dalam kurun waktu 3 tahun. Usaha yang di tinggalkan mendiang Valentino menjadi berkembang pesat.
Zivanya melihat jam yang melingkar di yang nya, ternyata sudah menunjukkan pukul setengah 11 siang. Itu artinya, sudah waktunya untuk menjemput putranya yang ada di sekolah.
“Nita, Tari, mbak pamit dulu, ya. Mau nyusul Nino di sekolah,” pamit Zivanya pada Tari dan juga Nita.
“Iya, mbak. Hati-hati di jalan!”
.
.
.
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!