NovelToon NovelToon

My Little Wife

Ep. 1 >>> MENCARI RAHIM PENGGANTI

Plakkkk...

Sebuah tamparan melayang di pipi Azalea.

Ini bukan untuk pertama kalinya, Azalea sudah sangat biasa dengan tamparan, makian, atau bahkan lebih dari itu.

Azalea Az-Zahra. Gadis 17 tahun itu harus menjalani hidup yang keras di usianya yang masih belia.

"Berani kamu bantah saya." Bentak wanita yang berstatus ibu tiri itu. Nana, wanita 45 Tahun itu dengan sengaja menikahkan suaminya dengan sahabatnya sendiri yang didiagnosa kanker stadium 4, hanya untuk sebuah rumah dan sebinang tanah.

Sampai, lahirlah Azalea dan Adiknya dari sahabatnya itu.

Kini, hiduplah mereka dirumah yang ditinggalkan oleh Ibu dari Azalea dan menguasi tanah perkebunannya. Walaupun tidak sepenuhnya.

Pak Salam yang tahu niat jahat istrinya dengan sengaja menyembunyikan sertifikat rumah dan tanah agar tidak disalah gunakan oleh Istri dan anaknya Reno.

***

Sedangkan Azalea masih menatap tajam kearah wanita yang bahkan tidak pernah sekalipun berlaku baik pada dirinya.

Tidak ada sedikitpun rasa takut diwajah Azalea.

Jika tidak memikirkan Azriel, adik laki-lakinya yang masih berumur 12 tahun. Mungkin Azalea sudah pergi jauh dari kehidupannya yang menyebalkan itu.

"Udahlah Lea, kasih aja apa yang Ibu minta." Reno, lelaki yang lebih tua 10 tahun dari Azalea dan berstatus sebagai Abang tirinya itu pun ikut bersuara, membuat Azalea semakin geram dibuatnya.

Azalea menatap Reno dengan penuh amarah.

"Aku kerja banting tulang, siang malam bukan untuk melunasi hutang-hutangmu !" Balas Azalea.

Diraihnya tas yang tergeletak di atas tempat tidur dan memilih untuk pergi meninggalkan kedua orang itu.

Namun, tidak semudah itu.

Reno menarik rambut Azalea sambil setengah mencekiknya.

"Kamu tidak akan bisa kemana-mana sebelum kamu memberikan buku tabunganmu."

Sedangkan Azalea hampir kehabisan nafas karena cekikan itu. Perlawanannya tak berarti.

Untung aksi itu cepat di hentikan oleh Ayah mereka yang baru saja pulang dari kebun.

"Reno apa yang kamu lakukan !" Bentak Pak Salam yang terkejut melihat kegaduhan yang sedang terjadi didalam rumahnya itu.

Reno melepaskan cekikan itu dan mendorong tubuh Azalea dengan kesal.

Dengan sisa tenaga yang ada, Azalea bangkit dan keluar dari rumah.

***

Azalea terduduk seorang diri meratapi nasibnya, mengingat kejadian buruk hampir setiap hari menimpanya. Entah kapan semua itu akan berakhir.

'Semangat Lea, kamu tidak punya waktu untuk merenung disini. Bangkit dan mulailah harimu, ada orang yang membutuhkan hasil kerja kerasmu.'

Azalea menarik nafas dalam, mencoba melupakan kejadian beberapa menit lalu. Kemudian kembali melangkah menuju tempat tujuannya.

***

Azalea bekerja di tiga tempat sekaligus dalam satu hari.

Di pagi hari dia bekerja sebagai cleaning servis di sebuah klinik kecil dekat rumahnya, pekerjaan itu tidak membutuhkan waktu lama, hanya butuh dua jam untuk mengerjakannya. Setelah selesai, lanjut dengan pekerjaan keduanya di sebuah toko buku. Di sore harinya dia kembali melanjutkan pekerjaan ke tiga nya di sebuah restoran sebagai pelayan.

Semua itu dia lakukan demi menyekolahkan Adiknya setinggi-tingginya. Dia berharap Adiknya tidak seperti dirinya yang harus putus sekolah karena biaya.

Dia berharap Adiknya bisa hidup layak dan sukses.

Lelah, tentu saja. Namun tak ada pilihan lain untuk seorang Azalea.

Azalea dengan cekatan menuju meja yang baru saja di tinggalkan oleh pelanggan.

Saat sedang membereskan meja itu, tanpa sengaja Azalea mendengar perbincangan kedua orang yang berada di meja sebelah.

"Carikan aku wanita yang mau menjual rahimnya. Aku akan membayar berapa pun harganya."

Kalimat itu membuat Azalea terhenti dengan aktivitas nya dan otaknya mulai berfikir keras.

Azalea menoleh kearah samping dan melihat seorang laki-laki yang duduk membelakanginya, dan didepan nya ada seorang wanita yang berpenampilan sangat rapi.

"Semua persyaratan sudah aku tuliskan di kontrak ini." Sambil menyodorkan berkas ke pada wanita tersebut.

"Baik, saya akan melakukan sesuai dengan perintah Anda." Wanita itu meraih berkas tersebut dan memasukkannya kedalam tas.

"Pe-permisi." Azalea memberanikan diri menemui kedua orang tersebut.

Serentak keduanya melihat ke arah Azalea.

"Emmm maaf kalau saya mengganggu. Tadi saya tidak sengaja mendengar pembicaraan Anda. Emmm...." Ucapnya terputus. Keringat dingin sudah bercucuran di wajah Azalea. Sebenarnya Azalea sangat gugup.

Sedangkan kedua orang itu masih terdiam dan menatap heran ke arah Azalea.

"Kalau boleh, sa-saya bersedia." Lanjut Azalea sambil menggenggam erat kedua tangannya untuk menepis rasa gugup. Sedangkan wajahnya ditekuk dalam-dalam.

Kedua orang yang berada dihadapannya masih menatap heran ke arah Azalea. Lelaki itu memandangi Azalea dari ujung rambut hingga ujung kaki. Memar di wajah dan leher Azalea cukup menarik perhatiannya.

Azalea memang gadis yang cantik.

Kulitnya putih bersih, gadis itu tidak terlalu tinggi. Hanya 155cm.

Rambut panjangnya diikat kuncir kuda. Dengan mata bulat sempurna, hidung mancung, bibir yang berisi dan pipi chubby.

Namun, itu tidak cukup untuk membuat Biandra menyetujuinya dengan mudah.

Biandra Aksa Nugraha, Calon Pewaris NR Group. Lelaki yang saat ini berusia 28 tahun itu memang sedang mencari wanita yang mau menjual rahimnya. Dengan terpaksa dia harus melakukan itu karena desakan istrinya.

Menikah selama 5 tahun dan tidak di karuniai anak membuat istrinya sampai memiliki ide yang sangat gila menurut Biandra.

Namun, Biandra akan melakukan apapun demi istri tercintanya itu. Walaupun hal konyol sekalipun.

Biandra, kembali menoleh ke arah Siska, Sekretarisnya.

"Kamu boleh pergi sekarang."

"Baik." Siska langsung bergegas meninggalkan bos nya itu.

Sedangkan Azalea masih berdiri terbujur kaku di samping meja tersebut.

Tak lama, Biandra berdiri dan mengeluarkan dompetnya, meletakan selembar uang kertas di atas meja.

"Ambil saja kembaliannya." Ucap Biandra sambil beranjak pergi.

Azalea yang sudah kekeh dengan keputusannya tidak menyerah semudah itu.

Dengan cepat Azalea menghentikan langkah Biandra.

"Bukankah Tuan mencari wanita yang bersedia menjual rahimnya, lalu apa salahnya jika saya bersedia."

"Apa kamu pikir saya akan menerima sembarang wanita untuk mengandung anak saya ?"

Azalea terdiam. "Tapi...."

Biandra berniat untuk kembali bergegas.

Namun Azalea lagi-lagi menghentikannya.

"Saya mohon Tuan, saat ini saya sangat membutuhkan uang. Saya rela melakukan apa saja. Saya janji akan mematuhi semua peraturan dan persyaratannya. Saya mohon." Azalea tidak dapat membendung air matanya. Sedangkan tangannya menggenggam erat lengan baju Biandra.

Orang-orang yang berada di restoran itu mulai menatap ke arah Biandra dan Azalea.

"Oke oke oke... Ini kartu nama saya dan temui saya besok. Saya akan menilai apa kamu pantas atau tidak."

Biandra tidak punya pilihan lain. Ini cara satu-satunya agar Azalea melepaskannya. Dan terlepas dari tatapan semua orang.

***

Tanpa membuang waktu, pagi-pagi sekali Azalea sudah menuju ke perusahaan Biandra sesuai dengan alamat yang tertera di kartu nama yang di berikan Biandra.

Dengan perasaan was-was dan hati yang tak hentinya berdegup Azalea menunggu angkutan yang akan membawanya menuju perusahaan Biandra.

***

Dan kini, dia berdiri tepat di depan perusahaan Biandra. Melihat gedung pencakar langit itu membuat Azalea kembali berfikir dengan keputusannya.

"Mungkin orang itu memiliki spesifikasi yang tinggi. Mana mungkin aku akan berhasil meyakinkannya." Azalea berbalik dan terhenti setelah beberapa langkah.

"Ah apa salahnya aku mencoba." Azalea kembali berbalik dan dengan percaya diri melangkah masuk kedalam perusahaan.

Setelah melewati beberapa proses, akhirnya Azalea berhasil meyakinkan resepsionis bahwa dia sudah memiliki janji dengan Biandra.

"Baiklah, silahkan ikut saya."

Azalea mengikuti langkah wanita yang akan membawanya menemui Biandra.

"Silahkan masuk."

Azalea mengernyitkan alisnya. Sedikit heran karena wanita itu justru menyuruh Azalea masuk kedalam lift seorang diri.

"Tapi saya tidak tahu ruangannya."

"Lift ini langsung menuju keruangan Pak Biandra." Ucap si resepsionis dengan ramah.

***

Pintu lift terbuka, Azalea melangkah beberapa langkah. Pandangannya langsung ke pada seorang pria yang sedang sibuk di balik meja kerjanya.

Pria yang di temuinya di restoran semalam, kini Azalea melihatnya dengan lebih jelas.

Pria yang berparas tampan itu mungkin akan bisa dengan mudah mendapatkan wanita yang mau menjual Rahimnya.

Dengan ketampanan dan kekayaan yang dia miliki. Jangankan dibayar, tidak dibayarpun mungkin juga akan ada wanita yang mau.

Untuk seperdetik, Azalea justru terpana dengan ketampanan Pria itu.

"Silahkan duduk." Kalimat itu membuyarkan lamunan Azalea. Biandra mempersilahkan Azalea untuk duduk di sofa yang berada di ruang kerjanya itu.

Huffftttt...

Dengan gugup Azalea melangkah dan duduk di sofa berhadapan dengan Biandra, dan benar saja. Hatinya mulai berdetak lebih kencang.

Sebenarnya, hati dan pikirannya berlawanan dengan keputusan itu.

"Nama ?"

"Azalea Az-Zahra

"Umur ?"

"17 tahun"

Biandra terhenti dengan pertanyaannya.

"Ternyata kamu masih di bawah umur."

"Tapi aku bisa melakukannya." Ucap Azalea spontan.

"Melakukan apa ?"

"Mmm itu..." Azalea menunduk, wajahnya memerah. Dengan mimik wajah malu karena jawaban spontannya itu tadi.

"Sudah pernah melakukannya ?"

"Tidak !" Dengan cepat Azalea mendongakkan wajahnya. Sambil menegaskan kata 'Tidak' itu.

Biandra menyodorkan selembar kertas.

"Baca ini."

Azalea meraih kertas tersebut dan membacanya dengan teliti.

Terdapat beberapa point disana yang tidak dimiliki Azalea.

"Kamu memiliki semua spesifikasi itu ?" Tanya Biandra.

Azalea menggeleng pelan.

Dia tahu ini akan terjadi, namun tetap saja dia kecewa.

Azalea menunduk semakin dalam dan menangis. Dia merasa kecewa karena rencananya gagal. Dia sudah sangat berharap akan mendapatkan uang dari Biandra dengan menjual rahimnya. Lalu mengirim adiknya keluar negeri untuk bersekolah. Mengirim Adiknya sejauh mungkin dari Ibu dan Abang tiri yang selalu menindas mereka.

"Aku minta maaf, kamu tidak memiliki kesempatan ini."

Bukan tanpa sengaja Biandra menolak Azalea. Dimalam pertemuan mereka itu, Biandra langsung memerintahkan sekretarisnya untuk menyelidiki tentang Azalea. Tidak sulit bagi Biandra untuk mendapat biografi Azalea.

Azalea tidak bisa menyerah begitu saja, ini satu-satunya cara agar dia bisa memiliki uang dalam jumlah banyak dengan waktu singkat. Begitulah fikirnya.

Dengan tulus dia kembali memohon.

"Tidak bisakah Anda memberikan Saya kesempatan."

Biandra menggeleng.

"Kali ini saja." Dengan wajah memelasnya.

Namun, Biandra tetap menggeleng untuk kesekian kalinya.

"Silahkan." Biandra mempersilahkan Azalea untuk keluar dari ruang kerjanya.

Dengan lesu dan tak bersemangat, Azalea melangkah keluar dari ruangan itu. Dia masuk kedalam lift, tepat saat pintu lift tertutup. Azalea mimisan, itu sudah biasa terjadi ketika tubuhnya sudah sangat kelelahan.

Azalea menghapus darah di hidungnya sambil menangis.

>>>TO BE CONTINUED<<<

>>>JIKA KALIAN SUKA DENGAN NOVEL INI, TERUS DUKUNG AUTHOR DENGAN GIFT & VOTE YAA<<<

.

.

.

.

NEXT>>>

Ep. 2 >>> NIKAH

Biandra berbalik ke arah meja kerjanya dan meraih ponselnya yang sudah dari tadi berdering.

"Hallo."

"Saya sudah menemukan beberapa wanita yang bersedia menjual rahim mereka."

"Baik, saya akan menemui mereka. Kirimkan saya alamatnya."

Biandra bergegas sambil meraih jasnya. Disaat pintu lift terbuka dan Biandra akan bersiap untuk masuk, betapa terkejutnya dia saat melihat Azalea yang masih berada didalam lift dengan darah di hidung dan tangannya.

"Apa yang terjadi ?" Tanya Biandra dengan ekspresi kaget.

Saat melihat Biandra, tangis Azalea semakin pecah tak karuan.

Azalea merasa sudah sangat lelah dengan semuanya, dia kecewa seakan nasib baik tidak pernah berpihak pada dirinya. Apapun yang dilakukan tidak pernah berjalan sesuai rencana dan harapannya.

Akhirnya, Biandra kembali membawa Azalea masuk kedalam ruangannya. Memberikan beberapa tissue kepada Azalea untuk membersihkan darahnya.

Selagi Azalea memberishkan darah mimisannya, tanpa sadar Biandra terus memperhatikan Azalea.

"Kamu sudah selesai ?" Tanya Biandra, sambil melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Azalea mengangguk pelan.

Keduanya berdiri serentak dengan canggung.

"Aku juga akan keluar." Ucap Biandra menjelaskan.

"Empp iya."

Mereka berdua berjalan menuju lift.

Didalam lift keduanya hanya terdiam. Sampai pintu lift terbuka dan mereka berpisah disana.

Azalea berjalan keluar dari perusahaan itu. Sedangkan Biandra menuju basement untuk mengambil mobilnya.

Saat mengemudikan mobilnya dan keluar dari perkarangan perusahaan Biandra kembali melihat Azalea yang sedang berjalan di tortoar jalan dengan lesu seperti tidak bersemangat hidup.

Namun Biandra memilih untuk tidak mengubrisnya dan terus mengemudi melewati Azalea.

Dari spion mobilnya, Biandra kembali menoleh ke arah belakang. Dilihatnya Azalea sedang membantu seorang wanita tua yang akan menyebrang jalan. Sambil menyeka air matanya, dia terus menuntun wanita tua itu sampai ke seberang jalan.

Melihat hal itu, sedikit sudut bibirnya terangkat. Biandra tersenyum tanpa disadarinya.

***

Biandra sedang menyeleksi satu persatu wanita yang akan menjadi rahim pengganti bagi istrinya.

Namun sayangnya, kelima wanita yang dibawakan oleh sekretarisnya itu tidak satupun masuk dalam kriteria Biandra.

Entah wanita yang seperti apa sedang di carinya.

Sampai satu minggu berlalu. Dia sudah menemui hampir 20 wanita untuk program rahim pengganti itu.

Namun tak satupun lolos seleksi nya.

Dalam hati kecilnya justru terlintas tentang Azalea.

Paling tidak gadis itu masih terlihat lebih tulus di bandingkan dengan wanita-wanita yang ditemuinya itu.

***

Biandra akan menemui kliennya di restoran tempat Azalea bekerja.

Dia langsung menuju ke meja tempat kliennya sudah menunggu.

Tak lama kemudian, Azalea datang selayaknya pelayanan pada umumnya.

Dia memberikan menu kepada pelanggan dan bersiap untuk mencatat pesanan mereka.

Berbeda halnya dengan Biandra, dia terus memperhatikan Azalea.

"Ada lagi ?" Azalea memastikan pesanan mereka dengan ramah.

"Itu saja." Jawab klien Biandra.

"Baik." Azalea kembali mengambil menu dan meninggalkan meja tersebut

Pandangan Biandra terus saja tertuju pada Azalea yang sedang sibuk melayani tamu-tamu yang datang.

Bukan untuk menarik perhatian Biandra.

Beginilah Azalea apa adanya, tangannya begitu ringan membantu siapa saja yang membutuhkan. Misalnya saat ini, ada seorang anak kecil yang terjatuh saat sedang berlari. Azalea membantu sang ibu untuk membuat Anaknya berhenti menangis.

Azalea yang sudah terbiasa mengurus Adiknya dari kecil sangat paham apa yang dibutuhkan Anak kecil saat sedang menangis.

"Terimakasih Mbak." Ucap sang Ibu, setelah Azalea berhasil membuat Anaknya berhenti menangis.

"Sama-sama Mbak." Azalea membelai lembut kepala Anak kecil tersebut, setelah itu berlalu pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.

***

Biandra memutuskan untuk menemui Azalea setelah meetingnya selesai.

"Ada yang ingin aku bicarakan."

"Saya sedang sibuk." Jawab Azalea sekenanya.

"Aku akan menunggu sampai kamu selesai bekerja."

Tanpa menjawab. Azalea langsung kembali menyibukkan dirinya.

Sedangkan Biandra memutuskan untuk menunggu Azalea diparkiran, dimana mobilnya terparkir.

Setelah selesai bekerja, Azalea langsung bergegas untuk pulang tanpa berniat menjumpai Biandra. Menurut nya, tidak ada yang perlu di bicarakan di antara mereka berdua.

Melihat Azalea, Biandra langsung bergegas mencegatnya.

"Bukankah sudah aku katakan ada yang perlu kita bicarakan."

"Memangnya apa yang bisa dibicarakan diantara kita berdua?"

"Aku akan memberikanmu kesempatan."

"Bukankah saya tidak termasuk kriteria seperti yang Anda cari."

"Apa kamu menolak kesempatan ini ?"

Azalea terdiam, raut wajah Biandra tampak serius. Namun Azalea sedikit ragu.

'Mungkinkah dia mencoba mempermainkanku ? Tapi untuk apa ? Dilihat dari luarnya, sepertinya dia bukan tipe orang yang punya waktu untuk bermain-main denganku.'

"Kamu menolak kesempatan ini ?" Biandra mengulangi pertanyaannya untuk kedua kalinya.

"Tidak!" Jawab Azalea spontan.

Biandra mengernyitkan alisnya.

"Berarti kamu setuju ?" Biandra memastikan jawaban Azalea yang ambigu baginya.

Azalea mengangguk pelan. Kini bibirnya sedikit tersenyum. Dia kembali memiliki harapan dalam hidupnya.

Harapan untuk membahagiakan Adiknya.

"Aku akan menjemputmu disini malam besok. Kita akan menemui istri ku."

Azalea kembali mengangguk pelan.

***

Keesokannya, sesuai dengan yang dikatakan. Biandra menjemput Azalea selepas selesai dia bekerja.

Keduanya menuju kediaman Biandra dan Istrinya.

Sepanjang perjalanan, keduanya hanya terdiam.

Hening...

Mereka berdua sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

Sebenarnya begitu banyak pertanyaan yang bersarang didalam otak Azalea.

Namun entah mengapa sulit sekali baginya untuk memulai percakapan.

Sampai mobil itu berhenti di sebuah rumah yang cukup megah dan mewah.

Belum lagi keduanya turun dari mobil. Maya keluar dari rumah seakan tahu dengan kedatangan mereka.

Keduanya menghampiri Maya yang sedari tadi sudah menunggu di depan pintu.

Saat melihat Azalea, Maya langsung tersenyum kepadanya.

Terpancar jelas aura kecantikannya.

Jika bukan karena mandul, sungguh Maya adalah wanita yang sangat sempurna.

Biandra langsung melingkarkan tangannya di pinggang Maya dan mengecup lembut kening Maya. Kebiasaan yang selalu di lakukannya setiap pulang kerja.

"Ayo silahkan masuk." Maya mempersilahkan Azalea masuk.

"Terimakasih." Sambil mengangguk. Azalea mengikuti langkah Maya dan Biandra yang berjalan didepannya.

Mereka duduk di ruang tamu. Dan tak lama, seorang pembantu membawakan mereka minuman.

"So, gimana hasilnya ?" Tanya Maya yang tak sabar dengan hasil tes Azalea dirumah sakit.

"Gak ada masalah." Jawab Biandra.

Maya semakin tersenyum sumbringah.

Dia sudah tidak sabar rasanya menggendong dan merawat seorang bayi.

Sedangkan Azalea, terlihat kebingungan dengan pertanyaan dan jawaban Biandra tersebut.

Namun dia memilih untuk diam saja tanpa bertanya.

Maya sudah berhayal dan berangan-angan tentang betapa bahagianya dia jika didalam rumah yang sunyi itu terdapat seorang bayi yang akan mengisi kesunyian itu dengan tangisan, tawa, dan celoteh seorang anak.

Maya yang berusia lebih tua 5 tahun dari Biandra memang sudah sempat pesimis. Dia yang dinyatakan mandul oleh dokter 2 tahun belakangan ini bahkan sudah hampir putus asa dengan hidupnya.

"Baiklah, ini kontraknya. Silahkan di baca dulu."

Azalea meraih kertas itu.

Matanya melotot tak percaya dengan nominal yang tertera di kertas tersebut. Azale menghitung jumlah nol dari belakang angka itu.

Itu jauh lebih besar dari ekspektasi nya.

Cukup lama Azalea membaca poin-poin yang berada di kertas tersebut.

"Apa ada yang membuat kamu keberatan ?" Tanya Maya.

"Tidak, sama sekali tidak."

"Hemm baiklah kalau begitu. Silahkan tanda tangani kontrak itu."

"Tapi, apa boleh saya ajukan satu syarat."

"Apa itu ?"

"Apa saya bisa minta setengah dari bayaran ini di muka. Karena saya sangat butuh uang sekarang."

"Tentu saja, tidak masalah." Ucap Maya sambil tersenyum ramah.

Ketiganya pun menandatangani kontrak tersebut.

"Aku akan istirahat, aku sangat lelah hari ini." Biandra meninggalkan kedua wanita itu. Tampak raut wajahnya tidak sebahagia Maya. Tentu saja, sebenarnya Biandra sangat terpaksa melakukannya.

Biandra mengirimkan sebuah pesan teks pada sekretarisnya. Dia memberitahukan bahwa dia sudah menemukan wanita yang akan menjual rahimnya.

Sedangkan diluar sana. Tinggallah Maya dan Azalea yang masih sedang mengobrol.

"Jadi... Siapa namamu ?"

"Azalea Az-Zahra, anda bisa memanggil saya Lea saja."

"Emm baik lah. Dan kamu bisa panggil aku Kakak. Kebetulan aku tidak memiliki adik." Dengan ramahnya.

"Anda baik sekali."

"Tentu saja aku harus baik. Kamu akan memberikan aku hal yang paling istimewa dalam hidupmu. Tentu aku harus melayani mu sebaik mungkin." Sambil tersenyum, dan menggenggam tangan Azalea.

Sungguh Maya sangat berterima kasih kepada siapa saja yang bersedia menjadi rahim pengganti baginya.

Maya memberitahukan Azalea tentang apa-apa saja yang harus dilakukan oleh Azalea dan apa-apa saja larangannya.

Setelah selesai, Azalea di tunjukkan kamarnya oleh pembantu tadi. Sedangkan Maya masuk ke kamarnya sendiri.

***

Maya tahu, Biandra sedang kesal saat ini. Dan dia juga tahu seberapa terpaksa nya Biandra melakukan permintaan konyolnya ini.

Mereka bahkan sempat beradu argument dan akhirnya, Biandra harus mengalah.

"Terimakasih." Maya memeluk Biandra yang sedang berbaring membelakanginya.

"Aku harap, kamu tidak akan pernah menyesal dengan keputusan kamu ini."

***

Matahari mulai terbit namun mata Azalea masih belum terlelap sebentar pun.

Dia sama sekali tidak bisa tidur. Memikirkan tentang benar atau tidaknya keputusan yang telah dia ambil.

Tok... Tok... Tok...

"Nona, waktunya sarapan." Suara dari seberang pintu sana.

"Baik, saya akan segera keluar." Jawab Azalea setengah berteriak agar orang di seberang pintu sana mendengar jawabannya.

Azalea keluar dari kamar, dan menuju keruang makan. Disana sudah ada Biandra dan Maya yang sedang menikmati sarapan mereka.

"Tidurmu nyenyak ?" Tanya Maya pada Azalea.

"Nyenyak." Jawab Azalea segan dan jelas itu bohong.

"Setelah sarapan, bersiaplah. Kita akan ke suatu tempat." Ucap Biandra datar.

"Kemana ?" Tanya Azalea penasaran.

"Menikah."

"Menikah ? Hari ini ?" Dengan ekspresi kagetnya.

"Iya Lea. Bukankah semakin cepat semakin baik." Sambung Maya.

>>> TO BE CONTINUED >

Ep. 3 >>> NIKAH PART II

Tangan Azalea langsung lemas. Dia seperti kehilangan tenaganya. Hatinya semakin berdegup tak karuan.

Menikah...

Adalah satu kata yang pastinya diimpikan oleh setiap orang.

Angan-angan tentang pernikahan itu pasti selalu di harapkan menjadi hari yang tidak pernah terlupakan.

Menjadi hari paling istimewa dalam hidup.

Namun, pantaskah Azalea berharap lebih tentang pernikahan itu.

"Baiklah." Ujar Azalea setelah terdiam beberapa saat.

Setelah selesai sarapan Azalea langsung masuk ke dalam kamar untuk bersiap-siap.

Tak lama berselang, Maya masuk menemui Azalea dikamarnya.

"Sudah siap ?" Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Azalea yang sedang termenung menatap cermin.

"Eh... Sudah sudah." Salah tingkah dan meraih slim bag nya.

"Bawalah beberapa pakaian." Sambil menyodorkan koper kecil yang berisi pakaian dan perlengkapan lainnya.

"Untuk apa Kak ?"

"Mungkin kalian harus menginap disana nanti."

"Kenapa ?"

"Karena tempatnya jauh. Mungkin membutuhkan waktu empat atau lima jam untuk sampai disana. Kalian tidak mungkin bisa pulang pergi."

"Kakak tidak ikut."

Maya menggeleng sambil tersenyum tipis.

Azalea mengerti, wanita mana yang sanggup melihat suaminya menikahi wanita lain didepan matanya sendiri.

Walaupun ini hanya pernikahan sementara sampai Anak itu lahir.

"Hemm baiklah." Azalea menerima koper pemberian Maya, dan mereka keluar dari kamar bersama. Lalu menuju ke garasi mobil. Biandra sudah menunggu disana.

Biandra memeluk Maya dengan Erat. Seakan tidak mau meninggalkannya walaupun hanya sementara.

Azalea yang melihat keromantisan itu justru salah tingkah sendiri dibuatnya.

Akhirnya dia memilih untuk menunggu didalam mobil.

"Sudah, nanti kalian akan terlambat." Suara Maya terdengar serak. Dia sedang menahan rasa sesak di dadanya.

"Maafkan aku."

"Aku yang seharusnya minta maaf Bian. Terimakasih... Terimakasih karena kamu akhirnya mau menuruti keinginan ku."

Maya melepaskan pelukan itu.

"Sudah waktunya berangkat. Kasian Lea nunggu kelamaan." Ujar Maya mengingatkan.

Biandra mengecup kening Maya, lalu beranjak masuk ke dalam mobil.

Mobil melaju perlahan keluar dari perkarangan rumah dan Maya melepaskan kepergian mereka.

***

Perjalanan yang panjang. Mereka sampai di sebuah hotel jam dua siang.

Tanpa menemui resepsionis terlebih dahulu. Biandra langsung menuju ke kamar hotel.

Azalea yang mengikuti nya terheran-heran, tentang kapan Biandra memesan kamar hotelnya.

Ternyata didalam kamar hotel tersebut sudah ada beberapa orang yang sedang menunggu kedatangan Biandra dan Azalea. Salah satunya Siska sekretaris Biandra.

"Ayo kita mulai sekarang." Ucap Biandra tanpa mengulur waktu lebih lama.

Ijab kabul di ikrar kan. Pernikahan kilat itu terjadi dalam satu jam.

Bahkan Azalea masih belum menyangka bahwa status nya sekarang adalah istri sah dari seorang CEO ternama.

Pernikahan diam-diam ini dilakukan jauh dari tempat mereka tinggal agar tidak ada yang tau tentang pernikahan ini bahkan keluarga dari Biandra atau pun Maya.

Mereka bertiga akan memainkan sandiwara didepan semua orang nantinya.

***

Setelah selesai, semua orang meninggalkan kamar hotel itu. Tinggallah Biandra dan Azalea disana.

"Tidak perlu mengeluarkan barang-barang mu. Kita akan pulang sekarang." Ujar Biandra.

"Pulang sekarang ? Tapi ini sudah hampir sore. Kita akan sampai disana tengah malam. Apa Anda tidak kelelahan ?"

"Tidak... "

"Hemm baiklah. Tapi apa boleh saya mandi terlebih dahulu. Saya merasa sangat gerah."

"Jangan terlalu lama."

"Baik." Sambil tersenyum lebar. Azalea bergegas mengambil perlengkapan mandi yang berada di dalam koper.

Beberapa menit berlalu, Biandra memilih untuk menyibukkan dirinya dengan ponsel. Menggulirkan berulang kali layar ponselnya untuk menghilangkan kejenuhan.

Pikirannya jauh kesana, memikirkan Maya dan perasaannya.

"Mas... Mas Bian bisa tolong aku ?" Teriak Azalea dari dalam kamar mandi.

"Apa ?"

"Tolong ambilkan handuk. Saya lupa memasukkannya kedalam kamar mandi tadi."

Biandra meletakkan ponselnya dan bangkit dari duduknya. Mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi.

Biandra mengetuk pintu kamar mandi. Dan menyodorkan handuk masuk kedalam kamar mandi saat pintu itu dibuka sedikit oleh Azalea.

"Cepat." Ujarnya singkat.

"Baik Mas."

Tak lama, Azalea keluar dengan rambut basahnya.

"Kamu tidak mengeringkan rambutmu terlebih dahulu."

"Tidak perlu." Sambil bergegas membereskan barang-barangnya.

Biandra memang lelaki yang peka. Dia langsung mengambil alih barang bawaan Azalea dan membiarkan Azalea berjalan hanya dengan membawa slim bag nya saja.

"Terimakasih." Ujar Azalea sambil tersipu.

Yaa begitu lah wanita. Mereka akan begitu mudah luluh walaupun hanya dengan sedikit perlakuan baik.

***

Mereka sudah menempuh dua jam perjalanan. Sedangkan hari sudah mulai gelap.

"Kamu tidur aja kalau ngantuk." Ujar Biandra.

"Gak apa-apa, saya temani Mas ngobrol aja. Biar gak suntuk."

"Mau ngobrol apa ?"

"Hemm apa aja. Terserah Mas."

"Kok terserah aku. Kan yang mau ngobrol kamu."

"Hehe iyaa sih. Tapi saya nya..."

"Aku kamu aja. Gak perlu terlalu formal."

"Tapi kan Mas lebih tua dari saya."

Biandra menatap ke arah Azalea. Setelah itu kembali fokus ke jalan.

"Dikira orang aku majikan kamu ntar."

"Kan memang iya."

"Azalea Az-Zahra." Dengan nada menekan. Menandakan dia sedang serius sekarang.

"Iyaa iyaa aku kamu." Ujar Azalea menurut.

Kemudian hening beberapa saat.

"Jadi Mas..." Lanjut Azalea.

"Apa ?"

"Apa selanjutnya ?"

"Apanya ?"

"Kitanya."

"Kenapa kitanya."

"Itu..."

"Itu apa sih ?"

"Anu..."

"Apaan sih kamu gak jelas."

"Itu loh Mas."

"Apanya yang itu loh."

"Kita kan udah nikah nih. Trus..."

"Hamilnya ?" Pangkas Biandra.

"Kok hamilnya." Sambil mengernyitkan alisnya.

"Lah trus apa ?"

"Lupain aja deh."

Biandra menatap Azalea heran. Dalam hati, apa sih maksudnya anak ini.

Karena terlalu lama terdiam. Akhirnya Azalea tertidur.

"Lea... Lea bangun, kita udah sampai."

Lea terbangun, sambil mengucek-ngucek matanya dia melihat sekeliling dan merasa asing.

"Kita dimana Mas ?"

"Apartemen."

Azalea bergegas turun dari mobil dan mengikuti langkah Biandra.

Mereka masuk kedalam salah satu unit apartemen.

Apartemen super mewah itu terletak di lantai 20. Dan menyuguhkan pemandangan kota yang sangat indah.

Itu membuat Azalea begitu takjub.

"Kamu akan tinggal di sini." Ujar Biandra sambil memasukkan koper Azalea kedalam kamar.

Tak ada jawaban, Azalea sedang sibuk dengan pemandangan dari luar dinding kaca apartemen.

Biandra menyodorkan sebuah black card kepada Azalea.

"Ini syarat yang kamu ajukan."

"Secepat ini ?" Azalea tak percaya dia bisa mendapatkan uang secepat itu.

"Iyaa. Kamu akan menerima sisanya setelah tugas kamu selesai."

Tanpa menjawab, Azalea menerima black card itu dengan perlahan.

"Aku akan pulang sekarang." Ujar Biandra sambil beranjak.

"Kamu gak nginap disini Mas ?"

"Lain kali."

***

Azalea masih termangu tak percaya. Kini ditangannya berada sejumlah uang dengan nominal yang tidak pernah terbayangkan olehnya.

Dengan cepat dia langsung mencari ponselnya di dalam slim bag miliknya.

Seakan tidak ingin membuang waktu.

Dia langsung menghubungi Adiknya.

"Hallo. Kakak kemana aja ? Kenapa ponsel kakak mati dua hari ini." Dengan panik adik Azalea menerima telpon dari Azalea.

"Kakak udah punya uang sekarang. Besok kakak akan mendaftarkan kamu ke sekolah asrama." Ujar Azalea tanpa basa-basi.

"Kakak dapat uang dari mana? "

"Kamu gak perlu tahu itu. Yang jelas kamu harus siap-siap. Kakak akan jemput kamu kalau pendaftarannya sudah selesai."

"Tapi bagaimana dengan Ayah Kak."

"Kakak yang urus semuanya. Kamu gak perlu mencemaskan apapun. Kamu hanya perlu fokus untuk belajar dan menjadi sukses."

"Tapi Kak..."

"Besok Kakak hubungi lagi. Ini sudah larut. Sebaiknya kamu tidur sekarang."

"Iyaa kak. Dimana pun kakak berada, baik-baik disana yaa."

***

Azalea menjadi wanita kaya dalam satu hari.

>>> TO BE CONTINUED <<<

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!