NovelToon NovelToon

ARAKA

BAB 1

Hai readers, makasih lo udah mampir di cerita baru aku😇

Selamat membaca yah guys!

___________

"Lihat deh, Karrel ganteng banget sumpah. Aku pengen punya suami kayak dia." seru Laras dengan pekikan tertahan. Laras adalah salah satu sahabat Ara yang menurut Ara paling lebay. Apalagi kalau sudah berhadapan dengan Karrel, sosok tampan dan populer di sekolah itu.

Ara akui Karrel memang tampan, dia juga anak orang kaya yang bisa membuat banyak gadis bertekuk lutut padanya kalau ia mau. Tapi sayang, sikap dinginnya yang berlebihan itu membuat Ara tidak suka. Gadis itu lebih menyukai lelaki lembut yang mudah tersenyum, bukan seperti Karrel yang tidak tersentuh macam begitu.

Ara lebih memilih menikmati kehidupan sekolahnya daripada mencari tahu kehidupan para cowok populer sekolah itu seperti yang dilakukan dua sahabatnya sekarang ini.

Cewek itu memutar bola matanya malas merasa tingkah teman-temannya yang menurutnya terlalu berlebihan. Lagipula mereka bukanlah raja yang harus di puja-puja kan.

"Bintang nggak kalah tampan, liat deh liat." seru Manda antusias. Sekarang ini mereka lagi ada di kantin yang sama dengan Karrel, Bintang dan Devin, tiga cowok populer di sekolah elit itu yang kebetulan bersahabat.

Bintang adalah sosok pendiam namun ramah, sementara Devin, sifatnya bertolak belakang dengan dua sahabatnya itu, dia punya sifat yang cerewet dan sangat bersahabat, meski begitu pesonanya tidak kalah dari dua sahabatnya. Buktinya, masih banyak gadis yang ngantri buat jadi pacarnya.

"ARA, GANTI MAKANAN AKU!"

Teriakan Laras membuat seisi kantin melirik risih ke arah mereka termasuk kelompok Karrel.

Ara dan Manda menutup gendang telinga mereka. Suara Laras sangat kencang dan jarak mereka hanya bersebelahan dengan cewek itu. Ara mengusap-usap telinganya yang masih berdengung lalu menatap Laras kesal.

"Kamu bisa bikin aku tuli seumur hidup tahu." kesal Ara. Manda mengangguk setuju. Kali ini ia memihak Ara. Telinganya juga sakit akibat teriakan kencang Laras.

"Siapa suruh kamu ngabisin makanan aku." balas Laras nggak mau kalah. Mereka tidak sadar perdebatan mereka sudah menjadi bahan tontonan seisi kantin, tentu saja dengan pandangan terganggu.

"Bisa beli lagi gampangkan." ujar Ara santai, kontan Laras membulatkan matanya sementara Ara cepat-cepat menutup kupingnya lagi karena tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"AKU NGGAK PUNYA UANG LAGI. KAMU PIKIR UANG SAKU AKU BANYA..PP"

Manda cepat-cepat menutup mulut Laras dengan tangannya. Hanya dia yang sadar kalau mereka sudah menjadi perhatian semua murid kantin.

"Laras stop. Liat tuh semua orang natap kita nggak suka." bisiknya di telinga Laras.

Laras jadi malu sendiri saat menatap kanan-kiri kantin, semua tatapan mata tertuju kearah dirinya. Ini semua karena sih Ara nih. Batinnya dongkol.

"Ya udah, balik ke kelas yuk." ajak Manda kemudian. Laras mengiyakan lalu menatap Ara lagi masih sebal.

"Kamu balik sendiri. Aku masih kesel sama kamu." ketusnya ke Ara tapi gadis itu malah tersenyum lebar dan melambai-lambai pada dua sahabatnya itu yang berjalan keluar kantin.

Pandangannya berpindah ke beberapa siswa yang masih memperhatikannya tapi ia seperti tidak punya rasa malu dan kembali memesan makanan karena dirinya masih lapar.

"Dasar pembuat onar." gumam Devin. Pandangannya masih tidak lepas dari Ara yang sekarang tengah memainkan gelas di atas meja.

"Kamu kenal?" tanya Bintang, Karrel ikut mendengar. Entah kenapa ia merasa tertarik melihat sosok gadis mungil yang sekarang duduk sendirian di tempat yang tidak begitu jauh dari mereka. Devin menggeleng.

"Nggak, pernah denger dong tentang dia." jawabnya menunjuk Ara dengan dagunya.

"Kalau nggak salah namanya Ara anak kelas X. Dia lumayan terkenal di kalangan kelas X tapi semua guru sudah menyerah sama dia karena kelakuannya."

Alis Bintang berkerut

"Aku dengar gadis itu suka sekali bikin onar, datang sekolah telat, rajin bolos dan suka tidur di kelas, tidak pernah bikin PR, dan nilai ujiannya selalu merah. Gosipnya begitu."

Ucapan Devin berhasil membuat Bintang tercengang, Karrel disampingnya terlihat biasa saja dengan ekspresi tidak terbaca.

"Satu lagi, meski dia di cap buruk oleh banyak guru dan siswa-siswa di kelas lain, tapi ia sangat dekat dengan teman-teman sekelasnya. Sekali pun kelas mereka sudah di cap sebagai kelas terburuk oleh semua guru karena dia. Aneh kan?" ucap Devin lagi bersemangat.

Karrel diam-diam menatap gadis yang sekarang tengah asyik makan itu. Gadis itu terlihat menikmati makanannya sampai sebuah lemparan botol aqua kosong mengenai kepala gadis itu.

Pandangan Karrel berpindah ke gadis di belakang Ara yang melempari botol aqua itu. Ia kenal gadis itu, tuh cewek sengaja melakukannya. Kali ini cowok itu kembali mengalihkan pandangannya pada Ara yang sudah berbalik menatap gadis yang melemparinya tadi dengan sebelah tangan mengusap-usap kepalanya.

"Kamu ngelemparin aku?" tanya Ara pada gadis itu. Raut wajahnya kesal. Siapa juga yang gak kesal di lemparin aqua di kepala pula.

"Nggak sengaja." sahut gadis bernama Wulan itu tanpa rasa bersalah. Sikapnya sangat angkuh, seolah ia perempuan nomor satu di sekolah ini.

Dari tempatnya Karrel tersenyum miring. Ia tidak suka orang yang munafik.

"Aku ingin membuangnya ke tempat sampah tapi malah kena kamu." jelas Wulan bohong. Ia memang sengaja, Karrel saksinya. Ada anak-anak lain juga di dekat situ.

"Tapi kan tempat sampahnya ada dibelakang kamu." tunjuk Ara ke tempat sampah yang letaknya tak jauh di belakang Wulan. Jelas-jelas gadis itu berbohong.

Devin dan Bintang menertawai kebodohan Wulan dari tempat mereka.

"Kan sudah kubilang aku nggak sengaja!" tukas Wulan kasar dengan mata menyala-nyala. Ara bergidik ngeri. Gadis didepannya ini ternyata menakutkan juga kalau marah.

"Ya udah kalo gitu, aku maafin kamu." ucapnya tidak mau berdebat terlalu lama dengan sih nenek sihir, tapi tidak tahu kenapa hal itu malah membuat Wulan geram. Ia ingin melabrak Ara yang seperti tidak menganggapnya, tapi gadis itu sudah berdiri hendak keluar kantin. membuatnya mundur.

"Pak Santo!" teriak Ara pada penjual kantin sebelum keluar.

"Iya non?" sahut pak Santo

"Makanan aku nanti dibayarin sama dia yah. Tadi dia yang bilang sendiri mau traktir aku." serunya menunjuk Wulan

"Siap non."

"K..kamu." Wulan tambah geram sedang Ara malah melemparkan senyum manisnya yang penuh kemenangan ke gadis itu sambil memeletkan lidah dan cepat-cepat keluar.

"pffftt." Devin menahan tawa melihat aksi jahil Ara sedang Karrel tanpa sadar merasa puas. Ia pikir gadis itu akan pergi begitu saja dan membiarkan dirinya ditindas oleh Wulan, tapi ternyata tidak. Bintang ikut tersenyum.

BAB 2

"Kamu ngebales Wulan kayak begitu?" wajah Laras membelalak tidak percaya dengan cerita Ara.

Ara mengangguk. Mereka sudah berbaikan setelah insiden makanan tadi.

"Tapi kan sih nenek sihir itu kelas dua belas, gimana kalau dia ngelabrak?" ujar Laras khawatir.

Ara hanya mengangkat bahunya tanda tidak peduli.

"Yang namanya Ara mana?"

Seisi kelas menoleh ke suara itu.

"Itu kan kak Dita dari kelas sebelas." bisik Manda ke Ara yang ikut menatap kakak kelas mereka itu.

"Kenapa dia cari Ara? jangan-jangan dia mau balas dendam lagi sama kelakuan Ara tadi ke Wulan, mereka kan sekelas." seru Laras panik sementara Ara malah biasa saja. Kalau balas dendam yah silahkan.

"Kenapa cari Ara?" ketus Adit ketua kelas mereka.

"Kalau mau nindas lewatin kita dulu."

"Bener. Jangan gangguin temen kita."

"Jangan karena kamu senior, kamu bisa berbuat seenaknya."

Dita melongo tidak percaya. Ia heran karena hanya dengan menyebut nama Ara dia langsung di tatap tidak suka oleh seluruh penghuni kelas itu.

"Bu Sandra minta aku buat manggil siswi yang bernama Ara." katanya memberi penjelasan. Ia merasa jengkel karena di tuduh mau menindas adik kelas padahal maksudnya lain.

"Ohhh."

"Ara di panggil bu Sandra tuh." seru Kevin dari depan

Oh jadi itu yang namanya Ara. Batin Dita setelah melihat seorang gadis manis berjalan ke arahnya

"Kamu Ara?" tanya Dita memastikan. Ara mengangguk.

"Kalo gitu ikut aku sekarang, bu Sandra mengajar dikelas ku."

"Kamu nggak lagi bohong pake nama bu Sandra kan?"

Dita melirik Kevin yang bertanya padanya dengan raut wajah curiga.

"Ya ampun, kalian bisa ikut kalau nggak percaya." dongkolnya.

"Nggak usah, kami percaya kok." balas Kevin ringan karena sudah diperingati oleh Ara yang berdiri di sebelah gadis itu. Dita memutar bola matanya jengah lalu keluar kelas di ikuti Ara dari belakang.

"Maafin teman-teman aku yah." ucap Ara tulus saat mereka berjalan berdampingan melewati gang kelas XI. Dita mengangguk dan tersenyum ke gadis itu.

"Aku nggak nyangka kamu punya banyak teman yang baik banget sama kamu."

Ara ikut tersenyum. Kakak kelasnya itu benar. Mereka kemudian berhenti tepat di depan kelas XII 2

"Ayo masuk." ajak Dita tapi langkah Ara tertahan, ia tahu pasti bu Sandra mau menagih tugasnya. Bu Sandra kan memang begitu orangnya, suka nagih-nagih tugas padahal sudah bukan jam pelajarannya lagi. Kabur aja bisa nggak yah, batin Ara.

"Dita, Ara, cepat masuk." suara bu Sandra terdengar tegas dari dalam kelas tapi tatapannya tajam menatap Ara yang masih berdiri di depan pintu kelas itu. Ara mengutuk dirinya sendiri yang tidak membuat tugasnya bu Sandra lagi. Eh, memang dia belum pernah kerjain tugasnya bu Sandra kan.

Setelah beberapa kali ragu, gadis itu akhirnya memutuskan masuk masuk mengikuti langkah Dita.

"Ara! Kenapa kamu ikutin Dita? kamu pikir ini kelas kamu, ayo kedepan!" seru Bu Sandra menggelegar di seluruh ruangan kelas itu dan sukses membuat semua siswa dikelas itu memperhatikan Ara. Gadis itu ikut melirik seluruh kelas. Tatapannya tanpa sengaja bertemu dengan tatapan dingin Karrel yang duduk paling pojok belakang dekat jendela. Ada juga gadis yang melemparinya dengan botol Aqua di kantin tadi, entah siapa namanya ia tidak tahu. Tidak penting juga ia tahu.

Jadi ini kelasnya siswa-siswa populer itu. Gadis itu mengangguk-angguk pada dirinya sendiri dan malah mendapat tatapan aneh seisi kelas.

"Ara, Ibu bilang ke depan sekarang, denger nggak!

gadis itu menatap malas ke bu Sandra tapi tetap mendengar perintahnya dan balik berjalan ke depan

"Iya bu sabar, ini lagi jalan juga."

Yang lain melongo tidak menyangka dengan jawaban Ara. Bahkan mereka tidak berani menyela ucapan bu Sandra yang terkenal killer itu. tapi yang membuat mereka lebih heran, bu Sandra malah biasa-biasa saja dengan ucapan gadis itu.

"Mana tugas kamu?" tanya bu Sandra,

Ara tersenyum lebar menunjukkan barisan-barisan giginya yang berbaris rapi.

"Belum selesai bu, hehe."

"Belum selesai atau belum buat?"

Ara berpikir sebentar.

"Emangnya beda yah bu, belum selesai sama belum buat?" tanyanya dengan tampang bingung.

Bu sandra menggeram kesal. Siswinya yang satu ini selalu saja membuatnya naik darah.

"Kenapa kamu belum bikin tugas kamu?" tanyanya sarkas.

"Kan belum ngerti bu." Ara tertawa bodoh sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal

"GIMANA MAU NGERTI KALAU DI KELAS KERJAAN KAMU ITU TIDUR TERUS ARAA."

Ara cepat-cepat mengusap-usap telinganya. Seluruh kelas ikut kaget mendengar teriakan bu Sandra

"Ya ampun bu Sandra lama-lama nanti telinga Ara bisu nih." gerutu Ara

"Budek Araaa."

"Iya maksudnya itu."

Penghuni kelas itu tak mampu menahan tawa karena perdebatan Ara dan bu Sandra yang menurut mereka konyol.

"Dasar cewek gila, bu Sandra juga malah ladenin." seru salah satu siswa yang duduk tak jauh dari bangkunya Karrel dan Devin.

Bu Sandra menarik napasnya dalam-dalam. Ia harus banyak bersabar kalau bicara dengan siswi seperti Ara ini, kalau tidak lama-lama ia bisa kena serangan jantung mendadak.

"Sekarang kamu maunya apa? Ibu nyerah kalau sama kamu." kata bu Sandra akhirnya, ia sudah tidak kuat lagi berdebat dengan gadis itu. Ara memutar otaknya berpikir lalu tersenyum menatap bu Sandra saat mendapat ide cemerlang, itu menurutnya sih.

"Minta maaf karena nggak buat tugas?" serunya polos.

"Pffftt." yang lain menahan tawa,

"Ibu tidak butuh maaf kamu. Yang lain."

"Hmmm.., gimana kalau aku buatin cake aja? kayak nyogok gitu."

"Pfffttt. Hahhaahhahaha."

"DIAM KALIAN!" semuanya kembali tenang.

Pandangan Bu Sandra berpindah ke Ara lagi.

"Kamu pikir ibu guru apaan yang bisa di sogok-sogok? pake cake lagi. ya sudah kalau begitu kamu ibu hukum bersihin seluruh toilet sekolah."

Mata hitam Ara sukses membulat besar.

"Tapi bu."

"Tidak ada tapi-tapian. Ibu akan memeriksa pekerjaan kamu jadi jangan coba-coba kabur. Sekarang keluar." usir guru itu akhirnya.

Ara berbalik pergi sambil mencak-mencak dan mengerucutkan bibirnya dongkol. Ia bahkan membanting-banting kakinya ke lantai. Sampai di pintu kelas ia berbalik lagi menatap bu Sandra.

"Bu Sandra jahat wleee." teriaknya memeletkan lidahnya lalu berlari keluar cepat-cepat meninggalkan kelas itu. Tingkahnya tak luput dari perhatian Karrel. Sejak tadi lelaki itu sebenarnya memperhatikannya. Gadis itu sangat konyol menurutnya, tapi entah kenapa ada yang menarik hatinya untuk terus memperhatikan gadis mungil itu.

"Ckckckkckck lihat anak itu kekanak-kanakan sekali." ucap bu Sandra menggeleng-geleng kepala, pandangannya beralih ke seluruh kelas

"Kalian jangan pernah mencontohi siswi seperti itu, paham?"

"Pahaaam buu."

"Ya sudah, lanjut mencatat."

"Ternyata gosip tentang tuh cewek emang bener." ucap Devin pada Bintang yang duduk didepannya. Gadis yang ia maksud sudah tidak terlihat lagi. Devin menoleh ke samping menatap Karrel tapi pria itu tampak asyik menikmati pemandangan alam dari jendela.

BAB 3

"Aduh, harusnya aku kabur saja tadi." gerutu Ara pada dirinya sendiri. Kalau ia kabur dari hukumannya tadi pasti sekarang ia sudah tidur enak-enakan di rumah.

Lagian bu Sandra juga tidak memeriksa pekerjaannya, dasar bu Sandra pembohong, katanya mau periksa ternyata tidak. Kalau tahu begitu ia tidak usah kerja tadi. Mana toiletnya banyak lagi.

"Dasar bu Sandra nyebelin. Suka ingkar janji!" umpatnya sebal. Ia tidak menyadari seseorang sedang melihatnya tak jauh dari situ.

Sekolah sudah sepi. Semua siswa sudah pulang, hanya tinggal dirinya dan sosok yang tengah memperhatikan tingkah konyolnya itu. mengumpat, bicara pada diri sendiri dan menendang apapun yang dilihatnya.

BUKK!!

Karrel meringis pelan ketika sebuah kerikil kecil yang di tendang Ara kena kepalanya. Ia memandangi gadis itu gondok tapi sepertinya gadis itu masih tidak sadar ada orang lain di tempat itu selain dirinya sendiri. Bagaimana tidak, dari tadi kan ia hanya sibuk mengumpat.

"Minta maaf." ucap Karrel dingin saat gadis itu melewatinya.

Langkah Ara terhenti. Ia mendongak ke arah datangnya suara. Ia sedikit terkejut ketika melihat Karrel sang pujaan hati dua sahabatnya itu bicara padanya. Dan apa? Mi.. minta maaf?

Alisnya terangkat bingung, tidak mengerti kenapa ia harus meminta maaf.

"Kerikil yang kamu tendang tadi kena kepalaku." ucap Karrel lagi menjelaskan. Nada bicaranya tetap dingin seperti biasa saat ia berbicara dengan orang lain, tidak ada senyum sedikit pun di wajahnya. Ekpresinya datar seperti balok.

Memangnya tersenyum itu mahal?

"Oh jadi begitu." lagi-lagi Ara bergumam pada dirinya sendiri. Ia lalu tersenyum kikuk menatap Karrel.

"Maafin aku, aku nggak sengaja bener deh." katanya sambil mengangkat dua jarinya kedepan Karrel yang berbentuk huruf V.

Karrel terus menatapnya datar dan malah pergi tanpa mengatakan apapun dan tidak ada tanggapan sedikit pun tentang permintaan maafnya.

"Ckck." decak Ara dongkol.

"Benar kataku, cowok ganteng selalu sombong dan dingin. Seperti dunia ini milik mereka saja." ia tidak sadar Karrel telah menghentikan langkahnya tiba-tiba dan tentu saja mendengar semua umpatannya.

Jantung Ara hampir copot saat ia berbalik dan mendapati cowok itu berdiri tegak di depannya. Tingginya hanya mencapai bahu cowok itu, jadi ia merasa seperti diremehkan ketika Karrel menatap kebawah pada dirinya yang pasti terlihat mungil di matanya.

"Ka....kamu masih disini?" tanya Ara terputus-putus. Ia mencoba mengatur jantungnya yang berdetak sangat cepat. Gimana tidak, lelaki itu sangat dekat didepannya, mungkin jarak mereka hanya berkisar satu jengkalnya saja.

Karrel menatapnya cukup lama lalu kembali berjalan melewatinya tanpa bicara sepatah kata pun. Mata Ara membulat besar.

"Lagi? Apa aku dianggap setan?" gadis itu bicara sendiri dengan wajah dongkol.

Ia tak habis pikir kenapa ada pria yang sebelas dua belas punya kesamaan dengan batu seperti itu.

"Lebih baik aku pulang saja daripada kena stroke nanti di usia muda." gumamnya kesal lalu berjalan lagi.

\*\*\*

Karrel berhasil menemukan ponselnya yang ternyata ketinggalan di kelas. Hari sudah gelap dan lampu sekolah belum menyala juga. Sebaiknya ia pulang saja.

Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut dan teriakan dari luar kelasnya yang membuat langkahnya terhenti. Ia mengintip dari balik jendela kelas dan mendapati keadaan sekolah sudah riuh. Belasan orang yang terlihat seperti preman itu sedang melempari sekolah itu dengan batu, bahkan sudah terdengar ada kaca yang pecah akibat lemparan itu. Yang benar saja, kenapa preman-preman itu menyerang sekolah ini.

Karrel merunduk, sebuah batu besar hampir mengenai kepalanya kontan ia menyembunyikan diri dibalik meja untuk menghindari serangan. Tak lama setelah itu tiba-tiba ia teringat sesuatu.

Gadis itu.., Karrel mengingat Ara. Ia baru sadar kalau gadis itu masih di sekolah juga. Tadi mereka berdua ada di lantai dua dan jarak dari lantai dua menuju gerbang sekolah terbilang jauh, ia harus turun di lantai satu dulu, gadis itu pasti masih berada di sekolah, batin Karrel.

Ia bergegas keluar kelas dengan teramat berhati-hati bermaksud mencari Ara. Mudah-mudahan gadis itu tidak apa-apa.

Tak ada di lantai dua. Ia tidak menemukan Ara. Harapannya sekarang di lantai satu tapi ia harus tetap berhati-hati, lantai satu lebih rawan kena lemparan.

Karrel mencari di setiap kelas dan gang yang dilewatinya namun belum juga menemukan gadis yang di carinya sejak tadi.

"Kemana dia." gumamnya. Sudah malam dan gelap, ia juga tidak bisa menghidupkan senter di hpnya karena akan ketahuan oleh orang-orang itu kalau di sekolah masih ada orang, bisa bahaya.

"Ada t..tiga..a..anak..bee.. ruang.. m.eereka..bbeeerm..ain di..kali...ber..saamma..t.taak..paa..kaai be..ee..neennn.. ya.nng..sssa..tu..bbe..ruang .kee..ciil."

Langkah Karrel terhenti, ia mendengar suara dari ruang kelas. Ia berlari memasuki kelas itu dan mendapati gadis yang di cari-carinya sejak tadi sedang meringkuk ketakutan dibawah meja dengan kedua tangan yang menutupi telinganya sambil terus bicara sendiri dengan suara bergetar.

"aadaa..ttiiiggaa...anaakkkaa...bb..bbberuang..."

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Karrel yang sudah berlutut di depan Ara, memegangi bahu gadis itu erat-erat, ia bisa merasakan seluruh badan gadis itu gemetar.

"Ssstt, orang jahat itu masih diluar, gimana kalo kita dibunuh?" ucap gadis itu ketika melihat Karrel telah berdiri didepannya. Pria itu mengamatinya heran. Seluruh tubuh Ara bergetar hebat seperti ketakutan yang berlebihan.

Alis Karrel terangkat, ada apa dengan gadis ini? Ia seperti orang yang lain, bukan seperti gadis ceria yang dilihatnya tadi. Karrel berlutut di depan gadis itu, memegangi bahunya dan menatap matanya dalam-dalam. Tangannya lebih kuat mencengkeram bahu gadis itu.

"Dengar, nggak ada yang tahu kita disini. Kamu nggak perlu takut." gumamnya pelan, berusaha menenangkan Ara. Suara teriakan dari luar semakin keras, bunyi lemparan bertambah, sepertinya mereka bertambah orang. Karrel menatap gadis didepannya yang bertambah panik, matanya bergerak liar, badannya gemetar dan sekarang ia menggigil.

Pria itu mengusap wajahnya panik. Ia takut terjadi sesuatu pada gadis itu, dalam keadaan begini juga mereka tidak bisa keluar. Lebih bahaya. Apa yang harus ia lakukan? Pandangannya tidak lepas dari gadis yang sekarang sedang meraba-raba lantai mengambil tasnya dan mencari sesuatu.

"Cari apa?" tanyanya dengan suara berbisik. Ara tetap sibuk mencari-cari sesuatu dari dalam tasnya.

"O..obat." jawabnya. Karrel langsung membantunya mencari dan menemukan sebuah kotak obat dalam tas Ara. Dahi Karrel berkerut, meski tak ada tulisannya ia jelas tahu jenis obat apa yang ada ditangannya saat ini.

"Kau minum ini?" tanyanya dengan nada tinggi yang tertahan, menatap tajam gadis itu. Seperti ada kemarahan dalam dirinya.

"Berikan padaku." Ara ingin merampas obatnya dari tangan Karrel tapi pria itu menepisnya dan melempar benda itu jauh-jauh sontak Ara menatapnya marah.

"Kau mau tidur selamanya karena obat itu?" sentak Karrel emosi. Ara terdiam. Napasnya terasa sesak, ketakutan itu membuatnya sulit bernapas. Ia tidak ada kekuatan lagi untuk berdebat dengan kakak kelasnya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!