Bab 1
"Tari,"
"Iya bos."
"Antarkan pesananmu."
"Siap." Kata seorang gadis berseragam membawa beberapa box pizza, pesanan konsumen yang akan di antarnya.
Btari Kaniya, gadis berusia 21 tahun, bekerja sebagai pengantar pizza. Dia gadis manis, pekerja keras, dan pemberani. Terlahir dari keluarga sederhana tidak membuatnya malu melainkan membuatnya lebih semangat dalam bekerja.
Bekerja sebagai pengantar pizza ia lakoni sejak dulu, sejak masa-masa SMA agar bisa membiayai sekolahnya sendiri. Itulah Tari, gadis yang mandiri dan tak pernah mempersulit keluarganya.
"Selesai! semua sudahku masukan," ucapnya setelah memasukan beberapa box pizza ke dalam kotak di atas motornya.
"Saatnya mengantarkan pizza." Tari, pun manaiki motornya melajukannya dengan cepat.
*
*
*
Di sisi lain seorang pria begitu terburu-buru keluar dari rumahnya lalu masuk ke dalam mobilnya. Satu tangannya ia fokus, kan pada bundaran stir untuk mengatur laju mobilnya. Satu tangannya lagi ia angkat ke samping telinganya untuk memasangkan earphone pada lubang telinganya agar dapat berbicara dengan seseorang yang berbicara di balik ponselnya.
"Saya segera datang, sepuluh menit lagi saya akan sampai," ucapnya seraya memutar bundaran stir di depannya, untuk melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Bawa, saja ke ruang UGD, periksa denyut nadi juga detak jantungnya. Apa disana ada dokter Lala?"
"Ada dok,"
"Katakan padanya untuk menangani pasien itu, sebelum saya sampai."
"Baik dok."
Tut. Sambungan telepon pun terputus.
Aryan Wiguna, berusia 30 tahun seorang dokter spesialis, di rumah sakit xxx. Di pagi hari saat terbangun Aryan, mendapat panggilan telepon bahwa ada pasien yang darurat, dengan segera Aryan, pun membersihkan diri lalu pergi ke rumah sakit.
Aryan, seorang dokter yang sangat peduli pada pasien, kapan pun dimana pun jika mendapat telepon darurat Aryan, akan langsung pergi menuju rumah sakit. Kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai seorang dokter benar-benar ia lakukan.
*
*
*
"Permisi … pizza!" seru Tari, tak lama kemudian seorang permpuan membuka, kan pintu rumahnya, memberikan uang lalu mengambil box pizzanya.
"Terima kasih!" ucap Tari, dengan ramah setelah menerima uang pembayarannya.
Tari, pun melangkah kembali menuju motornya. Saat akan melajukannya tiba-tiba ponselnya berdering menandakan ada panggilan.
Saat Tari, menjawabnya suara bariton terdengar keras di ujung sana. Seorang pelanggan yang marah karena menunggu pesanannya yang tak kunjung datang.
Tari, pun segera menutup teleponnya karena kesal. "Huh! gak sabaran banget, sih! Kelaparan banget kali ya ni orang.'' Tari, pun segera melajukan motornya menuju pelanggan selanjutnya walau pun mulutnya terus bersungut-sungut.
Dengan ngebut Tari, melajukan motornya, membelah jalanan yang padat dan melewati beberapa kendaraan yang lalulalang. Ketidak sabaran pelanggan membuat Tari, ingin segera sampai.
Di sisi lain Aryan, yang sedang panik karena di tunggu seorang pasien pun tak tanggung-tanggung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Setiap kendaraan yang menghalanginya ia selip, pedal gas pun terus ia injak sekuat-kuatnya, tatapan matanya tetap fokus menuju jalanan di depannya.
Begitu pun dengan Tari, dia menekan stang gas nya dengan keras. Hingga motornya pun melaju sangat cepat. Kedua orang yang berbeda sedang di kejar-kejar dengan waktu, saat tiba di sebuah belokan, mereka pun bertemu
Aaaa ….
Tari, tidak bisa menghindari mobil yang melaju ke arahnya, begitu pun sebaliknya. Di saat sudah dekat Aryan, pun membanting stirnya untuk menghindari kecelakaan, Begitu pun dengan Tari, sehingga motornya berbelok ke sisi yang salah hingga menabrak trotoar jalan dan akhirnya
Bruk,
Tari, pun terguling dengan motornya.
'Aaa … aduh!" ringis Tari, saat tertindih motornya.
Aryan, yang melihat kekacauan di belakangnya pun langsung menghentikan mobilnya. "Ya Tuhan!" Dengan panik Aryan, langsung turun bergegas pergi untuk melihat keadaan Tari.
Beruntung Tari, gadis yang kuat disaat sedang merasa kesakitan Tari, mampu berdiri dan mengangkat kembali motornya. Aryan, yang melihat itu langsung membantunya.
"Kau tidak apa-apa?"
"Aku terguling, kau masih bisa bertanya apa aku tidak apa-apa?" skak Tari.
"Aku minta maaf tapi aku sedang terburu-buru. Maafkan aku." Aryan, pun berlari menuju mobilnya..
"Hei, kau harus tanggung jawab!" teriak Tari, namun Aryan, sudah terlanjur pergi.
"Ah sial! Dia malah pergi begitu saja," rutuk Tari.
"Ya Tuhan, pizzanya!" Tari, segera melihat pizza di dalam kotak di atas motornya. Wajahnya langsung lemas saat melihat pizza nya yang hancur berantakan.
"Bagaimana ini, pizzanya … hancur!"
"Semua gara-gara pizza, aku jadi terluka dan uangku, gajiku akan di potong karena pizza ini!" Keluh Tari, seraya mengerucutkan bibirnya.
...----------------...
**Selamat datang di novel terbarunya othor
Jangan lupa dukungannya ya Like, vote, komentar dan kasih bintang 5 juga.
Jangan lupa masukan favorit biar dapat notifikasi setiap bab nya oke.
Salam author
Dini-Ra ❤**
Bab 2
Sesampainya di rumah sakit Aryan, berlari melewati lorong rumah sakit, hingga langkahnya terhenti di depan ruang UGD. Aryan, pun segera masuk untuk melihat pasiennya.
Seorang pasien, korban tabrak lari, dengan wajah penuh luka dan darah. Para perawat pun menyingkir saat Aryan, datang.
"Bagaimana keadaannya?"
"Sudah membaik"
"Denyut nadi, detak jantungnya?"
"Awalnya menurun tapi sekarang sudah kembali normal."
"Syukurlah!" Aryan, bernafas lega setelah mendengar perkataan dari perawat tadi.
"Pasien, ini cedera di bagian kaki kiri dan tangan kirinya, mungkin karena benturan atau tertindih barang berat." Seorang dokter wanita memperlihatkan hasil ronsennya, beberapa tulang kaki dan tangan pasien cedera.
"Aku akan memasang, kan gif di bagian yang patah. Lukanya tidak terlalu serius hanya ada beberapa tulang yang patah," ucap Aryan, saat melihat hasil ronsennya.
Aryan, pun segera melakukan tindakan, memasangkan gif pada area tangan dan kaki pasien yang cedera, setelahnya memberikan beberapa obat pada pasien untuk membasuh luka-lukanya.
*
*
*
Tari, berjalan lemah dan sedikit berjinjit. Kakinya terasa sakit karena tertindih motornya tadi. Tak hanya kakinya yang sakit, hatinya pun ikut sakit karena kecelakaan itu dirinya di marahi bos, juga pelanggannya yang arogan. Di tambah dengan uang gaji yang terpotong karena pizza yang hancur.
"Uangku!" rengek Tari, yang menyayangkan uang gajinya yang terpotong.
"Bagaimana dengan tabunganku? Kalau begini aku tidak akan bisa pergi ke kampung halamanku." Tari, kembali merengek.
Kehidupannya di kota membuatnya harus mandiri. Dua tahun dirinya menetap di ibu kota, tanpa ada keluarga di dekatnya. Tinggal di sebuah kost yang sempit yang harus d bayarnya setiap bulan, hingga setiap uang gaji ia sisihkan dan tabungkan sedikit demi sedikit hanya untuk keinginannya pulang ke kampung halaman.
Namun, hidup di kota besar tidaklah murah dan mudah, semua harus di beli dengan uang dan harga yang pantastis, membuat uang tabungannya semakin menipis.
"Semua ini karena laki-laki itu. Awas saja jika bertemu, aku akan menghajarnya. Dia harus ganti rugi ganti uang gajiku dan biaya rumah sakitku, 300 ribu itu untuk makanku selama seminggu, tapi hari ini uang itu aku gunakan untuk mengobati lukaku." Tari, kembali merengek. Jika mengingat uang dia merasa telah membuang-buang uangnya.
*
*
*
Aryan, duduk bersandar di kursi kerjanya. Kegiatan prakteknya yang padat membuatnya lelah dan ingin bersandar sejenak seraya memejamkan kedua matanya.
Tiba-tiba Aryan, teringat kejadian tadi pagi, seorang wanita pengantar pizza yang hampir ia tabrak.
"Bagaimana keadaannya ya! Apa lukanya parah! Seharusnya tadi aku memberikan kartu namaku ya tuhan … kenapa aku bisa lupa!" Aryan, mengusap kasar wajahnya karena merasa dirinya lari dari tanggung jawab.
Jika tidak karena seorang pasien, mungkin Aryan, akan membawa Tari, ke rumah sakit atau mengobatinya dan bertanggung jawab.
"Semoga gadis itu baik-baik saja dan tidak marah padaku."
"Marah! Ya, aku harus memarahinya nanti saat bertemu dengannya," gerutu Tari. Yang terus mengumpat dan merutuki laki-laki yang hampir menabraknya.
"Dia harus ganti rugi. Berapa ya aku harus memintanya, dua juta, tiga juta, atau lima juta saja. Ya … dia harus mengganti uang gajiku, biaya pengobatanku, dan kerusakan motorku dia harus menggantinya." Tari, tersenyum licik, saat merencanakan pemerasan pada Aryan.
Keesokan paginya Tari, kembali ceria dan kembali bekerja.
'Hari ini aku akan melewati jalanan yang kemarin, semoga aku bertemu dengan laki-laki itu. Mobil silver, B 441. Aku masih ingat!' batin Tari, yang masih mengingat warna mobil dan plat nomornya.
...----------------...
Terima kasih sudah mampir semoga kalian suka dengan ceritanya 🥰Jangan lupa dukungannya ya 🤗 tinggalkan komentarnya juga walau pun hanya satu kata 😚
Salam author
❤❤❤
Like setelah membaca, vote, rate 5 dan selipkan komentarnya juga ya 🤗.
Bab 3
"Tari!"
Teriak seorang gadis se-usianya. Yang menghentikan motornya di depan rumah kost Tari. Dia adalah Sonia, sahabat Tari, selama SMA, keduanya sangat dekat dan selalu saling membutuhkan.
"Kamu datang juga akhirnya," ucap Tari, yang memeluk Sonia.
"Kapan aku tidak datang saat kau membutuhkanku," balas Sonia.
"Kamu yakin tidak memakai motormu hari ini? Tak apa jika aku pinjam?" Karena, motornya yang rusak Tari, terpaksa meminjam motor Sonia, untuknya bekerja karena motornya masih berada di bengkel.
"Santai saja aku tidak sibuk kok. Aku bisa naik taksi. Lagian hari ini aku libur kuliah."
Sonia, masih kuliah karena dia merupakan anak dari keluarga berada. Sedangkan Tari, semenjak sekolah saja dia harus sudah bekerja paruh waktu untuk menambah biaya sekolahnya.
"Sonia, kamu sahabatku yang baik maaf selalu merepotkan. Tadi aku meminta Bryan, untuk menjemputku tapi dia ada jadwal kuliah." Bryan, adalah kekasih Tari.
"Iya tidak apa-apa kau jangan khawatir pakai saja punyaku. Ayo cepat segera pergi nanti bosmu marah," titah Sonia.
"Ayo aku antar kau pulang."
"Tidak usah, aku akan naik taksi," tolak Sonia.
"Baiklah, motormu aku pinjam, setelah motorku selesai di servis aku kembalikan."
"Iya, santai saja."
Tari, pun pergi membawa motornya sedangkan Sonia, masih menunggu seseorang menjemputnya. Tak berselang lama sebuah mobil pun berhenti tepat di depannya. Wajah Sonia, pun mendadak cerah dan ceria.
"Sonia."
"Hai, Bryan."
"Kenapa kau memintaku menjemputmu disini? Jika Tari, melihat dia akan curiga."
"Tenang saja Tari, sudah pergi bekerja."
"Ya sudah ayo masuk."
Sonia, pun masuk ke dalam mobil Bryan.
Bryan, adalah kekasih Tari, namun tanpa sepengetahuan Tari, Bryan dan Sonia pun menjalin kasih. Sonia, sahabat Tari, yang lama menaruh hati pada Bryan, sehingga tega menikung sahabatnya sendiri.
Keduanya diam-diam berpacaran, Sonia, selalu meminta Bryan untuk memutuskan Tari, tetapi Bryan, tidak memiliki keberanian. Sehingga keduanya akan bersenang-senang di belakang Tari.
*
*
*
Sepanjang perjalanan matanya terus menyapu pandangan jalan raya sekitar. Tari, berharap akan bertemu dengan Aryan, dan akan meminta ganti rugi. Namun hari ini sepertinya rencananya akan gagal karena tidak menemukan Aryan.
Tari, sudah sampai di tempatnya bekerja. Baru saja sampai Tari, sudah di perintahkan untuk mengantarkan pizza kepada konsumennya.
"Tari, antarkan ini ke jalan xxx rumah sakit xxx."
Titah seorang pria yang merupakan bosnya. Pria itu memberikan tiga box pizza pesanannya. Tari, langsung menerimanya, mengikatnya di atas motornya.
"Ingat! Jangan sampai hancur lagi."
"Iya bos!"
"Kalau sampai hancur lagi saya potong gajimu 50%" gertak bosnya lalu kembali masuk ke dalam resto.
"Issh … dasar! Kalau bukan bosku sudahku hajar kau!" rutuk Tari, yang kesal pada bosnya.
"Apa-apa main potong, giliran gaji telat saja diam-diam bae. Huh, dasar bos pelit, perhitungan."
"Tari!"
"Iya Bos, segera berangkat." Mendengar suara bosnya Tari, yang sedang mengoceh pun langsung melajukan motornya dengan cepat.
Lima belas menit jarak tempuh dari resto ke rumah sakit. Tari, pun membawa tiga box pizza itu ke dalam, karena sebelumnya Tari, sudah menghubungi pelanggan yang memesannya.
"Permisi Sus, saya mau mengantar pizza atas nama dokter Amel."
"Oh, iya silahkan tunggu sebentar dokter Amelnya segera datang."
"Baiklah."
Tari, pun menunggu seraya melihat-lihat area rumah sakit. Manik matanya terus menyapu pandangan ke setiap sudut hingga pandangannya terhenti pada seorang dokter yang sedang bercengkrama dengan temannya.
Aryan, yang saat itu telah memeriksa pasiennya di ajak oleh teman dokternya untuk pergi makan siang. Namun, Aryan, menolaknya karena masih ada pasien yang harus ia tangani.
"Laki-laki itu jadi dia dokter disini."
"Awas saja hari ini kau tidak akan bisa kabur lagi, uang ganti rugiku."
Tari, berjalan tegak ke arah Aryan, yang masih berbincang dengan temannya. Tangannya terus mengepal ingin segera menghajarnya. Saat teman Aryan, pun pergi Tari, langsung memanggilnya.
"Hei, dokter!" Aryan, pun menoleh.
"Kau memanggilku? Apa ada yang bisa saya bantu?"
"Ya, tentu kau harus ganti rugi."
"Apa!" Aryan, terkejut tidak ada hujan tidak ada angin tiba-tiba seorang wanita datang meminta ganti rugi padanya.
"Ganti rugi untuk apa?"
"Kau lupa hah! Kau sudah menabrakku dan lari dari tanggung jawab."
Aryan, terlihat berpikir sejenak tak berselang lama Aryan, pun teringat dengan kejadian kemarin siang.
"Jadi kamu wanita pizza itu?! Maaf, kemarin aku tidak sengaja. Bukannya tidak ingin tanggung jawab Tapi …" ucap Aryan tertahan. "Apa ini?" tanya Aryan, saat Tari, menekan selembaran kertas ke atas dadanya.
"Ganti Rugi!"
"Hah!" Aryan, mengerutkan keningnya lalu melihat kertas itu. Matanya terbelalak membulat sempurna, sedangkan Tari, hanya diam seraya melipat kedua tangannya di bawah dada.
"Lima juta!"
...----------------...
Hai, readers jangan lupa dukungan nya ya 🙏
Selalu like setelah membaca eits ... jangan lupa masukan favorit ya 👌.
Terima kasih yang sudah mendukung dan mampir ke karyanya othor 'Because of Pizza'
Salam author
❤❤❤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!