Edelweis yang bekerja sebagai sekretaris pada perusahaan majalah ternama mengalami serangkaian kejadian yang
memusingkan karena niat awalnya bekerja sebagai jurnalis berubah menjadi sekretaris pengganti CEO yang sedang mengambil cuti untuk bulan madunya.
Impiannya menjadi jurnalis pupus karena ternyata sekretaris yang digantikannya memilih resign pindah bekerja ke luar negeri mengikuti suaminya yang tinggal di luar negeri.
Bagaimanakah Edelweis menjalani pekerjaan barunya? Apakah Edelweis bisa
mempertahankan hatinya dari pesona bosnya yang masih lajang tetapi memiliki banyak pacar atau menolak godaan dari bosnya yang lain yang sudah beristri berniat menjadikannya simpanan? atau menjatuhkan pilihannya pada rekan sekerjanya yang smart, hangat tidak pernah mengenal wanita?
Bagaimana pula Edelweis menghadapi politik kantor lingkungan kerja yang toxic? Dapatkah dia bertahan atau memilih menyerah pindah perusahaan untuk mendapatkan dream job?
Bagaimanakah Edelweis menghadapi serangkaian tekanan kerja? Mampukah dia menjalaninya? Menerima kenyataan bahwa dia tidak berhasil mendapatkan dream job menjalani pekerjaan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Belajar memesan tiket, mengatur kencan bosnya dengan pacar-pacarnya memastikan mereka tidak saling mengetahui diduakan mengatur jadwal kerja meeting. Memesan makanan, minuman snack.
Menghadapi kecemburuan istri, bosnya yang sudah berumah tangga mata keranjang.
Menghadapi persaingan kerja dari sesama rekan pekerjanya? Fitnah, gosip serangkaian kebencian juga permusuhan terselubung? Kambing hitam sampai jebakan seorang rekan kerja yang ingin mendepaknya karena Edelweis tanpa sengaja mengetahui permainan bisnis yang tidak sehat sehubungan dengan perusahaan fiktif yang mensuplai kertas untuk kepentingan kantornya.
Aksa, sahabat Edelweis yang selalu setia menemani sejak mereka sekolah menengah pertama menjadi sasaran curahan hati dalam menghadapi keadaan juga tekanan yang
sangat menguras emosi pikiran.
Sikap Aksa yang selalu manis mendadak berubah karena kesibukan Edelweis juga perubahan sikap yang dipengaruhi lingkungan barunya
Gaya berpakaian, berbicara juga kebiasaan yang mulai berubah membuat hubungan persahabatan di antara mereka menjadi kurang nyaman merenggang.
Belum lagi perubahan dari Aksa sendiri yang mulai menyadari bahwa ketiadaan Edelweis membuatnya merasakan sesuatu yang hilang.
Bagaimanakah Edelweis menghadapi serangkaian perubahan yang terjadi mendadak dalam hidupnya yang membuatnya mengubah kebiasaan juga kehidupannya sebelumnya yang sederhana
tanpa beban menjadi serangkaian tuntutan kebiasaan baru yang harus dijalaninya.
Akankah dia merasa kehilangan kehidupan lamanya yang damai tenang juga kebiasaan
gaya hidupnya yang simpel sederhana? Terpenting hubungan persahabatannya dengan Aksa akankah menjadi taruhannya? Akankah persahabatan mereka makin erat atau
sebaliknya? atau berubah menjadi cinta?
Bagaimana dengan Aksa sendiri yang sudah memiliki kekasih menyadari separuh hatinya tertinggal pada Edelweis. Kebersamaan mana dimaknai sebagai persahabatan sejati ternyata mulai bergeser menjadi perasaan yang sulit diingkari. Rasa kehilangan juga cinta yang membuat dirinya berasa dalam dilema. Menjauh atau memperjuangkan
atau mengabaikan serta tetap memelihara persahabatan mereka sebagaimana adanya seperti yang sudah mereka ikrarkan sebelumnya.
Edelweis sendiri apakah kehidupan percintaannya akan berubah atau tetap fokus dengan pekerjaannya memilih untuk tetap sendiri? Bagaimana Edelweis menyikapi persahabatannya yang mulai bergeser?
Cinta, persahabatan, pekerjaan, impian, ambisi, gaya hidup kebiasaan?
Masihkah Edelweis memimpikan dream jobnya? Atau berdamai dengan kenyataan menjalani sesuatu yang tidak pernah menjadi impian atau dibayangkan sebelumnya sama sekali.
Bagaimanakah gadis introvert itu menjalani kehidupan barunya? Merubah kepribadian, karakter atau hidupnya?
Edelweis seperti hal namanya merupakan sosok yang sulit dijangkau. Sebagaimana bunga Edelweis yang kerap berada di tebing-tebing yang curam.
Sebagaimana bunga Edelweis walaupun sulit berada di tempat yang curam dan dingin tetapi bunganya abadi sebagaimana cinta suci dan putihnya serta hatinya akan diberikan kepada siapa?
Tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata bagaimana bahagia yang dirasakan Edelweis, gadis interaksi, cupu, gugup, peragu pemalu yang berhasil mendapat panggilan kerja sebagai jurnalis. Pekerjaan yang sangat didambakannya sejak lama. Mengkhayalkan dirinya menjadi jurnalis kolom terkenal. Menjadi rebutan banyak media memiliki jutaan penggemar jika kolomnya dicetak dalam jutaan ekslempar yang akan disebar ke seluruh penjuru atau hmm, akan menjadi ratusan juta penggemar kalau dicetak ke seluruh dunia.
Pikirannya melayang jauh hingga tanpa sadar kakinya menyandung sesuatu betapa terkejutnya dia telah menendang pesanan tumpeng yang sedang dikerjakan ibunya.
Tanpa ayal tumpeng berhamburan ke sana kemari.
Belum sempat menyembunyikan kejahatannya menendang tumpeng dari sang ibu, suara yang sangat dikenalnya memarahinya dengan suaranya
yang menggelegar"Edelweis!Apa yang kau lakukan? Apakah kau sengaja ingin mengirimku ke instalasi gawat darurat?"
"Bu, aku tidak sengaja...."
"Aku tidak butuh alasanmu. Kau memang tidak punya perasaan! Patah pinggangku kalau aku harus mengulangi membuat tumpeng itu lagi."
"Aku akan memperbaikinya, bu...."
"Kau mengiris bawang saja tidak bisa? Pekerjaanmu hanya melamun, menulis berkhayal. Kau pikir apa yang bisa kau lakukan dengan kebiasaan burukmu itu? Kerjamu hanya tidur-tiduran menghabiskan waktu di kamar menghabiskan waktu dengan gadget, buku-buku tulisan-tulisan yang berisi khayalan tidak bergunamu." ibu masih memarahinya dengan nada yang makin tinggi.
Wajah lelah kecewa tersirat dari wajahnya yang sudah mulai beranjak senja.
Sisa-sisa kecantikan masih terlihat di wajahnya walaupun uban keriput di sana sini mulai berebutan muncul di sana sini.
"Seandainya, ayahmu masih ada, dia akan sangat kecewa kepadamu. Habis kau dipukulinya dengan rotan."
"Bu, maafkan aku. akan kuganti."
"Kau ganti pakai apa? Tabunganmu tidak boleh kau gunakan. Kalau ada keadaan darurat , aku tidak ingin jantungku yang tadinya hanya bocor sedikit menjadi copot."
"Aku akan mengganti tabunganku bulan depan. Ibu tidak usah khawatir."
"Apalagi yang kau lakukan dengan Aksa?"
"Tidak ada."
"Jangan bohong! Terakhir kalian berdua mengamen di jalan tanpa sengaja menggores mobil orang."
"Bukan menggores bu, dia menarik kerah baju Aksa aku tidak terima, aku berusaha melepas kannya tanpa sengaja cincinku menggores sebagian kaca cat mobilnya."
"Mengapa dia menarik kerah baju Aksa?"
"Aksa mengetuk kacanya."
"Salah Aksa."
"Hmm, ya tetapi dia juga tidak seharusnya menarik kerah Aksa."
"Apakah kau sudah menyelesai kan hukumanmu dengan Aksa?"
"Sudah enam bulan penuh aku Aksa diperbudak di rumahnya. Dasar orang kaya sombong!"
"Jangan kau mengomeli apalagi merutuk yang memang menjadi salahmu Aksa. Sudahlah, biar kukerjakan ulang tumpeng ini. Masih ada waktu sedikit. Awas kau ulangi lagi kalau tidak ingin kurebus hidup-hidup!"
"Bu, berbelas kasih lah pada putrimu ini."
"Kau ceroboh kerap membuatku pusing."
"Biarkan aku mengganti tumpeng ibu."
"Jangan kau gunakan tabunganmu. Kau harus memikirkan masa depanmu."
"Lihat ini, bu...."
"Apa itu?"
"Bacalah....."
Wajah ibu terkejut membaca panggilan kerja untuk Edelweis di sebuah majalah terkenal.
"Lentera Hati?" wajah ibu memanas. Siapa yang tidak mengenal majalah bergengsi yang dikenal seantreo jagat?
"Bulan depan begitu aku menerima gaji pertamaku akan kuganti tabunganku. Ibu tidak usah khawatir ya?" Edelweis mencium ibunya dengan mesra.
Airmata membasahi kedua pipi ibunya.
"Mengapa kau menangis, bu?"
"Akhirnya, kau berguna juga...." Ibunya menangis sembari mengembangkan senyumnya. Mengelus halus rambut putrinya yang hitam ikal.
"Bu...." Edelweis memasang muka dengan wajah ngambek merajuk disertai derai tawa sang ibu. Tawa bahagia yang memenuhi dadanya melihat keberhasilan putrinya menaklukkan kerasnya kehidupan yang menempa mereka bereempat bersama Amarilis, putri bungsunya dan Basil putra satu-satunya, anak tengahnya.
Suaminya meninggal dalam kecelakaan pesawat sejak itu hidup mereka sekeluarga berubah total.
Amanda, ibu Edelweis sangat bersyukur ketiga buah hatinya sangat mengerti kondisi mereka yang berubah drastis.
Menerima pesanan makanan adalah hal satu-satunya yang dapat dilakukan untuk menyambung hidup mereka berempat.
Menyekolahkan kedua anaknya menguliahkan putri sulungnya yang diterima di jalur tidak mampu mendapatkan beasiswa untuk membantu kelangsungan pendidikan putrinya.
Enam bulan menganggur setelah lulus kuliah akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai Jurnalis di Lentera Hati, majalah ternama.
Edelweis memesan sebuah tumpeng yang sangat indah. Dengan hiasan bunga mawar dari tomat, ukiran dua buah angsa dari mentimun hiasan warna warni dari aneka sayuran.
"Berapa kau pesan ini? Tumpeng ini terlihat sangat mahal. Jangan kau boroskan uangmu bagaimana kalau nanti dia meminta pesanan tumpeng seperti ini lagi?"
"Astaga! Aku tidak berpikir sampai situ?"
"Harga tumpeng ibu tidak lebih dari tiga ratus lima puluh ribu sudah lengkap dengan hiasan lauk pauknya sedangkan tumpeng ini kau beli seharga lima ratus ribu tanpa lauk pauk?" ibu melihat bon pembayaran tumpeng tersebut.
"Kalau dengan lauk pauk harganya menjadi sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah bahkan kalau ingin dengan udang ukuran besar tiger, vanamae atau windu menjadi satu juta setengah."
"Mahal sekali. Baiklah akan kukatakan terus
terang kalau tumpeng pesanannya rusak sebagai gantinya karena waktunya sempit terpaksa memesan tumpeng untuk menggantikan
yang rusak."
"Terserah ibu saja. Aku mau bersiap-siap ke rumah Aksa mengabarkan berita bahagia ini."
"Jangan pulang malam, besok kau mulai bekerja."
"Iya, bu...."
Pagi yang penuh perjuangan. Jam weker mendadak rusak karena Edelweis melemparnya dengan sekuat tenaga membentur dinding karena merasa terganggu dengan bunyinya yang berisik.
"Berisik!" geramnya dengan suara marah. Menarik kembali selimutnya sampai sebuah tangan yang dengan setia membangunkannya setiap pagi untuk menunaikan salat subuhnya.
"Sebentar lagi, bu, lima menit lagi...."
"Tidak! Kau harus bangun sekarang. Salat, mandi pagi dan sarapan kalau kau tidak mau terlambat bekerja."
"Akan kukerjakan nanti rumputnya bersama Aksa. Aku butuh tidur lebih lama setelah salat subuh."
"Ini sudah jam setengah enam. Kau mau sampai kantormu jam berapa? Memangnya kantormu menempel pada rumah kita? Ayo bangun!"
"Kantor apa sih bu?"
"Astaga! Kau lupa kalau sudah diterima bekerja di Lentera Hati sebagai jurnalis?"
Edelweis langsung bangun dari tidurnya. Seketika rasa kantuknya hilang.
"Aku harus masuk kantor jam delapan. Jam berapa ini?"
"Kalau kau terus bertanya sebentar lagi akan bergulir menjadi jam tujuh."
Edelweis terlompat dari tempat tidurnya bergegas menyambar handuknya mandi secepat kilat. Menunaikan salat subuhnya dengan terburu-buru.
Mempersiapkan tasnya dengan serabutan. Mengisinya dengan semua hal yang diperlukannya tidak melupakan gadgetnya.
Dia menyisir rambutnya dengan tangan karena tidak berhasil menemukan sisirnya syukurnya rambutnya dipotong dengan sangat pendek sedikit cepak ala Meg Ryan. Potongan rambut yang sangat sesuai untuk tipikal orang yang malas dandan apalagi menyisir rambutnya setiap hari.
Kaus putih oblong warna tulang dipadukan dengan jeans dengan warna senada.
Tas cokelat kopi susunya dengan setia menemaninya. Dompet berwarna senada yang isinya beberapa lembar lima puluh ribuan seratus ribuan yang harus dihematnya agar bisa bertahan hingga dia menerima gaji pertamanya.
Memakan sarapannya dengan cepat karena ibunya tidak mengijinkannya keluar rumah kalau tidak menghabiskan sarapan dengan segelas teh manis hangat yang sudah disiapkan bersama pesanan makanan yang sudah diterimanya sejak pagi buta.
Dadanya kembang kempis. Impiannya menjadi seorang jurnalis majalah ternama, Lentera Hati. Gaji yang diterimanya tidak kurang dari empat juta lima ratus ribu rupiah untuk seorang fresh graduate seperti dirinya.
Tentu dengan imbalan kerja keras prestasi kerja sebagai timbal balik.
No free lunch. Semua nilai tergantung dengan seberapa besar bakat kapasitas yang dimiliki seseorang.
Belum membayangkan travelling keluar negeri, fasilitas kantor untuk meliput tulisan yang ditugaskan kantornya.
Senyumnya mengembang, uang yang cukup kesempatan untuk berkeliling dunia serta peluang menjadi terkenal sebagai kolumnis berbakat membayang di pelupuk matanya.
"Hmm, maaf mbak, apa kita pernah kenal sebelumnya?" tanya pemuda seusia Basil yang duduk tepat di hadapannya mengenakan seragam putih abu-abu.
"Hmm, tidak mengapa?"
"Mbak dari tadi senyum-senyum terus ke arah saya. Saya pikir kita sudah kenal sebelumnya."
Wajah Edelweis berubah menghangat dia sangat yakin wajahnya merah seperti udang rebus
"Hmm, maaf sepertinya kamu teman adek saya ya, Basil?" sahutnya berbohong menutupi rasa malunya. Seandainya orang di depannya tahu kalau dia senyum-senyum sendiri seperti
orang gila karena membayangkan karirnya yang cerah beragam khayalan indah yang memenuhi pikirannya, khawatir dia akan didiagnosa Schizophrenia akut.
"Basil? Anak SMA mana mbak?"
"SMA 1?"
"Basil Dirgantara?"
Wajah Edelweis berubah syok. Pemuda di hadapannya benar-benar mengenal adiknya.
"Ah ya? Benar...."
"Jadi mbak kakaknya Basil?"
Edelweis mengangguk cepat.
"Aku sudah yakin,mbak pasti mengenalku walaupun aku tidak mengenal mbak. Mbak berbeda dengan Basil ya?"
"Oh ya?"
"Basil tidak suka senyum-senyum sendiri."
Wajahnya kembali memanas kali ini aliran darah seperti melawan gravitasi. Mengalir ke atas dengan cepat wajahnya merah padam menahan malu."
"Basil juga sangat rapi necis."
Tanpa sadar, Edelweis memperhatikan kaus oblong yang agak lecek karena tertaruh di lemari tanpa digosok sebelum digunakan hanya dilipat ditaruh di lemari karena memang Edelweis tidak telaten melakukan pekerjaan rumah. Mengurangi waktu tidur, membaca menulisnya.
Adiknya tidak akan pernah berangkat ke sekolah kalau tidak dalam keadaan bersih, rapi wangi.
"Kak, aku turun dahulu, ya....Salam buat Basil."
Edelweis menganggukkan kepalanya dengan sangat lega.
Sesampai stasiun, dia menuruni angkot bergegas mentap kartu cashlessnya, setengah berlari berusaha mengejar kereta agar tidak tertinggal menunggu kereta berikutnya.
Incarannya gerbang khusus muslimah walaupun dia belum berhijab, menunggu hidayah menyapa memaksa hatinya tetapi dia sudah sangat risi jika berada satu ruangan campur baur antara lelaki wanita.
Belum tensinya mendadak naik kalau ada lelaki tak bermoral memanfaatkan keadaan untuk melakukan pelecehan seksual.
Ingin rasanya melemparnya dari kereta tentu saja hal itu tidak mungkin dilakukan kalau dia tidak ingin berhadapan dengan hukum.
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Lebih baik naik gerbong khusus wanita kecuali kalau kereta kosong tidak ada peluang orang melakukan pelecehan seksual tentu tidak ada masalah berada di dalam gerbong yang sama dengan kaum adam.
"Damn!"Rajasa merutuk email yang berisi surat cuti paksa yang diterima dari Irish, sekretaris eksekutif. Irish menambah cuti dari yang sudah diberikan perusahaan untuk honeymoonnya.
Tanpa Irish, mereka terutama dirinya akan lumpuh. Bagaimana bisa mengatur jadwalnya? Belum kehidupan percintaannya yang multiple choice. Sudah seperti soal ujian sekolah tetapi memang demikian kehidupan yang dijalaninya sebagai high quality jomblo tentu memiliki sederet requirement untuk calon pendampingnya nanti ternyata hal itu sangat tidak mudah.
Hatinya kerap bercabang pikirannya juga kerap berubah apalagi jika ada sesuatu yang tidak srek maka dia tidak segan untuk menggantinya atau memutuskan hubungan yang tengah dijalaninya. Kalau belum bisa memilih tentu dia akan menjalani hubungan multiple choicenya.
Masalah jodoh adalah salah satu masalah yang paling meresahkan. Ancaman dicoret dari daftar ahli waris oleh ayahnya, perjodohan yang disodorkan sang ibu menikahi sepupu atau kerabat dekat ayahnya, gadis yang dikenal baik bibit, bebet bobotnya oleh keluarganya yang memang terpandang bukan orang sembarangan.
Ketiadaan Irish juga meresahkan Roy, kehidupan ganda, Roy, ceo lainnya yang merupakan
sohibnya
Jika Roy, tidak menikah tentu posisi yang dipegangnya sekarang sebagai presiden Direktur akan jatuh kepada sahabatnya tersebut.
Hal itu yang membuatnya maju mundur untuk menikah karena ketatnya persaingan di dalam perusahaan ini. Dia bertekad tidak akan menikahi siapa pun
kalau karier yang dirintisnya justru akan makin memudar.
Roy sendiri menikah dengan Angelina, wanita pujaan hatinya yang sudah diincarnya sejak lama. Dia nyaris memutuskan melajang kalau saja Angelina tidak memutuskan pertunangannya. tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Angelina sendiri seorang model papan atas. Dengan kehidupannya yang sangat glamor sibuk nyaris tidak memiliki waktu untuk Roy yang sangat butuh perhatian kasih sayang.
Angelina memilih Roy karena membebaskannya berkarir, tidak memaksanya memiliki anak tidak banyak menuntut perhatian membebaninya.
Tidak seperti tunangannya yang
sangat posesif membenci karirnya, mengultimatumnya memilih hubungan mereka atau karirnya.
Roy memang menerima semua syarat dari Angelina akan tetapi
tidak mampu menepis kesepian yang kerap mendera dirinya karena ketiadaan sang istri di sisinya.
Enggan mengganggu sang istri apalagi menyusahkan pikirannya serta tidak mau bernasib sama dengan mantan tunangan isterinya yang nota bene mantan rivalnya.
Roy, memilih keinginan untuk menyimpan wanita untuk mengisi kekosongan dirinya memenuhi keinginannya memiliki anak yang belum didapatkan dari sang istri yang masih enggan memiliki anak karena kesibukan karirnya menuntut totalitas Angelina.
Hanya saja dia belum menemukan kandidat yang tepat. karena semua wanita yang diincarnya drama queen, queen bee syndrom, memintanya menceraikan atau mengabaikan Angelina berusaha mendominasi nya serta berusaha menjebaknya agar menghamilinya dengan tujuan bisa menguasai harta yang dimilikinya.
Dia belum menemukan wanita yang tepat untuk dijadikan simpanan masih menseleksi kandidat-kandidat tersebut tanpa berani menyentuhnya karena tidak ingin ada masalah dalam hidupnya.
"ini apa-apaan sih!" omel Roy melihat email dari Irish.
Dia memencet interkom Rajasa.
"bisa gak lo ke ruangan gue?"
"Gue atasan lo, yang ada lo kali ke sini."
"Kalau gue gak menikah dengan Angel maka lo yang jadi bawahan gue. Gak usah cerewet deh, bisa gak lo ke sini?"
Tidak sampai lima belas menit, wajah jutek. Rajasa bertemu dengan wajah marah Roy.
Mereka saling melampiaskan kekesalan masing-masing.
"Siapa yang punya ide mempekerjakan Irish?"
"Tidak ada yang salah dengan keefisienannya, kesempurnaan
nya dalam bekerja menyimpan rahasia kecuali dia menambah cuti honeymoonnya."
"Yeah, right. Aku sudah tidak tahan. Menghadapi kekacauan juga beragam delay kesalahan.
I want Irish come back here, now!!!!" Roy menjerit histeris.
"Gak usah lebay.... Lo kira gue gak kepenyet-penyet kepala. Tiap pagi semenjak dia ambil cuti panjangnya, minum aspirin setiap hari."
"Harusnya lo nikahin dia jadi hidup kita gak berantakan begini."
"Mengapa jadi gue? Mengapa gak lo yang memang udah jelas-jelas memilih kehidupan menikah?"
"Oh, lo lgbt?"
"Duh, salah obat. Gue cuma mau cari orang yang tepat. Gak mau hidup gue kacau kayak lo!"
"Irish kurang apa?"
"Gak ada...."
"Trus mengapa lo gak milih Irish saja? Kalau gue udah gak mungkin berpaling dari Angelina. You know the whole story."
"Karena walaupun Irish sempurna gue gak punya rasa sama dia!"
"Memang lo punya rasa sama perempuan? Semua lo jajakin dan pacarin tetapi gak ada yang lo nikahin. Gue rasa lo nikah sama siapa saja asal dibedakin sama saja...."
"Damn!" rutuk Rajasa.
Roy tergelak.
"Katanya mau ada perekrutan pegawai baru?"
"Semenjak Irish cuti. Kita sekarang bicara katanya. Jadwal juga gak pasti bisa delay kapan saja. bisa tiba-tiba jadwal kosong gak ngapa-ngapain tetapi di saat lain jadwal numpuk-numpuk.Gue mau meledak."
"Duh, gue tahu bini lo jauh tetapi please, jangan jadiin gue pelampiasan!"
"Asem!" rutuk Roy diiringi gelak tawa Rajasa.
"Pecah pala gue, boneng!"
"Sama lah....Belum gue gak tahu makanan yang biasa Irish pesan buat kita mengapa jadi berubah total rasanya?"
"Gue rasa pindah tempat belinya?"
"Masuk angin, jadwal kacau apalagi urusan dating terpaksa tertunda karena selain ember bocor, kacau juga pengaturannya yang ada nambah masalah pribadi."
"Yeah, padahal ada inceran baru...."
Gue malah udah janji-janji mau bertemu tetapi
belum bisa...."
"Lo kan udah niat mau cari simpanan? Harusnya Irish saja? Ya kan? Lo sendiri bilang apa kurangnya dia?"
"Kurang darah saja!"
"Lo, vampir begitu?"
"Maksud gue, sama Irish gue berasa sedarah alias incest."
"Dia kan bukan sodara lo! kalau masalah kurang darah coba minum obat anemia atau sebar nyamuk...."
"Stres lo? Becanda kagak nyambung...."
Mereka berdua tergelak.
Tiba-tiba pintu ruangan Roy terbuka.
"Pak, ada kandidat baru mau masuk kerja. Nanya kubikelnya di mana bagaimana dia memperkenalkan diri kepada semuanya?"
"Mala ke mana? itu bukan tugas HRD?"
"Bu Mala, lagi ke kantor pajak, Pak."
"Mengapa gak standby sih?"
"Hmm, maaf Pak, salah jadwal."
"Lagi? Siapa sih yang atur jadwal?"
Miranti ingin membuka mulutnya tetapi segera dicegah, "Stop! Saya gak nafsu main investigasi pagi-pagi. Begini saja, bawa staff baru ke ruangan sini."
"Baik Pak...."
Tidak lama pintu terbuka, sesosok gadis manis dengan potongan wajah Meg Ryan muncul dengan menampakkan wajahnya
yang kerap berwarna merah seperti menahan malu penampilannya juga sangat cuek cupu.
"Kamu staff baru bagian apa?" Roy meneliti wajah sampai
ke ujung kaki membuat Edelweis menjadi jengah.
"Kok diem?"
"Jurnalis Pak...."
"Jurnalis? Gak salah?" ceplos Rajasa menyangsikan penampilan wanita di hadapannya.
"Bu Malanya lagi ke kantor pajak. Bisa gak kamu sambil nunggu pesenin makanan
minuman buat kita tolong periksa jadwal-jadwal kita daripada kamu nganggur kan?"
" Hmm, baik Pak. dari mana saya bisa dapat data-data tentang ini?"
"Good question! Buka filenya bu Irish.Sebelum cuti, dia kasih flashdisk ini buat saya. Yang satu sudah kita serahin ke bu Mala atau siapa sih, Jas?"
"Auk ah elaapp... Udah mulai saja ya sekarang. Saya udah laper sangat...."
"Apalagi saya, gak ada yang ngurus di rumah."
"Baik Pak...Tunggu sebentar...."
Dengan cekatan, Edelweis membuka flashdisk yang diserahkan kepadanya.
Semua data tersimpan rapi sampai seluruh email yang dibutuhkan ada semua di sana."
Dia mencatat toko makanan minumannyayang berjarak cukup jauh dari kantor nya.
Membaca email file-file yang ada berisi semua informasi mengenai kedua atasannya, mulai mempelajari aktivitas-akrifitas keduanya.
Dia memesan go food. Membuat kan teh manis hangat yang ada di dapur kantor untuk kedua atasannya.
Memeriksa snack yang sudah nyaris kosong di stoples mencatatnya.
Memesan snack via go mart agar mempersingkat waktu karena dia bermaksud mempelajari jadwal-jadwal pekerjaan meeting kedua atasannya. Serta semua informasi yang menyangkut
berhubungan dengan keduanya
Dia mulai mencatat hal-hal yang perlu diperhatikannya mengubah jadwal-jadwal yang dianggap bisa saling bertabrakan.
atau justru kosong.
Menyelesaikan pekerjaannya mengirimkannya lewat email kepada kedua atasannya.
Makanan minuman serta dua gelas teh manis hangat keduanya terhidang tidak sampai dua puluh menit begitu juga semua snack terisi.
Keduanya saling berpandangan. Mereka saling melemparkan senyum terbetik ide yang sama sambil menatap wajah Edelweis yang terlihat gugup tegang .
"Rileks, pekerjaan kamu sangat baik...." Roy, menghirup teh manis kesukaannya. Dibuat dengan aroma yang pas, gula yang tepat suhu air yang biasa seperti disajikan Irish setiap hari.
"Ya...." sahut Rajasa melirik ke arah Edelweis.
"Ada lagi yang bisa saya kerjakan?"
"Pesankan tiket untukku hari Sabtu."
"Hari Sabtu, bukannya bapak ada undangan family gathering perusahaan?"
"Ah ya benar!"
"Aku ingin menonton konser."
"Bagaimana kalau Minggu?"
"Bisakah kau pesankan untuk semua teman-temanku? Aku juga memiliki janji dengan dua orang wanita tetapi aku tidak ingin mereka saling bertemu atau salah paham karena keduanya sahabat baikku."
"Melanie dan Paramitha?"
Wajah Rajasa terlihat kaget.
"Dari mana kau tahu?"
"Flashdisk yang diberikan maaf
saya mengecek facebook keduanya."
"Never mind. Hmm, baiklah jadi bagaimana?"
"Mungkin bapak bisa mengajak Melanie makan malam setelah family gathering sedangkan Paramitha mungkin bisa anda undang menonton konser bersama teman-teman anda."
"Wow! Brilian! dari mana kau tahu Paramitha sangat menyukai konser Melanie sangat suka candle light dinner."
"Maaf, flashdisk tersebut berisi banyak informasi yang sangat mudah diikuti."
"Sangat mudah? Apa para staff kita sengaja mempermainkan kita?" Rajasa mengerutkan keningnya.
"Kupikir kita menemukan pengganti Irish setidaknya untuk sementara waktu. Kita kan sengaja merahasiakan kehidupan pribadi kita dari para staff. Memang kau mau jadi bahan gosip?"
"Bu Irish sedang cuti honeymoon. Mau kah kau menggantikannya sementara waktu?"
"Maaf Pak, saya jurnalis bukan sekretaris."
"Saya paham, hanya sementara waktu sampai dia kembali dari cutinya."
"Wajah Edelweis bimbang."
"Kau akan mendapatkan tambahan uang saku seratus ribu sehari selama menggantikan bu Irish bagaimana?"
Wajah Edelweis bimbang. Seratus ribu sehari jumlah yang cukup besar. bisa digunakan untuk
banyak hal. Membantu ibunya berbelanja untuk keperluan dapur makanan untuk mereka sekeluarga.
"Baiklah...."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!