“Adekk…. Bangun, hari ini hari pertama kamu kerja di kantor Om Dani kan? Ini udah jam setengah 7 loh dek. Nanti kamu terlambat.” Bunda Sya menggoyangkan tubuh Sandra yang masih bergelung di dalam selimutnya. Seperti biasa putri bungsunya itu memang selalu sulit untuk di bangunkan. Padahal tadi subuh sudah bangun untuk sholat, tapi Sandra malah melanjutkan tidur lagi setelahnya.
“5 menit lagi Bunda…” Jawab Sandra dengan suara parau. Bahkan Sandra sama sekali tidak membuka matanya. Benar-benar membuat Bunda Sya merasa gemas ingin sekali rasanya menarik Sandra untuk membawanya ke kamar mandi langsung.
“Nggak ada 5 menit 5 menit lagi dek, pokoknya sekarang bangun. Kamu sendiri yang bilang mau kerja di kantor Om Dani aja, jadi jangan sampai terlambat. Om Dani udah berbaik hati ngizinin adek buat kerja disana loh. Jadi adek harus bertanggung jawab. Kalau enggak, Bunda minta sama Ayah biar kamu kerja di kantor Ayah aja.” Ujar Bunda Sya mengomel.
Begitu selesai kuliah, Sandra memutuskan untuk kerja di luar dari perusahaan Santoso dengan alasan agar tidak ada yang memperlakukan dirinya spesial. Hingga akhirnya Ayah Radit menghubungi Om Dani yang merupakan sahabatnya. Meminta izin agar Sandra bisa bekerja disana. Jujur saja sebenarnya Sandra tidak suka Ayah Radit melakukan itu, karena Sandra merasa dia ingin mencarinya sendiri. Sandra ingin bisa di terima kerja di sebuah kantor dengan usahanya sendiri, mengandalkan nilai dan keterampilannya selama ini. Tapi Ayah Radit tidak mengizinkannya. Bahkan Ayah Radit memberikan Sandra pilihan, sementara magang di perusahaan Persada atau lebih baik Sandra langsung bekerja di perusahaan Santoso. Dan akhirnya membuat Sandra mau tidak mau memilih untuk magang di perusahaan Persada.
Toh Ayah Radit juga sudah berpesan kepada Om Dani untuk tidak memperlakukan Sandra dengan spesial disana. Tentu itu semua atas permintaan Sandra, karena kalau tidak Sandra yakin Om Dani pasti akan memperlakukan Sandra dengan khusus dibandingkan dengan karyawan lain. Secara Sandra merupakan anak sahabatnya yang menjadi kesayangan Om Dani dan Tante Laras.
“Iya Bunda, iya ini adek bangun.” Mau tidak mau Sandra membuka matanya. Membuat Bunda Sya tersenyum. “Ya udah, cepetan mandi. Bunda tunggu di bawah.” Ujar Bunda Sya sebelum keluar dari kamar Sandra.
Sandra menatap langit-langit kamarnya. Akhirnya sekarang statusnya sudah bukan lagi seorang mahasiswi. Sandra sekarang sudah masuk ke dunia yang sebenarnya, dimana dia harus bekerja keras agar bisa menghasilkan uang sendiri. Selama ini hidupnya terus bertopang kepada Ayah, Bunda, Abang Kendra, dan Mas Rendra. Sekarang Sandra benar-benar ingin mandiri.
Bahkan sebenarnya Sandra ingin tinggal di apartemen seperti yang Rendra lakukan, tapi Ayah Radit dan Bunda Sya melarangnya keras.
Abang Kendra yang sudah berkeluarga dengan Aleera yang merupakan sahabat Sandra, tentu saja sudah berpisah rumah dengan orang tuanya. Dan itu membuat rumah akan menjadi semakin sepi kalau Sandra juga ikut tinggal di apartemen . Membuat Sandra lagi-lagi hanya bisa pasrah, dari pada nanti izin bekerja di perusahaan Persada di cabut kan? Sandra tidak ingin mengambil resiko itu. Susah payah Sandra meyakinkan Ayah Radit agar memberikan izin kepadanya untuk bisa bekerja di perusahaan lain, dan Sandra akan memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin.
Selesai melamun sebentar, Sandra langsung beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Tentunya untuk mandi karena Sandra harus bersiap.
Sandra turun dari kamarnya setelah dia selesai bersiap. Pakaiannya saat ini rapi ala-ala karyawan kantor dengan kemeja biru muda pas body di padukan dengan celana bahan coklat. Rambutnya juga di ikat menjadi satu agar terlihat semakin rapi. Dan penampilannya itu membuat Sandra terlihat seperti wanita dewasa.
“Selamat pagi…” Sandra dengan riang menyapa Ayah Radit dan Bunda Sya yang saat ini sudah duduk di meja makan menunggu Sandra untuk sarapan bersama.
Cup…
Cup…
Sandra mencium pipi Bunda Sya dan juga Ayah Radit.
Bunda Sya dan Ayah Radit yang melihat penampilan Sandra langsung tersenyum. Tidak menyangka kalau putri bungsu mereka saat ini sudah dewasa. Meskipun Sandra masih manja seperti anak bungsu pada umumnya, tapi jiwa pekerja keras Sandra juga tidak jauh beda dengan Kendra dan juga Rendra. Terbukti dengan Sandra yang ingin bekerja secara mandiri tanpa embel-embel nama besar keluarga Santoso.
“Anak Bunda cantik banget sih..” Ujar Bunda Sya memuji penampilan putrinya.
“Oo pasti dong, Bunda nya siapa dulu?” Jawab Sandra dengan bangganya.
Ayah Radit dan Bunda Sya hanya tertawa mendengar jawaban sang putri.
Sandra duduk di samping Ayah Radit berhadapan dengan Bunda Sya. Mengambil 2 lembar roti tawar dan mengolesinya dengan nuttela. Sandra malas sarapan sarapan nasi, jadi dia lebih memilih mengambil roti.
“Adek serius kerja di kantor Om Dani aja? Nggak mau di kantor Ayah sama Bang Kendra?” Pertanyaan sama yang selalu Ayah Radit tanyakan kepada Sandra sejak seminggu yang lalu.
“Bukan serius lagi Ayah, udah 2 rius malah.” Jawab Sandra seraya tersenyum. “ Ayah tenang aja, toh adek kerjanya juga di perusahaannya Om Dani. Adek yakin Ayah pasti juga akan awasin adek lewat Om Dani kan?” Sandra sudah bisa menebak apa yang akan Ayah Radit lakukan selama Sandra bekerja di perusahaan Persada.
“Kan Ayah cuma pengen mastiin adek bakalan baik-baik aja.” Jawab Ayah Radit tidak mengelak tuduhan Sandra.
“Ayah percaya nggak sama adek?” Tanya Sandra kepada Ayah Radit.
“Percaya dong, Ayah selalu percaya sama adek.” Jawab Ayah Radit.
“Bagus, jadi Ayah harus percaya kalau adek pasti bisa.”
Ya seperti inilah Ayah Radit. Mungkin karena Sandra adalah putri satu-satunya di antara 2 putra terlebih Sandra merupakan anak bungsu membuat Ayah Radit benar-benar menjaga dan juga memanjakan Sandra. Untung saja Bunda Sya tidak seperti itu, dari dulu Bunda Sya cenderung membiarkan Sandra melakukan apa yang gadis itu ingin lakukan. Selama itu baik Bunda Sya akan membiarkan Sandra melakukannya.
Ingatkan kalau dulu Bunda Sya juga kuliah jauh dari orang tua? (Baca Baby… I Love You) Meskipun Bunda Sya tidak sampai membiarkan Sandra kuliah di luar kota, tapi setidaknya Bunda Sya membiarkan Sandra untuk mandiri. Bunda Sya ingin Sandra juga belajar mengenai kehidupan dunia yang mana seseorang harus bekerja keras untuk bisa mendapatkan keinginannya.
“Ya udah kalau gitu adek berangkat sekarang ya Bun, Yah…” Ujar Sandra berpamitan.
Sandra melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah 8.
Sandra keluar rumah dimana mobil yang akan dia pakai sudah di panaskan. Sandra menyetir mobil sendiri? Ya benar, setelah rayuan-rayuan yang Sandra lakukan kepada Ayah, Kendra dan Rendra, akhirnya Sandra mendapatkan izin untuk belajar menyetir mobil 3 bulan yang lalu. Dan sekarang tentu saja Sandra sudah mahir membawa dan juga memiliki SIM untuk mengemudi.
Setelah perjalanan hampir setengah jam akhirnya Sandra tiba di kantor Persada. Kesuksesan Persada Group juga tidak jauh berbeda dengan kesuksesan Santoso Group. Hanya memang kalau secara urutan Santoso Group agak sedikit lebih unggul. Dan selama bekerja nanti, Sandra benar-benar bertekad untuk melakukan yang terbaik agar dia tidak membuat keluarganya maupun Om Dani yang sudah mengizinkan dirinya bekerja disini menjadi kecewa.
Kemarin Sandra juga sempat datang ke kantor atas perintah Om Dani. Om Dani memberitahu posisi Sandra di perusahaan yang akan menjabat sebagai sekretaris ke dua Om Dani setelah Marcel. Kemarin Sandra juga sudah berkenalan dengan Marcel. Menurut Om Dani akan mudah bagi Sandra untuk belajar mengenai perusahaan jika dia menjabat sebagai sekretaris. Secara tugas sekretaris adalah untuk membantu atasan, dan disini tugas Sandra untuk membantu Om Dani yang merupakan Direktur di perusahaan Persada. Jadi lebih mudah untuk Sandra bisa belajar.
Dengan langkah percaya diri Sandra masuk ke lobi perusahaan. Menyapa dengan ramah resepsionis yang sudah stand by di mejanya. Beberapa karyawan juga menatap Sandra karena mungkin mereka masih asing dengan wajah baru Sandra di kantor ini.
“Anak baru yah?” Tiba-tiba seseorang bertanya kepada Sandra saat dia masuk ke dalam lift. Dan kebetulan Sandra hanya bersama laki-laki itu, jadi sudah jelas pertanyaan ini di tujukan untuk dirinya kan?
“Eehh, iya Pak.” Jawab Sandra ramah.
“Jangan panggil saya Pak, disini saya bukan petinggi perusahaan kok, karyawan biasa. Panggil Mas aja malah lebih baik, saya masih 27 tahun. Btw kenalin nama saya Daniel.” Daniel menyodorkan tangannya kepada Sandra.
Memang Sandra juga tau kalau laki-laki itu juga masih muda. Hanya saja kan agar lebih sopan Sandra mencari aman saja dengan memanggilnya dengan sebutan Pak. Karena siapa tau posisi Daniel di perusahaan ini tinggi.
“Sandra Mas.” Jawab Sandra seraya membalas uluran tangan Daniel
“Udah berapa lama kerja disini? Sepertinya saya baru pertama kali liat kamu.” Tanya Daniel kepada Sandra.
“Hari ini hari pertama kerja Mas.” Jawab Sandra.
Daniel menganggukkan kepalanya. Sedangkan Sandra hanya diam karena dia memang bukan orang yang bisa langsung akrab dengan seseorang di pertemuan pertama.
“Kamu kerja di bagian apa?” Tanya Daniel lagi.
“Saya jadi sekretaris Pak Ramdani Mas, sekretaris ke dua buat bantu Mas Marcel.” Jawab Sandra. Sebisa mungkin Sandra tidak keceplosan memanggil Om Dani dengan panggilan Om seperti yang biasa dia lakukan.
“Ooo gitu…”
Setelah mengatakan itu kebetulan lift terbuka di lantai 15 yang merupakan lantai tujuan Daniel
“Semangat ya hari pertama kerja, saya permisi dulu.” Ujar Daniel yang langsung di angguki oleh Sandra.
Setelah pintu lift tertutup kemudian lift kembali naik menuju lantai 22 di mana itu merupakan lantai tujuan Sandra karena ruangan Direktur ada di lantai 22.
Lantai 22 yang mana itu merupakan lantai Ketua Direksi dan sekretarisnya. Sedangkan ruangan Direktur yang di pimpin oleh putra ke dua Om Dani yang bernama Davian ada di lantai 21.
Sedikit bocoran bahwa Om Dani sebenarnya memiliki 3 orang anak kembar yang berjenis kelamin 2 laki-laki dan 1 perempuan, namanya Daven, Davian, dan Della. Dulu saat mereka masih tinggal di kompleks perumahan yang sama, mereka sangat dekat. Mereka sering bermain bersama, terlebih Rendra, kakak dari Sandra itu memang seumuran dengan ke tiganya, membuat Sandra yang dulu sering ikut gabung bermain jadi seperti memiliki tambahan 3 orang kakak.
Dan karena kedekatannya itu membuat Sandra tanpa sadar jatuh cinta kepada salah satu di antaranya, yaitu Daven, putra pertama Om Dani yang Sandra panggil dengan panggilan Abang Cio. Sandra bilang itu adalah panggilan sayangnya untuk Daven.
Tapi sayang Daven sama sekali tidak melihat Sandra sebagai seorang wanita. Daven hanya menganggap Sandra sebagai seorang adik yang rasanya tidak mungkin sekali untuk dia cintai layaknya seorang pria ke seorang wanita.
Dan ya sekarang ini Daven sudah pernah menikah dengan wanita lain dan juga memiliki seorang putri. Sudah pernah? Apa itu artinya Daven sudah tidak lagi memiliki istri? Jawabannya benar, sekarang Daven seorang duda beranak satu. Duda yang diakibatkan karena istrinya meninggal. Lalu apa Daven tidak bekerja di perusahaan Persada? Daven tentu bekerja di perusahaan Persada Group, hanya saja Daven memegang cabang yang ada di Singapura.
Dan sekarang apakah Sandra masih mencintai Daven? Sandra sendiri tidak tau dengan perasaannya saat ini. Hanya saja sampai sekarang belum ada laki-laki lain yang berhasil mencuri hatinya lagi. Tapi meski begitu Sandra turut berbahagia dengan keluarga kecil Daven. Meski saat mendengar kabar pernikahan Daven dulu Sandra terus saja menangis setiap malam selama hampir 1 bulan lamanya. Dan sekarang Sandra berhasil mengikhlaskan kalau Daven memang bukan untuknya. Tidak apa-apa, mungkin karena mereka tidak berjodoh.
Sedangkan untuk Della putri tunggal Om Dani, saat ini dia berprofesi sebagai seorang designer. Rancangan baju-bajunya bahkan sudah menembus pasar global. Hal itu membuat Della seringkali harus bolak-balik Indonesia luar negeri untuk mengadakan fashion show.
“Sandra…” Seseorang menyadarkan Sandra dari lamunannya. Sandra tidak sadar kalau lift sudah berhenti di lantai 22.
“Eehh, Mas Marcel…” Sandra mendapati Marcel tepat ada di depan pintu lift.
“Pagi-pagi udah bengong aja San, mana di dalem lift sendirian kalau kesambet gimana coba?” Ujar Marcel kepada Sandra.
Sandra hanya tertawa kecil mendengar ucapan Marcel.
“Om Dani… Ehh maksudnya Pak Ramdani udah dateng Mas?” Tanya Sandra kepada Marcel.
Marcel menggelengkan kepalanya.
“Belum, paling 5 atau nggak 10 menit lagi.” Jawab Marcel seraya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Sandra menganggukkan kepalanya.
Marcel mengajak Sandra untuk masuk ke ruangan mereka. Ya, Sandra dan Marcel saling berbagi ruangan untuk mempermudah kerja mereka. Apalagi Sandra masih baru tentu saja masih butuh banyak bimbingan dari Marcel.
“Kamu kenapa lebih milih kerja disini daripada kerja di Perusahaan Santoso? Padahal Perusahaan Santoso lebih besar loh.” Ujar Marcel kepada Sandra.
Disini yang mengetahui status Sandra sebagai anak dari keluarga Santoso hanya beberapa orang saja termasuk Marcel.
“Enggak ah, pengen mandiri aja.”Jawab Sandra santai.
Kemarin Sandra dan Marcel sudah banyak mengobrol, jadi di pertemuan ini Sandra sudah tidak lagi merasa canggung. Di tambah Marcel memang tipikal orang yang asik dan usianya masih cukup muda, baru 28 tahun yang mana itu hampir seumuran dengan kakak-kakak Sandra. Hal itu membuat Sandra menjadi lebih mudah akrab dengan Marcel.
“Kamu hebat sih mau keluar dari zona nyaman kamu. Padahal kalau dipikir-pikir pasti bakalan lebih mudah buat kamu kalau milih kerja di Perusahaan Santoso.” Marcel benar-benar salut dengan Sandra yang meskipun anak orang kaya tapi tidak manja dan mau mandiri.
“Aahh Mas Marcel bisa aja. Mas nggak tau aja gimana parahnya sifat manja aku ini.” Jawab Sandra.
“Ya wajar sih kalau kamu manja, secara kamu anak bungsu dan cewek sendiri.” Ujar Marcel.
Asik mengobrol membuat Sandra dan Marcel tidak sadar kalau Om Dani sudah datang.
“Ekhem…” Om Dani berdehem pelan.
“Selamat pagi Pak Dani.” Marcel terlebih dahulu menyapa Om Dani.
“Selamat pagi juga Cel.” Jawab Om Dani.
“Om Dani…” Sandra tersenyum melihat kedatangan sahabat dari Ayah Radit itu. “Ehh, maaf, maksudnya Pak Ramdani.” Sandra mengoreksi ucapannya.
Om Dani tersenyum tipis.
“Nggak papa kalau di kantor kamu panggilnya Om aja San, kalau kita meeting di luar baru panggil Pak buat formalitas.” Jawab Om Dani.
Om Dani sendiri sudah menganggap anak dari sahabatnya ini seperti anaknya sendiri. Memang mereka jarang bertemu, itu karena kesibukan mereka yang yang sangat padat. Tapi meski begitu komunikasi selalu terjalin antara keluarga Santoso dan keluarga Persada.
Untuk hari pertama Sandra bekerja, tidak banyak yang Sandra lakukan karena dia hanya harus mempelajari dulu mengenai tugas-tugasnya sebagai seorang sekretaris. Disini Marcel benar-benar membantu Sandra dengan sabar, untungnya saja tidak sulit mengajari Sandra karena Sandra termasuk orang yang cepat memahami segala sesuatu, termasuk mengenai pekerjaannya ini.
Hari ini yang Sandra pelajari adalah bagaimana cara menjawab dan mengarahkan panggilan telefon dari klien kepada Om Dani, mengatur jadwal perusahaan, mengatur dokumen dan file, juga menjadwalkan rapat dan konferensi. Hal ini karena nantinya Sandra lah yang akan sering mengurusi urusan di kantor, sedangkan Marcel yang akan menemani Om Dani pergi meeting di luar kantor. Dan kalau nantinya harus ke luar kota pun Marcel lah yang akan ikut. Pasalnya tanpa sepengetahuan Sandra sebenarnya Ayah Radit sudah meminta tolong kepada Om Dani untuk tidak memberikan Sandra pekerjaan ke luar kota. Om Dani sendiri tidak masalah, dia sangat paham bagaimana posesifnya sahabatnya itu kepada sang putri. Berbeda dengan Om Dani yang lebih santai kepada Della. Kalau Om Dani posesif, tidak mungkin Della bisa bolak-balik keluar negeri mengurus fashion show nya sendirian.
Dan ternyata menjadi seorang sekretaris cukup menyenangkan untuk Sandra meskipun sedikit melelahkan karena tentu ada saja klien yang membuat Sandra kesal. Di tambah dengan banyaknya dokumen dan file yang harus Sandra susun dengan rapi dan tentu saja berurutan. Dan yang paling membuat pusing adalah mengatur jadwal Om Dani super duper padat. Tapi tetap saja, Sandra merasa enjoy dengan pekerjaannya ini.
“Istirahat dulu San, makan siang yuk ke Cafetaria.” Ujar Marcel mengajak Sandra.
“Bentar Mas, ini lagi nyusun file 10 menit lagi.” Jawab Sandra tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar laptopnya.
“Lanjut nanti dek, kerjaannya buat nanti lagi. Kalau kamu kerja terus nanti kakak bilangin ke Ayah kamu.” Seseorang masuk ke dalam ruangan Sandra dan Marcel tanpa permisi.
“Kak Davian…” Sandra tersenyum senang melihat kedatangan Davian.
Davian menghampiri Sandra yang masih duduk di kursinya. Mengacak dengan lembut puncak kepala Sandra dan membuat rambutnya menjadi sedikit berantakan. Tadi pagi Davian datang ke kantor agak siang karena dia masih ada urusan di luar kantor, jadi dia tidak sempat menemui Sandra untuk menyambut kerja dihari pertama gadis itu.
“Ayo bangun, kita makan siang dulu.” Ujar Davian kepada Sandra.
“Berhubung ada lo, kita nggak cuma makan di cafetaria kantor aja kan? Kagak ada traktiran?” Marcel yang memang bersahabat juga dengan Davian menimpali ucapan laki-laki itu. Persahabatan mereka tentu saja dimulai di perusahaan ini karena sebelumnya mereka tidak saling mengenal. Jadi sudah 4 tahun lamanya Davian dan Marcel bersahabat. Saat itu Davian baru mulai ikut mengambil posisi di perusahaan sedangkan Marcel sudah 1 tahun menjabat sebagai sekretaris Om Dani.
“Lo kan juga kaya, kenapa masih seneng dapet traktiran sih?” Tanya Davian kesal.
Tidak ada panggilan formal jika tidak sedang di sebuah rapat atau acara penting. Begitu juga dengan Davian yang tidak memanggil Marcel menggunakan embel-embel mas atau semacamnya meskipun usia Marcel lebih tua 2 tahun dari Davian.
“Orang kaya juga kalau dapet gratisan masih tetep seneng, iya nggak San?” Marcel meminta persetujuan Sandra.
Tentu saja sebagai sesama penyuka gratisan Sandra menyetujui ucapan Marcel.
“Betul banget Mas, karena makanan kalau gratisan biasanya lebih enak.” Jawab Sandra.
“Wihh, bakalan cocok nih kita.” Ujar Marcel kepada Sandra. “Jadi gimana? Traktir dong, Sandra aja setuju.” Marcel menaik turunkan alisnya kepada Davian.
“Oke lah, untuk merayakan hari pertama Sandra kerja gue traktir.” Jawab Davian pada akhirnya.
Sandra tersenyum, sejak dulu Davian memang sangat royal.
“Wihh, makasih kak Davi… Traktir Ayam goreng kakek ya.” Ujar Sandra dengan semangat empat lima.
“Kamu dari dulu ayam goreng kakek terus…” Jawab Davian. Tidak menolak tapi juga tidak mengiyakan.
Marcel yang mendengar itu mengerutkan ke dua alisnya.
“Sebentar sebentar, Ayam goreng kakek itu maksudnya apa ya?” Tanya Marcel dengan wajah bingung.
Sandra dan Davian langsung saja menertawakan wajah Marcel yang terlihat bingung itu.
“KFC…” Ujar Davian menjawab pertanyaan Marcel.
“Darimana asalnya KFC jadi ayam goreng kakek deh.” Marcel masih tidak paham dengan konsep penyebutan ayam goreng kakek terhadap KFC.
“Karena gambar di logonya kakek-kakek.” Jawab Sandra. Itu yang dulu Kendra ucapkan kepada Sandra saat dia menanyakannya kenapa di sebut ayam goreng kakek. Padahal sebenarnya lebih mudah menyebut dengan nama aslinya yakni KFC, tapi karena Sandra terbiasa menyebutnya ayam goreng kakek sejak kecil jadi terbawa sampai sekarang.
Marcel tergelak mendengar jawaban Sandra.
Setelahnya Sandra, Davian, dan Marcel pergi untuk makan siang. Tentu saja mengikuti kemauan Sandra, yakni makan ayam goreng kakek.
Sepanjang perjalanan menuju parkiran, banyak karyawan lain yang menatap Sandra. Tentu saja karena Sandra masih asing di mata mereka. Tapi yang lebih menarik perhatian adalah karena Sandra berjalan di antara putra pemiliki Persada Grup dan juga sekretaris Direksi.
Tapi seperti biasa Sandra cuek saja karena pada dasarnya Sandra sudah terbiasa menjadi pusat perhatian.
Di lain tempat tepatnya di negara Singapura, Daven sedang cemas karena putrinya ***Aileen Shaquita Persada*** yang saat ini berusia 1 tahun sedang mengalami demam. Sejak semalam putrinya itu memang mengalami demam, tapi tadi pagi sebenarnya demam Aileen sudah turun, karena itulah hari ini Daven berangkat ke kantornya. Tapi ternyata baru saja baby sitter Aileen mengabarinya kalau putrinya itu kembali demam, sedangkan saat ini Daven harus menghadiri sebuah rapat yang cukup penting. Bahkan Sofia, yang merupakan sekretarisnya pun juga tidak bisa menggantikan Daven.
Sibuk dengan pikirannya sendiri, Daven di sadarkan dengan ponselnya yang berbunyi tanda ada panggilan telefon masuk.
“Halo Ma…” Panggilan dari Mama Laras.
“Daven, pokoknya Mama minta besok kamu harus pulang ke Indonesia. Bawa Aileen kesini biar Mama yang jaga dia, setelah itu terserah kamu mau kembali ke Singapura atau tidak.”
Mama Laras yang biasanya sangat lembut mendadak murka kepada Daven setelah mendengar kalau cucu kesayangannya itu sejak semalam demam dan dia baru mengetahuinya siang ini. Itu pun karena Mama Laras yang lebih dulu menghubungi baby sitter Aileen.
Sejak meninggalnya Larisa, istri Daven, Mama Laras sudah meminta kepada Daven agar Aileen tidak usah di bawa ke Singapura. Mama Laras tau kalau Daven pasti akan sangat sibuk dengan pekerjaannya dan tentu membuatnya tidak bisa benar-benar fokus menjaga Aileen. Tapi Daven tetap saja membawa Aileen bersama baby sitter nya ke Singapura.
“Tapi Ma…” Daven merasa keberatan kalau harus membawa pulang Aileen ke Indonesia. “Aku janji…”
“Tidak ada lagi kesempatan. Kamu selalu saja seperti ini Bang, setiap Aileen sakit Mama selalu tau dari orang lain. Pokoknya besok kamu harus pulang ke Indonesia, kalau tidak Mama sama Daddy yang akan kesana menjemput Aileen.” Ujar Mama Laras dengan nada tegas.
Daven menghela nafas, jujur dia tidak sanggup pulang ke Indonesia meninggalkan kenangan dirinya bersama Larisa di Singapura. Apalagi meninggalkan apartemen penuh kenangan antara dirinya dan Larisa yang selama ini mereka tinggali. Meskipun pernikahan antara dirinya dan Larisa hanya 1 tahun, tapi banyak kenangan indah yang terjadi di antara mereka ditempat ini.
“Nanti aku pikirin lagi Ma.” Jawab Daven kemudian menutup panggilan telfonnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!