NovelToon NovelToon

GODAAN RANJANG SANG SEKRETARIS

Bab 1~

~RUMAH TANGGA YANG SURAM

***

"Enggak! Aku enggak mau punya anak dulu, Mas! Kamu 'kan udah tahu itu sejak awal kita nikah," pekik seorang perempuan cantik bernama Vanila. Dia menyorot tajam lelaki yang nampak terlihat frustrasi itu. Siapa lagi jika bukan suaminya sendiri.

Galang Aditya Pratama—seorang pengacara terkenal yang biasa menangani kasus perceraian. Seorang Galang yang biasa terlihat tegas akan berubah menjadi lemah bila di hadapan istrinya ini.

Apalagi Vanila adalah perempuan yang sangat dia cintai. Apa pun akan dia lakukan demi menyenangkan hati Vanila Pearce. Seorang model yang tengah naik daun, karirnya sedang berada di puncak popularitas.

Keduanya tengah berdebat masalah momongan. Sesuatu yang sangat riskan dan sensitif. Hal yang mampu memecah belah hubungan suami istri. Namun, mungkin itu hanya berlaku bagi pasangan lain. Dan tidak berlaku bagi kehidupan rumah tangga Galang dan Vanila.

Menunda momongan adalah salah satu syarat yang diajukan Vanila ketika Galang mengajaknya menikah. Meski hampir empat tahun lamanya mereka telah menundanya, namun tak ada sedikit pun niat Vanila untuk hamil.

Lantas, hari ini Galang mencoba mempertanyakan kesiapan Vanila. Kapan istrinya ini siap untuk hamil dan memiliki momongan seperti pasangan suami istri lainnya. Usia Galang yang sudah tak lagi muda menjadi faktor utama bagi lelaki tersebut mendesak Vanila.

Kemudian seperti hari-hari sebelumnya dan tahun-tahun yang lalu, Vanila akan marah dan kesal bila Galang bertanya soal anak. Vanila akan berubah menjadi dingin dan tidak akan pulang selama berhari-hari. Menjauhi Galang dengan alasan ingin mencari ketenangan.

Lalu seperti biasa pula, Galang yang harus mengalah dan hanya berkata, "Maaf. Aku enggak ada maksud buat menekan kamu, Sayang."

Dengan cara demikian Galang membujuk istrinya supaya tidak lagi marah dan kesal. Meskipun begitu, Vanila tetap tidak menggubris permintaan maaf suaminya. Vanila memilih pergi meninggalkan Galang tanpa berkata apa pun lagi. Meninggalkan lelaki tampan itu dengan segala kelemahannya.

"Heuhh ...," Menghela napas berat seraya menatap nyalang kepergian Vanila. "Kapan kamu berubah, Van? Kapan kamu memprioritaskan hubungan kita, ketimbang karir kamu?" gumam Galang yang tidak tahu lagi harus berbuat apa demi merubah sifat Vanila.

Tak lama fokusnya pun teralihkan dengan suara nada dering ponsel di saku kemejanya. Galang meraih ponsel tersebut kemudian melihat nama yang tertera. Panggilan dari asisten pribadinya di kantor, yang segera dia angkat.

"Iya. Ada apa?" tanyanya begitu benda pipih itu menempel di telinga.

Alis Galang seketika tertaut. Entah apa yang dibicarakan oleh asisten pribadinya di seberang sana. Raut mukanya berubah menjadi dingin.

"Kamu urus dia dulu. Saya segera datang ke sana." Galang gegas memutus sambungan telepon dan menaruhnya lagi di saku kemeja. "Sepertinya aku harus mencari sekretaris baru."

Lelaki bertubuh tegap itu segera bangkit dari tempatnya, dan pergi dari sana dengan tergesa-gesa. Tak lupa dia meninggalkan lima lembar uang ratusan ribu di atas meja.

_

_

"Harusnya kamu jangan mendadak seperti ini kalau mau mengundurkan diri. Jadi saya tidak pusing begini." Galang berucap kepada sekretarisnya yang bernama Anggi sambil memijat pelipisnya.

Anggi sendiri adalah sekretaris pribadi Galang di firma hukum miliknya. Gadis itu mendadak mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas hingga membuat Galang menjadi pusing. Mencari seorang sekretaris pribadi itu sangatlah sulit. Jadwal Galang yang padat mengharuskannya mempunyai asisten sekaligus sekretaris.

"Maafkan saya, Pak. Saya terpaksa harus undur diri karena orang tua saya mau menjodohkan saya dan menyuruh saya untuk segera pulang." Anggi menjawab lirih dengan posisi kepala yang terus menunduk. Gadis itu takut dan merasa bersalah kepada atasannya yang terkenal sangat baik itu.

Alasan Anggi seketika membuat Galang mengembuskan napas berat. Zaman sekarang masih saja ada perjodohan semacam itu—pikirnya.

Menyondongkan badan dan menatap tajam Anggi yang masih menunduk, lantas Galang bertanya,

"Terus gimana sama jadwal-jadwal saya, Nggi?Gimana? Siapa yang akan urus itu semua? Saya enggak bisa kalo cuma ngandelin Kevin. Dia juga punya tugasnya sendiri."

Kevin adalah asisten pribadi Galang yang mempunyai segudang pekerjaan. Dari mulai mendatangi klien penting juga mengkonfirmasi bila klien Galang mendadak membatalkan rencana memakai jasa pengacara tersebut.

Anggi sontak mengangkat kepalanya.

"Kalau Pak Galang tidak keberatan, saya ada, kok, Pak temen. Kebetulan dia sedang mencari pekerjaan," tawar Anggi yang disambut semringah oleh Galang.

"Boleh." Galang menghela napas lega. "Suruh teman kamu ke sini besok. Saya mau lihat orangnya dulu. Bagi saya pengalaman tidak penting. Asal dia konsisten dan pekerja keras pasti saya akan menerimanya," tandasnya kemudian.

Dari dulu Galang tidak pernah melihat latar belakang para pekerjanya. Mau orang itu lulusan SD sekali pun, asal niat bekerja pasti Galang akan menerimanya dengan tangan terbuka. Contohnya ya si Anggi ini. Cuma lulusan SMA, Anggi bisa menjadi sekretaris pribadi dari seorang Galang Aditya Pratama. Itu pun dengan gaji yang cukup besar.

"Baik, Pak. Nanti saya akan bicara sama teman saya," ucap Anggi semringah. "Kalau begitu saya permisi dulu. Saya mau mencatat ulang semua jadwal Bapak supaya besok bisa langsung dipelajari oleh teman saya," tambahnya lagi yang langsung diangguki Galang.

Anggi pun berdiri dan segera pergi dari ruangan Galang dengan perasaan tenang. Atasannya memang sangat baik dan pengertian. Dia pikir Galang akan mengomelinya habis-habisan. Namun, pemikirannya ternyata salah.

Setelah kepergian Anggi, Galang beranjak dari kursi kebesarannya. Dia berjalan mendekati kaca besar yang ada di ruangan kerjanya. Jendela itu menampilkan pemandangan kota Jakarta secara langsung dari atas.

Tatapan Galang menerawang jauh ke masa depan rumah tangganya yang begitu suram.

"Heuhh ....," Menghela napas seraya memasukkan tangannya ke saku celana. "Nanti malam pasti Vanila enggak pulang lagi. Ponselnya saja mati," duga Galang yang seakan hapal betul perilaku Vanila.

Empat tahun menikah dengan Vanila, Galang jelas sudah hapal dengan semua sifat dan karakter istri super sibuknya itu. Keras kepala dan sangat sulit diatur. Karena rasa cinta, Galang tidak pernah sekali pun menuntut ini itu dari Vanila. Cukup Galang yang pusing lantaran desakan kedua orang tuanya yang meminta cucu.

Galang sangat sayang kepada Vanila. Perempuan itu begitu dipuja olehnya. Mungkin karena itulah Galang akan menjadi lemah di hadapan Vanila dan selalu berakhir mengalah.

"Apa mungkin caraku yang selama ini sudah salah? Vanila semakin tidak terkendali. Apa aku kurang tegas kepadanya?"

Menurut mami dan papinya, Galang memang kurang tegas sebagai suami. Terlalu memanjakan istrinya yang maminya pikir tidak tahu diri itu. Tak hanya tidak tahu diri, bahkan maminya Galang sebenarnya malu mempunyai menantu Vanila yang seorang model. Apalagi jika Vanila menjadi model majalah luar negeri yang mengharuskannya memakai pakaian terbuka dan seksi.

Maminya Galang pasti selalu marah dan mengomel kepada putra semata wayangnya itu. Menceramahinya tujuh hari tujuh malam. Dan tak segan menyuruh Galang untuk menceraikan Vanila.

###

tbc...

Bab 2~

HARI YANG SIBUK~

###

Hampir menjelang tengah malam Galang menunggu kepulangan Vanila ke rumah. Namun, pada kenyataannya istrinya itu tak kunjung tiba. Galang serba salah. Ponsel sang istri mati sejak tadi. Dia bingung harus menghubungi siapa lagi selain Vanila. Terlintas ingin menghubungi manager Vanila, tetapi Galang merasa sungkan dan malu.

Mendesah gusar kemudian memilih masuk ke kamar saja. Lebih baik dia berisitirahat dan tidur sebab besok ada pertemuan dengan klien barunya. Galang naik ke atas ranjang, merebahkan diri berharap semua beban pikirannya sedikit berkurang.

Tatapannya menghadap lurus ke atas langit-langit kamar dengan sejuta kecamuk di dada. Dia berpikir, apakah selama ini cintanya tak cukup bagi Vanila hingga perempuan itu sedikit pun tak pernah mau menurut kepadanya.

Dulu, sebelum menjadi model dan setenar ini, Vanila adalah perempuan yang baik dan pengertian. Oleh sebab itu dengan mudah Galang jatuh cinta dan memutuskan menjadikannya kekasih. Lalu, semenjak ambisi untuk menjadi model mulai merajai kehidupan Vanila. Seketika jarak antara keduanya mulai ada.

Akan tetapi, Galang tak pernah ambil pusing. Dukungan dia berikan hingga Vanila sampai ke titik ini. Menjadi populer dan terkenal.

Kemudian, perlahan sifat Vanila mulai berubah. Tak ada lagi Vanila yang dulu. Yang baik dan lembut. Saat ini Galang nampaknya telah kehilangan sosok tersebut. Vanila yang sekarang sungguh jauh berbeda.

"Kamu ke mana lagi, Van? Apa belum cukup selama ini aku mengerti dirimu?" Galang menghela napas guna mengurangi rasa sesak yang menghimpit dada. Perlahan kelopak matanya tertutup sempurna, Galang mulai terbuai ke alam mimpi. Dengkuran halus berembus dari hidungnya.

_

_

Sementara di tempat lain, Vanila justru tengah asyik berjoget di lantai dansa dengan teman-teman seprofesinya. Meliukkan tubuh sembari sesekali bersorak gembira. Irama musik DJ memekakkan telinga, ruangan temaram dengan pencahayaan minim dan orang-orang yang nampak setengah mabuk berkumpul menjadi satu di Diskotek tersebut.

Sengaja Vanila melupakan statusnya sebagai istri dan memilih berpesta dengan teman-temannya. Vanila tak tertarik sama sekali dan tidak peduli kepada suami yang menunggu kepulangannya. Dia benar-benar sudah melewati batasan dan bertingkah tak sepatutnya.

"Van, elu enggak pulang lagi?" Salah satu teman Vanila yang bernama Mila bertanya dengan sedikit berteriak. Suara musik mengalahkan suaranya.

"Enggak!" Vanila menjawabnya sambil terus berjoget. "Gue males! Suami gue mulai cerewet! Kesel gue!" Dia menjelek-jelekan Galang tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Mila tertawa, seolah dia merasa lucu mendengar Vanila mencemooh Galang.

"Kenapa lagi? Bukannya suami lu cinta banget ya sama lu?" tanya Mila, tawanya semakin pecah.

Vanila menggeleng, hentakan musik membuatnya terlena dan ingin terus bergoyang.

"Dia minta anak," jawabnya.

"Terus?"

"Ya gue tolaklah!" sahut Vanila dengan lantang.

"Kenapa ditolak? Kan lu juga udah lama nikah. Emang lu enggak mau apa punya anak?" Mila tak habis pikir dengan jalan pikiran Vanila. Di saat seorang istri mati-matian ingin menjadi seorang ibu, temannya itu justru tidak menginginkan hal tersebut.

Vanila tertawa kencang. Seakan dia tidak ambil pusing. "Gila lu! Gue enggak maulah! Yang ada entar badan gue melar, lebar. No! Vanila enggak mau!" tandasnya diiringi gerakan telunjuknya ke kanan dan kiri.

Mila mendengkus. "Ya ampun, Van, gitu aja elu sampe segitunya enggak mau punya anak. Kasian mertua lu, udah ngebet pengen gendong cucu," cibirnya.

Tertawa dan terkesan tidak peduli. "Gue enggak peduli, Mil! Pokoknya sampai kapan pun gue enggak mau punya anak.Titik!" putusnya dengan pongah. "Udahlah! Mending kita joget lagi." Seperti orang yang tidak memiliki masalah. Vanila kembali bergoyang seiring hentakkan musik DJ yang semakin memanas.

Dia tidak berpikir bila suaminya tengah menunggu kepulangannya. Begitulah Vanila yang terlampau kurang ajar.

***

Paginya Galang sudah nampak terlihat sangat rapi dengan balutan jas berwarna navy. Lelaki itu sudah terbiasa menyiapkan segala keperluannya sendiri. Percuma statusnya yang telah beristri jika semuanya masih ditangani sendiri.

Selesai memasang dasi yang sangat kontras dengan warna jasnya kali ini, dia berbalik dan mendekat ke arah ranjang. Kedua sudut bibirnya tertarik ke samping, memandang Vanila yang masih tertidur nyenyak tanpa sehelai benang pun.

Wajah cantik yang sejak dulu dia kagumi begitu damai dan teduh jika sedang tertidur seperti ini. Kemudian hatinya berdesir hangat kala mengingat pergumulannya semalam dengan Vanila. Sekitar jam tiga pagi Vanila pulang dalam keadaan setengah mabuk. Perempuan itu membangunkan Galang dan mengajak suaminya bercinta dengan penuh gairah.

Sebagai lelaki normal, tentu Galang tidak menolak dan justru memberi kepuasan untuk sang istri yang sangat jarang sekali tidur dengannya. Mau pulang saja Galang benar-benar sudah bersyukur. Dia tahu jika Vanila pasti dari Diskotek dan berpesta dengan teman-temannya. Sesuatu kebiasaan yang sudah dia hapal betul.

Masih dengan wajah yang nampak semringah, Galang membungkukkan badan kemudian mengecup kening dan bibir Vanila.

"Hei, my Queen. Aku berangkat kerja dulu," ucapnya sambil mengusap lembut pipi Vanila yang mulus.

Vanila menggeliat lalu membuka matanya perlahan.

"Mas, udah mau berangkat?" tanyanya dengan suara khas bangun tidur.

Galang mengangguk dan mengecup bibir Vanila sekali lagi. "Iya, Sayang. Mas hari ini ada pertemuan dengan klien baru," jawabnya sambil menegakkan badannya kembali.

"Mas hati-hati," ujar Vanila seraya menarik selimut hingga sebatas leher. "Kalo gitu aku mau tidur lagi. Nanti siang aku juga ada pemotretan."

"Iya, Sayang. Mas berangkat dulu," pamit Galang yang langsung diangguki Vanila yang sudah memejamkan matanya lagi.

"Hem,"

Galang bergegas keluar dari kamar, dengan sedikit tergesa dia menuju halaman rumah. Tanpa sarapan atau minum kopi terlebih dahulu sebab waktunya sudah sangat mepet. Di halaman rumah dia sudah ditunggu sang sopir pribadinya.

"Jalan, Pak." Galang memberi perintah begitu masuk ke mobil dan duduk di kursi penumpang.

"Baik." Sopir bernama pak Harto itu perlahan menginjak pedal gas, membawa mobil Pajero putih itu melesat dari halaman rumah mewah tersebut.

***

Sementara di lain tempat, seorang perempuan sedang sibuk mengurus sang anak. Memasak dan membuatkan susu.

"Ibu jadi pergi?" tanya sang anak, menatap ibunya yang sibuk mondar-mandir.

"Iya, Nak. Alhamdulillah ibu ada pekerjaan. Nanti kamu di rumah jangan nakal, ya? Obatnya juga jangan lupa diminum," kata perempuan itu dengan lembut.

Sang anak mengangguk. "Ibu enggak usah cemasin aku. Ibu kerja aja. Kasih janji akan nurut sama Bibi dan minum obat tepat waktu," sahutnya dengan tersenyum. Gadis kecil itu meminum susu cokelat buatan ibunya. "Susunya enak. Kasih mau lagi, boleh enggak, Bu?" tanyanya dengan mimik muka yang lucu.

Ibunya mengangguk. "Boleh. Tapi nanti siang. Nanti kalo Kasih minum susu lagi rotinya siapa yang akan makan, hem?" ujarnya memberi pengertian agar gadis kecilnya ini tidak merajuk.

"Oke, deh. Nanti siang Kasih minta tolong Bibi buat bikinin susu lagi," sahut Kasih yang lantas menggigit roti lapis berisi telur ceplok favoritnya.

"Anak pinter." Ibunya mengecup kening dan pipi Kasih. "Ibu mau ganti baju dulu. Kamu habiskan sarapan kamu."

Kasih cuma mengangguk sebab mulutnya penuh dengan roti. Sang ibu lantas gegas masuk ke kamar dan berganti baju.

Bab 3~

~SEKRETARIS BARU

###

Galang baru saja selesai dari pertemuan dengan klien barunya yang memintanya untuk memenangkan kasus hak asuh anak. Selain mengurus perceraian, Galang juga bisa dimintai bantuan untuk mengambil kasus perebutan hak asuh.

"Kita langsung ke kantor saja, Vin," titah Galang kepada Kevin yang kebetulan menemaninya dalam pertemuan tadi.

"Baik, Pak." Kevin gegas melesat dari Kafetaria yang letaknya tidak jauh dari Firma Hukum Galang.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Masih ada banyak pekerjaan yang menanti di kantor. Di sela membuang rasa bosan, Galang mencoba mengirim pesan untuk Vanila. Hanya untuk sekadar mengingatkan perempuan itu supaya jangan melupakan makan siang. Hal yang selalu diabaikan istrinya, lantaran tak ingin berat badannya naik.

Sekitar lima belas menit Kevin telah membawa kembali atasannya itu. Berhenti di pelataran parkir, dan bergegas turun guna membukakan pintu untuk Galang.

"Nanti sore jam berapa kita bertemu klien, Vin?" tanya Galang kepada Kelvin yang berjalan di sisinya.

Keduanya kini masuk bersamaan. Para staf saling memberi hormat kepada Galang begitu sampai di lobi.

"Sekitar jam tiga sore, Pak. Klien kita kali ini meminta Pak Galang untuk mempercepat perceraiannya," jelas Kelvin dengan sopan.

Galang tertawa sumbang. "Kenapa semua klien saya selalu minta dipercepat proses perceraiannya, ya, Vin? Seakan mereka selama ini berumah tangga tidak ada gunanya. Menikah lalu bercerai," ujarnya seraya menggelengkan kepala sebab merasa heran sendiri.

Kevin cuma tersenyum dan menjawab seadanya. "Mungkin mereka sudah tidak cocok lagi, Pak. Dan sudah tidak tahan dengan sikap pasangan mereka."

Galang berdecak. "Kalau tidak cocok kenapa dulu memutuskan untuk menikah?" celetuknya asal yang ditanggapi Kevin dengan senyuman.

"Siang, Pak," sapa Anggi sontak berdiri begitu melihat bosnya ada di hadapannya.

"Siang, Nggi," balas Galang yang berhenti sejenak di meja Anggi. "Kamu jadi 'kan bawa teman?" tanyanya kemudian yang segera di jawab Anggi.

"Jadi, Pak. Teman saya sudah menunggu Anda di dalam ruangan." Anggi terlihat menyodorkan sebuah map kepada Galang. "Ini VT teman saya, Pak."

Galang menerimanya. "Baik. Nanti saya lihat di dalam."

Anggi mengangguk. "Terima kasih, Pak," katanya lagi.

"Sama-sama. Saya ke dalam dulu." Galang menoleh ke arah Kevin yang masih setia berdiri di sampingnya. "Kamu tolong cari tahu tentang klien baru kita tadi. Saya tidak mau ada kesalahan sedikit pun," perintahnya tegas.

Kevin mengangguk kemudian menjawab, "Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi ke ruangan saya," pamitnya.

Mengangguk dan berlalu dari hadapan Kevin menuju ruangannya. Galang membuka pintu ruangan tersebut yang langsung menampakkan sosok wanita muda tengah duduk di sofa.

Penampilannya rapi, wajahnya teduh, rambut panjangnya diikat ke belakang, kulitnya bersih, nampak sangat anggun dan keibuan.

Wanita muda itu cukup terkejut dan tersentak, refleks dia bangkit dari duduknya. Kegugupan mendadak menyerbunya. Jantungnya berdebar kencang. Ini kali pertama dia melamar sebagai sekretaris pribadi.

Seorang lelaki gagah kini berdiri di hadapannya lalu bertanya, "Selamat siang, Nona ...?" Galang yang terkenal ramah langsung menyapa calon sekretarisnya itu. Memindainya dari atas sampai bawah.

Senyuman samar tercetak di bibir Galang.

'Lumayan.' batinnya memuji.

Tersenyum kaku lantas wanita yang siang ini mengenakan pakaian sopan tersebut menyahut, "Selamat siang, Pak. Perkenalkan saya Cinta Amara." Ragu-ragu wanita bernama Cinta Amara itu mengulurkan tangannya ke depan Galang dan segera disambut baik.

"Saya Galang." Galang ganti memperkenalkan diri. Melepas jabatan tangannya dan menyuruh Cinta Amara untuk duduk. "Silakan duduk dan jangan gugup. Saya cuma mau menanyakan sedikit pertanyaan kepada Anda," ujarnya sambil terkekeh, mencoba mencairkan suasana yang nampaknya sedikit canggung.

Wajah calon sekretarisnya ini sangat terlihat sekali jika sedang gugup, jadi Galang berusaha agar tidak membuatnya takut.

Cinta Amara lagi-lagi tersenyum kikuk. "Ba-baik, Pak." Lantas kembali mendaratkan bokongnya di sofa, disusul dengan Galang yang duduk di seberangnya.

***

"Jadi sebelum bekerja di sini Anda pernah bekerja apa saja?" tanya Galang membuka obrolan. Sesekali dia membaca data diri Amara.

"Saya pernah bekerja sebagai akuntan dan kasir di sebuah minimarket. Terakhir satu Minggu yang lalu saya bekerja di toko kosmetik tapi dipecat karena saya sering meminta cuti." Amara berkata sejujur-jujurnya tanpa ada yang ditutupi.

Galang suka mendengar kejujuran Amara. Karena menurutnya kejujuran itu yang lebih penting dalam sebuah kerja sama. Namun, ada hal yang sedikit mengganggu pikirannya.

"Kenapa kamu sering mengambil cuti?" tanya Galang yang hanya ingin tahu jawaban dari Amara.

Amara seketika menunduk. "Saya juga sibuk mengurus anak saya, Pak," lirih Amara, dia meremat jari-jarinya karena takut jika Galang langsung menolaknya.

Kening Galang mengernyit sesaat kemudian dia membaca kembali data pribadi Amara. Di sana tertera status perempuan itu yang sudah pernah menikah dan memiliki satu anak.

"Apa anak kamu tidak ada yang mengurus di rumah?" Galang semakin mengorek lebih dalam lagi tentang kehidupan Amara. Namun, pandangannya belum lepas dari lembaran kertas putih yang ada di meja.

'Usia 27tahun sudah punya anak umur 7 tahun. Sedangkan aku yang sudah hampir kepala empat belum punya anak.' Galang membatin, membandingkan hidup Amara dengan kehidupannya.

Amara sontak mengangkat kepalanya. "Ada, Pak. Di rumah ada orang yang membantu saya menjaga anak saya," jawabnya.

Mendengar jawaban Amara, Galang cukup yakin bila wanita ini pasti orang yang jujur. Dia menutup map tersebut lantas menatap Amara.

"Oke. Saya terima kamu. Mulai besok kamu bisa langsung masuk. Jam kerja mulai jam sembilan sampai jam lima. Kamu bisa minta Anggi untuk mendampingi kamu dulu," urai Galang menjelaskan semuanya yang kemudian bertanya lagi. "kalian berteman dekat?"

"Kami sudah berteman cukup lama, Pak. Anggi tetangga saya," jawab Amara yang hanya diangguki Galang. "Terima kasih Pak atas kesempatannya. In Sya Allah saya akan bekerja dengan maksimal dan tidak akan membiarkan Bapak mengeluh." Amara mulai merasa nyaman mengobrol dengan calon atasannya.

Dia pikir Galang atasan yang galak dan sombong. Namun, ucapan Anggi ternyata tidak bohong. Dan kini dia membuktikannya sendiri. Galang sangat ramah dan murah senyum.

"Hem, saya panggil kamu apa? Cinta atau Amara?"

"Panggil saja saya Amara, Pak." Amara menjawab sungkan.

"Oke. Amara." Galang mengulurkan tangannya dan segera dibalas Amara. "Selamat bergabung di Firma Hukum saya. Semoga kamu betah." Melepas jabatan tangannya.

"Justru saya yang harusnya mengucapkan terima kasih. Karena Anda mau menerima saya yang cuma lulusan SMA."

"Lulusan apa pun bagi saya sama saja. Asalkan orang itu mau bekerja keras dan berusaha."

Penuturan yang membuat Amara seketika terkagum kepada sosok Galang. Berbeda sekali dengan semua bos yang pernah dia temui. Galang bersahaja dan nampak menghargai bawahannya. Semoga kali ini Amara benar-benar cocok dengan pekerjaan barunya.

Yah... semoga.

####

tbc...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!