NovelToon NovelToon

Ajarkan Aku Ikhlas

Bab 1 Prolog

...Ajarkan Aku Ikhlas...

...Oleh: Rafizqi...

Follow IG author untuk info update

@Lusiani0202

____________________________________

Bab 1 Prolog

Mauriza Aisyah, adalah seorang gadis cantik di balik kerudungnya yang panjang, ia merupakan anak pertama dari empat bersaudara dengan penuh kesederhanaannya.

Keseharian Aisyah ia lalui dengan berdagang kue jajanan, ini semua ia lakukan demi untuk membantu sang ibu yang sedang hamil besar.

Ia tidak pernah membayangkan akan hidup seperti ini, matanya tidak bisa berpaling dari penderitaan yang ia rasakan bersama ibu dan juga ketiga adiknya Emi, Rido dan juga Ambar yang masih bayi. Terlahir sebagai anak pertama, membuat Aisyah harus kuat dan mandiri dalam memikul beban yang diberikan oleh kedua orang tuanya kepada dirinya.

Penderitaan itu berawal dari beberapa bulan yang lalu. Dimana Aisyah mendengar suara seorang pria bertubuh tegap nan gagah itu, yang merupakan seorang ayah yang sangat Aisyah sayangi dengan tega berteriak kepada ibunya dan menjatuhkan talak kepada ibunya yang sedang hamil 6 bulan.

Bagaimana mungkin seorang ayah dengan tega meninggalkan semua anak-anaknya dan juga istrinya yang sedang hamil, hanya karena seorang wanita yang baru ia kenal itu?.

Sungguh kenyataan yang sangat sulit untuk diterima oleh Aisyah.

***

Sepulang sekolah, ia mendengar suara tangis ibunya pecah disana, Aisyah berlari dengan sedikit mempercepat langkahnya menuju rumah.

"Mas, jangan tinggalkan aku mas. Bagaimana nasib anak-anak kita?" ibunya memohon di kaki suaminya. Terdengar suara isakkan tangis ibunya memohon kepada ayahnya. Bukannya merenung, ayah Aisyah malah mendorong kuat tubuh istrinya yang masih bersimpuh dikakinya itu. Benar-benar tidak memiliki perasaan.

"Pergi! Aku tidak perduli lagi dengan mu" Bentaknya.

"Mulai hari ini, kamu aku talak dan kamu bukan istri ku lagi" Teriaknya sekali lagi yang menggema di ruangan itu.

Deg!

Seketika langkah kaki Aisyah terhenti tepat di depan pintu kamar kedua orang tuanya yang masih terbuka. Matanya mulai memerah kala mendengar ucapan ayahnya itu. Sayup-sayup kenangan bersama ayahnya seketika hancur berkeping-keping tiada sisa. Ayah yang dulu sangat ia sayangi, serta ayah yang selalu ia banggakan dan menjadi tempat berpulang anak-anaknya, kini berubah dengan rasa kekecewaan yang penuh dengan kehancuran.

Gelak tawa kebahagiaan bersama ayahnya seketika berputar didalam pikirannya, membuat Aisyah sangat sulit menerima kenyataan pahit ini. Kenyataan yang membuat hati dan perasaan Aisyah hancur berkeping-keping.

"Aisyah!" Seru ibunya Lirih. Kala menyadari keberadaan Aisyah di depan kamarnya.

Aisyah menatap ibunya dengan dalam. Air mata keduanya meluruh begitu saja, sudah jelas hal itu mengatakan bahwa hati mereka saat ini sedang hancur-hancurnya.

Tidak mau terbawa suasana, Pak Wawan yang merupakan ayah Aisyah berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Aisyah dan Bu Hesti disana yang merupakan istri yang baru saja ia talak.

Keesokan harinya.

Aisyah sudah mengetahui permasalahan yang terjadi antara kedua orang tuanya. Termasuk alasan dan penyebab kenapa mereka berdua bercerai. Aisyah tentu saja tau semuanya dari sang ibu. Karena ibunya sudah menceritakan semuanya kepada dirinya.

Terlintas dipikiran Aisyah untuk berbicara kepada pacar ayahnya itu, wanita yang sudah merebut ayahnya dari ibunya. Beruntung ibunya sempat mengambil nomor telepon wanita itu dari handphone ayahnya beberapa hari yang lalu.

Aisyah mengambil gawainya, dan mengetikan beberapa nomor yang tertera di secarik kertas yang ada disebelah tangannya. Kali ini, Aisyah lah yang akan berbicara kepada wanita itu, karena jika ibunya yang bicara, sudah dapat di pasti ia tidak akan tahan untuk meredam emosinya jika mendengar suara wanita itu.

.

.

.

.

Bersambung.

Bab 2 Berdalihkan Cinta

Tuttttt Tuttttt Tutttttt...

(Suara Handphone menyambung)

Aisyah sangat gelisah ketika ingin berbicara kepada wanita itu, tidak tau harus bersikap seperti apa kepadanya. Ia ingin sekali marah. Namun hatinya dengan sabar mengucapkan, "Astaghfirullah Alazim" sembari mengelus dadanya dengan lembut. Agar tidak tersulut emosi saat berbicara dengan seseorang yang telah merebut ayahnya dari ibunya itu.

"Hallo" Terdengar suara lembut seorang wanita dari balik handphone nya. Aisyah terlonjak kaget, dengan cepat kembali ia menetralkan perasaannya yang sempat kacau.

"Hallo" Balasnya lembut, mencoba berbicara sesantai mungkin.

"Dengan siapa ya?" Tanya seorang wanita dari seberang sana. Sebut saja namanya Maura.

Kembali Aisyah menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan wanita itu. Dengan tenang Aisyah menjawab, "Perkenalkan nama saya Aisyah. Anak dari Pak Wawan yang anda pacari" Jawab Aisyah tenang.

Diseberang sana hanya terdengar suara hembusan nafas kasar. Nampak seperti tidak menyukai, jika yang menelponnya itu adalah anak dari seorang pria yang sekarang menjadi pacarnya.

"Owekkkkkk Owekkkkk".

Aisyah seketika terlonjak kaget saat mendengar suara bayi menangis dari seberang sana. "Apa itu suara bayinya?" Batin Aisyah curiga.

Terdengar juga wanita itu seperti menenangkan bayi itu, membuat Aisyah semakin yakin bahwa itu memang bayinya. Aisyah juga tidak menyangka, jika benar itu adalah bayinya, apa dia begitu tidak berperasaan? Sehingga ia tega merebut pria dari seorang wanita yang juga memiliki anak kecil dan juga masih dalam keadaan hamil?.

"Maaf deg, saya sedang sibuk kita bicara nanti saja ya" Elaknya cepat.

Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, Aisyah kembali berbicara lantang. Kali ini suaranya sedikit tegas, yang membuat wanita itu terpaksa harus mendengarkan apa yang Aisyah katakan.

"Tolong mbak! Ini penting, ini menyangkut rumah tangga kedua orang tua saya" Ucap Aisyah sedikit meninggikan suaranya.

Kembali Aisyah hanya mendengar suara hembusan nafas dari wanita itu, "Berbicaralah" Ucapnya kemudian setelah beberapa saat terdiam.

"Mbak tau kan siapa pak Wawan itu?" Aisyah bertanya dengan nada yang sedikit meninggi.

"Dia adalah ayah saya. Saya adalah anak tertuanya. Apa tadi itu adalah anak mbak?" Tanya Aisyah lagi, sebelum melanjutkan ucapannya.

"lya" Jawabnya sekenanya. Aisyah hanya menggelengkan kepala dengan kesal, tidak menyangka bahwa wanita itu memang memiliki seorang anak kecil.

"Ibu saya juga memiliki seorang bayi berumur 2 tahun seperti mbak. Dan sekarang beliau juga sedang hamil 6 bulan. Bayangkan seandainya sekarang posisi mbak ada pada ibu saya, ditinggal suami disaat sedang hamil, bagaimana perasaan mbak? Tolonglah mbak, jangan menjadi wanita jahat yang tidak punya perasaan. Jangan berbahagia diatas penderitaan orang lain, saya mohon tinggalkan ayah saya" Ucap Aisyah tegas. Tanpa sadar, Aisyah berbicara seakan dirinya sudah dewasa. Dewasa sebelum waktunya, itulah diri Aisyah.

"Saya juga tidak ingin seperti ini. Tapi saya sudah terlanjur cinta" Jawab wanita itu seakan berdalih kan rasa cinta yang membuatnya tidak ingin meninggalkan ayah Aisyah.

Ya, seperti itulah wanita penggoda, alasan yang paling mendasar adalah karena cinta.

Tutttt Tutttt Tutttt. Suara Handphone dimatikan.

Belum sempat Aisyah menjawab perkataan wanita itu, handphonenya sudah lebih dulu dimatikan olehnya. Hal itu membuat Aisyah menjadi kesal.

Dengan cepat Aiysah beristighfar, sebelum emosinya benar-benar tidak terkendali olehnya. Matanya tertuju kepada Ibunya yang sejak tadi masih menunggu kabar dari Aisyah tentang wanita itu.

.

.

.

.

Bersambung.

Jangan lupa like dan komen ya ☺️

Bab 3 Kenyataan pahit

Berulang kali Aisyah mencoba untuk menghubungi wanita itu lagi, namun nomornya sudah tidak bisa dihubungi kembali.

“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif” Sebuah Suara berulang yang terdengar dari balik handphone Aisyah.

“Bagaimana?” Tanya ibunya memastikan. Aisyah terlihat menggeleng pelan, pertanda bahwa tidak ada harapan lagi kepada wanita itu untuk menyelamatkan pernikahan ibunya.

Bu Hesti terlihat semakin sedih, wajahnya murung dengan sedikit menunduk seraya meninggalkan Aisyah disana.

Aisyah menatap kepergian ibunya dari kejauhan dengan perasaan kasihan, hatinya sangat sakit melihat ibu yang begitu ia sayangi tersakiti seperti ini.

Tatapan Aisyah menampakan kepiluan dihatinya. Wanita yang saat ini berada didepan matanya, nampak tidak berdaya, dengan keadaan perut yang semakin membesar. Belum lagi adiknya yang juga masih kecil. Apakah ibunya mampu menanggung beban ini seorang diri? Itulah yang terlintas di pikiran Aisyah.

Beberapa hari kemudian.

Disebuah ruangan keluarga. Ayah Aisyah datang setelah beberapa hari pergi dari rumah. Kali ini ia kembali, bukan untuk kembali kepada istrinya. Melainkan untuk membicarakan kelanjutan hubungannya dengan wanita itu, serta menyampaikan perihal perceraian yang akan ia lakukan di pengadilan beberapa bulan mendatang bersama ibunya. Lalu menanyai perihal anak-anaknya yang akan memilih tinggal bersama siapa. Apakah mau tinggal bersama dengannya atau istrinya, Hesti. Begitulah kira-kira niat hati Pak Wawan untuk pulang ke rumah kali ini.

Diruang tamu, hanya ada Aisyah dan juga Emilia yang duduk berhadapan dengan ayahnya.

Suasana begitu hening, tidak ada suara yang keluar dari Aisyah atau Emi.

Aisyah dan Emi merupakan anak yang paling besar, karena jarak kelahiran mereka yang dekat dan hanya berkisar 3 tahun saja.

Saat itu, Aisyah masih berumur 17 tahun dan masih duduk dikelas 2 SMK. Sementara itu, Emi yang merupakan anak kedua, sudah berumur 14 tahun dan masih duduk di kelas 3 SMP.

“Aisyah, Emi” Seru Ayahnya lembut pada mereka berdua. Aisyah dan Emi tidak menjawab, mereka seakan membisu dengan kepala yang masih menunduk.

Pak Wawan nampak menghela nafas berat dengan menatap lekat kedua anaknya itu.

“Ayah minta maaf, karena sudah membuat kalian kecewa. Ayah tau Ayah salah! Ayah sudah tidak bisa lagi melanjutkan hubungan Ayah bersama Ibu kalian” Jelas pak Wawan. Berharap kedua anaknya mau mengerti.

“Apa karena ada wanita lain?” Tanya Aisyah. Lirikan mata Aisyah begitu tajam, bahkan matanya sudah memerah sejak tadi. Dan benar saja, seketika air mata Aisyah tumpah Begitu saja, ia benar-benar sedih akan kenyataan ini. 

Ayahnya sempat diam beberapa saat, sebelum ia menjawab pertanyaan putrinya itu.

“Ayah benar-benar minta maaf. Ayah tidak mencintai ibumu lagi, dan ayah tidak bisa bersama ibumu lagi Aisyah” Jawab Ayahnya kemudian.

“Lantas apa yang ingin ayah bicarakan? Jika ayah sendiri saja sudah tidak ingin bersama dengan ibu” Balas Aisyah dengan suara yang gemetar. Sungguh rasa ini, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata lagi. Perasaan yang menghilangkan separuh jiwa Aisyah. Hatinya remuk, bagaikan di hantam oleh batu besar.

“Ayah ingin kalian memilih tinggal bersama ibumu atau tinggal bersama Ayah” Tanyanya kepada kedua anaknya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Lagi-lagi hati Aisyah menjerit, jiwa dan raganya seakan lebur oleh pahitnya kenyataan ini. Bagaimana mungkin seorang anak bisa memilih antara kedua orang tuanya? Andai mereka tau, hal yang paling menyakitkan untuk seorang anak adalah diminta memilih antara ibu dan juga ayahnya. Pernahkah mereka berpikir, bahwa pilihan itu sungguh menekan psikologi seorang anak?

.

.

.

.

.

.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!