NovelToon NovelToon

PENDEKAR PEMBAWA DENDAM

CHAPTER 1

...***...

Malam ini, seorang pemuda sedang merenung di sebuah pondok kecil. Ia menatap bulan yang sedang bersinar terang. Ia tidak mengerti mengapa kenangan itu selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Kejadian masa lalu, kejadian yang tidak akan pernah ia lupakan dalam Hidupnya.

"Dunia ini penuh luka. Tidak!. Bukan dunia yang terluka, tetapi aku yang terluka karena mereka." Ia mencoba untuk menghibur dirinya dengan merangkai kata-kata.

"Tidak bisakah bayangan itu lepas dari pikiran ini?. Mengapa selalu membayangi langkahku?. Bisakah aku pergi tanpa adanya beban?." Hatinya terasa sangat gelisah memikirkan keadaannya yang tak menentu karena selalu terbayang akan masa lalu yang menyakitkan hatinya.

"Oh rembulan, bisakah engkau merasa simpati, dengan apa yang aku rasakan hari ini?. Bisakah engkau membawa luka ini ketika malam menyepi, dan engkau bawa pergi ketika engkau meninggalkan malam?. Luka ini terlalu sakit untuk aku rasakan sendirian." Ia benar-benar meresapi rasa sakit yang selalu membuatnya dadanya sesak. Sakit yang tidak bisa ia hilangkan begitu saja. Menusuk relung hatinya terdalam, hingga menyiksanya disetiap ia melangkah.

"Oh angin, bisakah engkau hembuskan sedikit beban yang bersemayam di dalam diriku ini?. Agar aku bisa merasakan sedikit ringan saat melangkah." Ia menghela nafasnya dengan pelan, namun terasa berat. Seberat hidupnya yang tidak bisa menghirup udara segar barang sejenak.

Ia kembali menatap langit malam yang gelap. "Gelap, seperti hatiku yang tidak akan bisa menemukan sedikit cahaya yang membawaku ke arah lebih baik?." Kadang ia bertanya pada dirinya sendiri. Mengapa hidupnya membawa beban yang tidak ia inginkan sama sekali?.

Ketika usianya 10 tahun, ia harus menyaksikan ibunya dibunuh oleh lima orang penjahat busuk suruhan. Hingga saat ini ia menyimpan dendam itu. Dendam yang harus ia lunasi, dan tidak akan ia ampuni mereka.

Keresahan itulah yang membawanya pada jalan pendekar pembunuh bayaran, yang selalu diminta tolong siapa saja untuk membunuh orang lain. Dalam pencariannya, ia melakukan pekerjaan itu. Sambil melampiaskan rasa sakit hati yang ia rasakan selama ini, kepada orang-orang yang telah membuat hidupnya dalam bayang-bayang masa kelam yang menyakitkan. Menyaksikan ibunda yang ia cintai mati dengan mengenaskan dihadapannya.

"Sepertinya besok aku akan kembali melakukan pekerjaan itu. Jadi apa yang harus aku lakukan?. Tidak bisakah mereka itu tidak memaksaku untuk tidak membunuh sampah seperti mereka?." Terkadang ia juga mengeluh, karena ia membunuh orang yang bukan targetnya.

"Kalau begitu aku lakukan saja. Dari pada aku tidak melakukan apa-apa di pondok ini. Mungkin aku akan mendapatkan petunjuk yang bagus untuk itu." Pikirannya selalu saja berubah-ubah. Apakah ia selalu seperti itu?. Entahlah, ia hanya memalukan apa saja yang ia sukai. Termasuk membunuh lima orang yang terlibat dalam pembunuhan ibunya.

Hingga sekarang belum ada satupun petunjuk yang ia terima, dari siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan itu. Hanya ingatan masa kecilnya yang menerawang jauh, mengingat wajah mereka yang saat itu dengan bengisnya, menyiksa ibundanya. Ia tidak akan menyerah begitu saja. Ia kan mencari mereka semua sampai dapat. Apakah yang akan ia lakukan?. Hanya waktu, serta takdir yang membuatnya menemukan mereka semua.

...***...

Pagi menjelang. Suasana ramai pasar di kerajaan Buluh perindu sangat ramai. Pengunjung semakin banyak berdatangan karena membeli kebutuhan sehari-hari mereka. Di sinilah Saka Satria atau nama julukannya pendekar pembawa dendam, yang sedang mengintai mangsanya. Pendekar yang menyampaikan rasa sakit hati seseorang, untuk menyalurkan rasa sakit itu. Makanya ia dijuluki Pendekar pembawa dendam.

Tugasnya adalah membunuh seorang wanita yang kejamnya luar biasa. Seorang wanita kaya raya yang biasanya ke pasar, membeli pakaian mahal yang datang dari luar. Namun sayang, uang yang ia gunakan hasil dari rampasan rakyat miskin yang meminjam uang padanya. Jika terlambat saja membayari dari yang seharusnya, maka akan ditambah bunganya. Sikap kejamnya ini telah meresahkan rakyat kecil. Karena itukah ada yang meminta Saka Satria untuk membunuh wanita itu.

"Jadi apa yang bisa aku lakukan?. Apakah aku akan membunuhnya?. Hum." Ia tampak berpikir dengan apa tindakannya setelah bertemu wanita itu. "Tapi aku ingin melihat bagaimana ia terlebih dahulu. Jika dia memang bersikap kejam, maka aku tidak akan segan-segan lagi membunuhnya." Matanya menatap sekitar, mencari keberadaan mangsanya. "Baiklah, karena merasa bosan. Akan aku lakukan saja." Matanya telah menemukan target yang akan menjadi incarannya. Seorang wanita terpandang di desa itu, namun sayangnya. Perangai yang dimiliki wanita itu sangat tidak terpuji sama sekali. Tapi apakah itu benar?. Atau hanya sekedar ungkapan mereka yang sama sekali tidak bisa membayar hutang-hutangnya pada wanita itu?. Sehingga mereka ingin sekali melenyapkan wanita itu?. "Baiklah, dari pada aku bertanya, dan tidak memiliki jawaban, lebih baik aku ke sana. Aku tidak suka menebak atau menerka yang tidak pasti." Saka Satria akan mencoba melakukannya. Ia mendekati wanita itu dengan senyuman ramah. Senyuman yang sangat menawan, sehingga wanita itu sedikit terpaku akan senyuman itu.

"Hei!. Siapa kau anak muda?. Mengapa kau menghalangi langkahku?." Nyai Tenun Biduri menatap tidak suka pada Saka Satria.

"Maafkan aku, jika aku menghalangi perjalanan nimas."

"Nimas?." Entah mengapa ada perasaan berdebar aneh, ketika pemuda itu memanggilnya dengan sebutan nimas?. "Apakah aku masih terlihat muda?. Sehingga dia memanggil aku dengan sebutan nimas?." Dalam hatinya berkata dengan perasaan berbunga-bunga.

"Apakah aku tidak boleh memanggil nyai yang cantik ini dengan panggilan nimas?. Aku ini adalah seorang pendekar yang melindungi siapa saja." Senyuman ramah itu sangat menggoda untuk dilihat. Membuat wanita itu semakin berdebar-debar, karena terpesona dengan ketampanan Saka Satria.

"Lantas?. Apa yang kau lakukan?. Jika kau adalah seorang pendekar pelindung?."

"Aku mau melindungi nimas. Aku takut nimas yang ayu ini, diganggu oleh preman pasar seperti mereka."

"Apakah kau sedang mencoba menggoda aku yang sudah tua ini?."

"Tidak. Tidak sama sekali. Aku memang berniat ingin  melindungi nimas di sini. Terutama dari mereka." Nyai Tenun Biduri melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Saka Satria. Matanya melihat ada beberapa orang yang berpenampilan sangar, menyeramkan, tukang mintak paksa. "Aku rasa nimas pasti membutuhkan pengawalan. Karena mereka semua tidak bersahabat sama sekali."

Masih berpikir, apakah benar ia membutuhkan pengawalan dari pemuda itu?. "Jangan-jangan, dia adalah ketua preman pasar yang berpura-pura baik padaku. Aku harus waspada terhadapnya. Bisa jadi setelah ini dia malah menyerang aku nantinya." Tidak begitu saja ia mempercayai anak muda itu. Karena banyak yang menipu orang lain, dengan berbagai cara mereka lakukan demi mendapatkan kepengen uang.

"Bagaimana nimas?. Jika nimas merasa tidak perlu, maka aku akan pergi. Karena ada keraguan yang terpancar di mata nimas terhadap diriku."

"Tunggu!." Nyai Tenun Biduri menahan tangan Saka Satria. "Baiklah. Aku akan menyewa kakang untuk mengawalku selama berada di pasar."

"Permintaan nimas, akan aku penuhi." Rasanya sangat lega, karena tidak ada lagi penolakan dari Nyai Tenun Biduri. Setidaknya ia akan melakukannya dengan baik.

"Tapi apakah kakang yakin bisa menghadapi mereka jika mereka menyerang kita?." Mereka mulai berjalan, dan melihat dagangan yang mereka lalui.

"Nimas tidak perlu merasa khawatir. Karena aku ini adalah Pendekar pilih tanding. Jadi tidak perlu memikirkan hal buruknya." Saka Satria mengikuti kemana langkah Nyai Tenun Biduri.

"Terima kasih kakang. Sangat baik sekali. Maaf jika aku berpikiran buruk terhadap kakang."

"Hum. Wajar saja jika curiga pada orang lain. Apalagi dalam keadaan ramai seperti ini. Tapi demi nimas, aku akan melakukannya."

"Rasanya aku sangat tersanjung sekali. Tapi lumayan juga mendapatkan kawalan dari pemuda tampan. Kapan lagi kan?. Aku mendapatkan keistimewaan seperti ini." Ia merasa sangat kegirangan, karena bertemu dengan pemuda yang sempurna.

"Justru aku yang merasa tersanjung, karena mengawal wanita secantik nimas." Saka Satria sangat pandai mengambil hati, dengan menyanjung targetnya. Membuat Nyai Tenun Biduri semakin terbang jauh, hanya karena ucapan itu.

"Kebetulan, kakang sujari sedang tidak ada di rumah. Aku bisa mengajak pemuda ini bermain denganku." Dalam hatinya telah merencanakan hal yang akan membuatnya merasakan kesenangan yang luar biasa nantinya. Akan tetapi, seperti yang dikatakan oleh Saka Satria tadi. Bahwa mereka akan diganggu oleh preman pasar.

"Mau kemana nyai?. Anak muda mana yang kau boyong ini nyai?." Mereka malah tertawa keras, menertawakan apa yang mereka lihat. Karena mereka telah mengetahui siapa Nyai Tenun Biduri.

"Apakah hanya ketampanannya saja, kau mengangkatnya menjadi pengawal mu?."

"Mau kau bayar berapa dia nyai?. Aku yakin kau akan menyesal, karena telah menyewa pemuda lemah ini."

"Sebaiknya nyai serahkan saja harta nyai, karena pemuda ini sama sekali tidak akan berguna untuk nyai." Kembali mereka tertawa keras, karena merasa puas memperolok Nyai Tenun Biduri, serta Saka Satria.

"Kakang. Mereka telah berani berkata kurang ajar. Serta mereka telah merendahkan kemampuanmu kakang." Nyai Tenun Biduri merengek manja pada Saka Satria. Tentunya mereka semakin tertawa keras.

"Kakang?. Ahahaha sungguh tidak tahu malu kau nyai." Mereka tertawa puas, tawa mereka mengundang perhatian orang-orang yang ada di sana.

"Nimas tenang saja. Nimas carilah tempat berlindung yang aman. Mereka semua serahkan padaku."

"Baiklah kakang. Hajar mereka semuanya. Aku sangat tidak suka melihat mereka semua." Nyai Tenun Biduri tersenyum manis, setelah itu ia pergi meninggalkan tempat itu.

"Berani sekali kalian menghinaku. Akan aku tunjukan pada kalian kekuatanku. Tapi aku rasa tidak perlu terlalu banyak. Secuil kuku saja aku rasa itu sudah berlebih untuk menghadapi kalian."

"Kurang ajar!. Berani sekali kau menghina kami!."

"Mari kita hajar dia!."

Sekitar ada empat orang preman pasar yang dihadapi oleh Saka Satria. Sementara itu, mereka yang melihat gerak-gerik membahayakan, mereka mulai menepi. Dari pada mereka kena imbas pertarungan orang-orang yang suka memamerkan kekuatan. Bisakah Saka Satria mengatasi mereka semua?. Hanya waktu yang akan menjawab semua yang terjadi pada hari itu.

...***...

CHAPTER 2

...***...

Saka Satria saat ini sedang berhadapan dengan empat orang preman pasar. Mereka mengadu ilmu kadigjayaan yang mereka miliki. Mereka benar-benar tidak mau kalah, ataupun mengalah. Saka Satria mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengalahkan mereka semua. Sehingga mereka terjajar karena serangan yang ia lakukan.

"Hebat juga kau!. Tapi sayang sekali, setelah ini kau akan kami habisi!."

"Tidak usah banyak bicara. Maju saja kalian semua. Aku masih sanggup untuk melawan kalian semua."

"Ayo maju!."

Mereka belum puas berhadapan dengan Saka Satria. Karena mereka tidak ingin dikalahkan begitu saja, hanya karena mereka mendapatkan beberapa pukulan dari Saka Satria.

"Maju. Bukan berarti kalian akan menang dariku. Tapi kekalahan yang akan kalian terima."

"Hah?." Mereka semua merasa heran dengan nada bicara Saka Satria yang terdengar sangat aneh.

"Dia sedang apa?."

"Entahlah, dia seperti sedang membaca syair. Tapi apakah syair seperti itu?."

"Ah!. Sudahlah!. Kitas serang saja dia!. Aku tidak mau berlama-lama menghadapinya."

"Itu benar. Mengapa kita malah berhenti, hanya karena dia membacakan syair bodohnya itu!."

Mereka kembali menyerang Saja Satria. Si pendekar syair pematik api. Mereka tadi berhenti, karena terkejut mendengarkan suara Saka Satria. Suaranya itu seakan menyerap tenaga dalam mereka secara perlahan-lahan.

"Langkahku membara, ucapanku membara, dan aku datang bersama bara api yang semakin berkobar di dalam tubuhku. Berkobar dan semakin membara."

"Kegh!." Mereka semua meringis kesakitan, seakan terbakar sesuatu.

"Ada apa ini?. Kenapa kakiku tiba-tiba terasa panas?. Sakit!."

"Benar. Kakiku rasanya seperti dipanggang sesuatu."

"Kunyuk busuk!. Mengapa tanahnya tiba-tiba terasa panas?. Apa yang terjadi?."

"Aku tidak tahu, mengapa tiba-tiba panas?."

Mereka sama sekali tidak mengerti, mengapa merasakan panas di kaki mereka. Sementara orang-orang yang menyaksikan pertarungan itu merasa heran, apa yang terjadi pada keempat preman itu?. Mengapa mereka meringis kesakitan?.

"Kalian hanyalah bara, dan aku adalah pematik api. Akulah pendekar pematik api, yang siap mengobarkan api dendam yang membara. Api dendam, api kemarahan, serta api kebencian. Telah siap membakar jiwa yang penuh dosa."

"Kghakh."

"Sakit."

Mereka sama sekali tidak mengerti, mengapa setiap kata yang keluar dari mulut pemuda itu, kaki mereka semakin terasa panas?. Bahkan rasa panas yang mereka rasakan menjalar ke seluruh tubuh mereka. Sehingga tenaga dalam mereka benar-benar terkuras, mereka tidak sanggup lagi untuk bergerak barang setapak.

"Sebaiknya kalian segera pergi dari sini. Jangan pernah menampakkan kaki kalian di daerah ini. Kerjaan kalian hanya menyusahkan saja." Ia kembali berbicara normal, namun tatapannya sangat menusuk hati mereka.

"Kalau kami masih berkeliaran di daerah ini kau mau apa?. Hah?!."

"Kalian akan merasakan jurus syair pematik api dariku. Dan jangan harap kalian akan lolos dari jurusku pada saat itu."

"Baiklah!. Kami akan pergi dari sini, kami tidak mengganggu di sini lagi."

"Bagus. Itu lebih baik. Kalau begitu segera pergi. Maka kaki kalian tidak akan merasakan panas lagi."

"Ayo!. Kita tinggalkan tempat ini."

Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Saka Satria, bahwa kaki mereka tidak merasa panas lagi. Mereka sangat bingung, bagaimana bisa itu terjadi?.

"Siapa dia?. Ilmu kanuragannya sangat mempuni. Sehingga hanya dengan kata-kata bisa membuat kami tidak bisa berkutik sama sekali."

"Benar-benar orang yang sangat kuat, sehingga hanya dengan kata-kata mampu mengalahkan kami semua."

"Tapi mengapa bisa seperti itu?. Siapa dia?."

"Baru kali ini aku berhadapan dengan orang yang seperti itu. Siapa dia sebenarnya?."

"Akan aku ingat kau, pendekar syair aneh. Akan aku ingat kau yang membuat kami semua tidak berkutik."

Dalam hati mereka bertanya-tanya, siapa orang itu?. Mengapa mereka dengan mudahnya dapat dikalahkan?. Ilmu kanuragan apa yang dimiliki oleh pemuda itu, sehingga mereka tidak bisa mendekatinya?.

Sementara itu, mereka yang tadi melihat itu, hanya terkagum-kagum. Jika benar seperti itu, alangkah bahagianya mereka. Karena tidak akan diganggu oleh preman pasar. Maka dagangan mereka akan aman, serta pasar akan damai tanpa adanya gangguan lagi. Sedangkan Nyai Tenun Biduri yang bersembunyi di tempat aman, kembali mendekati Saka Satria. Sementara itu, orang-orang yang menyaksikan itu tadi bubar. Kembali melakukan kegiatan masing-masing.

"Kakang sangat hebat sekali. Tidak sia-sia kakang menjadi pengawalku."

"Tentu saja nimas. Aku hanya takut, nimas dicelakai oleh mereka."

"Oh kakang sangat baik sekali. Padahal kita baru saja bertemu. Aku tidak menyangka akan bertemu dengan orang sebaik kakang." Ia merasa sangat senang diperlakukan istimewa seperti itu. "Kakang, setelah dari pasar ini, kakang mampir ke rumahku ya."

"Kenapa?. Bukankah tugasku hanya mengawal nimas hanya di pasar saja?."

"Antar sampai ke rumah juga ya?. Aku sangat takut sekali kakang. Nanti ada begundal yang mau merampas hartaku. Aku sangat takut sekali kakang."

"Apakah nimas tidak membawa bedati?. Kenapa tidak memakai itu saja demi keamanan. Lagi pula, aku takut kalau suami nimas akan marah padaku. Jika melihat aku bersama nimas."

"Tidak kakang. Aku ingin kakang yang menjadi pengawalku sampai ke rumah. Suamiku sedang tidak ada di rumah. Mau ya kakang?. Antarkan aku sampai ke rumah ya." Dengan nada manja, ia mencoba merayu Saka Satria untuk mengantar dirinya.

"Baiklah nimas. Aku akan mengantar nimas sampai ke rumah. Tapi hanya sampai di depan rumah saja ya."

"Terima kasih kakang. Sungguh, kakang sangat baik sekali. Rasanya aku sangat beruntung hari ini datang ke pasar." Hatinya berbunga-bunga, karena Saka Satria mau mengantarnya sampai kerumahnya?.

"Untuk saat ini, aku beri kau kesempatan untuk bersenang-senang. Akan tetapi, saat aku melihat kau berani meminta paksa utang para penduduk, maka siap-siap saja kau akan mati di tanganku. Tidak akan aku beri kau peluang untuk kabur dari tanggung jawab mu." Dalam hati Saka Satria tersenyum licik, membayangkan bagaimana tangannya memenggal kepala Nyai Tenun Biduri. Seringaian lebar terpampang jelas di wajahnya.

Setelah itu mereka kembali berbelanja kebutuhan sehari-hari. Mereka benar-benar menikmati kebersamaan romantis menurut Nyai Tenun Biduri. Apa yang akan terjadi berikutnya?. Apakah niat membunuh Saka Satria akan tersampaikan?. Hanya waktu yang akan menjawab semua.

...***...

Sementara itu, di Istana Kerajaan Tiga Setapak. Prabu Laksamana Pandan sedang duduk di pendopo istana. Ia memperhatikan halaman Istana yang sangat rapi, membuat mata enak memandang di sekitarnya. Saat itu, Putri Laskar Pandan datang karena dipanggil oleh adiknya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. Rayi prabu."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh, yunda. Silahkan duduk yunda."

"Terima kasih rayi prabu." Ia duduk di hadapan Prabu Laksamana Pandan. "Rayi prabu. Aku menghadap, karena emban mengatakan, jika rayi memanggilku."

"Benar yunda. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan yunda."

"Memangnya apa yang akan rayi prabu katakan?." Putri Laskar Pandan penasaran, dengan apa yang hendak ingin dikatakan adiknya.

Apalagi Prabu Laksamana Pandan menatapnya dengan serius. "Aku melihat kedekatan yunda dengan raka patih praba rahardyan. Aku harap ada kabar yang baik dari yunda?."

"Kenapa rayi berkata seperti itu?. Apakah aku tidak boleh berdekatan dengan raka patih praba rahardyan?."

Prabu Laksamana Pandan tersenyum kecil mendengarkan apa yang dikatakan kakaknya. "Tentu saja boleh yunda. Tidak mungkin aku melarangnya." Prabu Laksamana Pandan hanya penasaran. "Hanya saja, yunda yang jarang keluar dari kaputren, tiba-tiba saja bisa dekat dengan raka patih. Tentunya, sebagai adik aku merasa penasaran yunda."

"Jadi karena itu rayi prabu memanggilku?. Rayi prabu tenang saja. Aku hanya dekat dengan raka patih, karena kebetulan saja. Jadi rayi prabu tidak perlu berpikiran macam-macam pada kami." Putri Laskar pandan menundukkan wajahnya, karena ia takut adiknya marah.

Prabu Laksamana Pandan tersenyum kecil melihat kakaknya yang biasanya pemalu, dan sekarang berani menjawab semua ucapannya. "Hanya ingin memastikannya yunda. Aku tidak ingin yunda merasa tertekan, karena selama ini, selain denganku. Yunda tidak pernah mau berbicara dengan siapapun." 

"Aku dekat dengan raka patih, hanya kebetulan. Saat itu, aku sedang berada di belakang istana. Aku hanya ingin duduk di taman belakang istana."

"Lalu apa yang terjadi di sana?. Pasti terjadi sesuatu, sehingga yunda bisa dekat dengan raka patih." Sepertinya Prabu Laksamana Pandan sangat penasaran. Sehingga ia bertanya seperti itu.

"Saat itu, aku hanya ingin menyelamatkan burung kecil yang jatuh ke dalam kolam kecil. Tiba-tiba saja kakiku terpeleset, dan hampir saja jatuh. Pada saat itu, raka patih datang membantuku. Sehingga aku tidak jadi jatuh ke kolam." Itulah yang ia ingat dari kejadian hari itu.

"Setelah itu yunda mulai dekat dengan raka patih?." Rasa penasaran itu masih menyelimuti hatinya. Karena hanya Putri Laskar Pandan, satu-satunya keluarga yang ia miliki. Makanya ia berjanji akan menjaga kakaknya dengan baik.

"Ya, seperti itulah rayi prabu. Kami sering berbincang di taman istana. Walaupun tidak lama, karena raka patih kembali bertugas." Putri Laskar Pandan tidak menutupi apa yang terjadi pada adiknya.

"Jadi begitu ya?."

"Memangnya kenapa rayi?. Apakah ada sesuatu?." Tiba-tiba ia merasakan perasaan yang tidak enak.

"Tidak yunda. Hanya bertanya saja. Jika memang yunda sedang dekat dengan raka patih, itu lebih baik."

"Kami hanya berkenalan saja rayi. Tidak memiliki hubungan yang lebih dari itu. Aku rasa itu tidak akan mungkin."

"Yunda tidak perlu khawatir. Jika memang ada perasaan yang sama. Aku berniat menjodohkan yunda dengan raka patih."

"Menjodohkan aku dengan raka patih?. Bukankah itu terlalu berlebihan rayi prabu. Bagaimana dengan raka patih?. Aku tidak yakin raka patih akan menerimanya."

"Yunda tidak perlu cemas. Yunda dan raka perlu berdekatan terlebih dahulu. Jadi tidak perlu terburu-buru."

"Huuufh baiklah kalau begitu rayi prabu. Rasanya aku tiba-tiba berdebar-debar."

Prabu Laksamana Pandan hanya tidak ingin kakaknya merasa kesepian. Jadi ia berusaha untuk mendekatkan kakaknya, agar tidak canggung pada laki-laki lain, selain dirinya.

Apa yang akan terjadi berikutnya?. Temukan jawabannya. Mohon dukungannya ya.

...***...

CHAPTER 3

...***...

Saka Satria masih bersama Nyai Tenun Biduri. Kali ia berada di salah satu rumah penduduk desa yang menuju rumahnya. Nyai Tenun Biduri meminta bantuan Saka Satria untuk menagih hutang. Saka Satria dengan kasarnya menagih hutang tersebut. Itu semua ia lakukan hanya berpura-pura semata, agar bisa mengelabui Nyai Tenun Biduri.

"Sudah dua bulan kau tidak membayar hutang-hutangmu!. Jika masih tidak mau membayar hutangmu!. Maka nyawamu yang akan menjadi penutupnya!." Amarahnya sangat memuncak begitu saja. Sehingga suaranya terdengar begitu keras, menakuti lelaki setengah baya itu.

"Ampun tuan. Kami telah membayarnya beberapa kali. Namun nyai mengatakan masih ada bunga yang harus kami lunasi. Harusnya hutang kami telah dibayar semuanya." Suaranya terdengar sangat memelas belas kasihan.

"Halah!. Kau jangan mengatakan yang tidak-tidak pada anak muda ini. Berani sekali kalian memelas padanya, serta berkata bohong padanya!." Nyai Tenun Biduri terlihat tidak terima.

"Kami tidak memelas nyai. Tapi apa yang kami katakan itu semua adalah kenyataannya. Mengapa nyai begitu kejam pada kami?."

"Jangan mau tertipu dengan ucapan mereka kakang. Mereka itu semua hanya pembohong!. Mereka memang seperti itu, jika aku tagih hutangnya."

"Kami tidak perbohong-."

"Sudahlah pak tua!. Tidak usah banyak bicara!. Kau mau bayar hutangmu!. Atau aku seret kau dengan kuda keliling desa, agar kau mau membayar semua hutangmu!."

"A-a-ampun tuan pendekar, ampun. Kami akan membayar hutangnya. Jangan siksa kami seperti itu tuan. Cukup rasanya ditagih sampai puluhan kali, itu saja membuat kami menderita."

"Jangan seret ayah saya tuan pendekar. Jika ayah saya meninggal, saya akan kehilangan satu-satunya keluarga yang saya miliki." Wanita muda itu menangis sedih, karena tidak kuasa menahan kesedihannya.

"Kalau begitu cepat bayar hutang kalian!. Jangan buat kemarahanku habis, hanya untuk menagih hutang pada kalian!."

"Cepat!. Jangan sampai aku menyuruhnya melakukannya!." Sepertinya mereka memaksa bapak tua itu membayar semua hutang yang tidak jelas kapan lunasnya.

"Anakku, ambil semua kepeng yang ada di kotak penyimpanan kita nak." Dengan keadaan takut, ia mengatakan dimana tempat ia menyimpan uang itu.

"Baik ayah." Ia segera bergegas mengambil uang yang ditunjukkan oleh ayahnya. Karena ia sangat takut, jika pendekar itu melakukan apa yang ia katakan.

"Bagus sekali kakang, itu sangat hebat. Jika tidak, maka mereka tidak akan membayar semua hutang mereka."

"Untuk nimas, akan aku lakukan apapun caranya. Kita tidak boleh lemah jika menagih hutang pada orang lain."

"Terima kasih kakang. Aku merasa tersanjung sekali dengan apa yang kakang lakukan." Senyuman sumringah terlihat jelas di wajahnya. Ia sangat bahagia, karena didampingi oleh Saka Satria.

"Ini semua demi nimas. Aku akan melakukannya demi nimas." Masih sempat kah mereka bermesraan dihadapan seorang bapak yang sedang dalam keadaan ketakutan?. Rasanya tidak akan, karena mereka telah dikuasai nafsu duniawi. Seakan tanpa melihat situasi, mereka malah menebarkan pesona kasmaran yang mereka rasakan?. Entahlah, siapa yang mengetahui itu.

Tak lama kemudian, gadis muda itu datang dengan membawa kantong berisi kantong uang yang lumayan banyak. Ia serahkan pada Pendekar itu, ia berharap hutang ayahnya lunas. Namun apa yang terjadi?. Nyai Tenun Biduri merebut paksa kantong yang berisi uang itu. Membuat wanita muda itu terkejut, dan tidak bisa menahan kegelisahannya.

"Ini masih separuhnya. Dan kau kakek tua!. Kau harus segera membayarnya padaku!."

"Tapi nyai, hutang kami tidak sebanyak itu. Kami hanya meminjam lima puluh kepang logam, bukan kepeng emas nyai."

"Hanya kau bilang kakek tua?. Kepeng logam itu tidak mahal?. Kau pikir dengan kepeng kecilmu itu, kau telah melunasi hutangmu?. Itu belum melunasi hutangmu sama sekali!."

"Nyai, mengapa nyai kejam sekali pada kami?. Kenapa nyai suka sekali membuat orang lain menderita?."

"Oh dewata yang agung. Mengapa ada orang yang seperti ini?. Rasanya sangat berat sekali hidup kami."

"Ah sudahlah, kakang. Ayo kita tinggalkan tempat ini. Aku sudah muak mendengarkan apa yang mereka katakan."

"Mari nimas. Kita tinggalkan tempat ini dengan segera." Saka Satria mempersilahkan Nyai Tenun Biduri mendongakkan tempat itu.

"Oh dewata yang agung. Habis semua kepeng milikku, hanya untuk membayar hutang pada wanita kejam seperti dia."

"Kuat hati ayah, karena kita hanyalah orang kecil yah. Jadi kiat tidak memiliki kekuatan untuk melawan mereka ayah" Hati siapa yang tidak iba diperlakukan seperti itu. Tapi anehnya ketika lima langkah dari mereka. Keduanya terkejut, karena suara lemparan benda. Benda tersebut tak lain adalah kantong uang yang dirampas Nyai Tenun Biduri tadi. Keduanya melihat ke arah pendekar itu yang memberi kode untuk diam. Selain itu, keduanya dapat menangkap bisikan gerakan dari mulut pendekar muda itu.

"Simpan saja uangnya, biar aku urus wanita laknat ini. Jangan bersuara, nanti aku akan kembali ke sini setelah selesai."

"Ada apa kakang?." Merasa aneh dengan tingkah laku Saka Satria.

"Ah tidak apa-apa. Aku hanya melihat sekitar saja. Aku takut mereka berbuat jahat pada kita, seperti melempari kita dengan batu dari belakang ketika kita lengah."

"Mana berani mereka melakukan itu pada kita kakang. Karena kakang adalah Pendekar yang kuat. Aku rasa mereka akan kalah dalam satu pukulan saja."

Setelah mereka pergi, ayah dan anak tadi tidak percaya sama sekali, dengan apa yang dilakukan oleh pendekar muda itu. Mereka segera mengambil kembali kantong uang tadi. Melihat dengan jelas, bahwa itu memang kantong uang.

"Ayah, apakah ayah percaya dengan apa yang dilakukan pendekar tadi?. Dia melempar kantong uang kita ayah."

"Entahlah nak. Tapi kalau tidak salah, tadi ia memang melempar kantung kepeng. Ia berkata agar menyimpan kepeng ini, dia akan mengurus wanita laknat itu, setelah itu ia akan kembali lagi ke sini. Begitu yang ia katakan tadi, jika ayah tidak salah tangkap dari gerakan mulutnya nak."

"Apakah ayah mengerti apa maksud dari perkataan pendekar itu?. Apakah dia serius ingin mengurus wanita laknat itu?."

"Ayah tidak mengerti, tapi ayah harap itu bukanlah suatu keburukan yang akan kita dapatkan nantinya. Semoga saja pendekar itu benar-benar menghabisi wanita laknat itu."

"Semoga saja ayah. Karena aku takut, ia akan berbuat jahat pada ayah. Biar saja wanita kejam itu mati ditangannya. Mungkin saja ada yang menyewa Pendekar itu untuk membunuh wanita kejam itu."

"Huh!. Rasanya aku memang ingin beroda agar wanita kejam itu mati. Rasanya tidak sanggup lagi meminjam uang padanya."

Bagaimana nasib mereka setelah ini?. Temukan jawabannya. Apakah Saka Satria akan melakukan hal yang jahat?. Siapa yang bisa menebaknya. Hanya waktu yang akan menjawab semunya.

...***...

Disisi lain. Di lingkungan Istana. Prabu Laksamana Pandan berada di biliknya. Karena ia ingin menenangkan dirinya, setelah menerima banyak laporan yang banyak masuk mengenai kerusuhan yang terjadi di kota raja dekat istana. Prabu Laksamana Pandan ingin segera mengatasi masalah itu semua.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh, rayi prabu."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh, raka patih."

"Maaf, jika aku mengganggu rayi prabu yang sedang beristirahat."

"Tidak apa-apa raka patih. Maaf jika aku tidak berada di tempat biasanya. Karena aku hanya ingin memikirkan dengan matang, bagaimana caranya menyelesaikan masalah ini."

"Rayi prabu jangan bimbing. Selain berserah diri pada Allah SWT. Rayi prabu jangan sungkan meminta bantuan padaku. Sebagai patih dari kerajaan ini, aku akan membantu dengan segenap hatiku."

"Terima kasih raka patih. Aku ingin meminta bantuan dari raka patih. Mengenai masalah perjudian yang meresahkan di kalangan kota raja. Bahkan ada yang mengadu, para istri pejabat istana. Mereka juga ada yang terlibat dalam taruhan itu, bahkan sampai menggadaikan harta mereka, bahkan menjadikan anak gadis mereka sebagai taruhannya."

"Nauzubillah minzalik, astaghfirullah hal'azim ya Allah. Itu sudah sangat keterlaluan sekali rayi prabu. Kita harus segera menghentikan mereka."

"Itu harus raka patih, karena akan semakin meresahkan, jika kita tidak segera bertindak."

"Kita akan merundingkannya dengan baik rayi prabu. Kita akan mencari jalan keluar ini bersama-sama."

"Terima kasih raka patih. Rasanya aku sangat terbantu sekali."

"Sama-sama rayi prabu."

"Begitu banyak masalah yang terjadi di negeri ini, semenjak ayahanda prabu, serta paman Patih meninggal. Seakan tidak ada hentinya negeri ini menangis menginginkan keadilan, serta kedamaian."

"Rasanya memang sangat sulit rayi prabu. Tapi itulah kehidupan yang harus kita jalani saat ini."

Keduanya saling memberi masukan dan saran, atau komentar yang baik. Jika ini yang mereka lakukan untuk mencegah kejahatan itu, maka apa yang akan timbul nantinya?. Bisakah mereka mengatasinya?. Hanya waktu yang akan menjawab semuanya.

...***...

Kembali pada Saka Satria yang masih mengekor dengan Nyai Tenun Biduri. Setelah berhasil meminta uang dari beberapa penduduk, mereka kembali ke rumah Nyai Tenun Biduri. Namun begitu sampai di depan pintu, Saka Satria menempelkan dua pedang kembar miliknya ke leher Nyai Tenun Biduri. Dengan takut, dan berusaha meyakinkan dirinya, yang dilakukan oleh Saka Satria hanyalah sebuah sandiwara saja.

"Seperti yang dikatakan oleh semua orang, kau memang wanita laknat nyai."

"Kakang?. Apa yang kakang lakukan?. Apa yang kakang katakan?."

"Aku mengatakan jika kau adalah wanita laknat, dan yang akan aku lakukan adalah membunuhmu, sesuai keinginan mereka yang merasa teraniaya oleh perbuatan biadab kau!."

Nyai Tenun Biduri perlahan membalikkan tubuhnya, karena ia takut, mata pedang itu akan melukai lehernya.

"Siapa kakang sebenarnya?. Mengapa kakang mau disuruh orang miskin seperti mereka?. Jika kakang membutuhkan banyak uang, maka aku akan memberikannya pada kakang."

"Aku tidak membutuhkan uang dari hasil rampasan milik orang miskin itu. Nanti aku ketularan miskin seperti mereka."

"Bagaimana jika kita bersenang-senang sebagai gantinya?."

"Aku tidak sudi bermain-main dengan nenek tua seperti kau!. Tugasku sebagai pembunuh bayaran adalah membunuhmu."

Nyai Tenun Biduri sangat terkejut sekali. Jadi pemuda yang ia panggil kakang itu adalah seorang pendekar pembunuh bayaran?. Tapi apa yang harus ia lakukan jika ia menjadi target incaran pendekar pembunuh bayaran?. Temukan jawabannya.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!