"Nir, anak mu ku pinjam lagi ya!"
Seperti biasa, jika libur Dania akan mengajak Shaka pergi jalan-jalan.
"Ngajak anak orang mulu. Bikin dong!" canda Dion, teman Nirmala dan Dania.
Nirmala hanya tersenyum mendengar candaan dari kedua teman-temannya.
"Pergilah. Jangan lupa di kasih makan ya anak ku!" gurau Nirmala.
"Tenang aja Nir, aman. Kerja yang semangat ya, kami pergi dulu." Dania dan Dion pergi, Nirmala melambaikan tangan untuk anaknya.
Nirmala masuk kembali ke dalam restoran.Sejak beberapa tahun yang lalu, restoran ini lah yang menjadi tempat Nirmala untuk mencari rezeki.
"Hai Nir,....!!" Sapa Arwan, pemilik restoran. Pria tampan dan juga baik hati.
"Hai mas,...tumben pagi sekali?"
"Kalau datangnya siang, aku gak bisa dong lihat senyum cerah kamu secerah matahari pagi."
"Hidih,...bisa aja mas Arwan ini."
"Ya udah, lanjut kerja. Semangat kerjanya!"
"Iya mas. Terimakasih."
Terkadang Nirmala merasa lelah dalam menjalani kehidupannya ini. Hidup berdua dengan anak semata wayangnya membuat ia mau tidak mau harus semangat.
Sementara itu, Dewangga atau yang biasa di panggil Gaga tudak bisa fokus pada pekerjaan karena ocehan dari Medina begitu mendenging di telinganya.
"Sampai kapan kita menjalin hubungan seperti ini? Aku juga butuh kepastian Gaga!"
"Aku tidak pernah merasa memiliki hubungan dengan mu. Kenapa kau selalu menekan ku?" Suara dingin Gaga sungguh membuat hati Medina sakit.
"Gaga....!!'' Medina meninggikan suaranya.
"Jangan meneriaki ku!" Sentak Gaga, "keluar dari ruangan ku!" Usirnya.
"Kamu gak bisa ngusir aku. Gaga, aku akan laporin kamu sama om Tirta!" Medina mengancam.
"Terserah kau!" Seru Gaga lalu memutuskan untuk pergi.
Medina mengepalkan kedua tangannya marah. Wanita ini menyusul Gaga.
"Gaga tunggu!" Medina berteriak, tapi Gaga acuh.
Gaga masuk ke dalam mobilnya dan berlalu begitu saja meninggalkan Medina yang terus memanggil nama Gaga.
Medina kesal, ia memutuskan untuk pergi ke rumah Gaga menemui Tirta, papah Gaga.
"Mah, ayo masuk. Cepat desak om Tirta!" Ujar Medina Yang ternyata sudah janjian sama mamahnya.
Anak dan ibu ini langsung masuk kedalam rumah Gaga. Sudah biasa mereka datang, para pembantu di rumah Gaga sudah hafal betul maksud dan tujuan mereka.
"Gimana ini Tirta, kapan anak mu menikahi anak ku?" Merina mendesak Tirta.
"Rasanya aku sudah bosan membahas ini Mer. Biarlah semua ini menjadi keputusan Gaga. Aku tidak bisa terus mendesaknya."
"Ya gak bisa begitu dong. Kamu tahu sendiri Gaga dan Medina saling mencintai."
"Iya om, Medina sangat mencintai Gaga. Om, bantuin dong!" Rengek Medina.
"Gaga itu keras kepala. Om tidak bisa membujuknya."
"Haduh Tir, masa kamu gak bisa bersikap tegas sama anak kamu?"
"Ibu dan anak sama saja!" Seru Gaga.
Sontak saja Medina, Merina dan Tirta menoleh ke arah sumber suara.
"Siapa yang saling mencintai?" Tanya Gaga, "aku tidak pernah mengatakan jika aku mencintai Medina. Ngarang aja!"
"Gaga, duduk dulu nak!" Titah Tirta.
"Gak pah," tolak Gaga, "tidak ada yang harus di jelaskan lagi."
Gaga berlalu begitu saja pergi ke kamarnya. Medina hendak mengejar Gaga namun di tahan oleh Tirta.
"Bersikap sesuai batasan mu Medina. Jangan masuk terlalu jauh!" Tegur Tirta membuat langkah Medina terhenti.
Entah di mana mereka menyimpan rasa malu, ibu dan anak ini selalu saja bersikap seenaknya.
Tirta meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. Jengah juga rasanya di kejar ibu dan anak ini setiap hari.
Sementara itu, Nirmala masih berkutat dengan pekerjaan yang sangat melelahkan. Restoran ini selalu ramai, hal itu lah yang membuat Nirmala betah bekerja di tempat ini.
"Tumben gak ada anak haram mu itu. Kemana dia?" Sindy bertanya dengan wajah ketus.
"Anak ku bukan akan haram Sin, berhenti mengatai ku!"
"Mau marah? Marah aja. Kenyataannya memang begitu!" Ujar Sindy.
Nirmala hanya bisa menghela nafas, tak ada gunanya juga melawan orang seperti Sindy.
Nirmala langsung pergi ke dapur, melanjutkan pekerjaan yang sempat terjeda.
"Hai manusia kotor. Nih, cepat cuci semua piring kotor ini." Sindy memerintah seperti bos.
"Kau ini kenapa Sindy? kenapa kau suka sekali mengganggu Nirmala?" Wina kesal.
"Kamu itu yang kenapa mau berteman sama Nirmala si pencetak anak haram?"
"Siapa yang kau katai anak haram hah?" Arwan bertanya dengan wajah dingin, "sudah berapa kali aku memberi mu kesempatan untuk tidak mengganggu Nirmala."
"Pak,....!!"
Seketika wajah Sindy panik.
"Kau di pecat!" Ucap Arwan.
"Pak, kenapa saya di pecat?" Tanya Sindy dengan bodohnya.
"Kau masih bertanya kenapa? sudah berapa kali aku bilang jika aku tidak menyukai orang yang suka membuli orang lain."
"Tapi semua ini salahnya Nirmala pak. Bukan saya!" Sindy malah memutar balikan fakta.
Nirmala dan Wina hanya diam saja.
"Keluar!" usir Arwan, "keluar, kau sudah di pecat!" Bentak Arwan.
Sindy menatap tajam Nirmala, tersirat kebencian padanya. Nirmala sendiri bingung, kesalahan apa yang sudah ia perbuat pada Sindy hingga wanita itu sangat membenci Nirmala.
Sambil mengepalkan kedua tangannya Sindy keluar dari restoran tersebut. Sumpah serapahnya hanya tertuju pada Nirmala.
"Nir, kalau kamu di injak-injak sama orang. Lawan aja!" Ujar Arwan.
"Biarin aja lah mas, nanti juga capek sendiri."
Arwan hanya bisa menggelengkan kepala. Siapa pun yang menghina dirinya, Nirmala tidak pernah ambil pusing.
Sebenarnya, Nirmala masih memiliki seorang kakak laki-laki yang dulu tega mengusir Nirmala dunia saat dirinya berada di titik paling rendah dalam hidupnya.
"Sabar ya Nir....!" Weni menepuk pundak Nirmala, memberi semangat padanya.
"Aku tidak apa-apa Wen. Sudah biasa, ini memang makanan ku sehari-hari."
"Sesekali lawanlah Nir, mereka sungguh kelewatan jika menghina mu."
Nirmala hanya tersenyum, "sudahlah, biarkan saja. Selama mereka tidak menyakiti anakku, aku tidak masalah."
Weni juga hanya bisa bergeleng kepala atas kesabaran Nirmala. Mereka berdua melanjutkan pekerjaan masing-masing.
Sedangkan Shaka sedang menikmati jalan-jalannya bersama Dania dan Dion. Shaka akan di antar pulang jika Nirmala pulang.
"Mamah....!!" celoteh Shaka turun dari atas motor sambil memanggil ibunya.
Nirmala langsung memeluk anaknya.
"Shaka senang gak jalan-jalan hari ini?" Tanya Nirmala tapi Shaka hanya mengangguk.
"Sudah pasti senang dong. Shaka makan banyak loh hari ini." Ujar Dania.
"Iya, Shaka makan banyak hari ini." Timpal Dion.
"Terimakasih ya, kalian sudah baik banget sama aku dan anak ku!" Ucap Nirmala.
"Biasalah, santai saja!" Seru Dion.
"Ya udah, kami pulang dulu. Sudah sore nih." Ujar Dania.
"Hati-hati di jalan kalian berdua. Terimakasih sudah membuat anak ku bahagia hari ini."
Nirmala dan Shaka melambaikan tangan di saat motor Dion melaju menjauh.
Melihat anaknya yang bahagia, sebenarnya hati Nirmala begitu teriris.
"Andai ayah mu tahu jika kau ada di dunia ini nak. Sudah pasti kamu akan selalu di manjakan," batin Nirmala sedih.
"Kenapa kau selalu menolak lamaran pak bos Nir?" Tanya Dania penasaran, "Shaka sudah berusia tiga tahun. Apa kau tidak bingung nantinya jika Shaka bertanya siapa ayahnya?"
Nirmala hanya diam mendengar pertanyaan dari Dania. Nirmala dan Dania tinggal satu kontrakan, hanya Dania yang menolong Nirmala di masa terpuruknya dulu.
"Jika kau menikah dengan pak Arwan, setidaknya hidup mu dan Shaka terjamin."
"Susah Dan,...!" Lirih Nirmala.
"Apa yang susah Nir?" Tanya Dania heran.
"Yang pertama aku trauma dengan kejadian di masa lalu. Yang kedua, kami berasal dari latar belakang yang berbeda. Sudah pasti keluarganya tidak akan menerima ku apa lagi anak ku yang aku saja tidak tahu siapa ayahnya."
"Dan yang ketiga apa?" Tanya Dania penasaran.
"Tidak ada yang ketiga!" Seru Nirmala.
"Lihat Shaka,...!" Nirmala menatap wajah anaknya yang tertidur sangat pulas, "Shaka butuh sosok ayah dalam hidupnya Nir."
"Aku tahu akan hal itu Dania. Tapi, dengan keadaan ku seperti ini siapa yang akan menerima aku dan anak ku. Kakak ku saja mengusir ku apa lagi orang lain."
Dania menarik nafas panjang, kehidupan Nirmala terlalu rumit jika harus di jabarkan.
"Sesekali pulanglah Nir, mana tahu kakak mu sudah memaafkan mu dan dia merasa bersalah sudah mengusirmu. Semua ini bukan salah mu, semuanya sudah takdir."
"Aku belum siap untuk pulang. Aku masih ingat betul bagaimana kakak mengusir ku dengan bahkan tega menghina ku." Nirmala memejamkan matanya, ingatannya masih kuat tentang kejadian beberapa tahun silam.
"Setidaknya kau harus tahu bagaimana kabar keluarga mu Nir....!"
"Untuk apa aku tahu? Sedangkan mereka saja tidak pernah mencari ku. Kau tidak tahu bagaimana rasanya di perlakukan layaknya orang asing Dan..."
Dania membuang nafas kasar, menatap iba pada Nirmala.
"Yang terpenting sekarang kebahagiaan mu dan Shaka. Ingat Nir, Shaka butuh seorang ayah!"
Sekali lagi, Nirmala hanya mengangguk tanpa bicara lagi.
"Mama.....!" lirih bocah tampan dengan wajah yang sangat mengantuk.
"Nak, Shaka. Kenapa bangun sayang?" Nirmala menghampiri anaknya yang tidur di atas kasur lantai.
"Mama,.....!!''
Shaka memeluk Nirmala lalu tidur di atas pangkuannya. Lelah rasanya, tapi mau bagaimana lagi? semua sudah garis kehidupan Nirmala.
"Terima saja lamaran pak Arwan, aku yakin dia akan membuat kehidupan kalian bahagia." Dania mencoba menekan Nirmala.
"Kita bahas kapan-kapan lah Dan, aku lelah. Ayo tidur!"
Sekali lagi, Dania hanya bisa membuang nafas kasar.
Malam ganti pagi, Nirmala dan Dania sudah bangun pagi sekali. Meskipun hari ini Nirmala mendapatkan jatah libur, tapi ia tidak bisa bangun siang.
"Selamat pagi," sapa Arwan yang tiba-tiba muncul di depan pintu kontrakan.
"Loh pak, ngapain ke sini?" tanya Dania yang sebenarnya sudah hafal betul maksud dan tujuan Arwan.
"Seperti biasa, aku mau ngajak Nirmala dan Shaka pergi jalan-jalan."
"Aduh mas, gak usah deh. Aku bisa mengajak Shaka pergi sendiri," tolak Nirmala.
"Udahlah, gak kenapa-kenapa. Ayo pergi sekarang!" Ajak Arwan.
"Mas Arwan pasti banyak pekerjaan. Kita perginya lain kali aja ya?" Nirmala terus menolak.
Seketika Arwan mengeluarkan jurus andalannya. Pria ini berlutut, meraih kedua tangan Shaka lalu menggenggamnya.
"Shaka sayang, kamu mau gak beli mainan?"
Mata polos milik Shaka mendongak, menatap wajah Nirmala.
"Mama,....!" Lirih Shaka. Bocah ini pendiam, bicara hanya seperlunya saja. Nirmala terkadang bingung, dari manakah sifat dingin anaknya berasal.
Mata polos bening milik Shaka membuat hati sang mamah luluh juga. Pada akhirnya Nirmala mau di ajak Arwan pergi jalan-jalan.
Arwan senang sekali, pria ini mengajak Shaka dan Nirmala pergi ke mall. Arwan menemani Shaka bermain, jelas terlihat jika Shaka sangat bahagia.
Perasaan Nirmala sangat sedih saat melihat anaknya tertawa bahagia bersama Arwan.
"Dania benar, Shaka butuh seorang ayah!" Ucap Nirmala pelan. Wanita ini menarik nafas panjang, memejamkan matanya sejenak menahan rasa sesak didada yang tiba-tiba datang menyerang.
"Nir,....!!"
Arwan mengejutkan Nirmala.
"Eh, mas. Ada apa mas?"
"Kamu kenapa? kok melamun?"
"Gak kenapa-kenapa mas. Udah mainnya?" Tanya Nirmala mengalihkan.
"Iya. Shaka lapar, ayo kita pergi makan!" Ajak Arwan.
Mereka kemudian pergi mencari tempat makan yang enak. Setelah mendapatkan tempat, Arwan dan Nirmala langsung memesan makanan.
"Loh, Arwan...!!" Yuni terkejut melihat anaknya di mall.
"Mamah!" Lirih Arwan seketika merasa canggung.
"Mas Arwan, kamu ngapain pergi sama dia?" Sofia menatap sinis ke arah Nirmala.
"Lah, kenapa memangnya?"
"Arwan. Sudah mamah bilang, mamah gak suka sama dia, apa lagi anaknya!"
"Iya nih. Mas Arwan ngapain sih dekat-dekat sama anak haram yang gak jelas bapaknya?"
"Sofia...!" Bentak Arwan, "jaga mulut mu itu!"
Nirmala hanya diam, ia langsung memeluk anaknya.
"Heh kamu....!" Yuni menunjuk wajah Nirmala, "dukun mana yang kau gunakan untuk memelet anak ku hah?"
"Maaf bu, saya tidak seperti itu." Nirmala menyahut.
"Mas, kamu itu mau tunangan sama aku. Kenapa kamu malah pergi sama perempuan ini hah?"
"Yang mau tunangan sama kamu itu siapa?" Tanya Arwan.
"Arwan,...!" Sentak Yuni, "ayo pulang. Mamah gak suka kamu dekat-dekat sama mereka."
"Iya, anak gak jelas bapaknya. Pasti bikinnya rame-rame!" ejek Sofia.
"Kalian boleh hina aku. Tapi, jangan sesekali kalian menghina anak ku. Dia tidak tahu apa-apa!" Nirmala geram.
"Mah, ngapain sih bikin ribut di sini? Ini hak ku, terserah aku mau pergi sama siapa?"
"Arwan. Mamah minta kamu pecat dia. Sudah berapa tahun restoran kita menampung manusia kotor seperti dia. Dasar pembawa sial!"
"Mah,....!"
"Jika kamu tidak menurut dengan omongan mamah sekali ini, akan mamah pastikan jika restoran mu itu akan tutup permanen." Yuni mengancam anaknya. Sofia hanya tersenyum penuh kemenangan sambil menatap Nirmala.
Nirmala tidak tahan lagi, ia langsung menggendong Shaka lalu mengajaknya pergi. Arwan berniat mengejar, tapi Yuni menahan anaknya dengan cepat.
"Mamah ini kenapa sih? perasaan mamah gak gini kok!"
"Itu semua karena mamah gak suka kalau kamu dekat-dekat sama Nirmala. Arwan, anak Nirmala itu anak haram!"
"Mah, cukup ya mah. Shaka bukan anak haram. Shaka berhak bahagia!"
"Mas Arwan ini kok suka banget bela si Nirmala sama anaknya. Mas Arwan suka sama dia?" Tanya Sofia.
"Kalau iya kenapa?"
"Mamah gak setuju. Arwan, ayo kita pulang!"
"Gak, mamah bisa pulang sama Sofia." Arwan menolak.
"Kamu mau kemana Arwan?"
Arwan tidak menjawab, ia mengejar Nirmala dan Shaka yang sudah pergi entah kemana.
"Gak bisa di biarin tante. Emangnya tante mau punya menantu yang udah punya anak yang bapaknya aja gak jelas?" Sofia berusaha mengompori.
Arwan, pria ini terdiam sejenak di depan pintu kontrakan Nirmala. Arwan merasa bersalah pada Nirmala atas kejadian di mall tadi. Dengan memberanikan diri, Arwan mengetuk pintu. Tak berapa lama Nirmala keluar.
"Nir,....!" Lirih Arwan, "aku minta maaf atas kejadian di mall tadi."
"Rasa-rasanya aku sudah tidak tahan lagi mendengar hujatan dari mamah mu mas. Ada baiknya aku mencari pekerjaan lain saja."
"Jangan Nir,...kamu ini kenapa sih malah mendengarkan omongan mamah?"
"Aku juga punya hati dan perasaan mas. Aku sangat berterimakasih pada mu. Jika bukan kamu yang menolong ku dulu, entah apa jadinya aku sekarang?"
"Berapa kali mas bilang sama kamu, kalau mas cinta sama kamu. Nir, kalau kamu benar cinta sama mas, ayo perjuangin restu mamah bersama-sama."
Arwan memohon pada Nirmala, meskipun mereka tidak memiliki hubungan apa pun, tapi Arwan sangat menaruh harapan besar pada Nirmala.
Nirmala menarik nafas panjang, lelah rasanya dengan kehidupan yang selalu ruyam.
"Hampir empat tahun aku menahan ini semua mas. Tak sekali pun mamah mu bicara baik-baik pada ku. Aku sudah berusaha bersikap baik pada beliau.Aku juga punya hati mas!"
"Mas benar cinta sama kamu Nir, menikahlah dengan mas. Mas janji akan menjaga dan membahagiakan kamu dan Shaka." Arwan membujuk Nirmala.
"Gak...!"Seru Yunu yang tiba-tiba ada di belakang Arwan, "sampai kapan pun mamah gak akan pernah merestui pernikahan kalian. Perempuan ini perempuan kotor. Lihat saja anaknya, tidak tahu siapa ayahnya!"
"Mah,....!"
"Diam kamu Arwan!" Sentak Yuni, "heh kamu,....!" Yuni menunjuk wajah Nirmala, "sudah habis kesabaran saya. Mulai besok kamu gak usah lagi datang ke restoran. Kamu saya pecat."
"Mah, Nirmala karyawan ku. Hanya aku yang berhak memecat dia.",
"Baik bu, saya tidak akan lagi menginjakan kaki di restoran anda!" Sahut Nirmala.
"Dan satu lagi, jauhi anak saya!"
"Mamah gak bisa melarang aku. Aku berhak menentukan jalan hidup ku!"
Plak....
Yuni menampar wajah Arwan.
"Minggu depan kamu dan Sofia akan menikah. Mamah gak mau tahu!"
"Gak, aku gak mau menikah dengan Sofia...!" Tolak Arwan.
"Pergilah mas, jangan ganggu aku lagi. Pergi kalian dari sini...!!"
Nirmala mengusir Arwan dan mamahnya.
"Dasar pelac*ur, anak kamu gak punya ayah. Berani sekali kamu mengusir ku!"
Yuni yang tidak terima saat di usir langsung melontarkan kata-kata kasar. Arwan yang mendengar hal tersebut langsung mengajak mamahnya pergi karena mereka sudah menjadi bahan tontonan.
Nirmala hanya bisa menangis di balik pintu. Perih sekali rasanya jika anaknya selalu di hina. Mau melawan pun bagaimana? Nirmala tidak bisa menunjukkan bukti siapa ayah kandung Shaka.
"Maafkan mamah nak," ucap Nirmala dengan isak tangisnya, "kau tak seharusnya lahir dengan nasib seperti ini."
Hancur sudah hati Nirmala, orang-orang yang tidak tahu tentang dirinya hanya akan memandang sebelah mata.
Nirmala hanya bisa menangis sambil menatap wajah polos tak berdosa yang saat ini sedang terlelap tidur.
"Nirmala,.....!!"
Dania membuka pintu dan langsung memeluk Nirmala.
"Nir,...maafkan aku. Maafkan aku yang sudah terlalu memaksa mu dengan pak Arwan. Aku minta maaf." Dania merasa bersalah.
Saat mendapatkan kabar dari temannya jika Nirmala mendapatkan masalah, Dania yang sedang bekerja langsung pulang tanpa izin dengan atasannya.
"Aku sudah gak kuat lagi Dan, kasihan Shaka."
Suara Nirmala serak, dadanya begitu sesak.
"Mulai besok kamu gak usah pergi kerja lagi. Kita pindah dari sini, kita cari pekerjaan baru dan suasana baru."
"Aku dan Shaka akan pergi, kau tetaplah di sini. Sayang dengan pekerjaan mu!"
"Gak, aku gak mau pisah sama kamu dan Shaka. Aku sayang sama Shaka, kita akan terus bersama-sama."
"Mamah nangis?" tanya Shaka dengan suara datarnya.
Buru-buru Nirmala menghapus air matanya.
"Gak, mamah gak nangis. Shaka udah bangun sayang?"
"Mamah nangis!" kekeh Shaka.
"Mamahnya Shaka gak nangis sayang. Tadi mata mamah terkena debu, makanya tante tiup-tiup dari tadi." Dania mencari alasan.
"Benelan....?" Shaka memastikan.
"Iya sayang. Sudah sore, ayo mandi...!" Nirmala mengalihkan.
Shaka diam, bocah ini menurut saja meskipun ia sendiri tidak percaya dengan ucapan Dania. Shaka memang bocah pendiam yang hanya sesekali bicara.
Siang telah berganti malam, Nirmala dan Dania juga Shaka baru saja pulang setelah makan malam di luar.
"Besok sore kita akan pindah. Aku sudah mendapatkan pekerjaan dari teman ku," ujar Dania memberitahu Nirmala.
"Kalian mau pindah kemana?" Tanya suara berat dari arah pintu yang sedikit terbuka.
Nirmala dan Dania terkejut saat melihat Arwan yang berdiri dengan wajah dingin.
"Ngapain pak Arwan ke sini?" Dania bertanya dengan ketus.
"Jawab aku, kemana kalian akan pindah?"
"Bukan urusan bapak!" Seru Dania, "apa bapak gak kasihan melihat Nirmala dan Shaka menjadi bahan olokan dan hinaan?"
"Nir, bukankah kita sudah berjanji untuk memperjuangkan hubungan kita?"
"Aku tidak pernah berjanji untuk hal apa pun. Maaf mas, tapi semua ucapan mamah sudah sangat menyakiti perasaan ku."
"Nir, aku minta maaf atas nama mamah. Mari kita berjuang untuk mendapatkan restu mamah. Aku sangat mencintai mu Nir."
"Pak, sudahlah. Mau sampai kapan bapak seperti ini? Sekian tahun Nirmala hanya menjadi bahan hinaan ibu Yuni. Saya saya sadar jika salah sudah salah memaksa Nirmala untuk menerima bapak. Tapi, setelah saya pikir-pikir, kebahagiaan Nirmala dan Shaka sangatlah penting."
"Jika kami sudah bersama, aku bisa memberikan apa pun yang di inginkan Nirmala dan Shaka."
"Mas, sudah!" Nirmala meninggikan suaranya, "aku capek seperti ini. Aku juga ingin hidup tenang!"
"Kita akan hidup tenang setelah kita bersama Nir...!" kekeh Arwan.
"Aku tidak mencintaimu mas!" Seru Nirmala dengan sorot mata tajam, "selain anakku, aku tidak mencintai siapa pun dalam hidup ku."
Runtuh sudah hati Arwan, sekian tahun ia mendambakan cinta Nirmala namun akhirnya kandas juga.
"Jangan bercanda Nir...!'' Lirih Arwan.
"Aku tidak pernah bercanda. Aku tidak mencintai siapa pun dalam hidup ku selain anakku. Aku trauma pada laki-laki...!"
"Kenapa kau seperti ini Nir...?"
"Aku hanya ingin membahagiakan anak ku seorang, bukan orang lain termasuk kamu."
Suara Dania terdengar serius, Arwan tidak pernah mendengar hal seserius ini saat bicara dengan Nirmala.
Dania mendorong Arwan keluar dari kontrakan mereka lalu menutup pintu. Bukan untuk melupakan jasa Arwan dalam membantu Nirmala, tapi hinaan mamahnya Arwan lah yang membuat Nirmala seperti ini.
"Selama ini aku bertahan bekerja di sana hanya untuk menghargai mas Arwan karena dia sangat baik pada ku. Dania, apa keputusan ku sekarang benar?"
"Aku minta maaf Nir. Menurut ku, keputusan mu ini sudah benar. Mari berkemas, subuh nanti kita akan pergi sebelum pak Arwan tahu."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!