Apa gunanya dari kesetiaan,
jika pada akhirnya kamu melakukan penghianatan.
Kak Iqbal dan semua kenangan membuatku terluka pada akhirnya.
Tidak ada gunanya membicarakan cinta karena cinta pada makhluknya membuatku kecewa.
By : Gendis Khalisa Adnan
...****************...
Gendis
Dalam sebuah kamar bernuansa pink seseorang perawan masih tenggelam dalam mimpinya. Adzan subuh berkumandang dari masjid yang terletak di sebrang jalan rumahnya. Menyadarkan para muslimin muslimat agar hendak membuka mata mengambil air wudhu lalu melaksanakan solat subuh.
Tapi wanita di atas ranjang itu belum sadar. Malah semakin nyaman dengan mimpinya. Seakan setan berbisik di kupingnya.
'Alaika lailun towilun farqut !
Survei membuktikan kalau dirinya kalah dengan godaan setan. Terbukti tangannya menarik selimut tebal bermotif hello Kitty berwarna pink kembali , yang sebelumnya berada di ujung kaki. Kini sepenuhnya menutupi tubuhnya yang kedinginan menghasilkan hawa hangat .
Rasa kantuk jelas masih langgeng menetap pada matanya. Karena tadi jam tiga malam ia bangun untuk menunaikan solat malam lalu disambung dengan membaca Alquran . Akhirnya setelah satu jam membaca Al qur' an matanya tertutup kembali meneruskan mimpi sempat tertunda.
Lima menit berlalu...
Ponsel menyala menandakan ada panggilan masuk. Tanpa membuka mata tanganya mengambil ponsel di atas meja.
" Heemmm, " gumamnya setelah ponselnya di tempelkan di telinganya.
" Bangun putri tidur. subuhan hey subuhan ! " teriak lelaki sebrang sana mencoba membangunkan putri tidur dengan suara beratnya.
Sepertinya suara lelaki itu tidak mempengaruhinya. Terbukti wanita yang suka tidur itu belum bergerak untuk bangun.
" Hey bangun ... ninis," ujar lelaki di sana suaranya terdengar lembutnya.
Wanita yang di sebut Ninis tidak terusik.Toa masjid saja kalah apa lagi suara selembut itu.
Memang dirinya cocok di sebut kebo.
" Nis ... bangun Ninis. Itu adzan udah selesai waktunya solat.
Kalau nggak bangun bangun, Aku samperin kamu nih. " Tidak hentinya lelaki di sebrang sana mengoceh berusaha membangunkan gadis kecilnya.
" Bangun Ninis !" suara lembut telah sirna, teriakan lelaki sebrang sana berhasil membuat kupingnya hampir pecah.
" Iya bawelllll. " Akhirnya dirinya bangkit dari tidur dengan wajah yang di tekuk, yang di katai bawel terkekeh. Sangat bahagia telah berhasil membuat wanita pemalas itu bangun dari tidurnya .
" Gitu dong calon istriku nggak boleh malas... Harus rajin solat, rajin ngaji, nggak boleh jutek dan itu muka nggak boleh di tekuk nanti Aku cium lho !" ancam lelaki sebrang sana seakan melihat wajah gadis yang di cintai sudah di tekuk. Sedangkan dirinya mencibir lalu bangkit dari ranjang.
" Makasih tetangga bawell atas petuahnya."
Walaupun merasa kesal tetap mengucapkan terima kasih telah membangunkan ya dari mimpi indahnya .
Kebiasaan buruknya belum bisa di rubah. Yaitu jika sudah bertemu dengan bantal seakan terhipnotis. Kepalanya dengan mudah menempel pada bantal empuk. Lebih parahnya jika mata sudah tertutup akan sangat sulit untuk terbuka kembali.
" Iya sayangkuhhh. Aku udah bangunin kamu berarti kewajibanku sudah gugur. Aku tutup dulu ada urusan nih," pamit lelaki di sebrang sana.
Lelaki lembut dan perhatian Iqbal namanya. Tunangan Gendis berjalan menuju garasi dimana mobilnya berada. Pundaknya sudah menenteng tas ranselnya. Pagi ini Iqbal akan di sibukkan dengan agendanya.
" Nggeh... hati hati di jalan. Inget nggak boleh nakal !"ancamnya sepertinya istri posesif.
" Siappp Ibu Negara," jawab tegas Iqbal tanganya terangkat menyentuh kening seakan hormat kepada komandan .
Dalam waktu bersamaan kedua insan itu terkekeh geli dengan tingkah masing masing .
Wanita pemalas itu bernama Gendis khalisa Adnan. Putri sulung dari pasangan Bunda Maryam dan Ayah Adnan .
Ninis merupakan panggilan sepesial dari tetangga bawelnya bernama Iqbal Ramadani yang tak lain calon suaminya.
Pagi ini Gendhis mempunyai acara alumni di pesantren An Nur dimana dulu ia menimba ilmu. Karena acara di mulai dari jam 08:00 wib setelah melaksanakan solat subuh, dirinya harus melakukan sederet tugasnya di rumah .
Walaupun hawa dingin masih tersisa, langit juga masih lumayan gelap, dengan semangat 45 Ia menyapu halaman rumah mengumpulkan daun mangga yang berguguran dengan sapu lidi lalu membuangnya ke dalam tong sampah .
Membutuhkan dua jam untuk menyelesaikan semua tugas. Membersihkan rumah, mencuci piring, tugas terakhir menggiling baju kotor milik keluarganya kedalam mesin cuci lalu menjemur di belakang rumah.
Sedangkan tugas dapur sudah menjadi bagian Bunda Maryam .
" Bunda nanti Gendis mau ke pondok ada acara alumni, " ucapnya setelah menghabiskan sarapannya.
Kini sekarang ia duduk di kursi makan beristirahat sembari menemani bundanya sedang mencuci piring di wastafel .
Sedangkan ayah dan adiknya di ruang tamu entah sedang apa yang mereka lakukan ia tidak tau.
" Boleh tapi jangan malem malem pulangnya, " jawab bunda Maryam tangannya menyalakan kompor mendidihkan air dalam teko.
Ia tersenyum lebar Alhamdulillah Bundanya memberinya izin.
" Nggeh Bundaku tersayang ... nanti Cakra nganter Gendis ke ponpes. Pulangnya Gendis bareng sama Dek Malika sekalian mau mampir kesini."
" Malika mau kesini ? " pekik Bunda Maryam tanpa menatap dirinya. Dengan cekatan tangan Bunda menuangkan gula Jawa dan bubuk kopi kedalam teko.
Dalam sekejap kopi panas untuk suami tercinta sudah jadi lalu di tuangkan kedalam cangkir berukuran sedang.
" Nggeh... tadi malam dek Malika bilang mau kesini setelah acara alumni di ponpes selesai. "
" Mau nginep atau mampir ?"
" Mampir Bun. "
Bundanya langsung menatap Gendis dengan tatapan tidak suka.
"Ihhh kebiasaan kakak selalu mendadak kasih infonya. Di kulkas bahan makan habis bunda juga nggak punya cemilan," gerutu Bunda Maryam tidak terima atas pemberitahuan putrinya yang mendadak .
" Dek Malika ngasih taunya juga tadi malem, Gendis lupa ngasih tau bunda. Apa Gendis harus beli sesuatu ? "
" Tamu itu raja harus di muliakan. Nggak boleh anggap remeh apalagi Mereka kerabat kita."
Bunda Maryam memperingati putrinya. Beliau tidak suka jika putrinya menyepelekan hal sekecil apapun apalagi dengan kerabatnya yang ada di Jepara. Dimana beliau dilahirkan.
Sudah menjadi tradisi di keluarga Adnan tamu harus di suguhi cemilan juga makanan yang lebih sepesial dari hari biasanya. Tamu wajib harus makan nasi sebelum pergi.
" Maaf Bun gendis nggak akan ulangi lagi," ucapnya meringis merasa bersalah telah membuat bundanya kecewa juga atas perilakunya yang tidak baik.
Tadi malam jam sepuluh Malika mendadak memberi tahunya akan berkunjung bersama kakaknya. Hingga ia tidak sempat memberi tau bundanya sampai ia tertidur dan sialnya ia pelupa.
" Nanti Gendis minta Cakra beli kue lapis legit di toko langganan kita. Biar Bunda nggak usah bikin cemilan, "ucapnya setelah berfikir mencari solusi lalu berjalan mendekati bunda yang sedang mencuci teko bekas membuat kopi tadi. Mencoba memberi saran berharap bundanya tidak usah repot membuat cemilan mendadak .
" Boleh lah Bunda nanti juga ada acara sama ibu ibu nggak sempet mau bikin cemilan, nanti kamu suruh Cakra nganterin bunda ke pasar. Sekalian beli sayuran dan daging di pasar Wage. Sekarang Senin Wage to ? "
Ia tersenyum mengangguk mantap. " Siap Bunnn." Akhirnya bisa bernafas lega setelah Bundanya menyetujui sarannya.
" Gendis keatas dulu mau mandi, "
Bersambung ....
saya awali dengan bismillah semoga dalam proses membuat cerita ini lancar jaya... di sini kalau nanti ada kata atau cerita yang tidak sesuai dengan hati pemirsa saya minta maaf 🙏🙏
Ini adalah karya saya ke dua minta do' a nya kepada para pembaca semoga di beri kelancaran.Jika ada salah mohon di ingatkan maklum disini saya masih tahap pembelajaran mohon bimbingannya 🙏🙏
POV Gendis
Mobil putih Pajero melewati lapangan yang cukup luas. Terlihat rumput Jepang tumbuh diatas lapangan tersebut.
Tidak membutuhkan waktu lama akhirnya mobil putih berhenti tepat di depan gerbang Pesantren. Terlihat ada ukiran di tembok pinggir gerbang bertulis.
...Al Ma'had AL - Islami Assalafi An Nur...
...Dirgahayu Magelang...
Aku yang sudah cantik memakai kerudung motif koran tersenyum lebar membuka kaca mobil begitu terlihat kang - kang pondok berlalu - lalang.
Bikin tentrem mata dan hati ha ha ha.
Pesantren An - Nur terdiri dari dua bangunan bertingkat dua dengan bentuk sama persis yaitu asrama putra dan putri . Dan ada Rumah Kyai di antara dua asrama sebagai pemisah. Di lengkapi dengan ruang aula yang sangat luas sebagai tempat tamu kala ada suatu acara. Semua bangunan di cat dengan khas warna putih dipadu abu abu.
Dengan posisi pondok pesantren putra di sebelah kiri Dalem dan pondok pesantren Putri di sebelah kanan dalem .
Dalem Abah Ibrahim berukuran sama besar dan luas. Di mana depan Dalem terdapat halaman luas dengan ada rumput Jepang dan ada berbagai tanaman bunga di atas pot terlihat seperti taman.
Ponpes An Nur yang di dirikan oleh KH Ahmad Maimun. Letak ponpes An Nur di tengah desa Dirgahayu yang berdiri pada tahun 1980 .
Sekarang ponpes An Nur di asuh oleh Muhamad Farid Ibrahim putra tunggal dari KH Ahmad Maimun.
Beliau memiliki empat putra. Dua putra paling tua menimba ilmu di sarang Rembang. Dua lainnya di ponpes Api Tegalrejo Magelang. Sedangkan dua putri masih di bangku SD dan SMP.
Aku tersenyum lebar, nanti Aku bisa merasakan kembali moment berkumpul dengan teman-teman menyambung tali silaturahim. Terutama dengan teman seperjuanganku.
Ahhh teryata menahan rindu itu berat juga yha...
Aku menghirup udara sambil memejamkan mata.
sebentar lagi rindu ini akan terobati
" Mbak kapan turunnya ? "
Aku membuka mata. Senyum di bibir tipisku langsung lenyap. Begitu mendengar perkataan Cakra selalu santai tapi nylekit. Merusak suasana hati !
Aku melirik sinis Cakra yang kini juga sedang menatapku dengan tatapan cuek tanpa dosa. Tanganku mengambil tasnya di belakang jok .
" Dek jangan lupa nanti pesanan Bunda di ambil, " ketusku sebelum membuka mobil.
" Heemm... Assalamualaikum."
Baru saja tangan ini akan terulur mengira seperti biasa Cakra mencium tangannya harus tertunda. Demi melihat adegan tak sopan dari adiknya yang seakan menyuruh dirinya cepat keluar dari mobil.
"Adek ! Salim dulu !" ucapku kesel juga menahan malu karena di kacangin. Tanganku sudah di depan wajah Cakra tanpa menerima penolakan. Jika dia menolak Aku berencana ngambek nanti.
Cakra menatap tanganku lalu alisnya terangkat satu.
" Nanti mbak pulang, kan ? Nggak usah Salim yah. kita juga nggak akan berpisah lama, Kan ? Mbak nggak nginep di pondok, Kan ? " Seketika aku mlongo tak percaya.
Mulai dari kapan adiknya berubah tambah menyebalkan ? dan tidak mempunyai tata Krama ?
"Cuma tinggal cium tanganku kenapa harus komentar abot alot sih ! " hidung sudah kembang kempis menahan malu karena penolakan Cakra.
"Ha ha ha bercanda Mbak !" Cakra tertawa terbahak bahak hingga semua giginya nampak. Bocah tengil itu bahagia telah berhasil membuat kesal mbaknya.
" Waalaikumsalam ... Tuh udah Aku cium tanganmu." Dia masih tertawa terpingkal-pingkal.
Aku keluar mobil dengan membawa wajah kesal. Pagi - pagi udah jadi korban kejahilannya.
" Dasar adik kurang ajar," makiku dalam hati .
" Nanti nggak usah di jemput !"
" Iyee tau. so good bye, "pamitnya di akhiri kiss by masih dengan wajah tengilnya Lalu menutup kaca mobil.
Tanganku langsung mengelus dada ketika melihat adik dari kaca mobil sebelum meninggalkan pelataran pondok.
Aku menghela nafas panjang. Sebenarnya ada keinginan dalam hati ingin mengajak Cakra untuk Sowan dengan Abah Ibrahim.
Sebelum besok benar - benar masuk di pesantren setelah lulus SMA. Tapi selalu saja di tolak mentah mentah dengan seribu alasan.
"Nggak sopan kan kalau aku sowan sama pak kiyai. Pakai celana sobek sobek begini, nanti khawatirnya aku nggak bisa pulang
karena pak kiyai ingin mengangkat aku jadi anaknya karena aku kelewatan ganteng, " kata Cakra pede kemarin saat Aku mengajaknya di acara selapanan .
Adikku yang satu ini memang selalu narsis tapi hanya di depan keluarga juga di depanku. Kalau di depan orang asing judes dan cuek, nauzubillah!
Namun Aku tidak bisa menyalahkan perkataan Cakra yang katanya ganteng. Memang dia memiliki wajah rupawan dan model rambut yang mirip opa - opa Korea hidung mancung, bibir tipis juga kulit putih tambah sempurna dengan tubuh jangkungnya.
Namun sangat tidak mungkin jika Abah Ibrahim mengadopsi Cakra. Karena empat putra Abah ibrahim juga tidak kalah tampan. Apalagi Gus Faisol putra pertama berusia 25 tahun beliau adalah idola mbak mbak santri.
"Stylish anak muda jaman sekarang mbak" kata Cakra jika di tanya model apa yang sedang di pakai dan baju kebesaran dan celana jins sobek di lutut .
Dan Aku hanya ber oh ria karena sejujurnya juga tidak tau apa yang nge tren di jaman masa kini.
...----------------...
Dalam Pondok
Sekarang Kakinya sudah menapak di atas kramik putih pondok putri. Terlihat jelas gedung dua tingkat. Telinganya mendengar keramaian berasal dari mbak mbak pondok.
" Mbak gendis... !"pekik mbak pondok alias teman satu kamar dengannya bernama Ririn.
Gadis yang tiga tahun lebih muda dariku tersenyum lebar begitu melihat kedatanganku.
" Hai ... gimana kabar kamu juga pondok ?" tanyaku seraya memeluk Ririn
"Sepi nyeyet kaya kuburan mbak rasane pondok Iki. Setelah mbak memutuskan keluar dari sini," wajah Ririn di buat sesedih mungkin seakan merasa kehilangan setelah Aku mukim.
" Ahh bisa aja kamu ... " Aku langsung merangkul bahu Ririn. Mengajak Ririn agar ikut masuk ke dalam pondok putri.
" Ehhh the geng opo anane udah pada Sampek ? " kakiku menelusuri setiap kamar.
" Udah mbak. Mereka semua udah ngumpul di aula utama."
Senyum di bibir semakin lebar begitu sampai di aula utama. Hatinya bergemuruh. Melihat ke tiga temanku sedang asik berbincang sampai tidak menyadari kehadiranku.
" Assalamualaikum ukhti ukhti... "
Mereka ber tiga langsung menoleh ke belakang dimana Aku berdiri.
" Masyaallah gendis !" pekik tiga wanita bersamaan dengan wajah terkejut. Suara mereka memenuhi aula semua orang yang ada disana menatap kami dengan tatapan tidak biasa.
"maaf semuanya, " ucapnya lirih meringis malu dengan tingkah temanya yang bar bar. Aku langsung membentangkan kedua tangan lebar. Wanita berwajah gula Jawa coklat manis yaitu Malika sepupuku langsung menghambur di pelukan memekik senang.
" Kebangetan orang Magelang situ kok datengnya paling
akhir " wanita bernama Malika berasal dari Jepara mengajukan komentar. Tidak setuju jika Aku yang berasal dari Magelang paling dekat pondok malah datangnya paling terakhir.
" Maaf ... biasa anak sibuk jadi waktunya mepet, " Aku mengangkat dua jari berbentuk V
"Sok sibuk ! " cibir malika
Aku mengulum senyum melihat mulut Malika komat Kamit tidak jelas seperti dukun lagi baca mantra.
Kakinya melangkah maju mendekati ibu muda memangku balita yang tak lain Tia.
" Wah Tante gendis udah dateng nih, " sambut Tia berasal dari tanggul angin dengan suara khas anak kecil.
Ibu muda itu menuntun tangan putranya untuk salim. Dengan senang hati Aku mencium tangan mungil berkulit putih. Senyum terbit dari baby begitu kucium pipi gembul merasa gemas.
" Baby Dio udah tambah gede ... sekarang udah bisa apa aja nih ?" tanyaku menirukan anak kecil.
" Dio udah bisa berjalan Tante..." sontak langsung mencubit pipi gembul milih Dio lagi.
Baby Dio langsung tergelak.
" Ihhh pengen aku cubit terus pipi ini, " kataku gemas mencubit semua badan Dio terlihat gemuk.
Aku memeluk Tia anak anggun ( orang gunung ) yang disambut hangat olehnya.
Lalu berpindah pada Fatin bumil yang sekarang wajah dan tubuhnya berubah melar .
" Fa ... udah berapa bulan ? Udah besar, yha ?" tanganku menyentuh perut Fatin pelan dia tidak menyangka teman yang dulunya langsing kini sekarang sudah mengandung.
"Ini ... baru nginjak enam bulan, " jawab Fatin santai dengan kaki selonjor tangan kanannya memegang roti sedangkan tangan kirinya mengelus perutnya yang besar .
Mulutku menganga melihat Fatin yang terus ngemil
Apakah semua bumil selalu merasa lapar ? melihat Fatin yang tidak berhenti ngemil roti bahkan di dalam tasnya ada banyak berbagai macam jajanan .
Bersambung .....
Gendis
Para alumni sudah memenuhi ruangan Aula dengan karpet sebagai alasnya . Ini waktunya ngaji. Mereka duduk bersila di atasnya dengan menghadap kiblat.
Ruangan seluas lapangan voli di penuhi suara celotehan anak kecil juga para wanita saling bercengkrama.
Namun seketika berubah hening saat wanita bergamis putih berkerudung silver motif kopi yaitu Ibu Nyai Masruroh pengasuh pondok putri An Nur, memasuki ruangan dengan menenteng kitab berwarna Oren bergambar wanita.
"Assalamualaikum ... " sapa Ibu Nyai mengawali acara dengan mengucapkan salam beliau duduk lesehan dengan dampar di depannya . Berhadapan dengan puluhan alumni yang sudah menanti untuk mendapat ilmu yang akan mereka bawa pulang.
" Waalaikumsalam .... "
" Alhamdulillahi rabbil 'aalamin , wasolatu wassalamu 'ala isrofil anbiyaa iwalmursalin. Wa'ala alihi wasohbihi ajma'in ammaba'adu ...."
Pembukaan do'a di bacakan oleh Beliau dengan fasih.Dengan harapan acara bisa berjalan lancar dan penuh keberkahan.
Acara alumni kali ini Ibu Nyai musyarofah dengan baik menerangkan tentang kitab Maratussolihah. Bagaimana cara menjadi wanita mulia. Cara berkhidmah dengan Suami , Kedua orang tua, dan guru.
Sudah tidak asing lagi bagi para alumni mendengar kitab ini. Namun ibu nyai disini bertujuan untuk mutholaah, mengulang kembali kitab yang pernah di pelajari.
Apa lagi kebanyakan para alumni sudah bersuami dan sudah menjadi ibu. Pastinya Beliau menginginkan santrinya selalu mengamalkan apa yang sudah di pelajari.
" *Addunya mata'un wakhoiru mata'iha Al maratus Solihah.
Bagaimana wanita yang solehah itu*** ?
Fassolihatu qanitatun khafidhatul lil gaibi Bima Hafidhallah.
Wanita yang solehah adalah mereka yang taat kepada Allah SWT .Dan menjaga diri ketika suami tidak ada. Maka dari itu mbak alumni disini... Kebanyakan sudah bersuami ataupun yang masih jomblo saya harap bisa mengamalkan ilmu yang sudah kita pelajari."
Begitulah pesan terakhir beliau terdengar jelas di semua orang sebelum mengakhiri acara tersebut mengakibatkan alumni disana menahan senyum dan mengangguk patuh.
Setelah acara selesai, Aku dan the geng berjalan menuju parkiran.
Aku menatap punggung Fatin dan Tia bergantian. Mereka berdua lebih dulu menjadi ibu rumah tangga. Tidak bisa di duga jika pada akhirnya Aku di dahului dua temanku yang notabenenya sangat menentang jika Aku goda nikah gasik dari pada diriku.
Realita sekarang Tia menggendong baby Dio sudah tertidur pulas. Dan Fatin sudah tekdung.
Sesampai di parkiran terlihat suami Fatin dan Tia sudah menunggu. Karena suami mereka berdua juga Alumni pondok An Nur.
Kisah cinta Tia dan kang Rifki dulunya sangatlah panjang. Dahulu Tia tidak pernah ada rasa untuk kang Rifki karena kang Rifki meng khitbah Tia secara mendadak. Sedangkan saat itu Tia sudah mempunyai pilihan sendiri .
Namanya Abi lelaki brondong yang disukai Tia. Tidak ada alasan untuk Tia menolak lamaran kang Rifki saat itu. Bapaknya jelas memilih kang Rifki yang sudah mapan juga Soleh.
Di bangingkan Abi lelaki baru saja lulus SMA. Yang pastinya masih labil. Akhir kisah Abi memutuskan untuk mundur. Karena Abi sadar kalau belum bisa membangun rumah tangga. Masih fokus dengan kuliah nya.
Keputusan terakhir Tia ambil adalah memilih Kang Rifki . Dan dirinya tidak mengetahui bagaimana di antaranya mereka berdua merajut cinta. Yang terpenting sekarang sudah ada baby Dio di antara mereka.
Sedangkan Kisah Fatin dan kang Badrun boleh masuk kategori menikah dengan di jodohkan. Saat itu usia Fatin 21 tahun, sedangkan kang Badrun 27 tahun.
Banyak sekali para santri wati di jodohkan oleh Abah Ibrahim seperti halnya Fatin dan kang Badrun .
" Salim dulu guys sebelum kita berpisah." Dengan senang hati Aku menerima pelukan dari Fatin. Malika juga tak kalah senang ketika menerima pelukan secara bergantian sebelum mengendarai motor bersama suaminya.
Sedangkan Tia sudah duduk manis dalam mobil dengan memangku baby Dio.
" Hati hati yha ... inget kandungan kamu,"
" Hati hati juga Tia, jangan lupa nanti kalian kabari kita kalau udah sampai rumah "
"sipppp pokok e !"
Aku tersenyum lebar sambil melambaikan tangan kanan atas kepergian kedua temanku.
" Malika kapan supir kamu Dateng ? pegel nih kaki dari tadi kita berdiri, " tanyaku diiringi keluhan seraya menggerakkan kaki yang terasa pegal dan terasa ingin copot.
pasalnya sudah lama kami berdua berdiri di pinggiran parkir, namun yang di tunggu belum juga muncul.
" Kebiasaan dia tuh selalu nggak tepat waktu," gerutu Malika cemberut.
" Tunggu Aku kirim pesan mas Daniel dulu,"
lanjutnya seraya membuka ponsel mengirim pesan kepada kakaknya sang penjemput.
*M*as kapan jemput kita ?dari tadi udah nunggu di parkiran nih. kita udah jamuran nih
itulah pesan yang dikirim Malika dengan hati dongkol sedikit kesal dengan masnya .Bagaimana tidak kesal? Daniel berada di pondok putra dan acara sudah selesai dari tadi.Namun kakaknya belum terlihat sampai sekarang.
Centang dua berwarna biru terlihat di layarnya namun tak kunjung dibalas. Menyebabkan Malika mengerucutkan bibirnya tambah kesal. mobil tidak kunjung datang sesuai yang janjikan.
" Kita duduk di sana dulu yuk !" tangan Malika menunjuk kursi kayu lumayan panjang untuk mereka duduki berada depan toko yang masih di area pondok .
Akhirnya Aku duduk di depan toko seperti orang hilang.
" Ma lihat mbak mbak di sana." Jari telunjukku mengarah pada dua mbak santri sedang mengangkat beberapa bunga di pot di depan dalem. Lalu di angkat di pindah ke samping pondok tempat dimana banyak bunga tertata rapi.
" Kangen nggak sih sama aktifitas kita dulu ? " sambungku dengan pikiran melayang teringat dengan masa lalu.
Di masa lalu tepat saat Aku masih berada di pondok di dalem Ibu Nyai Masruroh. Dirinya dan Malika di dawuhi Ibu Nyai Masruroh merawat berbagai jenis bunga.
kini tidak menyangka kami berdua menjadi penonton.
" Inget banget moment itu . Dulu kita sering menyirami bunga itu sampek pot dan bunganya kita lap pakai gombal ... iya, kan ? " Malika mengangguk setuju.
Kami tersenyum bersama mengingat masa lalu. Melihat adegan itu membuat kami rindu dengan aktivitas pondok.
"Nggak menyangka sekarang kita jadi penonton. Benar kata Mbak Eni," ucapku sengaja berhenti seraya mengigat kembali perkataan mbak Eni dulu kakak kelas.
"Setelah meninggalkan pondok. pastinya kamu akan merasa gimana kangennya sama pondok .suasana pondok, ngaji bareng , guyon bareng , tertawa bareng, makan bareng , Sampek nangis bareng. pasti kamu akan merasakan itu semua. Jadi nikmati moment di pondok dengan sebaik mungkin, " ucapnya persis yang dikatakan mbak Eni kepadanya.
"Sekarang jadi nanggung rindu sendiri, kan ? kalau waktu bisa di ulang kembali kita nggak akan mensia - siakan waktu berharga kita,"timpal Malika mengeluarkan pendapat yang ada dihati.
" Kamu bener Ma... Sekarang aku pengen mondok lagi. Tapi gimana yha ? Uwis kadung boyong nggak bisa balek lagi. "
"Teryata nanggung rindu itu berat Yo ? "
Malika menoleh menatapku, lalu
Kami tertawa kembali menyadari betapa ngenesnya hati ini sekarang .
" Btw gimana hubungan kamu sama calon suamimu ?"
Aku langsung menoleh." Baik ... rencana setelah kak Iqbal selesai skripsi. Sesuai dengan persetujuan dari keluarga, kita akan langsung menikah," jawabku mantab.
Wanita bergamis hitam itu menatap jari manis yang sudah di hiasi dengan cincin. Cincin pertunangannya dengan kak Iqbal satu tahun yang lalu.
" Dis kamu Matep nikah sama kak Iqbal ...?" tanya Malika suaranya terlihat pelan mengandung keraguan berhasil menusuk hatiku.
Walaupun pertanyaan itu bukan pertama kali. Tapi tetap saja hati ini terasa sakit .
Aku menggeser posisi dudukku hingga menghadap ke arahnya. "Sebenarnya kenapa sih kamu nggak suka sama kak Iqbal ? " tanyaku dengan rasa ingin tau yang tinggi.
Aku menghela nafas berat. Malika tidak kunjung memberi penjelasan. Aku tau Malika dari dulu tidak menyetujui keputusanku.
"Akan lebih baik jika kita mendapatkan lelaki yang se naungann dengan kita. " begitu lah alasan Malika beberapa hari lalu.
" Nggak ada alasan untukku menolak kak Iqbal. Walaupun kak Iqbal anak kuliahan bukan anak pondokan, tapi Dia juga mengerti agama.
Kami sudah kenal lama. Dia selalu menjaga Aku, menghargai Aku. Dia juga tidak pernah mengajakku pacaran dan kita memutuskan untuk berkomitmen. " jelasku dengan menjatuhkan pandangan pada jalan aspal didepanku.
"Belum tentu anak kuliahan tidak mengerti agama tapi juga belum tentu anak pondokan itu baik semua . Aku yakin Dia akan menjadi imam yang baik untukku, "tambahku mantap juga ada rasa lega didada setelah mengeluarkan semua unek-unek di hari. Kini Malika menatapnya dengan tatapan bersalah.
" Maaf Dis ... Bukan maksud Aku nggak suka sama calon suamimu. Tapi Aku ngerasa Kamu lebih pantas mendapatkan lelaki yang se naungan sama kita, " ucap Malika masih dalam pendiriannya. Gadis yang usianya sepadan dengan dirinya itu ingin yang terbaik untuk kerabatnya itu .
"Itu semua nggak bisa menjadikan alasan ... Aku nggak ngerti kenapa kamu nggak suka sama kak Iqbal." Aku kecewa membuang muka.
Perkataannya membuktikan bahwa dia tidak menyukai calon suamiku.
Bagiku kak Iqbal lebih dari cukup.Sudah pantas lelaki itu bersanding untuk menjadi suaminya.
Lima tahun kak Iqbal mencoba meyakinkan hatiku. Dan berjuang untuk mendapatkan restu kedua orang tuaku. Itu sudah cukup menjadi bukti bahwa kak Iqbal serius dengan hubungan ini.
"Ada seseorang yang mempunyai perasaan sama kamu, Aku kira seseorang itu lebih pantas bersanding denganmu dis ..."ucap Malika lirih hingga terdengar tidak jelas di telinganya .
" Apa ?"
*B**ersambung* .....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!