NovelToon NovelToon

DOSEN CANTIK YANG JUTEK

Pengunduran Diri Asti

Asti adalah sosok gadis dewasa yang berprofesi sebagai dosen di satu Perguruan tinggi swasta.

Dia hampir berusia tiga puluh tahun kurang dua tahun lagi, tapi saat orang melihatnya akan menyangka bahwa ia baru berusia diawal dua puluhan.

Asti tak tahu, apakah ia harus bersyukur atau menyesali keadaan wajahnya yang terlihat masih sangat muda.

Terkadang orang salah menyangka, mengiranya anak remaja yang masih labil dan dengan entengnya memanggil Asti dengan panggilan " Adek "

Asti anak tunggal dari pasangan bapak Prawiro dan ibu Naning.

Pak Prawiro merupakan pensiun kepala sekolah yang ada di kotanya.

Asti pernah bekerja disebuah perusahaan swasta yang bonafide.

Tapi karena suatu hal, Asti memutuskan untuk resign dari perusahaan tersebut.

Siang itu, Asti mulai membereskan semua barang pribadi yang ada diruangan nya karena mulai besok ia sudah resign dari perusahaan ini.

" Asti, ikut aku yuk! kita makan siang di cafe depan kantor, hitung-hitung acara perpisahan.. besok kan kamu ga kerja disini lagi! "

Tiba-tiba, Rena teman Asti mengajak nya makan siang.

Rena salah satu teman Asti yang bekerja di kantor ini.

" Kalau masuk ruangan orang tuh ketuk pintu, lalu ucapkan salam.. Bukan tiba-tiba nyelonong dan teriak ngajak makan siang.! Ujar Asti mengomeli temannya yang nyelonong masuk ke ruangannya.

Tokk..

Tokk..

" Assalamu'alaikum.. Apa ada orang didalam? " tanya Rena yang mengetuk meja kerja Asti.

" Wa'alaikumsalam.. " jawab Asti sambil tertawa melihat ulah Rena.

" Dasar bocah sableng! " kata Asti pada Rena sambil melemparkan tutup pena yang ia pegang.

" Yuk lah As... Cepetan kita makan, beberesnya nanti aja, nanti aku bantuin deh..? " rayu Rena pada Asti.

Ia merasa kesal melihat Asti yang masih sibuk merapikan meja kerjanya, sementara ia sudah merasa lapar.

Selesai membereskan mejanya, Asti mengikuti Rena ke cafe untuk makan siang.

Mereka berjalan beriringan keluar dari kantor menuju cafe.

Suasana kantor sudah sepi karena para karyawan sedang beristirahat.

Tiba di cafe, suasana sangat ramai karena pas jam istirahat.

Mereka berusaha mencari meja yang kosong.

Saat tengah celingukan, Rena melihat ada yang meninggalkan meja yang terletak di pojokan.

Rena buru-buru kesana, takut jika meja tersebut akan ditempati orang lain.

Asti menggelengkan kepala melihat tingkah Rena, ia berjalan menghampiri Rena yang telah tiba lebih dulu dimeja itu.

Seorang pelayanan datang dan membereskan meja, mengelap sisa-sisa makanan yang tertinggal lalu membawa piring-piring kotor kebelakang.

Asti mendudukkan bokongnya di kursi depan Rena, tak lama pelayanan datang membawa buku menu.

Asti dan Rena menyebutkan pesanan masing-masing, lalu sang pelayan berlalu untuk menyiapkan pesanan mereka.

" As..kamu dah yakin banget mau resign? Sayang lho As.. Ini perusahaan besar, gaji disini juga lebih tinggi dari perusahaan lain. Orang-orang akan berusaha untuk bisa diterima di perusahaan ini, eh.. kamu malah mau berhenti. " Rena bicara panjang lebar pada Asti, menyayangkan Asti yang ingin berhenti bekerja di perusahaan ini.

" Memangnya kenapa sih As, kok kamu ingin berhenti bekerja?

Apa kamu ada masalah di perusahaan? " tanya Rena penasaran, mengapa Asti berhenti bekerja karena posisi Asti juga lumayan di perusahaan itu.

" Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin mencari pengalaman ditempat lain. " jawab Asti singkat.

Ia tak ingin menceritakan pada siapapun tentang alasannya untuk resign dari perusahaan.

" Pengalaman apa maksudnya? Apa mau cari pekerjaan dengan gaji yang lebih besar lagi?

Dulu kamu susah payah melamar pekerjaan disini, sekarang setelah diterima dan mendapat posisi yang bagus kamu malah mau resign.

Apa kamu juga ga kasihan sama aku? Kalau kamu resign aku ga punya teman lagi. " Rena masih berusaha bertanya tentang alasan Asti resign dari pekerjaannya.

" Sudahlah Ren, ga perlu berdrama! Di perusahaan ini bukan cuma aku teman kamu, ada Sinta dan Lia yang masih bisa menggantikan posisi aku untuk menemanimu jika makan siang.

Keputusan ku sudah bulat untuk berhenti bekerja! " Asti menegaskan keputusannya pada Rena.

Akhirnya, Rena tak bisa berbuat apapun.

Setelah pesanan mereka terhidang, mereka makan dalam diam, dengan fikiran masing-masing.

Sore hari saat jam pulang kantor, Asti keluar dengan membawa kardus ditangannya, kardus yang berisi barang-barang pribadinya.

Asti meninggalkan kantor dengan perasaan lega.

Ia tinggal mencari alasan pada kedua orang tuanya jika nanti mereka bertanya mengapa ia resign dari pekerjaannya, karena pasti orang tuanya tidak akan menerima keputusannya untuk berhenti bekerja.

Asti tinggal berusaha untuk mencari pekerjaan lain.

Beberapa hari ini, ia telah mencari lowongan kerja dan memasukkan lamaran pekerjaan.

Semoga dari sekian banyak lamaran yang ia kirimkan ada salah satu perusahaan yang menerimanya.

Asti juga memasukkan lamaran sebagai dosen pada sebuah perguruan tinggi yang kebetulan membuka lowongan kerja bagi dosen.

Sampai dirumah, dengan langkah tenang Asti masuk ke rumah.

Ia mengucapkan salam pada kedua orang tuanya yang sedang beristirahat di ruang tengah, lalu Asti pun masuk ke kamarnya untuk menyimpan barang bawaannya.

Beberapa hari berlalu, Asti mengisi waktu luangnya dirumah dengan  merawat bunga yang ia tanam di halaman rumah.

Ia masih menunggu, jika nanti ada yang menelpon dan memberi kabar kalau ia diterima bekerja di perusahaan yang telah ia kirim surat lamaran.

Sore itu, saat Asti tengah membaca  buku dikamar, tiba-tiba telpon rumahnya berdering.

Asti bergegas keluar dan mengangkat telpon.

" Hallo selamat sore! Bisa bicara dengan ibu Asti? " sapa suara yang ada diseberang telpon.

" Selamat sore! Iya, ini dengan saya sendiri, saya Asti! " jawab Asti.

" Saya dari Universitas yang ibu kirim lamaran, jika bisa besok ibu diminta untuk datang ke kampus guna melakukan interview. Apakah ibu bisa datang ke kampus kami? " tanya orang tersebut.

Dalam hati, Asti sangat gembira mendengar bahwa ia diminta untuk datang interview.

" Baiklah, besok saya akan ke kampus.

Jam berapa saya harus datang kesana? "

Tanya Asti.

" Ibu bisa datang jam sepuluh pagi! " jawab orang diseberang sana.

" Baiklah, terima kasih atas informasinya."

Setelah mendapat berita tersebut, Asti jadi bersemangat untuk menerima pekerjaan sebagai seorang dosen.

Pagi ini, Asti datang ke kampus untuk melakukan interview.

Ia menuju ruangan rektor, bertemu dengan rektor yang melakukan interview.

Asti menerima banyak pertanyaan yang diajukan sehubungan dengan pengajuan dirinya sebagai seorang dosen.

Saat pertama melihat Asti, sang rektor tidak percaya bahwa Asti yang akan melamar menjadi dosen karena melihat wajah Asti yang masih begitu muda.

Setelah melihat CV milik Asti, barulah ia percaya bahwa Asti benar-benar melamar pekerjaan sebagai dosen.

Akhirnya setelah melakukan interview, Asti diterima sebagai dosen di Universitas tersebut.

" Saya harap mulai besok ibu sudah bisa mengajar di kampus ini! "

Pinta sang rektor pada Asti.

" Baiklah pak, mulai besok saya akan mengajar disini...terima kasih atas kesempatan yang bapak berikan kepada saya. " Ucap Asti sambil menjabat tangan sang rektor.

" Semoga Anda betah mengajar disini! "

" Baik pak, terima kasih! "

Setelah berjabat tangan dan pamit pada sang rektor, Asti pun bergegas pulang meninggalkan kampus tersebut.

Asti Mengenang Masa Lalu

Ketika pertama kalinya Asti menginjakkan kakinya di halaman kampus tempat sekarang itu ia mengajar, keraguan dan kegelisahan masih saja melumuri seluruh perasaannya karena ia tadi berangkat hanya bermodalkan dengan bekal sekantong besar tekad dan keinginan saja.

Asti berdiri di depan Universitas itu dengan tas yang bergantung di lengan sebelah kirinya. Asti menatap gedung besar yang ada di depannya sambil bertanya-tanya dengan dirinya sendiri. Akan mampukah ia menjadi seorang dosen yang baik di Universitas di Jakarta ini?

Universitas tempat ia pertama kalinya mengajar ini bukanlah Universitas biasa, melainkan salah satu dari beberapa Universitas favorit di Jakarta. Tempat berkumpulnya anak-anak pengusaha dan anak-anak kalangan atas di Jakarta. Bahkan bukan hanya menjadi pilihan para siswa-siswa SMA di lingkungan Jakarta saja, melainkan sebagai Universitas pilihan calon-calon mahasiswa dari berbagai daerah provinsi-provinsi yang ada di Indonesia. Begitu banyak siswa-siswa SMA dari berbagai daerah di Indonesia ini yang bercita-cita khusus datang ke Jakarta untuk menempuh ilmu di Universitas ini.

Dapatkah Asti menjadi dosen yang nantinya akan disukai dan dihargai oleh para mahasiswanya? Apakah nanti saat ia mengajar para mahasiswa itu akan mendengarkan ia berbicara? Apalagi kalau mengingat wajahnya yang seperti tidak pernah menjadi tua ini. Mereka akan menganggap Asti adalah dosen muda yang belum banyak pengalamannya.

Karena sudah tidak terhitung banyaknya orang yang terkecoh oleh wajah baby face nya ini. Seperti rekan-rekan kerjanya dulu, banyak dari mereka yang menyangka Asti masih sebagai gadis remaja. Padahal tidak sampai dua tahun lagi, umurnya akan genap menjadi tiga puluh tahun, sudah mau kepala tiga.

Namun untungnya di sisi lain dalam bathinnya, masih terdapat segumpal tantangan yang menggerakkan langkah-langkah kakinya untuk berjalan ke dalam gedung besar dan tinggi yang ada di depannya itu. Bagaimana pun juga ia harus bisa menunjukkan dan membuktikan bahwa keputusannya mengundurkan diri dari pekerjaan yang sebelumnya itu tidaklah keliru.

Setidaknya orang yang tahu akan pilihannya saat ini, lebih memilih bekerja dan mengabdi menjadi seorang dosen tidak membandingkan atau menilai dari sisi penghasilannya. Karena jika itu dilihat dari segi yang menyangkut penghasilan, siapa pun pasti akan mengatainya sebagai manusia tolol, karena gaji dosen yang kecil.

Namun jika ada yang mengatainya begitu, Asti tidak akan menyalahkan mereka. Karena orang yang menyebutnya gadis tolol, sudah mengundurkan diri dari perusahaan yang menggajinya dengan gaji tinggi itu adalah benar adanya. Karena banyak orang yang ingin ada di posisinya dan ingin memiliki gaji seperti yang ia dapatkan.

Berapa banyak sekarang ini sarjana-sarjana yang menganggur karena sulitnya mencari dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai antara pendidikan mereka dengan penghasilan atau gajinya. Seharusnya Asti menjadi orang yang beruntung karena digaji dengan gaji yang tinggi. Jadi dengan pilihannya saat ini untuk menjadi seorang dosen! Mungkin tololnya akan bertambah menjadi tolol kuadrat.

Tetapi semua kembali lagi ke diri sendiri, terserah orang mau bicara apa! Karena hidup kita adalah pilihan kita sendiri, yang menjalaninya juga kita bukan orang lain. Pilihan yang sudah Asti ambil ini adalah pilihan yang diambilnya dengan kesadaran dan keyakinan. Asti telah mengajukan surat permohonan mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya. Walau pun orang tua nya entah berapa puluh kali menggeleng-gelengkan kepala karena pilihannya itu.

Bahkan pada saat pertama kali ia mengakui bahwa dirinya mengundurkan diri kepada Ayah dan Ibu nya, Ayah menjadi murka dan terlihat sangat terpukul. Asti mengenang kembali waktu itu terjadi, situasi dan kondisi yang tiba-tiba berubah menjadi panas.

“Apakah kamu menyadari akibat dari perbuatan dan pilihan mu ini?!" kalimat pertama yang keluar dari mulut Ayahnya, saat Asti menyampaikan pengunduran dirinya.

"Saya sadar, Ayah!''

''Sadar apanya?'' Sang Ayah yang baru menjalani masa pensiun selama beberapa bulan itu menjawab dengan tegas pernyataan Asti. Ketika tahu anaknya resign dari perusahaan yang sudah menjamin untuk masa depannya itu. Menurut Sang Ayah menjadi pengangguran pada saat fisik dan mental masih sehat sungguh sangat tidaklah menyenangkan. Dan sekarang anak gadisnya yang sudah bekerja dengan gaji yang besar itu enak saja pulang dengan membawa berita bahwa ia keluar dari tempat pekerjaannya.

“Tentu saja sadar Ayah. Saya juga sadar bahwa belum tentu akan mendapat pekerjaan yang sebagus ini lagi nanti. Saya sadar bahwa saya telah menyia-nyiakan suatu rezeki dari Tuhan. Dan sadar pula bahwa ada kemungkinan untuk beberapa waktu lama nya mungkin saya akan menjadi pengangguran!" Asti menjawab Ayah nya dengan nada yang pelan agar Ayahnya lebih tenang.

“Nah, kamu tahu itu!'' Ayah nya yang menekan nada bicaranya lagi.

Asti tidak menjawab, ia hanya diam sambil menoleh kearah Ibu nya yang duduk di sofa menatap kearah Suami dan Anak nya di ruang keluarga rumah mereka. Ibu yang sejak tadi hanya menjadi pendengar tanpa mengucap satu dua buah kata. Situasi yang sudah biasa terjadi ketika seorang anak melakukan kesalahan dan setelah itu di sidang oleh Ayah nya. Asti yang masih menatap ke arah Ibu nya seakan memberi sinyal permintan pertolongan, agar membantunya keluar dari masa sidangnya itu.

“Asti Ayah mu berbicara seperti itu karena mengkhawatirkan masa depan kamu!'' kata Ibu nya dengan suara yang menenangkan situasi sidang antara Suami dan Anak nya. “Kamu jugakan tahu bahwa Ayah sudah pensiun. Ayah tentu sudah tidak bisa memanjakanmu seperti dulu lagi. Jadi sekarang kamu sendirilah yang harus mencari penghasilan untuk keperluan dirimu!'' kata Ibu lagi.

Asti memang dari kecil sangat manja dengan Ayah nya. Apapun yang Asti inginkan Ayah pasti mengusahakannya, karena Asti anak semata wayang dari pasangan suami istri ini. Namun dalam situasi kali ini Ayah nya benar-benar terkejut mendengar pengunduran diri yang sudah dilakukan oleh Anak nya.

Harapan Sang Ayah adalah Asti sudah bisa mandiri untuk saat ini dan kedepannya, karena sudah bekerja serta mendapatkan penghasilan tetap yang cukup untuk kebutuhan pribadinya kelak. Sudah ada rasa tenang di hati Sang Ayah. Dengan adanya keputusan yang sudah Asti ambil ini tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan mereka membuat Sang Ayah benar-benar kecewa.

Asti yang tahu betul bahwa apa yang Ayah dan Ibu nya katakan itu adalah benar adanya, ia menarik nafas sedikit lebih panjang.

"Ibu dan Ayah selalu menitik beratkan kemanjaan kepada hal-hal yang bersifat materi!'' sahutnya kemudian.

“Percayalah… itu semua tidak penting, saya sekarang sudah dewasa! Ada banyak hal lain yang lebih bernilai. Saya berjanji akan bertanggung jawab pada kehidupan saya sendiri. Ayah dan Ibu tenang saja, tidak usah merasa cemas. Doakan saja supaya saya mendapat pekerjaan lain yang tidak kalah baik nya!” Asti berusaha meyakinkan Ayah dan Ibu yang sedang merasa cemas dengan keputusan yang sudah dia ambil.

Bersambung…

Ayah Kecewa Dengan Keputusan Asti

Ketika itu Sang Ayah masih terlihat berpikir begitu keras, seperti berusaha menyerap apa yang dikatakan oleh Asti kepadanya. Setelah diam beberapa saat ternyata hasil dari pemikirannya masih seperti tadi, luka di hati Sang Ayah masih terasa perih karena kecewa.

"Tetapi Ayah masih belum dapat memahami mengapa semudah itu kamu memutuskan suatu masalah yang besar seperti ini, tanpa berpikir panjang. Kamu seharusnya tahu keputusan ini menyangkut masa depan mu Asti. Ayah dan Ibu mu ini sudah tua, umur kami sudah tidak muda lagi!'' kata Sang Ayah berbicara dengan bibirnya yang bergetar seperti menyimpan kepedihan dan kesedihan yang mendalam.

Suasana yang tadi panas seakan menjadi dingin, ketika Asti mendengar ungkapan dari Sang Ayah. Asti yang bingung dan timbul rasa bersalah pada dirinya. Namun keputusan yang sudah ia ambil adalah keputusan yang sudah tidak bisa di ganggu gugat lagi.

“Iya saya tahu betul Ayah, dengan keadaan yang ada. Tapi saya yakin dan percaya rezeki saya untuk Ayah dan Ibu bukan hanya di perusahaan itu. Masih banyak lapangan pekerjaan yang bisa menjadi tempat untuk saya mencari nafkah untuk diri saya, untuk Ayah dan Ibu. Tetapi tidak lagi di perusahaan itu Yah! Saya sudah tidak mau lagi berada di lingkungan itu.

“Terus terang keputusan ini sudah memasuki prinsip hidup saya, Yah. Saya tidak lagi dapat menerimanya. Mata dan hati saya tidak lagi bisa menghadapinya!'' jawab Asti.

“Jadi sebenarnya apa masalahnya? Apa yang membuat kamu mengambil keputusan ini Nak! Berikan jawaban yang dapat Ayah terima! Sejak tadi belum ada alasan yang masuk akal bagi Ayah” kata Sang Ayah lagi.

“Iya Nak… Apa yang Ayah mu katakan itu benar. Apa sebenarnya permasalahan yang menimpa mu di perusahaan itu sampai kamu mengambil keputusan ini? lanjut Sang Ibu. “Yang kami lihat sekarang, bahwa kamu telah mengambil suatu keputusan yang tergesa-gesa dan tanpa mempertimbangkan secara matang lebih dahulu! Sampai-sampai membicarakannya dengan kami pun tidak!”

Asti menyadari kebenaran yang dikatakan oleh kedua orang tuanya dan menganggukkan kepalanya.

''Memang saya salah, tidak mau berterus-terang mengatakan masalah yang sebenarnya kepada Ayah dan Ibu!'' sahut nya. “Hal itu karena saya merasa muak untuk membicarakannya. Sebab dengan menceritakannya, apa yang tidak ingin saya ingat-ingat itu menghantui kembali ke alam pikiran saya. Jadi saya mohon kepada Ayah dan Ibu untuk bisa menerima keputusan saya ini”

“Kenapa kamu tidak mau menceritakan hal yang sebenarnya dengan jelas Nak? Memangnya apa yang sudah terjadi?” kata Ibu lagi.

“Iya Bu, nanti pasti akan ku sampaikan ke Ibu dan Ayah. Tetapi untuk sekarang beri saya waktu, sampai saya benar-benar siap” Asti mendekati Ibu dan Ayah nya, langsung memeluk mereka “Asti sayang Ibu dan Ayah, maafkan Asti yang sampai detik ini masih membuat Ibu dan Ayah khawatir."

Ibu dan Ayah yang tidak bisa berkata-kata lagi, hanya mengelus-elus kepala Sang Anak gadis semata wayang nya itu.

Asti tidak berniat membuat Ibu dan Ayah nya khawatir. Asti yang sudah memikirkan dengan panjang lebar mengenai masalah ini, mencari bagaimana caranya untuk menyampaikan kepada kedua orang tua nya.

Kekhawatiran mereka akan jauh lebih besar jika Asti menceritakan kejadian yang sebenarnya di bandingkan dengan keputusan pengunduran diri nya itu.

Pelecehan yang dilakukan pimpinannya yang membuat Asti berkuat mengundurkan diri dan bersyukur mahkotanya terselamatkan.

Selesai sudah persidangan antara ketiga anak-beranak di hari itu. Asti yang kembali masuk ke kamarnya untuk mandi dan beristirahat menenangkan diri dan pikirannya. Begitu juga dengan Ayah dan Ibu yang setelah kejadian sore itu tidak banyak berbicara satu sama lain.

***

Sang Ayah yang masih telihat murung di saat pagi datang, duduk di kursi teras seorang diri. Sambil memandang kearah jalanan dengan tatapan yang begitu sayu. Terletak dua potong roti favoritnya di atas piring putih dan ditemani segelas kopi pahit kesukaan nya di atas meja. Dua potong roti dan satu gelas kopi pahit itu terlihat masih utuh penuh didalam cangkir khusus kesayangannya. Seperti belum di cicipinya sama sekali. Ia seperti sedang banyak pikiran!

Bunga-bunga indah bermekaran didepannya pun seakan tidak telihat oleh tatapan dua bola matanya. Tidak seperti Ayah yang biasa selalu ceria dan bersemangat, jangankan di pagi hari, saat matahari mulai terbenam pun semangatnya masih tetap menyala. Benar-benar berbeda 180˚ dengan hari-hari sebelumnya.

Begitulah hari demi hari berlalu, seorang gadis di rumah itu tidak pergi kemana-mana lagi, karena sekarang sudah berstatus pengangguran.

Asti yang lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar, selalu terlihat sibuk dengan duduk di depan laptop atau membuka handphone nya. Entah apa yang di lihatnya! Entah apa yang di otak-atiknya di dua benda itu! Sang Ibu yang sering berpatroli ke kamarnya, untuk melihat apa anak gadis nya itu baik-baik saja. Setelah membuka pintu Ibu selalu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap Asti.

Asti yang membalas tatapan Ibunya itu hanya dengan tersenyum tanpa terlihat giginya.

Ketika Asti lapar ia akan memastikan kondisi di luar kamarnya sudah aman, barulah ia berjalan ke dapur untuk mengambil makanan berat atau makanan ringan dikulkasnya. Tingkahnya sudah seperti tikus yang mencuri makanan majikannya. Ia sengaja keluar dari kamarnya saat Ayah dan Ibu nya sudah makan atau saat Ayah dan Ibu nya sedang beristirahat siang atau malam. Hal itu ia lakukan agar tidak bertemu tatap muka dengan orang tuanya.

Sampai malam ke empat Asti berhenti kerja, mereka bertiga akhirnya makan malam bersama. Itu pun karena paksaan dari Sang Ibu yang menjemput dan menariknya keluar dari kamar untuk duduk di meja makan dan makan bersama. Padahal jam makan siang atau pun malam sebelumnya Asti selalu di panggil oleh Ibu nya, namun Asti selalu menghindar dan selalu menjawab dengan berbagai alasan agar tidak makan bersama Ibu dan terutama Sang Ayah.

Dengan perasaan berat, akhirnya Asti mengikuti ibunya ke meja makan, terlihat ayah yang sudah duduk di salah satu kursi yang biasa ayah duduki.

Ada perasaan rindu dihati ayah pada anak gadisnya, karena walaupun mereka satu rumah tapi beberapa hari ini ayah dan Asti saling menghindar.

Asti menghindar karena merasa bersalah pada kedua orang tuanya, sementara ayah menghindar karena merasa sedih karena Asti belum memiliki pekerjaan lagi.

Tidak dipungkiri jika Asti merindukan sikap ayahnya yang hangat dan penuh kasih sayang.

Begitupun ayah yang merindukan keceriaan putri semata wayangnya.

Melihat Asti yang datang untuk ikut makan, ayah hanya diam saja, tidak ada sapaan dari ayah untuk Asti, begitupun Asti yang tidak berani menegur ayahnya karena melihat wajah ayah yang masih kesal.

Bersambung…

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!