NovelToon NovelToon

Mari Kita Bercerai

Awal Pertemuan

Rachel Olivia berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam kamarnya. Pagi ini ia baru saja pulang bekerja. Rachel seorang remaja asal Bulgaria berusia 17 tahun. Ia adalah seorang pelajar. Akan tetapi, kini ia baru saja menyelesaikan ujian sekolah. Rachel harus bekerja full time demi membiayai sekolah dan keperluannya yang lain. Terlebih Rachel ingin melanjutkan pendidikannya ke tingkat universitas. Maklum saja, Rachel bukanlah gadis yang terlahir dari keluarga kaya raya. Keluarganya termasuk kelompok menengah ke bawah yang hidup di pinggiran kota Stara Zagora, salah satu kota yang ada di negara Bulgaria.

"Kau akan tidur?" Tanya ibu Rachel yang sedang berdiri di hadapan ranjang anaknya.

"Iya, Bu. Semalam aku tidak pulang karena bosku pergi dan aku harus menjaga anaknya di rumah," Rachel berbicara dengan mata tertutup. Rachel memang bekerja sebagai baby sitter setelah ujian sekolah berakhir.

"Mana anak itu?" Seorang pria paruh baya tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Rachel. Ia adalah ayah Rachel.

"Aku baru saja akan tidur," Rachel memicingkan matanya sedikit.

"Kau tidak boleh tidur. Bangunlah!" Ayah Rachel yang bernama Nikolay menarik tangan putri bungsunya.

"Ada apa, ayah? Aku baru saja pulang bekerja," Rachel melepaskan tangan Nicolay dari tangannya.

"Kau tidak boleh tidur. Hari ini kau harus datang ke acara Kalaidzhi (pasar pengantin)," Nikolay melemparkan selimut yang ada di atas tubuh anaknya ke lantai.

Pasar pengantin adalah pasar unik yang ada di negara Bulgaria. Pasar ini adalah pasar khusus untuk mencari pasangan hidup. Di pasar pengantin ini, para gadis yang masih perawan akan dijajakan oleh orang tuanya untuk mendapatkan calon suami. Di sana, para lelaki akan berkeliling untuk memilih gadis yang akan di beli untuk dijadikan istri.

Saat para pria menemukan gadis yang cocok, mereka akan bernegosiasi dengan kedua orang tua gadis mengenai berapa jumlah uang yang harus mereka bayar untuk membeli anak gadisnya. Biasanya harga disesuaikan dengan penampilan gadis tersebut. Semakin cantik dan menawan seorang gadis, maka akan semakin mahal harganya.

"Ayah? Kau akan menjualku di pasar itu?" Mata Rachel membulat secara sempurna.

"Kata-katamu sangat kasar. Kami tidak akan menjualmu. Kami hanya ingin kau segera memiliki pasangan hidup agar ada yang membiayai seluruh kehidupanmu," tandas ibu Rachel yang bernama Anelia.

"Tapi Bu, aku tidak ingin menikah sekarang. Usiaku baru saja 17 tahun. Kalian gila?" Rachel memelototkan matanya. Ia tidak habis pikir dengan pikiran kedua orang tuanya. Menikah belum ada di dalam pikiran Rachel. Apalagi mereka tinggal di benua Eropa yang notabene para gadis di sana menikah jika sudah cukup matang.

"Dengar, sayang. Kami sudah tidak mampu untuk membiayai hidupmu lagi. Kami hanya seorang pengrajin logam," Anelia terduduk di samping Rachel.

"Tapi Bu, bukankah selama ini aku yang membiayai hidupku sendiri?" Rachel mulai meneteskan air matanya.

"Selama ini aku membiayai sekolahku dengan bekerja part time sepulang sekolah. Aku merasa tidak menyusahkan kalian," Rachel tersedu.

"Tetap saja kami yang memberimu makan. Kami sudah membesarkanmu. Maka sekarang berbaktilah kepada kami! Ayah juga perlu uang untuk memperbesar usaha kita. Menikahlah sekarang!" Nicolay menatap tajam ke arah anaknya.

"Aku tidak mau. Aku tidak ingin menikah sekarang," suara Rachel tampak bergetar.

"Jangan membantah!" Nicolay berjalan ke arah lemari Rachel dan membukanya.

"Dandani dia secantik mungkin!" Nicolay melemparkan baju-baju Rachel ke arah istrinya.

"Baiklah. Kau bisa keluar. Biar aku yang mendandaninya," Anelia mengambil baju-baju itu.

Nicolay pun berlalu dari hadapan anak dan istrinya itu. Nicolay ingin istrinya mendandani Rachel secantik mungkin agar salah satu pria kaya membeli Rachel dengan harga yang mahal.

"Ayo bersihkan dirimu!" Anelia menarik tangan Rachel dan mendorongnya masuk ke dalam kamar mandi.

Rachel hanya menurut dan masuk ke dalam kamar mandi. Sejak kecil, Rachel memang selalu melakukan apapun yang di inginkan oleh kedua orang tuanya. Sangat disayangkan, Rachel bukanlah seorang gadis pembangkang.

Rachel adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Ia memiliki kakak perempuan yang bernama Daniella . Akan tetapi, Daniella melarikan diri saat dulu kedua orang tuanya akan menjajakannya di pasar pengantin. Kabarnya Daniella sekarang bermukim di Inggris. Ia kuliah di sana dan juga bekerja di sebuah klub malam.

"Apakah aku harus kabur seperti kakak?" Rachel menangis di kamar mandi.

"Lama sekali! Jangan terlalu lama! Nanti kita terlambat datang ke pasar itu!" Suara Anelia bergema dari luar kamar mandi.

Rachel segera mengambil handuknya, ia mulai mengelap tubuhnya yang basah dan keluar dari kamar mandi dengan terseok.

"Pakailah baju ini!" Anelia memberikan gaun berwarna merah menyala yang lumayan terbuka. Gaun itu sangat cocok di pakai oleh Rachel yang memiliki kulit seputih susu. Seperti biasa, Rachel hanya bisa menurut keinginan orang tuanya. Dengan rasa malas, Rachel memakaikan gaun itu di tubuh rampingnya.

"Duduklah! Ibu akan meriasmu!" Anelia mengambil beberapa peratan make up dari meja rias putrinya. Lagi-lagi Rachel hanya menurut dan menatap pantulan dirinya di cermin.

Dengan lihai, Anelia memoleskan satu persatu alat make up di kulit bersih putrinya. Rachel hanya memandang nanar wajahnya di pantulan cermin itu.

"Tersenyumlah! Kau akan menemukan pria baik dan kaya raya! Kau akan bahagia. Kelak kau akan berterima kasih kepada ayah dan ibu," Anelia membereskan peralatan make up dan meletakannya ke tempat semula.

"Bagaimana bila yang membeliku nanti adalah pria yang tidak baik, ibu?" Mata Rachel mulai berkaca-kaca lagi.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak!" Anelia menyisir rambut blonde anaknya.

"Bagaimana jika yang membeliku adalah seorang pria beristri?" Rachel mendongkak untuk menatap wajah ibunya. Tidak ada sahutan dari Anelia.

"Bagaimana bila yang membeliku adalah pria kasar dan nanti aku akan dibuang olehnya?" Lagi lagi Rachel mengajukan pertanyaan.

"Rachel, diamlah!!!" Bentak Anelia. Anelia memutar kursi Rachel. Ia bersimpuh di hadapan anak gadisnya.

"Mengertilah, Nak! Ini budaya yang sudah mengakar di daerah kita. Ini tidak seburuk yang kau bayangkan. Ibu dan ayah membutuhkan uang. Kau tahu sendiri kami terlilit hutang. Hanya ini satu-satunya jalan. Kami juga sudah tidak bisa membiayai semua keperluanmu lagi," Anelia mulai berderai air mata.

"Dan solusinya adalah dengan menjualku?" Rachel ikut menangis.

"Tidak. Kami tidak menjualmu. Anggap saja kami menyelamatkan hidupmu. Kau akan bertemu dengan pria yang bisa membahagiakanmu. Percayalah pada ibu! Kau akan bertemu dengan pria yang bisa memberikanmu segalanya."

"Tapi, Bu-"

"Sudahlah. Kita hampir terlambat," Anelia bangun dari bersimpuhnya dan menggandeng tangan Rachel untuk keluar dari kamarnya.

*****

Sekumpulan pria muda tengah mengerumuni seorang gadis muda bergaun merah yang tak lain adalah Rachel.

"Kau yakin dia masih perawan?" Tanya seorang pemuda yang memakai jaket kulit.

"Aku sangat yakin. Putriku benar-benar masih terjaga," sahut Nicolay dengan mantap.

"Baiklah. Aku hargai 5000 lev," tawar pria berjaket kulit itu.

"Ah tidak. Aku ingin harga yang lebih mahal," tolak Anelia. Sementara Rachel terus menunduk dan tidak ada gurat kebahagiaan di wajahnya.

"Tersenyumlah yang manis," Anelia menadahkan wajah Rachel.

"Aku hanya memiliki uang 5000 lev," pria berjaket kulit masih mencoba bernegosiasi.

"Tidak. Putriku sangat cantik. Aku tidak akan melepasnya dengan harga 5000 lev," tolak Nicolay.

"Baiklah," pria berjaket kulit itu pun pergi dan berkeliling kembali untuk menemukan gadis yang cocok dengan kantongnya.

"Aku harap tidak ada yang membeliku," Rachel bernafas lega.

"Ini anak gadismu, tuan?" Seorang pria yang sudah cukup berumur mendekati Rachel dan keluarganya.

"Iya, ini putriku," Nicolay tersenyum melihat penampilan pria yang datang kali ini. Terlebih Nicolay melihat mobil mewah yang barusan dikendarai oleh pria tersebut.

"Dia sangat cantik," pria paruh baya itu tersenyum penuh arti saat menatap Rachel. Matanya menelisik dan memperhatikan Rachel dengan lekat. Rachel begitu jiji melihat senyuman penuh nafsu itu.

"Tentu saja dan yang pasti putri kami masih suci," Nicolay tampak bersemangat.

Anelia menyikut lengan suaminya, ia merasa tidak cocok dengan pria yang ada di hadapannya. Anelia merasa pria itu terlalu tua untuk Rachel.

"Pria berumur sudah tahu asam manis kehidupan. Benarkah begitu, Tuan?" Nicolay menanggapi kode dari istrinya.

"Tentu saja. Aku belum menikah dan aku rasa aku akan menikahi putrimu," pria itu tersenyum kotor seraya melihat gaun Rachel sedikit minim.

"Padahal aku sudah beristri. Gadis ini akan aku jadikan simpananku. Setelah aku bosan, aku akan membuangnya," batin pria itu dengan licik.

"Aku hargai dia 10.000 lev. Bagaimana?" Nego pria paruh baya itu.

"Se-sepuluh ribu Lev? " Nicolay membulatkan matanya.

"Iya."

"Ayah, ibu? Aku tidak mau," Rachel berbisik.

"Aku akan memperlakukanmu dengan baik," bujuk pria itu.

"Aku tidak mau," suara Rachel mulai bergetar.

"Kau harus mau. Dia akan membahagiakanmu," Nicolay membujuk putrinya. Ia

"Tapi aku tidak mau, ayah!" Rachel mulai menangis.

"Aku pergi," Rachel hendak pergi tapi lengannya di cekal oleh ayahnya.

"Kau harus tetap di sini," bentak Nicolay.

"Tapi aku tidak mau. Dia lebih cocok jadi ayahku ketimbang menjadi suamiku," Rachel semakin tersedu.

"Tenanglah cantik," pria itu mencoba menghibur dengan senyum sinisnya.

"Sepertinya gadis ini tidak mau dibeli olehmu, tuan!" Seorang pemuda tampan dan muda mendatangi Rachel dan kedua orang tuanya.

Dua orang Pemuda

"Sepertinya gadis ini tidak mau dibeli olehmu, tuan!" Seorang pemuda tampan dan muda mendatangi Rachel dan kedua orang tuanya.

Rachel tampak terkesima dengan pemuda itu. Tak lama seorang pemuda lagi datang. Rachel berpikir bahwa itu adalah teman pemuda tampan tadi.

"Kau tahu apa anak kecil? Aku membelinya untuk dijadikan istri," cetus pria paruh baya itu dengan bengis.

"Jasper, sudahlah jangan ikut campur!" teman pemuda itu hendak menarik tangan pemuda yang diketahui bernama Jasper itu.

"Sepertinya mereka bukan warga sini," ucap Nicolay dalam hati seraya memperhatikan penampilan Jasper dan temannya.

"Aku tidak mau. Tolong aku!" Gadis itu menangis menatap Jasper.

"Informasi yang aku dapatkan dari penduduk di kota ini, harusnya kegiatan pasar pengantin ini tidak ada paksaan sama sekali. Tetapi mengapa kalian memaksa putri kalian untuk bersama pria ini?" Jasper mengarahkan pandangannya ke arah Nicolay dan Anelia selaku orang tua Rachel.

"Kamu mengerti apa? Yang penting uang," jawab Nicolay.

"Uang? Aku akan membayar anakmu lebih dari pria ini. Berapa kau membayar?" Jasper mengarahkan tatapannya ke arah pria yang ada di sampingnya.

"Sombongnya kau anak kecil! Punya uang berapa kau, hah?" Bentak pria paruh baya.

"Kami dan dia bernegosiasi di angka 10.000 lev Bulgaria (mata uang Bulgaria)," jawab Nicolay.

"Aku tidak ingin menikah dulu," berontak Rachel yang sedari tadi menangis. Matanya tampak sembab, hal itu membuat Jasper semakin iba.

"Baiklah. Aku akan membelinya 16.000 lev Bulgaria. Bagaimana?" Tawar Jasper dengan enteng.

Nicolay dan Anelia serta pria yang menawar Rachel kaget mendengar ucapan Jasper.

"Memangnya kau mempunyai uang sebanyak itu? Jangan bermimpi anak kecil!" Pria yang ingin membeli tadi tertawa dengan sangat keras.

Jasper mengambil ponselnya dan menelfon para pengawalnya.

"Tunggu! Pengawalku akan datang dan membawa uangnya ke sini," Jasper memasukan ponsel itu kembali ke dalam saku celananya.

Beberapa menit kemudian, pengawal-pengawal Jasper pun datang.

"Ini uang yang anda minta, Tuan. Tapi untuk apa uang sebanyak ini?" Pengawal itu tampak kebingungan.

Jasper mengambil koper uang yang sudah disimpan di dalam koper oleh para pengawalnya. Jasper langsung memberikan koper itu kepada kedua orang tua Rachel.

"Aku setuju," kata Nicolay.

"Aku sudah sah membelinya!" Kata Jasper seraya memberikan koper berisi uang kepada orang tua Rachel.

"Ini benar uang?" Mata Anelia berbinar menatap gepok demi gepok uang dari dalam koper. Pertahanan Anelia pun roboh saat melihat uang berlev-lev di depan matanya.

"Sial*n!' Hardik pria paruh baya tadi. Ia pun segera berlalu dari sana.

Rachel tampak termangu di tempatnya berdiri. Ia masih tidak percaya keberuntungan masih berpihak padanya. Rachel terus mengucapkan rasa syukur di dalam hati karena ia tidak jadi dinikahkan dengan pria yang seumuran dengan ayahnya.

"Kau bebas. Aku pergi!" Suara Jasper membuyarkan lamunan Rachel. Ia pun pergi meninggalkan gadis berambut blonde itu. Sedangkan kedua orang tua Rachel masih terpana dengan uang yang sudah menjadi milik mereka.

"Kau mau ke mana? Ayo kita urus pernikahanmu dengan putriku!" Teriak Nicolay saat melihat Jasper melongos pergi.

"Tidak ada pernikahan!" Seru Jasper seraya tidak menghentikan derap langkah kakinya.

"Tuan, tunggu!" Rachel menahan tangan Jasper yang berjalan menuju mobil.

"Apa?" Tanya Jasper dengan dingin. Ia melepaskan kaitan tangan Rachel.

"Terima kasih," tutur Rachel dengan senyum merona.

"Sama-sama," ketus Jasper.

Jasper memperhatikan penampilan Rachel dari ujung kaki sampai dengan kepala.

"Gadis seperti ini jelas bukan tipeku. Dia tampak seperti wanita wanita penggoda," batin Jasper memperhatikan dress Rachel yang terbuka.

"Tuan, namaku Rachel. Siapa namamu?" Rachel menjulurkan tangannya.

"Dia sangat agresif," Jasper menilai dari dalam hatinya.

Jasper menatap tangan Rachel dengan dingin, kemudian ia berbalik lagi dan berjalan menuju mobilnya.

"Aku tidak akan menikahimu. Pulanglah sebelum ada yang menawarmu lagi!" Jasper berucap sebelum ia masuk ke dalam mobil.

"Sombong sekali dia!" Rachel mencebikan bibirnya.

"Apa-apaan kau ini?" Semprot teman Jasper yang bernama Archie. Kini mereka sudah berada di dalam mobil dan meninggalkan pasar itu.

"Maksudmu?" Jasper tampak tidak mengerti.

"Kau mengeluarkan uang sebanyak itu untuk apa? Kau gila? Jika kedua orang tuamu tahu kau membeli seorang gadis, kau akan habis!" Archie berteriak.

"Kalau begitu jangan sampai kedua orang tuaku tahu."

"Kau benar-benar gila!" Archie menggelengkan kepalanya.

"Ayo kita pulang!" Perintah Jasper kepada pengawal yang sedang menyetir.

"Pulang? Baiklah, Tuan!" Pengawal itu menbelokan mobilnya ke arah sebuah hotel mewah.

"Maksudku ayo kita pulang ke Inggris!" Jasper memberikan perintah.

"Pulang? Ke Inggris? Hari ini?" Archie tampak tidak percaya. Sementara itu tidak ada sahutan dari Jasper.

Jasper Allen adalah seorang pemuda berusia 17 tahun. Jasper adalah remaja yang tampan dan mempesona. Ia adalah seorang anak dari konglomerat Inggris. Keberadaannya di negara Bulgaria tak lain dan tak bukan adalah untuk berlibur seusai kelulusan sekolah dilaksanakan.

Jasper tampak memperhatikan jalanan kota Bulgaria dari kaca mobil yang ia tumpangi.

"Kau pasti akan melupakan Aurora!" tandas Archie saat melihat raut wajah murung dari Jasper.

Jasper hanya tersenyum kecut. Sebenarnya liburan sesudah kelulusan hanyalah tameng agar Jasper bisa pergi dari negara Inggris. Alasan sebenarnya ia berlibur adalah untuk melupakan gadis yang bernama Aurora. Gadis itu adalah cinta pertama sekaligus teman masa kecilnya. Aurora terang-terangan menolak cintanya karena Aurora sendiri sudah memiliki kekasih.

"hufft," Jasper menghembuskan nafas yang ia rasa semakin berat saat ia mengingat Aurora.

"Kita masih muda. Kita masih pelajar SMA. Lebih baik kita memikirkan ujian untuk masuk ke perguruan tinggi yang sudah di depan mata" hibur Archie.

Sementara itu...

"Kemana anak itu?" Nicolay celingukan mencari keberadaan Rachel.

"Tidak tahu," Anelia menggengkan kepalanya.

"Ayo kita pulang dan rayakan bersama Rachel!" sambung Anelia.

Anelia dan Nicolay pun pulang dengan menenteng uang di tangannya.

"Ke mana dia?" Nicolay masuk ke dalam rumahnya.

"Sepertinya Rachel belum pulang," Anelia mengambil koper uang itu untuk di simpan di tempat yang aman.

Rachel yang sudah sampai ke rumah terlebih dahulu tampak mendengarkan percakapan ibu dan ayahnya.

"Siapa pemuda tadi?" Nicolay tampak penasaran.

"Mungkin turis," Anelia mengangkat bahu.

"Aku yakin dia seorang borjouis," terawang Nicolay.

"Jadi, Rachel tidak akan jadi menikah?" Anelia tampak mengira-ngira.

"Tentu saja aku tidak akan menikah," Rachel bergumam dan terus mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya.

"Dia akan tetap menikah," Nicolay melepaskan sepatu miliknya.

"Maksudmu?" Anelia tampak tidak mengerti.

"Rachel akan tetap aku nikahkan. Besok mari kita datang ke pasar itu lagi!" Nicolay memutuskan.

"Ayah! Teganya kau!" Setitik air mata Rachel melompat kembali.

"Setelah kita mendapatkan uang ini?" Anelia tampak keheranan.

"Ini bukan hanya tentang uang, tetapi pergaulan anak remaja zaman sekarang sudah sangat liar. Aku khawatir mengenai Rachel. Aku khawatir dia tidak bisa menjaga dirinya. Jadi, lebih baik kita nikahkan saja!" Nicolay tampak mempengaruhi Anelia.

"Baiklah," Anelia hanya bisa menuruti keputusan suaminya.

"Tidak. Aku tidak ingin menikah. Bagaimana jika pria tua tadi datang lagi besok," Rachel menghapus air mata di pipinya. Ia segera masuk ke dalam kamar.

"Aku harus pergi dari rumah ini," Rachel mengambil koper mini dan mulai memasukan baju-bajunya.

Pergi

Rachel pun membereskan semua barang-barang penting untuk ia bawa pergi. Tekad Rachel sudah bulat, ia harus pergi dari rumahnya untuk masa depan yang lebih baik. Sejak dulu keinginan Rachel adalah sekolah setinggi mungkin kemudian bekerja sebagai wanita karier. Setelah berkemas dan berganti baju, Rachel pergi diam-diam dari rumah kedua orang tuanya.

"Aku harus ke mana?" Rachel tampak kebingungan saat ia berhasil keluar dari rumah yang selama ini menaunginya dari terik panas matahari, hujan dan salju.

"Ya, aku tahu. Aku harus menelfon kakak," Rachel teringat akan kakaknya yang jauh di negara sana.

Ya, Rachel memang memiliki kakak perempuan yang bernama Daniella. Daniella kabur saat kedua orang tuanya akan menjual dirinya di pasar pengantin. Dengan bantuan sahabat akrabnya, Daniella pun bisa pergi ke negara Inggris dan bisa mendapatkan beasiswa di sana untuk kuliah.

Rachel pun membuka email di ponsel pintar miliknya. Ia menceritakan semuanya kepada Daniella. Rachel berharap kakaknya itu bisa membantunya kali ini.

"Sudah terkirim. Semoga kakak bisa membantu," harap Rachel saat ia memencet tombol kirim.

"Selagi menunggu email kakak. Aku harus tidur di mana?" Keluh Rachel sebari menggusur koper biru miliknya.

"Aku pergi ke tempat bosku saja sekalian berpamitan kepada mereka," Rachel tersenyum.

Rachel menyeret kopernya dan pergi ke rumah tempat ia menghasilkan uang selama ini. Rachel memang bekerja sebagai baby sitter sesudah ujian sekolah sebagai penanda akan berakhirnya masa SMA Rachel.

"Kau yakin akan berhenti bekerja di sini?" Majikan Rachel yang bernama Lily tampak ragu.

"Iya, Nyonya," Rachel menganggukan kepalanya dengan mantap.

"Ya, jika itu keputusanmu. Kami tidak bisa berbuat banyak," tegas suami Lily.

"Ke mana kamu akan pergi?" Lily tampak ingin tahu.

"Aku tidak tahu. Tapi aku menunggu kabar dari kakak. Bolehkah aku di sini menginap selagi aku menunggu kabar dari kakakku?" Rachel mengiba.

"Tentu saja. Kau sudah membantu menjaga anakku selama ini," Lily tersenyum. Ia memang mengenal prilaku Rachel yang selalu bersikap baik dan tidak macam-macam saat bekerja di rumahnya.

Rachel pun tersenyum senang. Setidaknya ia memiliki tempat untuk bernaung untuk malam ini. Saat mereka tengah asik berbincang tiba-tiba terdengar keributan dari luar rumah.

"Maaf, nyonya! Ada sepasang suami istri yang mencari Nona Rachel," lapor petugas keamanan yang berjaga kepada Lily.

"Jangan-jangan itu ibu dan ayah!" Rachel membulatkan matanya.

"Tuan, Nyonya tolong katakan kepada kedua orang tuaku jika aku tidak ada di sini," pinta Rachel kepada Lily dan suaminya.

Lily dan suaminya yang sudah tahu permasalahan keluarga baby sitternya tentu menyetujui. Mereka iba akan nasib Rachel yang dipaksa untuk menikah di usia belia.

"Usir mereka!" Perintah suami Lily kepada petugas keamanan rumahnya.

"Baik, tuan!" Ucap petugas keamanan itu. Petugas keamanan itu pun langsung keluar untuk mengusir kedua orang tua Rachel.

"Aku tahu Rachel ada di sini. Lepaskan aku!" Teriak Nicolay yang sedang di usir oleh petugas keamanan yang baru saja keluar dari dalam rumah.

"Rachel? Keluarlah, Nak!" Kali ini Anelia yang berteriak.

"Pergilah!" Petugas keamanan mulai bersikap represif karena kedua orang tua Rachel ngotot ingin bertemu anaknya.

"Maafkan aku, Ibu, Ayah!" Rachel mengintip dari gorden rumah majikannya.

"Aku hanya tidak ingin dijual lagi. Aku ingin kuliah, dan bekerja dengan layak. Lagi pula aku bisa meninggalkan kalian dengan tenang. Kalian mempunyai tabungan yang cukup sekarang," hati Rachel berteriak. Ia sungguh tidak menyangka nasibnya akan seperti ini.

"Sudahlah. Lebih baik kau beristirahat!" Lily menepuk bahu Rachel.

"Baik, Nyonya!" Rachel pun berjalan ke arah kamar yang di siapkan oleh asisten rumah tangga Lily.

Saat Rachel tengah terduduk di dalam kamarnya. Satu notifikasi masuk ke dalam ponselnya.

"Kakak membalas emailku," gurat bahagia begitu terpancar di wajah cantiknya.

"Kau bisa ikut denganku. Tetapi kau harus mengurus segala dokumen-dokumenmu sendiri. Dan jangan lupa saat di sini kau harus bekerja untuk mengganti uang tiket pesawat yang ku pesankan untukmu," bunyi pesan Daniella.

"Baiklah," balas Rachel pada akhirnya. Ia berharap kehidupannya di negara Ratu Elizabeth akan membaik.

Daniella pun segera memesan tiket pesawat secara online untuk adiknya. Tak lupa, keluarga Lily pun membantu segala persyaratan dokumen yang Rachel butuhkan untuk membuat passport dan visa.

10 hari kemudian Rachel pun terbang ke kota Birmingham, Inggris untuk menyusul kakaknya. Rachel yakin kehidupan yang lebih baik telah menantinya di negara berjuluk The Smoke itu.

"Kakak!" Rachel memeluk Daniella saat kakaknya itu menjemputnya di bandara.

"Kak, kau tampak sangat berbeda," Rachel melepaskan pelukannya dan memperhatikan penampilan Daniella.

"Ya, aku bukan Ella yang dulu," Daniella melengos.

"Jangan menyusahkanku di sini!" Tambah Daniella seraya membantu membawa koper adiknya.

"Baik, kak."

Kakak beradik itu naik taksi untuk sampai di tempat kediaman Daniella di kota Birmingham.

"Ini tempat tinggal kakak. Biasakanlah dirimu," celetuk Daniella saat melihat ekspresi wajah Rachel yang sedikit tidak nyaman.

"Tempat tinggal ini pemberian dari kekasihku," tambah Daniella.

Bagaimana tidak, rumah Daniella sedikit kumuh dan juga dekat dengan sebuah klub malam.

"Oh iya satu lagi. Kau harus ikut kakak bekerja dan kau juga harus mengembalikan uang pesawat yang kakak pesan," Daniella menatap adiknya.

"Tentu saja aku akan membantu kakak," Rachel mengangguk cepat.

"Tapi aku bisa melanjutkan sekolahku di sini kan kak?" Imbuhnya.

"Iya. Tapi kau harus mempunyai pekerjaan dulu, baru kakak akan mendaftarkanmu sekolah. Besok kakak akan membawamu ke bos kakak. Sepertinya kau bisa bekerja besok."

"Baiklah, kak. Aku akan bekerja di mana kak? Aku mempunyai keahlian menjadi baby sitter, asisten rumah tangga juga boleh," Rachel tampak bersemangat.

"Tidak. Kau akan bekerja di klub malam yang dekat dari sini. Dan satu lagi, mulai hari ini kau harus memakai nama Olivia. Oke?"

"Klub malam?" Kening Rachel mengernyit.

"Ya. Pekerjaanmu sangat gampang. Hanya menyajikan wine kepada pengunjung. Kenapa? Kau tidak mau? Berarti aku sia-sia membawamu ke sini?" Daniella mulai terlihat kesal.

"Aku mau, kak," jawab Rachel pada akhirnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!