NovelToon NovelToon

Dikira Satpam Ternyata Sultan

Kalah Taruhan

"Sampai kapanpun Nadin nggak mau nikah, Oma! Nggak akan!" teriak Nadin sembari meraih tas tangannya.

"Nadin! Mau sampai kapan kamu bersikap seperti anak kecil. Hanya menghambur-hampurkan uang saja kerjamu!" Zarin tak mau kalah dengan sang cucu.

"Nadin masih mau happy-happy, Oma. Ayolah, jangan kolot seperti papa." Nadin merajuk.

"Tidak! Kali ini kamu harus nurut sama Oma, kalo tidak, jangan harap kamu bisa menikmati fasilitas yang Oma berikan," ancam wanita berpakaian modis itu.

"Pokoknya enggak ya enggak! Gila aja, Nadin masih muda disuruh nikah. Kenapa nggak Oma aja yang nikah?" Nadin menatap sinis ke arah wanita yang terus mendesaknya untuk menikah itu.

Tak ingin terus dipaksa menikah, Nadin pun berlari ke luar rumah menuju mobil sport yang telah disediakan untuknya. Lalu melaju kencang tanpa berpamitan. Sedangkan Zarin, hanya menggeleng-gelengkan kepala. Tak tahu lagi harus bagaimana menghadapi gadis manja itu.

Bukan tanpa alasan Zarin menginginkan Nadin menikah. Ia ingin melihat sang cucu tidak dikalahkan oleh ibu tirinya. Zarin ingin, Nadin ada yang melindungi. Bukan hanya dari segi fisik tetapi juga materi. Zarin ingin, di sisa umurnya yang sudah tidak lama lagi ini, bisa melihat Nadin menikah dengan seseorang yang ia pikir baik untuk gadis itu.

***

Hari berganti malam. Zarin masih belum bisa memejamkam mata. Hatinya resah. Sebab Nadin belum juga kembali.

"Apa gadis nakal itu masih di luar?" tanya Zarin pada asisten pribadinya.

"Ya Nyonya, nona masih belum kembali!" jawab wanita ber-dress coklat muda itu.

"Anak itu semakin nggak mikir. Bagaimana bisa dia sesantai itu. Padahal bahaya sedang mengancamnya!" Zarin terlihat resah.

Sang asisten diam, menunggu perintah yang mungkin akan dikeluarkan oleh sang majikan.

"Apakah dia ke club lagi?" tanya Zarin.

"Ya, Nyonya. Tapi Anda tenang saja. Saya sudah menyiapkan beberapa pengawal untuk menjaganya," jawab wanita yang biasa disapa Violeta itu.

Mendengar jawaban sang asisten, tentu saja membuat darah wanita tua ini mendidih sempurna. Hingga gelas yang ada di tangannya ia banting dan pecah sempurna.

"Perintahkan anak buahmu untuk menyeret gadis itu pulang. Sekarang!" teriak wanita tua itu. Sorot mata kemarahan begitu menakutkan. Sehingga membuat Violeta tak bisa menolak perintah itu.

Tanpa basa-basi, ia pun segera memerintahkan anak buahnya untuk membawa Nadin kembali ke rumah.

***

"Nadin Nadin Nadin!" sebuah sorakkan tanda penyemangat untuk gadis cantik ini terdengar menggema di sebuah pesta meriah di club yang telah ia sewa bersama teman-teman se-gengnya.

"Sial, gue masih kuat brengsek!" Nadin begitu bersemangat meneguk segelas bir yang sengaja dituang untuknya. Tak ingin dianggap cemen, gadis cantik ini pun segera meneguk habis minuman setan itu.

"Yeeee, lu emang the best honey," puji salah satu teman Nadin.

"Nadin gitu lohhhh.... " Terdengar tawa menggelegar di tengah-tengah pesta.

"Gimana? Masih kuat ikut taruhan?" tanya salah satu teman Nadin.

"Masih dong, Nadin!" jawabnya menyombongkan diri.

"Kali ini taruhannya agak ektrim, gengs! Gimana kalo yang kalah nikah sama satpam. Bebas, mau satpam pabrik, satpam hotel, satpam tempat ini juga boleh! Yang penting satpam! Gimana? Setuju?" ucap salah satu teman Nadin bernama Rere.

"Gila lu, lu pikir kita cewek apaan? Satpam.... nikah sama Jungkook aja gue ogah!" jawab Nadin, kesal.

"Jongkook konon, kebagusan buat elu. Mending ayang beb itu buat gue! Ohhh, ayang Jungkook!" si gadis menghayal senang. Sedangkan Nadin mencebikkan bibirnya kesal.

"Gimana? Setuju nggak kalian?" tanya gadis itu lagi.

"Kenapa harus nikah sih? Gila ya? Sama satpam pula. Ogah gue" Nadin hendak melangkah pergi. Namun, salah satu teman Nadin malah menarik gadis yang sudah mulai oleng itu.

"Apaan! Ogah gue nikah. Mau sama satpam kek, CEO sekalipun. Pokoknya gue ogah nikah. Titik!" teriak Nadin, tepat di wajah salah satu sahabatnya.

"Kita cuma becanda aja, Din. Napa sih lu marah? Lagian mana mungkin sih kita tega nikahin elu sama satpam. Ye kan?" ucap gadis itu. Agar Nadin tidak marah.

"Oke, jangan nikah. Gimana kalo yang kalah beliin yang menang tiket liburan ke Bali. Plus bayarin hotelnya. Seminggu full! Gimana?" tantang Nadin.

Para sahabat Nadin pun bersorak gembira. Sebab mereka yakin, Nadin pasti akan kalah kali ini. Mereka memang sengaja menjebak gadis itu, agar Nadin kembali mengeluarkan uangnya untuk mereka bersenang-senang.

"Oke, siapa takut!" jawab mereka serempak. Nadin pun menyetujui apa yang telah mereka sepakati.

Permainan dimulai. Sayangnya, ini adalah hari terapes seorang Nadin. Ia kalah. Gadis ayu yang selalu dikerjai teman-teman nya ini tak bisa mengelak lagi. Dengan kesal, ia pun segera mengeluarkan kartu kreditnya untuk para teman-temannya.

"Sial!" umpat Nadin selepas menyerahkan kartu kreditnya pada teman-temannya. Lalu dengan langkah gontai, ia pun meninggalkan tempat laknat ini.

Bersambung...

Sebuah Rahasia

Plaaakkkkk.....

Tamparan keras mendarat tepat di pipi mulus seorang Nadin. Gadis yang hampir tak sadarkan diri ini hanya mengaduh pelan. Seakan tamparan itu tak ada apa-apanya dibanding dengan penderitaan yang selama ini ia rasakan akibat melihat sang papa berselingkuh dengan sekertarisnya. Sehingga membuat sang mama memilih mengakhiri hidupnya.

"Tampar saja Oma, tampar!" Nadia melotot marah.

"Kamu!" Sang nenek yang naik pitam, tak sanggup lagi menahan amarah.

Dengan penuh emosi wanita ini pun meminta dua pengawal yang menjaga Nadin untuk membawa gadis itu ke kamar mandi.

Zarin ingin menyiram gadis itu dengan air. Agar dia segera sadar.

"Apa ini? Apa ini? beh.. beh ..!" Nadin menendang-nendang bath up.

"Bangun! Dasar gadis nakal!" Zarin masih emosi. Masih kesal. Sehingga tak mau mematikan shower yang ia pegang.

Nadin terdasar, namun ia tak melawan. Gadis cantik berambut ikal itu hanya menatap tak bekedip pada wanita yang membesarkannya ini.

"Hah, sadar sekarang!" ucap Zarin.

Zarin melempar gangang shower yang ia pegang. Lalu mengukung tubuh sang cucu kesal.

"Mau sampai kapan kamu bersikap bodoh seperti ini ha?"

"Sampai aku mati!"

"Lalu bagaimana dengan misimu menghancurkan wanita laknat itu?"

"Aku tidak peduli!"

"Benarkah? Jadi kamu sudah ikhlas dengan kematian mama mu?" Zarin tersenyum licik.

Nadin menatap penuh amarah pada dinding di depannya. Ingin rasanya ia meremas bayangan wajah menjengkelkan yang saat ini hinggap dalam ingatannya. Baginya, Zarin dan wanita itu tak ada bedanya. Mereka sama-sama telah menghancurkan hati ibunya. Terbukti ketika Zarin menyetujui pernikahan sang putra dengan wanita laknat itu. Entah itu benar atau tidak. Yang jelas, Zarin tidak mencegah pernikahan itu.

"Aku akan membunuh wanita itu dengan caraku," gerutu Nadin lirih.

"Hahahaaha... membunuh kamu bilang? Heh? Mengurus dirimu saja tidak becus. Bagaimana bisa kamu menghabisi wanita licik itu, ha? Kau lihat, bapakmu saja seperti kerbau dicucuk jidatnya. Apa lagi kamu, astaga! Jangan mimpi!"

Nadin melotot marah.

"Kamu dan mamamu memang sama saja. Seandainya mamamu mau mendengarkan nasehatku, semua ini pasti tidak akan terjadi," ucap Zarin, menyesal.

Nadin kembali menatap penuh kebencian. Rasanya ingin sekali ia meremas wajah yang kini ada di depannya. Namun, ia masih memiliki etika untuk tidak melakukan itu.

"Jangan menatap Oma seperti itu! Kamu dan mama mu memang sama kan?"

Nadin beranjak dari bath up. Dengan langkah gontai, gadis cantik ini melangkah menuju ruang ganti. Lalu menutup pintu ruangan itu, menguncinya. Menyembunyikan diri di sana. Tentu saja agar sang nenek tidak bisa menekannya. Dengan ocehan-ocehan yang menurutnya hanya akan menyakiti hatinya.

***

Di lain pihak, Zarin merasa sedikit menyesal telah menekan cucu kesayangannya. Sebab apa yang telah terjadi pada kehidupan gadis itu, semuanya tak lepas dari kesalahannya yang telah membiarkan sang putra menikah dengan wanita ular itu.

Seandainya malam itu, sang suami tidak mengakui perbuatan bejatnya karena telah membunuh ibu dari wanita itu. Mungkin, Zarin tidak akan termakan oleh akal busuk wanita ular yang berpura-pura menjadi sekertaris sang putra. Demi meluruskan niatnya untuk membalas dendam akan kepergian sang ibu.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Zarin ketakutan.

Ya, sejak ia mengetahui perselingkuhan sang suami dengan ibu dari wanita yang kini jadi menantunya, membuat Zarin hidup seperti di neraka.

Tekanan demi tekanan yang diberikan oleh wanita bernama Emelda itu sukses membuatnya stress berat. Sehingga tak memiliki kekuatan untuk melawan.

***

Keesokan harinya...

Nadin masih belum mau berbicara dengan sang nenek. Bahkan dia belum mau keluar kamar.

Gadis cantik berambut ikal ini masih belum bisa menerima apa yang telah terjadi dalam hidupnya.

Keputusan sang papa meninggalkan dirinya dan juga sang ibu, sangat melukai gadis ini. Sehingga membuatnya memutuskan untuk tidak menikah.

Trauma yang menyerang Nadin bukanlah trauma biasa. Kehilangan cinta pertama oleh sebuah penghianatan, bukankah itu sesuatu luka yang sulit bagi siapapun untuk menerimanya. Dan kini, luka batin itu di rasakan oleh gadis cantik bernama lengkap Nadin Daniswara.

Lalu, bagaimana dengan sebuah rahasia yang belum ia ketahui. Rahasia besar yang menyebabkan wanita yang kini menjadi ibu tirinya itu nekat merebut sang ayah dari hidupnya.

Bersambung...

Jangan lupa tinggalkan jejak ya gaes😍😍😍Agar emak semakin rajin update🥰🥰🥰

Gara-gara Kucing

Seminggu kemudian...

Tekanan batin yang menyerang Zarin, membuat wanita tua ini stres berat. Cucu satu-satunya tak bisa ia atur. Tak bisa ia manfaatkan untuk membalaskan dendam pada wanita yang kini selalu menekannya.

Zarin ingin bergerak sendiri. Namun tidak mampu. Ia takut, wanita itu akan membawa kasus pembunuhan ini ke jalur hukum. Lalu, jika sudah begitu, bagaimana nama keluarga yang selama ini ia jaga? Haruskah ia korbankan usahanya menjaga nama keluarga, hingga kini ia berusia 65 tahun. Jika iya, ini sih gila? pikir wanita tua itu.

Rasa benci, sesal, dan juga tekanan yang ia rasakan membuat wanita ini tak mampu lagi menahan berat tubuhnya. Zarin pingsan. Tak sadarkan diri dan harus segera dilarikan ke rumah sakit. Sayangnya, tak ada satupun yang peduli. Hanya Violeta, sang asisten yang begitu setia menemaninya. Sedangkan Nadin, gadis pemarah, arogan dan suka bersikap semaunya sendiri itu, malah kembali bersenang-senang dengan para sahabat-sahabatnya di sebuah Vila yang ada di Bandung.

Violeta berkali-kali menghubungi gadis itu. Namun selalu ditolak. Bahkan sekarang ponselnya malah dimatikan. Terpaksa, wanita yang masih cantik diusianya ini, tak kehilangan akal. Beruntung ia memiliki salah satu nomer teman karib gadis itu. Yang sudah Violeta percaya agar selalu menjaga ke mana pun Nadin pergi.

"Iya, Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Zahra pada Violeta yang saat ini sedang menghubunginya.

"Apa kamu bersama nonaku?" tanya Violeta.

"Ya, Bu, saya bersamanya."

"Tolong sampaikan padanya, suruh segera kembali ke Jakarta. Ibu nyonya masuk rumah sakit. Tekanan darahnya kembali tinggi," pinta Violeta.

"Baik, Bu. Akan saya sampaikan."

"Terima kasih, Zahra. Aku akan mentransfer uang jajan untukmu, sebagai jasa telah membantuku," ucap Violeta lagi.

"Baik, Bu. Terima kasih banyak." Zahra melonjak senang. Bagaimana tidak? Sejak ia menjadi tangan kanan Violeta dalam menjaga Nadin, uang jajannya bertambah. Bahkan lebih besar dari gajinya kerja sebagai pelayan kafe. Bukankah ini keren.

Sesuai permintaan sang bos, Zahra pun segera melangkah mendekati Nadin yang saat itu sedang berjoget gembira bersama para geng-nya.

"Apaan sih, narik-narik? Kesel deh!" Nadin mengibaskan tangannya kesal.

"Gue ada kabar buruk buat elu," jawab Zahra.

"Kabar buruk apaan? Emak tiri gue ditabrak kereta?" Nadin meneguk bir yang ada di tangannya.

"Ih, bukan. Ini lebih parah. Oma elu masuk rumah sakit!"

"Apaaaaa!" spontan, Nadin langsung menyemburkan minuman itu tepat di depan Zahra.

"Njiiirrr! Sial lu." Zahra mengibaskan-ngibakan rok mininya yang terkena minuman Nadin.

"Lu tahu dari mana? Kemarin masih aman-aman aja?" balas Nadin gugup.

"Aman dari mana? Lu habis berantem kan yang habis dari club itu. Habis itu lu kabur kan ke mari. Begitu bilangnya baik-baik aja!" Zahra terlihat kesal.

"Sial! Yuk temenin gue cabut!" ajak Nadin seraya menarik tangan Zahra.

Tanpa berpamitan dengan para teman-teman se-geng-nya, malam itu juga, Nadin dan Zahra memutuskan kembali ke Jakarta.

***

Nadin tak bisa berpikir lagi. Ketakutan yang menyerang gadis ini, nyatanya mampu membuatnya gemetar. Ia tak bisa lagi kehilangan satu-satunya keluarga inti yang ia miliki. Ibunya telah tiada. Ayahnya telah direbut oleh wanita rubah itu. Lalu, jika sang nenek pergi, bagaimana dengan dirinya?

Nadin tak ingin sendirian. Sungguh ia ketakutan.

"Nad, sini biar gue aja yang bawa!" pinta Zahra ketakutan. Bagaimana tidak? Nadin sedikit terpengaruh minuman keras.

"Diam aja, ngapa sih? gue masih aman!" jawab Nadin, kembali memfokuskan pandangannya.

"Aman mata lu, lu nyetirnya ke orang gila. Gue belum ngrasain kawin, Nad. Gue takut mati ******!" umpat Zahra emosi.

Namun, Nadin tak menghiraukan ocehan sahabatnya ini. Ia terus menginjak pedal gas mobil yang ia kendarai, tanpa memedulikan keselamatannya. Tentu saja ini membuat Zahra semakin merasa takut.

"Gue nggak mau mati, Nad. Pelan-pelan Nad. Ya Tuhan!" Zahra terus berpegangan pada sisi kursi penumpang. Sedangkan Nadin hanya melirik sekilas. Lalu kembali memfokuskan pandangannya. Namun, ia terlambat. Kendaraan yang ada di depannya ngerem mendadak, sehingga Nadin terkejut dan banjir stir ke kiri.

Beruntung Nadin masih bisa menginjak rem tepat waktu hingga ia bisa mengendalikan mobil dengan baik. Namun, bodi mobil sebelah kiri sedikit menyerempet pembatas jalan. Sehingga Nadin pun kesal.

Dengan penuh amarah, gadis cantik ini pun langsung keluar dari mobil untuk memberi pelajaran pada pengemudi tersebut.

"Keluar!" teriak Nadin, sembari menggedor pintu kaca mobil itu. Sedangkan Zahra masih duduk diam terpaku di bangku penumpang mobil itu. Gadis itu shock.

Pengemudi itu pun keluar dari mobil. Namun terlihat sangat santai.

"Heh, kamu bisa nyetir nggak?" teriak Nadin. Berkacak pinggang kesal.

"Bisa."

"Kenapa kamu ngerem mendadak. Padahal di depan nggak ada apa-apa?" Nadin menatap marah.

"Maaf Nona, tadi ada yang nyebrang," jawab pria itu.

"Ngeles aja kamu, di sini mana ada yang nyebrang. Mana yang nyebrang? Siapa yang nyebrang?" tanya Nadin sembari mencari seseorang yang menyeberangi jalan.

"Itu!" tunjuk pria itu pada kucing yang ada di depan mobil Nadin.

"Hanya seekor kucing, Bodoh. Harusnya kamu tabrak aja!" jawab Nadin geram.

"Astaga Nona, anda ini kenapa? Kucing juga mahluk hidup. Emang Anda mau ditabrak?"

"Halah.. di dunia ini nggak ada yang berharga selain manusia. Dasar!" Nadin semakin naik pitam.

Pria itu diam. Sepertinya malas meladeni gadis barbar yang ada di depannya. Dengan santai, pria tampan ini pun membuka pintu mobilnya. Hendak masuk ke dalam. Karena ia merasa, gadis yang bermasalah denganya ini dalam keadaan baik-baik saja.

"Ehhhh, mau ke mana kamu? Mau lari ya? Tanggung jawab dulu!" pinta Nadin sembari menarik kerah kemeja pria itu.

"Tanggung jawab apaan, Nona? Anda nggak kenapa-napa. Mobil Anda juga baik-baik saja," jawab pria itu.

"Baik-baik saja matamu. Sini lihat," ajak Nadin sembari menarik pria itu dan menunjukkan bodi mobilnya.

"Tu lihat? Gimana kamu bisa bilang mobilku nggak apa-apa ha? Biar mobilmu itu kamu jual, tak akan bisa membiayai servis mobilku. Gila aja kamu bilang mobilku baik-baik aja!" ucap Nadin kesal.

"Astaga, Nona? Yang salah Anda sendiri, nggak fokus saat nyetir. Kenapa harus nyalahin pengguna jalan lain. Saya nggak mau tanggung jawab. Apaan!" balas pria itu sembari melangkah menghindar.

Nadin semakin naik pitam. Tak ingin melepaskan pria itu begitu saja, Nadin pun kembali mengejar pria itu. Agar sang pria mau bertanggung jawab atas kesalahan yang dia lakukan.

"Heh, kamu... "

"Apa lagi Nona?"

Cekrek ..

Nadin memotret wajah pria itu, dia juga memotret nomer mobil yang dikendarai oleh pria itu.

"Anda apa-apa sih, Nona?" tanya pria itu.

"Sekarang aku melepaskanmu karena aku ada urusan. Tapi setelah urusanku selesai, aku akan membuat perhitungan denganmu. Mari kita lihat, sejauh apa kamu bisa lari dariku!" ancam Nadin seraya membalikkan tubuh dan melangkah mendekati mobilnya.

Sedangkan pria itu hanya berkacak pinggang, diam. Tak tahu harus membalas apa.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!