Eva seorang gadis berusia 18 tahun, ia bekerja di usianya yang masih cukup belia. Eva bahkan sudah mulai menghasilkan uang saat usianya baru menginjak 15 tahun. Ya...dia putus sekolah, ia hanya tamatan sekolah dasar, ia tak meneruskan ke jenjang selanjutnya karna faktor biaya.
Orang tuanya hanya bekerja sebagai seorang petani di ladang orang. Eva mempunyai 2 orang adik laki-laki. Masing-masing usianya masih 8 tahun dan 2 tahun. Eva sekarang bekerja di kota jakarta sebagai pegawai di swalayan yang cukup besar disana.
Kedatangannya ke jakarta adalah karna ia lari dari perjodohan yang akan di lakukan oleh orang tuanya. Eva di paksa menikah menjadi istri ketiga dari salah satu orang kaya di desanya. Eva memang bermimpi menjadi orang yang kaya dan serba kecukupan, tapi tidak dengan cara menikah dengan Erman orang kaya yang sombong dan bertubuh gendut . Pak Erman sering membantu warga desa dengan menghutangkan sebagian hartanya, tapi dengan bunga yang cukup tinggi.
Kedua istrinya adalah korban dari hutang para orangtuanya yang tak dapat membayar hutang pada pak Erman, hingga mereka harus merelakan putri mereka menikah dengannya untuk membayar semua hutang mereka.
Tapi orangtua Eva tak pernah berhutang padanya, mereka sangat menghindari hal itu, mereka berfikir lebih baik mereka tidak makan dari pada harus berhutang dan membayar bunga yang besar pada pak Erman.
Pak Erman ingin menikahi Eva karna ia memang jatuh cinta pada gadis kecil yang bahkan masih berusia 16 tahun, pak Erman menawarkan berbagai harta, termasuk rumah, mobil dan ladang untuk kedua orangtuanya kalau mereka mengizinkan Eva menjadi istri ketiganya. Dengan bujuk rayu pak Erman orangtua Eva setuju menjodohkan putrinya dengan orang kaya itu. Karna orangtuanya berfikir mereka tak akan sanggup membiayai kehidupan anak-anak mereka, apalagi Eva putus sekolah, apalagi yang akan di lakukan seorang gadis jika tidak menikah. Saat itu Eva juga masih tak ada niatan untuk bekerja, ia hanya sekedar membantu beberapa pekerjaan orang tuanya di ladang, atau kadang menjual beberapa hasil panennya.
Eva yang selalu bilang pada kedua orangtuanya tentang mimpinya menjadi orang yang kaya raya, tentu itu menjadi alasan kedua orang tuanya menjodohkannya dengan pak Erman. Kehidupan Eva bisa terjamin kedepannya, bahkan kedua orangtuanya juga.
Tentu saja Eva tak mau begitu saja menerima perjodohan itu, karna ia ingin menjadi kaya dengan kerja kerasnya sendiri, dengan jerih payahnya sendiri tidak Instan seperti itu. Bahkan menjadi istri ketiga dari pria gendut dan sombong itu sama sekali bukan pilihan hidupnya.
Saat kedua orangtua Eva bersikeras memintanya menerima pinangan dari pak Erman, Eva di buat semakin tertekan. Mana bisa dia hanya pasrah dan menerima pernikahan itu, Eva tak ingin kehidupannya berhenti disitu saja. Menerima nasib menikah dengan seorang seperti pak Erman di usianya yang masih sangat muda.
Untuk itu Eva memilih pergi dari rumah, dengan uang pinjaman dari tetangga dekatnya ia kabur dari rumah dan mencoba peruntungan diri untuk bekerja di ibu kota Jakarta.
Ya inilah sekarang kehidupan Eva. Dia tinggal di kamar kost yang sempit, hanya terdiri dari satu ruangan berukuran 3x4 meter. Di ruangan itu terdapat kamar mandi yang tak kalah sempit dengan ukuran 1x1 meter. Di ruangan inilah Eva hidup selama ini. Ruangan yang menjadi saksi bisu perjuangan seorang Eva di kota Jakarta ini.
Eva adalah gadis yang supel, mudah bergaul, selalu ceria dan sangat baik hati. Dari sifatnya inilah Eva dengan mudah mempunyai banyak teman di kehidupannya sekarang.
Ia bekerja di sebuah swalayan yang cukup besar disana, yang menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari
Hari itu di jam 2 siang Eva sudah pulang dari pekerjaannya. Seperti biasa ia berjalan menuju ke kost sempitnya. Jaraknya cukup jauh dari swalayan tempatnya bekerja, tapi Eva memilih untuk berjalan kaki untuk menghemat uang yang ia miliki.
Gajinya di swalayan itu sebesar 2juta tapi harus ia bagi dengan berbagai kebutuhannya, untuk membayar kost, juga untuk makan dan kebutuhan lainnya yang ia perlukan. Belum lagi untuk mengirim sejumlah uang untuk orang tuanya di desa, untuk membantu kehidupan orang tua dan adik-adiknya.
Eva tiba di salah satu warung andalannya, warung paling murah disana, yang menyediakan nasi dan berbagai lauk pauk dengan harga yang terjangkau.
Tak biasanya warung itu sangat sepi, hanya ada Eva dan satu orang lelaki yang juga masih muda duduk di sampingnya.
Di hari biasanya warung ini sangat ramai, para pembeli biasa mengantre hanya untuk membeli satu bungkus nasi . Belum lagi dengan orang-orang yang makan di tempat.
"Satu bungkus nasi, telur dan sambal aja ya mbak Lita..."
Eva berkata pada wanita paruh baya pemilik warung yang sedang di datanginya tersebut. Namanya mbak Lita dia sendiri adalah seorang janda yang mempunyai 1 anak yang masih berusia 6 tahun. Mbak lita sudah berjualan disana selama 5 tahun, warungnya pun sudah sangat terkenal di kalangan menengah kebawah karna harganya yang bersahabat di kantong.
Dengan uang itu mbak Lita dapat menghidupi anaknya dengan layak, karna jualannya yang selalu habis dan laris manis.
"Eeh...Eva....telur doang nih ..pake ayam gak..."
sapa Lisa ramah kepada Eva yang memang sudah sering membeli di warungnya.
"Hehe...telur aja mbak...kantong lagi kering...biasa lah mbak tanggal tua..."
jawab Eva sambil tertawa ringan.
"Bayar nanti juga gapapa kok va...santai aja sama aku..."
"Haduh mbak...gak deh...nanti keterusan lagi...."
"Hehe iya deeh...tunggu sebentar ya..."
Lita sedang menyiapkan pesanan Eva sementara Eva sendiri sedang bermain dengan ponselnya.
Tak di sadari lelaki yang berada di sampingnya beberapa kali terlihat melirik ke arahnya. Lelaki itu sedang memakan satu porsi nasi ayam di hadapannya.
Penampilan bajunya terlihat lusuh dengan banyak debu, cipratan cairan semen dan cat yang terlihat di sana-sini. Kulitnya sedikit coklat dengan wajah yang letih dan keringat yang belum mengering terlihat di bagian wajah dan lehernya.
Toni namanya, dia adalah seorang pekerja bangunan yang sedang membangun proyek perhotelan tak jauh dari warung mbak Lita. Toni juga sering makan disana malah hampir setiap hari Topi mampir kesana, untuk mengisi kekosongan perutnya.
Toni hidup seorang diri, dia juga tinggal tak jauh dari proyeknya, tinggal satu kost dengan temannya yang sama-sama pekerja proyek.
Kedua orangtua Toni sendiri sudah lama tiada, dia mulai kecil sudah tinggal di panti asuhan karna tak ada sanak saudara yang mau mengasuhnya setelah kedua orangtuanya meninggal karna kecelakaan motor.
Toni masih ingat betul saat itu usianya masih 5 tahun dan dia sudah harus berada di panti asuhan. Tanpa ada orangtua sambung yang bersedia mengadopsinya sampai usianya menginjak 17 tahun. Akhirnya Toni keluar dari panti asuhan dan mencari pekerjaan untuk menyambung kehidupannya sendiri di pusat kota jakarta ini.
Bersambung....
"Va...ini pesanannya sudah....gak nambah apa-apa lagi nih..."
"Hehe enggak mbak...itu aja...kalo banyak-banyak nanti mbak cepet kaya lagi..."
sahut Eva di iringi dengan gelak tawa.
"Yee..nambah ayam 1 aja gak bakal nambah kekayaan kali...kalo nambah satu truk baru saya kaya..."
Lita menimpali dengan tawa yang mulai pecah.
"Hahaha....mbak Lita ini bisa aja...lagian siapa yang mau makan ayam satu truk...bisa diare saya...."
sahut Eva masih tertawa dan mulai berdiri dari tempatnya, menyahut bungkusan nasi yang sudah di siapkan oleh Lita.
"Ya sudah berapa ini mbak..."
"Seperti biasa...masak lupa..."
Eva mengeluarkan uang pecahan 10ribu dari sakunya.
"Ini mbak makasih ya...."
"Ya hati-hati di jalan Va....besok mampir lagi ya..." Lita melambaikan tangannya setelah menerima uang Eva.
Eva pun tak menjawab Lita, ia hanya mengacungkan jempolnya dan berlalu pergi dari warung Lita.
Toni yang sedari tadi memperhatikan Eva dengan penasaran bertanya pada Lita.
"Perempuan tadi siapa mbak.."
"Eh itu mas...namanya Eva...kenapa mas naksir ya..."
"Eeh enggak mbak...penasaran aja...sepertinya dia anak yang periang dan suka bercanda..."
"Oooh...memang sih mas...dia anaknya ceria banget...dan suka bercanda...baik lagi..."
"Emmm...dia tinggal dimana mbak...?"
"Dia ngekost disini mas...dia anak rantau...gak tau darimana aslinya...kost nya saya juga gak tau...yang saya tau dia kerja di swalayan perempatan jalan tuh...swalayan besar itu..."
"Loh anak rantau..."
jawab Toni sedikit terkaget.
"Iya....kasian dia mas...katanya sih dia kerja disini untuk membantu orangtuanya menghidupi adik-adiknya di kampung..."
"Pantas saja dia kelihatan seperti anak yang mandiri ya mbak....teryata anak rantau juga..."
"Iya mas....kasian...dia punya tekad keras menjadi orang yang sukses tapi ya memang kehidupan di jakarta ini keras mas...susah untuk kaya kalau tak ada jalan yang terbuka...ya kan..."
"Bener banget tuh mbak...saya juga sudah 5 tahun merantau di jakarta....ya kehidupan saya ya gini-gini aja mbak...gak berubah sama sekali...padahal kerja juga udah tiap hari..."
"Hehe sabar aja mas...nanti klo udah nemuin jalan pasti berubah kok...contohnya kayak saya nih....warung ini sudah jalan saya...saya bisa menghidupi anak saya lewat berjualan disini...bahkan saya juga baru membangun rumah baru saya..."
"Waaah....bener-bener patut di contoh tuh mbak..."
"Iya mas yang penting kita harus yakin dan terus kerja dan kerja..."
"Mbak jadi buat saya semangat lagi nih mbak....buat bekerja lebih giat lagi..."
"Harus donk mas...kalo gak kerja kapan kayanya..."
"Salah mbak...kalo saya disini trus kapan kerjanya...itu yang bener..."
Toni berdiri dari kursinya dan merogoh saku di celananya.
"Berapa semuanya mbak...nasi ayam teh dan krupuknya.."
"Hehe iya mas bener juga....eh iya semua 17 ribu mas.."
Toni pun membayarnya dan berlalu pergi dari warung itu, terburu-buru menuju kembali ke proyek tempat kerjanya karna waktu istirahat sudah hampir habis.
Di tengah pekerjaan, Toni yang sedang membawa beberapa tumpuk kayu untuk di bawa ke lantai atas menggunakan katrol buatan tengah berfikir tentang Eva.
Mungkin dia wanita yang tepat...dia memiliki tekat kuat untuk mencari uang...dan dia juga anak rantau...dia sendirian...aku akan bicara padanya....siapa namanya tadi...Eva...ya Eva...tapi aku tak begitu jelas dengan wajahnya...
Bayangan Toni kembali teringat kejadian 2 minggu yang lalu, saat Toni di minta oleh sang mandor untuk membawa gambar proyek hotel yang akan di kerjakan di lantai 15. Toni di minta pergi ke kantor yang berada di sebelah bangunan proyek tersebut. Kantor yang di masuki oleh Toni jauh berbeda dengan tempat dia bekerja yang panas dengan banyak debu dimana-mana.
Kantor itu sangat bersih, bahkan di pasang AC di setiap ruangannya. Kabarnya kantor itu adalah milik seorang yang memimpin proyek tersebut. Pengusaha properti terbesar di negaranya.
Cukup gemetar Toni mengantarkan berkas yang ada di tangannya, walau hanya beberapa lembar Toni membawanya dengan hati-hati.
Baru saja masuk Toni sudah di hadang oleh seorang satpam.
"Ada perlu apa..."
"Saya mau mengantarkan berkas ini kepada bos besar atas perintah dari mandor..."
"Apakah sudah ada janji..."
"Saya tidak tahu saya hanya di minta untuk mengantarkan ini...kalau tidak boleh...tolong berikan saja ini padanya.."
Toni sudah menyodorkan berkas itu pada sang satpam dengan wajah kesal.
Sang satpam malah mendengus kesal dan memberikan isyarat untuk mengikuti langkahnya.
Toni pun mengikuti langkah satpam itu yang membawanya semakin masuk ke dalam kantor itu.
"Itu ruangan Boss...pintu berwarna putih..."
satpam menunjukkan ruangan yang akan di tuju oleh Toni.
Toni hanya menjawab dengan anggukan, dia segera melangkah menuju pintu berwarna putih yang sudah di tunjjuk tadi.
Ketika sampai pintu itu terlihat setengah terbuka, Toni melihat ada 2 orang pria yang sedang berbicara.
"Aku akan membayar wanita mana pun yang mau mengandung anakku dan Arsana..."
"Tapi Boss...sulit untuk mencari wanita seperti itu di sini..."
"Tidak akan sulit jika kau mengatakan jumlah yang akan aku bayarkan untuk semua itu..."
"Memangnya berapa yang akan boss berikan pada wanita yang mau mengandung anak boss dan nyonya Arsana..."
" 3 Miliar...tapi uang itu akan aku berikan setelah anakku terlahir....dan aku juga akan memberikan fasilitas privat selama kehamilannnya.....dan aku akan memberikan tip untuk siapa saja yang bisa membawa wanita yang sanggup melakukannya untuk kami sebesar 1 miliar....bagaimana kau tertarik mencarikannya untukku..."
"Waah Boss...itu sungguh angka yang fantastis...aku akan segera mencari wanita yang mau melakukannya..."
"Tapi kau ingat ya aku tak mau sembarang wanita....dan aku tak mau wanita yang sudah bersuami atau seorang janda...aku ingin seorang yang masih muda dengan rahim yang sehat dan subur tentunya...."
"Baik boss saya faham...saya akan segera mencarinya..."
"Jika kau sudah menemukannya bawa dia ke rumahku....istriku sendiri yang akan menyeleksi apakah dia wanita yang pantas atau tidak....ini alamat baru rumahku...kau bisa datang kesana..."
Toni melihat seorang itu menaruh sebuah kartu nama di pojok meja. Lalu segera keluar dari ruangan, sementara seorang yang ada di hadapannya hanya mengangguk penuh hormat.
Toni berpapasan dengan orang tersebut, karna posisi Toni yang ada di depan pintu. Toni tak berani menatapnya karna sepertinya dia adalah orang yang berkuasa, Toni hanya menundukkan kepalanya sampai orang tersebut hilang dari pandangan.
Sementara orang yang ada di dalam ruangan setengah berteriak memanggil Toni.
"Hey...kau siapa..ada perlu apa kemari..."
"eh...ini maaf pak saya di suruh mengantarkan berkas ini pada bapak..."
Toni masuk dan menyodorkan berkas itu, ia melirik kartu nama yang sempat di taruh oleh orang tadi .
Toni membaca dengan jelas alamat yang ada di atasnya.
perum cempaka putih jl. anggrek no 52
Bersambung.....
Setelah hari itu Toni merasa tergiur dengan percakapan seorang yang ada di ruang boss besarnya tersebut. Penawaran itu memang tak secara langsung di berikan pada Toni, tapi Toni sangat antusias dengan semua pembicaraaan itu, apalagi seorang itu menyebutkan untuk siapa saja.
Dalam fikiran Toni jika dia bisa membawa wanita yang mau menyewakan rahimnya, maka ia bisa kaya dengan mendapatkan imbalan sebesar 1 miliar. Tentu itu bisa ia gunakan untuk hidup kedepannya seperti membeli rumah, membuka usaha agar dia tak lagi menjadi bawahan terus dan bekerja keras seperti sekarang. Hidupnya akan berubah 180 derajat jika dia bisa mendapatkan uang itu.
Tapi Toni juga kebingungan mencari wanita yang mau dengan penawarannya itu. Terlebih lagi karna Toni yang tak mengenal wanita dengan baik, ia sama sekali belum tertarik dengan wanita. Kehidupannya selama ini hanya ia fokuskan untuk kerja, kerja dan kerja.
Dan ntah kenapa semenjak bertemu dengan Eva dia merasa Eva adalah wanita yang cocok untuk rencananya, bagaimana pun caranya dia akan membujuk Eva untuk mendapatkan kekayaan itu. Apalagi saat mengetahui latar belakang Eva yang merantau dari mbak Lita membuat Toni semakin yakin bahwa Eva akan bersedia menyewakan rahimnya.
Keesokan harinya di jam yang sama Toni mendatangi warung mbak Lita. Tapi terlihat saat itu di dalam warung sangat banyak pengunjung. Toni melihat-lihat seluruh pembeli disana, tapi tak mendapati sosok Eva dengan seragam kerjanya. Toni pun memesan makanan seperti biasanya pada Lita dan segera memakannya menunggu Eva datang.
Toni makan dengan tergesa takut-takut jika Eva tiba-tiba saja datang dan pergi ketika ia belum menghabiskan porsinya. Dan benar saja ketika makanan di piring Toni hampir saja kandas, Eva terlihat sedang berdiri di belakangnya. memesan makanan yang sama seperti kemarin saat Toni makan di jam yang sama.
Toni berfikir inilah kesempatan untuk berbicara tentang rencananya dengan Eva. Toni membayar terlebih dulu makanannya lalu bergegas keluar dari warung menunggu Eva keluar juga darisana dengan sebungkus nasi pesanannya.
Eva berjalan keluar dari warung, Toni ingin menyapanya tapi lidahnya terasa kelu, karna dia bahkan sebelumnya tak pernah bicara dengan Eva. Tapi tiba-tiba Toni ingin memintanya untuk bekerjasama dengannya,Toni merasa itu semua terlalu cepat, akhirnya Toni pun hanya mengikuti Eva di belakangnya tanpa berbicara sepatah kata pun.
Eva berjalan dengan santai menuju gang sempit tempat kost nya selama ini berada, terasa ada yang aneh karna sedari tadi Eva mendengar suara langkah di belakang tubuhnya. Eva beberapa kali menoleh ke belakang, ia tetap mendapati orang yang sama.
Di dalam gang sempit itu Eva berhenti tanpa menoleh ke belakang, dan benar saja suara langkah itu juga terhenti.
Secepat kilat Eva menoleh dan berkata pada Toni.
"Kau mengikutiku ya...."
Eva memandang penampilan Toni dari atas sampai bawah.
Toni memakai celana pendek yang lusuh, kaos omblong dengan banyak percikan cat dan semen juga debu yang terlihat menempel di seluruh tubuhnya. keringat juga masih terlihat di bagian keningnya.
Kulitnya terlihat hitam mengkilap karna keringat yang belum mengering sempurna, ia memakai Topi yang tak kalah lusuhnya juga terdapat lubang di sana-sini.
Dia seperti orang yang ada di warung mbak Lita kemarin...sepertinya dia pekerja bangunan...
batin Eva sambil terus memandangi Toni dengan intens.
Sementara Toni hanya terdiam di tempatnya, tak bisa berkata apa-apa karna dia ketahuan sedang mengikuti Eva. Toni yang memang tak berbakat dalam memata-matai orang hanya pasrah saat Eva memandangnya dengan aneh.
Dengan terbata Toni berkata.
"A...aku..aku tidak..."
karna gugup Toni memandang ke segala arah dan tak sengaja Toni memandang ke arah dada Eva yang sedikit terbuka.
Eva yang menyadari pandangan Toni mengarah kemana, dia segera saja menutup kerah bajunya dengan satu tangannya.
"Dasar....pria mesum..."
gumam Eva yang masih bisa di dengar jelas oleh Toni.
Mendapati julukan barunya itu Toni seakan mendapatkan suntikan keberanian, dia sama sekali tak berniat jahat kepada Eva. Hanya saja dia sedikit gugup karna belum pernah berhadapan dengan seorang wanita sebelumnya.
" hey...aku bukan pria yang seperti kau katakan..."
"Lalu apa...kau bahkan melihat ke arah yang tak sepantasnya kau lihat....maling mana mau ngaku..."
Jawab Eva sambil berlalu meninggalkan Toni tak mau meladeni pria yang di nilainya mempunyai sikap yang buruk kepada wanita.
"hey kau mau kemana..."
Eva hanya mengibaskan tangannye ke udara, tak menghiraukan perkataan Toni yang meneriakinya.
"Eva..."
teriak Toni lagi masih berdiam di tempatnya.
dia tau namaku...darimana dia tau...sebenarnya mau apa sih pria mesum ini...
Eva berhenti lalu segera menoleh lagi.
"Kau mengenalku..."
"Ya aku tau namamu..."
"Siapa kau ..darimana kau tau namaku..."
"Dari mbak Lita pemilik warung nasi yang tadi kau beli..."
Toni yang pada dasarnya pria polos hanya bisa berkata jujur saat di tanyai Eva mengenai namanya.
"Dan kenalkan namaku Toni..."
Toni mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan dengan Eva, tapi Eva sama sekali tak meresponnya. Toni pun merasa canggung dan segera menarik tangannya kembali.
"Tak penting siapa kau...yang jelas sekarang...kenapa kau mengikutiku..."
"Aku...aku ingin menawarkan pekerjaan padamu..."
"Pekerjaan ....haha...bahkan kau mungkin juga tau kalau aku sudah bekerja...aku sudah nyaman bekerja di tempatku sekarang...sudahlah lupakan saja dan segera pergi darisini...aku sangat lelah..."
Eva bersikap acuh terhadap tawaran Toni, Eva bahkan menyuruhnya untuk pergi.
"Aku menawarkan pekerjaan singkat dengan gaji yang besar...kau pasti akan mau jika kau tau berapa gajinya..."
Toni masih berusaha untuk meyakinkan Eva.
Mendengar kalimat Toni,Eva malah mengeryitkan dahinya, Eva berfikir pekerjaan apa yang di lakukan dengan singkat namun mempunyai gaji yang besar. Eva terlihat berfikir lalu beberapa detik kemudian.
"Dasar...aku sudah tau...kau benar-benar ya....pergi dari sini...seumur hidupku aku bahkan tak akan mau bekerja seperti itu...kau fikir aku wanita seperti apa hah..."
Eva menunjuk-nunjuk Toni sambil berkacak pinggang menahan emosinya.
"Hey memang kau fikir aku ingin mengajakmu bekerja apa...kau gila ya..."
"Pergi dari sini...kau kira aku tak tau...dari penampilanmu saja, aku sudah bisa menebak kau pasti pria hidung belang yang ingin menyewa perempuan kan...pergi...atau aku akan berteriak supaya kau di hajar oleh warga di kampung sini...."
Eva sekarang sudah memposisikan tangannya di kedua mulutnya, ingin segera meneriaki Toni agar dia mau pergi.
"Hey....kau ini benar-benar wanita gila ya..."
"Kau yang gila...toloongg...to.."
Eva mengumpat lalu segera berteriak minta tolong dengan kencang, membuat Toni yang sedikit berada jauh darinya kelabakan dan segera berlari menutup mulut Eva, takut jika benar-benar para warga datang dan mengeroyoknya.
Dalam kepanikannya Toni segera berkata di telinga Eva.
"Sa...satu miliar...satu miliar...kau akan di bayar satu miliar jika kau mau bekerjasama denganku..."
Seketika Eva terdiam dan membulatkan kedua bola matanya, menatap Toni yang berada sangat dekat dengannya dengan tangan yang masih membekap mulutnya.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!