NovelToon NovelToon

Aksa

Prolog

Seharusnya pernikahan itu tidak pernah terjadi. Namun, alih-alih ingin menjadi anak yang berbakti, Nareta memutuskan menyetujui perjodohan itu.

Semua berkata tak kenal maka tak sayang, atau mungkin berjalannya waktu, cinta akan tumbuh dengan sendirinya. Dulu ibu dan bapak jugal begitu, tetapi sampai detik ini kita rukun-rukun saja kan?

Sedangkan Junot terpaksa menyetujui kemauan orang tua, karena kakaknya yang sudah hampir tujuh tahun menikah belum juga dikaruniai keturunan. Ayah dan bunda mulai resah, pada usia mereka yang sudah kepala lima dan sering sakit-sakitan belum mendapatkan calon penerus generasi ke-6 untuk menjadi pemimpin di perusahaan raksasa Cakrawala Industri Abraham "CIA".

Maka pernikahan itupun terjadi.

***

penasaran dengan kelanjutannya?

ikuti terus yah ^^

#Windowsyua

Satu

12 Maret 2017, Jakarta.

Nareta Subagja.

Aku senang membaca, karena dengan membaca aku semakin banyak mendapatkan pelajaran hidup, yang tidak selalu harus aku coba.

Saat ini kegiatan sehari-hari ku adalah bekerja di perusahaan "Astra Lestari". Perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran dan pengiriman barang impor-ekspor.

Aku sudah bekerja selama tiga tahun sebagai sekretaris, dari CEO muda bernama Ayden Astra Lestari, yang kala itu dia masih belajar begitupun dengan aku. Hari-hari kita lalui bersama dan tidak pernah kita sadari, satu sama lain saling bergantung, saling mengisi ruang kosong di hati. Dua bulan lalu, secara resmi dia memintaku untuk menjadi sekretaris di hidupnya.

Kau bisa bayangkan betapa bahagianya aku kala itu? akan tetapi hari-hari yang kita jalani setelahnya, tidak pernah ada lagi kejelasan lebih lanjut di antara kita, hingga detik ini.

Orang-orang di kantor pun hanya beberapa yang tahu, bahwa kita sudah berpacaran, Ayden memintaku merahasiakan hubungan ini, ia tidak ingin dianggap tidak profesional, maka dari itu aku dan dia memisahkan antara hubungan pekerjaan dan hubungan pribadi, sejauh ini hubungan kita bisa di katakan baik-baik saja.

Hingga dua hari yang lalu, tiba-tiba ibu meminta aku untuk pulang ke Bandung, memang sudah cukup lama aku tidak pulang. Beruntungnya aku tidak pernah memakai jatah cutiku dan setelah bercerita kepada Ayden, dia pun mengizinkan aku untuk pulang beberapa hari. Aku pun pulang dengan perasaan bahagia.

***

pukul 15:30 sore tadi aku sudah sampai di rumah, terpancar senyum bahagia dari ibu dan bapak menyambut kedatanganku. Semuanya berjalan dengan ekspetasiku, hingga selesai sholat isya dan makan malam, ibu dan bapak memintaku keruangan keluarga.

Ruang keluarga adalah ruangan privasi untuk kami.

Kami biasanya menceritakan segala hal penting itu di sini, termasuk saat keputusanku memilih tempat kuliah dan bekerja di Jakarta, ibu dan bapak mulai menceritakan maksud dan tujuannya memintaku untuk pulang ke Bandung.

Tak pernah tahu, jika kepulanganku kali ini, adalah awal mula ke tidak bahagiaanku di mulai. Karena ibu dan bapak telah menjodohkanku, dengan anak dari temannya, tentunya tanpa sepengetahuanku.

Aku anak pertama dari dua bersaudara, aku merupakan anak penurut yang tidak banyak bicara apalagi membangkang. Mungkin itu sebabnya, ibu dan bapak tidak mendiskusikan hal ini terlebih dahulu.

Tapi untuk kali ini, aku merasa keberatan, bukan apa-apa, akan tetapi aku sudah memiliki Ayden, pria yang aku cintai, pria yang aku pilih sendiri untuk menjadi ayah dari anak-anak ku kelak.

***

"Bu, maaf tapi untuk kali ini Nana gak bisa menuruti keinginan Ibu dan Bapak".

"Hah, kunaon Na?"

(Hah, kenapa Na?)

Untuk pertama kalinya aku melihat wajah ibu terkejut, sementara bapak masih terlihat tenang.

"Nana sudah punya pacar, Bu"

"APA?"

Kali ini ibu lebih terkejut dengan penuturanku, akan tetapi bapak masih terlihat tenang, tidak mengeluarkan sepatah katapun. Sebenarnya bapak lah yang aku takutkan, karena memiliki sifat diktator juga keras kepala, dan dengan sikap diamnya itu, justru membuat aku semakin takut.

"Aduhh, kumaha atuh ieu Pak?"

(Aduhh, gimana dong ini Pak)

"Ari, Nana kunaon atuh tara nyarios atos gaduh pacar".

(Nana, kenapa gak pernah bilang sudah punya pacar).

Aku terdiam membisu, melihat ekspresi bapak yang sebentar lagi, sepertinya akan meledak mengeluarkan amarahnya.

"Ari, Bapak kunaon cicing wae? Nyarios atuh Pak".

(Bapak, kenapa diam saja? Bicaralah Pak).

Dan akhirnya bapak angkat suara.

"Isukan oge, cina kadieu ngahadep Bapak".

(Besok juga, suruh datang menghadap Bapak).

Ucapan yang keluar dari mulut bapak berhasil membuat aku terkejut, akan tetapi sedikit lega dan membuat aku bahagia. Karena bapak tidak sekeras dulu.

"Muhun Pak".

(Baik Pak).

Namun setelah itu bapak pergi meninggalkan ku yang masih terperangah, dan kemudian di susul oleh ibu.

***

Aku segera pergi ke kamar dan menghubungi Ayden di aplikasi Chatting, aku biasa memanggilnya Mas.

"Assalamualaikum, Mas sibuk tidak?"

tidak lama kemudian dia membalas pesan ku, karena memang dia sedang online.

"Waalaikum'salam. Enggak, kenapa?"

Belum sempat aku membalas pesannya, Mas Ayden kembali mengirim pesan.

"Kamu sudah sampai Bandung? keadaan Bapak-Ibu sehat? sampaikan salam dari ku yah?!"

pesan itu berhasil membuat aku tersenyum, Mas Ayden memang perhatian dan aku rasa pilihan ku tidak akan salah.

aku tidak berpikir untuk memberi tahu Mas Ayden, tentang aku yang di jodohkan, maka aku langsung membalas pesan keduanya.

"Udah tadi sore, kena macet soalnya. Alhamdulillah Bapak sama Ibu sehat, Tapi Bapak dan Ibu mau ketemu langsung besok"

"Hah, kenapa mendadak ?"

"Iyah, soalnya ... " Aku sempat ragu untuk mengatakan alasannya, akan tetapi pada akhirnya aku sampaikan juga alasan yang sebenarnya.

"Bapak dan Ibu, menjodohkan aku Mas"

"Lalu ?". Hah? kenapa dengan jawaban Mas Ayden, yang seolah-olah tidak peduli.

"Kamu seriuskan sama aku?". Akhirnya, pertanyaan itupun keluar, pertanyaan yang sudah berhari-hari ingin aku tanyakan, tapi selalu aku urungkan, karena aku terlalu takut untuk mengutarakannya.

"Iyah, tapi besok aku gak bisa ke Bandung"

"Kenapa?"

"Aku ada meeting di luar kota"

"Pergi sama siapa ? untuk berapa lama?"

"Sama sekretaris sementara, selagi kamu gak ada, maka nya cepetan pulang. Mungkin dua atau tiga hari". Entah kenapa seketika itu juga aku sedikit khawatir.

Bukan meragukan Mas Ayden, akan tetapi mengkhawatirkan bapak. Ini kesempatan langka dan jika mas Ayden gak datang besok, itu artinya.... Aku segera pergi setengah berlari mencari keberadaan bapak. dan hasilnya nihil. Karena bapak sudah masuk kamar, kalau sudah begini aku semakin takut, sebab kalau bapak sudah di kamar itu artinya aku tengah membangunkan SINGA yang sedang tidur.

Tetapi aku tidak ingin menyerah begitu saja, dan akhirnya aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar bapak dan ibu.

"Tok tok tok..."

satu kali ketukan tidak ada sahutan, aku menarik nafas dalam-dalam dan mencoba untuk mengetuk pintu lagi dengan lebih keras.

"Tok tok tok..."

"Teh ker naon?"

(Ka, sedang apa)

"Aish... ngarerewas 😒"

(Aish... mengagetkan 😒)

aku sempat terperanjat akibat rasa tegang dan sahutan yang mendadak dari Nadim adikku.

"Siga nu tenyaho wae Bapak"

(seperti gak tahu "sifat" Bapak).

Namun tanpa kita sadari, percakapan kita telah berhasil membangunkan bapak.

"Maroal sare ?"

(Gak akan tidur?)

"Pak, Nana hoyong nyarios sakedap"

(Pak, Nana mau bicara sebentar)

"Naon dai ?"

(Apa lagi?)

"Mas Ayden teu tiasa dongkap enjing mah, Aya meeting di luar kota tilu dintenan"

(Mas Ayden gak bisa dateng besok, ada meeting di luar kota sekitar tiga hari)

"Oh, nya geus we tarimakeun perjodohan ieu!"

(Oh, yasudah terima saja perjodohan ini!)

"Tapi, Pak."

"eweh tapi-tapian Na, lamun serius pasti manehna bakal mentingkeun Nana"

(gak ada tapi-tapi Na, kalau serius pasti dia akan lebih mementingkan Nana).

Aku terdiam, sayangnya mas Ayden yang gila kerja pasti tidak akan lebih mementingkan aku, detik itu juga aku telah kalah. Kalah sebelum bertarung.

Next?

Dua

12 Maret 2017, Jakarta.

Junot Abraham

aku anak kedua dari dua bersaudara, dan 17 Maret nanti usiaku 25 tahun, meskipun aku sangat sadar itu bukan lagi usia yang muda untuk santai-santai, karena sudah beberapa hari ini ayah dan bunda meminta aku untuk lebih fokus mengelola perusahaan dan memikirkan pernikahan.

Bukannya aku tidak memiliki kekasih, akan tetapi saat ini Aqila masih mengejar akan cita-citanya di Negeri tetangga. Mungkin masih butuh tiga bahkan empat tahun lagi untuk mencapai gelar yang ia inginkan, dan aku tidak bisa menghentikan keinginannya, cukup aku yang tidak memiliki cita-cita, karena sedari kecil cita-cita ku sudah di tentukan oleh orang tua, untuk menjadi seorang pengusaha, CEO di perusahaan ayah, dan yang lebih menyebalkan nya lagi aku tidak punya pilihan, karena malam itu... awal mula permasalahan ini di mulai.

flashback ON

Satu bulan yang lalu...

Pesta Pernikahan Juwita Abraham

"Juwita Bunda datang kesini bukan untuk mengucapkan selamat atas pernikahan mu yang ke tujuh akan tetapi Bunda mau, kamu bercerai dengan Marsel".

"APA? Bunda ini hari spesial nya aku, Bunda tega yah mengacaukannya dan mengucapkan hal gila seperti itu".

"Hah, lalu kamu mau Bunda berbuat apa? Kamu tahu Bunda sangat menginginkan seorang penerus, tapi apa? kamu belum juga di karuniai keturunan, kalian sudah enam tahun menikah". Ucap Bunda tanpa jeda.

"Kamu tahu, mungkin ini karma karena kamu gak nurut sama apa yang Bunda ucapkan, kalau Bunda gak pernah menyetujui kamu menikah dengan Marsel"

"BUNDA, sudah hentikan !" Bentak Ayah pada Bunda

(*Juwita sangat marah tapi ia berusaha menahan emosinya, dengan suara parau, akhirnya Juwita angkat suara).

"Iyah, mungkin Bunda benar. Ini karma buat aku. Tapi... Ini semua sudah terlanjur terjadi, asal Bunda tahu. Aku ini ... "

"Sut... juwi jangan. Jangan di lanjutkan !". (*Marsel mencoba menahan amarah Juwita untuk tidak berbicara, dengan memeluk kemudian berbisik "jangan sampai kamu kembali melukai hati Bunda").

"Hah, pokoknya kalau kamu sayang sama Bunda. Bunda minta segera urus perceraiannya". bunda beranjak ingin pergi.

(Juwita kembali bersuara dengan sayu, lemah dan bergetar).

"Bun, aku mandul". Air mata juwi pun akhirnya pecah.

"Hah? APA?". bunda segera berbalik badan dan tiba-tiba Bunda merasa pusing.

"Gak mungkin, kamu pasti lagi bohongin Bunda kan?"

"Enggak Bun, aku gak lagi bohong". Menangis semakin histeris. sementara itu Mas Marsel memeluk Juwita dan berusaha menenangkannya.

"Dan kalau Bunda meminta aku untuk cerai dari Mas Marsel, lalu pria mana yang sekiranya mau menerima aku secara tulus Bun?"

"Bunda aku gak bisa menjadi wanita seutuhnya, lalu sekarang Bunda minta aku untuk menjadi janda selamanya?! Iyah?"

Seketika bunda Menangis. "Enggak... enggak ... Ini gak bener kan? Kamu bilang sama Bunda kalau semua ini gak bener?!". Bunda pun menghampiri Juwita.

"Asal Bunda tahu, sebelum Bunda meminta aku untuk cerai dari Mas Marsel, aku sudah lebih dulu meminta Mas Marsel untuk menceraikan ku, tapi Mas Marsel gak pernah mau". Bunda benar-benar syok kemudian pingsan, lalu Bunda dilarikan ke rumah sakit.

flashback OFF

***

hari ini aku kembali membesuk bunda di rumah sakit, alhamdulillah semakin hari keadaan bunda semakin membaik, selesai menyuapi bunda dan memberikan obat, bunda memulai percakapan dengan nada yang tersirat.

"Jun hanya kamu yang Bunda dan Ayah harapkan, Bunda mau kamu segera menikah"

"Tapi Bun, Aqila masih kuliah, dia gak bisa..."

"Jangan menikah dengan Aqila kan bisa"

"Apa?". Aku terdiam, cukup terkejut mendengar ucapan bunda.

"Bunda sudah memiliki calon menantu idaman dan Bunda yakin dia bisa secepatnya memberikan kamu keturunan"

"Bunda, sedikit saja... tolong pikirkan perasaan dan keinginan ku dong?!". Ayah dan bunda terdiam, tak menjawab, aku yang benar-benar kesal akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah sakit.

***

Aku dan Juwita memang berbeda, sangat berbeda. Aku tidak dapat sekalipun menentang keinginan mereka, aku merasa seperti robot bukan anak. Sementara Juwita terlahir sebagai putri yang bebas, teramat bebas, apapun yang di inginkan dapat dilakukannya, dan permintaan apa saja detik itu juga terkabulkan.

Berbeda dengan ku, sejak lahir aku di doktrin untuk menjadi anak yang kuat, tidak boleh mengeluh, menangis, manja, mengutarakan keinginan sesuai hati dan memiliki keinginan sendiri, dan tidak pernah aku sangka hal itu pun berlangsung sampai detik ini.

***

14 Maret 2017, Jakarta.

Juwita Abraham

Dua hari yang lalu bunda sudah di perbolehkan untuk pulang, dan malam ini kami memutuskan untuk berkumpul.

Acara makan malam keluarga Abraham.

"Bunda? Juwita minta maaf 😔 sudah mengecewakan ... "

"Heh, jika kamu benar-benar menyesal, maka Bunda minta kamu bujuk Junot untuk menyetujui perjodohan itu".

"Heh? Tapi..."

"Hah, sudahlah, memang tidak ada yang bisa Bunda harapkan dari kamu". bunda akhirnya pergi meninggalkanku seorang diri.

Perlakuan bunda terhadapku masih sama terlihat kecewa, tetapi bunda sudah tidak pernah lagi membahas agar aku meminta cerai dari Mas Marsel.

***

Makanan sudah tersaji secara rapi dan mewah di meja makan, tinggal menunggu kedatangan Junot dari kamarnya, ia setelah kejadian di rumah sakit waktu itu, menurut penuturan ayah, Junot dan bunda seolah sedang perang dingin.

"Bi, tolong panggilkan Junot untuk makan malam" perintah ayah kepada pelayan rumah.

"Baik Pak".

"Bi, biar aku aja". Tak lama kemudian aku mengetuk pintu kamar Junot.

"Tok tok tok..."

"Bi, bilang kalau Aku gak punya nafsu makan"

"Ini, Kakak"

"Hah? Hm masuk"

Aku melihat Junot di meja kerjanya, sembari melihat foto wanita yang sangat ia rindukan dan dicintai nya.

"butuh berapa tahun lagi untuk Aqila lulus?"

"Heh? sekitar tiga tahun Kak. Kenapa? apa Bunda menyuruh Kakak untuk membujukku?"

"Hm Kakak tahu, ini pasti sangat berat buat kamu, tapi :( Kakak gak punya pilihan lain. Sedari dulu hanya kamu yang Ayah dan Bunda andalkan dan di bangga-banggakan"

"Hem, tapi semuanya setimpal dengan kebebasan yang Kakak dapatkan, sementara aku? Untuk memiliki keluarga pun harus di campur tangani oleh Ayah dan Bunda"

"Kakak tahu, tapi :'( sekarang apa yang harus Kakak lakukan untuk dapat di anggap di keluarga ini, Heh?"

"Kakak gak akan memaksa, hanya mampu menyampaikan apa yang Bunda inginkan saja. Kebahagiaan Ayah dan Bunda yang sampai kapanpun, tidak dapat Kakak berikan". Aku sedikit termenung, apa yang Juwita katakan memang ada benar nya juga, dan mungkin hal itu amat sangat menyakitkan, untuk keluarga mana pun, tidak ada yang mau tak dapat memiliki keturunan, tetapi itu semua bukanlah kuasa kita.

"Hm, Baiklah akan aku coba, tapi bukan berarti aku setuju."

"Hah, serius ? Iyah gak apa, paling tidak mau mencoba dulu dari pada gak sama sekali :) Bunda pasti seneng. Yasudah sekarang kita turun yuk? Ayah udah nungguin kamu, kalau kamu gak mau turun, kita semua gak akan makan malam"

"Hah? Haha, oke.". Akhirnya Junot mau mencoba untuk mengenal wanita yang nantinya akan menjadi calon istri dan ibu dari anak-anak nya kelak, kurasa ini awal yang baik, meskipun tidak ada jaminan Junot mau.

Next ?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!