Terjebak dalam pernikahan toxic selama bertahun-tahun. Mencoba membangun mahligai rumah tangga yang sesungguhnya meski hati tidak berkata sama, tetapi Alvino sebagai laki-laki yang memegang janjinya berusaha sekuat tenaga untuk membuat sang istri mencintainya.
Hari ini harapan itu seolah musnah, tak kala melihat istrinya berdua dengan pria lain di sebuah kamar apartement. Sedih, kecewa dan marah karena semua perjuangannya untuk menjadi suami yang baik sampai akhir tidak pernah di hargai.
Ya, perjodohan memang tidak selamanya berakhir bahagia seperti kisah-kisah kebanyakan. Kisah ini membuktikan bahwa meski sudah terikat tali pernikahan, belum tentu rasa itu akan hadir malah yang terjadi adalah menyiksa satu sama lain.
Kehancuran itu sudah terjadi sejak awal pernikahan, namun hanya retak kecil yang tidak membuat seorang Alvino Wilson goyah. Ia masih berharap apa yang ia lihat saat ini tidak nyata, namun logika dan hatinya kali ini saling bekerja sama untuk menyudutkan semuanya.
Akhiri...
Akhiri...
Akhiri...
Kata-kata itu terus memenuhi hati dan pikirannya.
~
Seorang pria berkacamata bernama Abian berlari menyusuri koridor apartement. Ia hampir beberapa kali salah arah karena terlalu panik. Dalam hati ia berharap-harap cemas, namun ia tetap berusaha untuk berlari sekuat tenaga.
Sesampainya di unit apartment, ia bisa bernapas lega karena sang teman sekaligus atasannya itu tidak bertindak brutal hingga membahayakan nyawa orang lain.
"Vin ...."
Namun semua rasa lega itu seolah lenyap seketika. Karena dalam hitungan detik sang teman yang tadi ia lihat berbalik hendak keluar kini kembali ke posisi semula, maju dengan langkah cepat dan langsung menerjang pria selingkuhan istrinya itu.
Bug..bug.
Alvino menghantam wajah pria itu hingga babak belur. Entah berapa besar kekuatan yang ia keluarkan hingga pria itu akhirnya tidak sadarkan diri. Amarahnya sudah sampai di puncak, hatinya benar-benar hancur sebagai seorang suami dan seorang ayah.
Abian yang sempat terpana kini mulai bergerak untuk menghentikan aksi brutal Alvino. Ia memegangi tubuh sahabatnya itu, bergerak mundur dari atas tubuh pria yang sudah tidak sadarkan diri itu.
"Tahan, Vin! Tahan!" Abian mencoba untuk terus menahan tubuh Alvino yang terus memberontak minta di lepaskan.
"Kamu tidak akan tahu apa yang aku rasakan sekarang, Bian! Lepasakan aku!" hardik Alvino dengan mata wajah yang sudah sama-sama merahnya.
Abian cukup kewalahan hingga akhirnya Alvino berhasil lepas dan kembali menerjang pria yang sudah tidak berdaya itu.
Bug!
"Mas!" pekik seorang wanita yang sedang duduk bersimpuh tak jauh dari tempat pria itu terjatuh. Wajahnya nampak sangat pucat karena baru saja ketahuan selingkuh.
Alvino mengalihkan pandangannya ke sang istri yang tidak lagi baik di matanya. Ia melangkah dengan ringkih mendekati sang istri yang hanya menggunakan lingerie seksi. Ya, memang mereka menikah tanpa cinta lalu apakah harus berakhir dengan perasaan hati yang sama?
Alvino meraih tangan sang istri hingga tubuh lemah itu berdiri dari posisinya. "Ikut aku pulang, sekarang!!" teriakkan Alvino menggema hingga keluar unit apartment. Sang istri tidak lagi bisa berkata-kata, namun sekujur tubuhnya bergetar karena untuk pertama kalinya mendengar suara bentakan dari sang suami.
Melalui isyarat mata, Alvino meminta Abian untuk mengambil alih pria itu. Sementara ia menyeret sang istri keluar dari unit apartment mewah itu.
...**...
Sepanjang perjalanan pulang, Alvino terus mengumpat kesal. Ya tentu saja umpatannya itu di tunjukkan kepada sang istri yang bahkan tidak berani melihat kearahnya. "Kanapa kamu hanya diam saja, apa sekarang kamu sudah merasa menyesal karena menjadi ja*lang?"
"Aku sudah meminta kamu untuk menceraikan aku sejak awal pernikahan kita. Aku tersiksa, Mas dan aku tau kamu juga merasakan hal yang sama, aku mohon ceraikan aku, Mas!"
Sriiiiittttt.....
Alvino menepikan mobilnya di pinggir jalan. "Oh ****!" ucap Alvino seraya memukul setir mobil sekuat tenaga.
Oh, sungguh ia ingin satu kali saja mendaratkan pukulan di wajah istrinya itu. Namun ia bukanlah pria yang bisa menyakiti wanita secara fisik. "Kamu ingin bercerai ... lalu bagaimana dengan, Naya! Anak kita. Shela, apa kamu tidak pernah berpikir bagaimana perasaannya saat mengetahui tingkah kamu seperti ini, hah!"
Naya adalah putri tunggal Alvino dan Shela. Ya, hadirnya Naya adalah salah satu usaha Alvino untuk membuat Shela mencintainya, namun ternyata semua masih sama. Yang membuat situasi makin sulit karena Naya mempunyai penyakit kelainan jantung bawaan.
"Naya itu hanya sebuah kesalahan antara kita, Mas. Dia tidak seharusnya hadir di antara orang tua yang tidak saling mencintai! Jika Mas hanya bertahan karena dia sakit maka aku juga begitu, aku hanya bertahan karena tidak ingin membuat Naya terpuruk. Tapi sampai kapan kita seperti ini?"
"Diam kamu!" Raut wajah Alvino benar-benar tidak lagi bisa di artikan. "Naya bukanlah sebuah kesalahan, dia hadir karena aku menginginkannya. Aku berusaha untuk menerima kamu sebagai istri ku tapi kamu tidak begitu, hari ini aku menyerah tapi aku tidak akan pernah melepaskan kamu demi, Naya."
"Mas ...." Shela tidak lagi bisa berkata-kata.
"Turun," lirih Alvino.
"Apa! Turun ... di sini?"
"Aku bilang turun!" seru Alvino hingga membuat Shela segera beranjak turun.
Mobil sport berwarna hitam itu melaju kencang meninggalkan wanita yang saat ini hanya memakai lingerie berdiri di tepi jalan.
Di dalam mobil yang terus melaju kencang, tanpa sadar sudut mata Alvino mulai berair. Hatinya benar-benar hancur hari ini. Selama lima tahun belakangan ia membentengi diri dan terus bersabar untuk sebuah harapan bahwa Shela akan menerima keberadaannya, hari ini harapan itu seolah di patahkan oleh takdir.
Ia tidak akan menahan diri lagi, ia akan membalas apa yang sudah Shela lakukan padanya. Di raihnya ponsel di dalam dasboard untuk menelpon Abian.
"Kamu sudah mengurus pria itu?"
[Sudah, untung saja dia tidak mati, Vin. Gila kamu gila!]
"Kamu sekarang di mana?"
[Aku di club biasa, kemari lah. Aku tau kamu tidak suka Alkohol, tapi kali ini kamu pasti membutuhkannya.]
"Aku akan datang dan ... siapkan wanita perawan untuk ku malam ini."
[A-apa wanita perawan? Kamu benar-benar akan mulai bermain hati?]
"Kamu pikir hanya dia yang bisa melakukannya. Aku akan melepaskan penderitaan ku malam ini. Dia tidak pernah mencintai ku dan cinta yang coba aku bangun sudah hancur, aku tidak akan menahan diri kali ini."
Alvino mematikan panggilan telepon itu dan melemparkan ponselnya begitu saja. Tanpa ia sadari, takdir baru telah menantinya. Hati yang rapuh untuk seorang pria yang tidak pernah di hargai perlahan membuka jalan untuk kehidupan baru di luar konflik rumah tangga yang membelenggu.
Bersambung 💕
"Lepaskan aku!" pekik seorang gadis kepada dua orang bertubuh kekar yang sedang memegangi kedua lengannya. Ia menoleh kearah sang ayah yang sedang berdiri di ambang pintu. "Ayah, tolong aku!"
Saat tangis gadis itu kian pecah, sang ayah bahkan tak bergerak dari tempatnya berdiri. Ya, ayah mana yang tega menjual anaknya sendiri, tetapi ceritanya akan berbeda jika dia adalah seorang, Ayah tiri. "Ikutilah mereka, Ibu kamu sudah tiada. Setidaknya kamu harus berguna dan tidak menyusahkan ku lagi."
Tubuh gadis itu melemah seketika. Ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah sejak lahir apa lagi mengharapkanya dari sosok pria penjudi, pemabuk yang bergelar ayah sambung tetapi tidak pernah menyayangi Aliya.
"Cepat bawa dia masuk kedalam mobil, ada yang memesannya malam ini!" seru seorang pria berkepala plontos dari dalam mobil.
Gadis itu kian panik ia mencoba melepaskan diri namun tubuh ringkihnya tidak berdaya meski segala upaya telah ia coba. "Ayah! Aku mohon selamat kan aku." Ia meronta namun sang ayah tidak bergeming dan malah berbalik masuk dan menutup pintu rapat-rapat.
...**...
Alvino melangkahkan kakinya masuk kedalam sebuah club malam di pusat kota Jakarta pusat. Para wanita-wanita malam mulai memanggil dan menempel padanya, namun ia tidak bergeming dan terus melangkah untuk mencari keberadaan Abian.
"Vino!" seru Abian seraya mengangkat sebelah tangannya. Saat ini ia sedang duduk di sebuah kursi bar dengan di temani segelas cocktail buatan bartender di bar tersebut.
Alvino melangkahkan kakinya menghapiri Abian. Club tersebut bukanlah club malam biasa, tempat itu khusus untuk kalangan-kalangan atas yang berdompet tebal. Seperti para pejabat dan anak konglomerat.
Maka tidak heran jika kedatangan Alvino saat ini menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di tempat itu. Siapa yang tidak kenal dengan sosok Alvino Wilson, anak laki-laki satu-satunya dari Alfaro Wilson, pemilik kerajaan bisnis yang sudah di akui dunia sebagai salah satu perusahaan konstruksi terbesar bernama WB grup.
Alvino duduk di salah satu kursi bar tepat di sebelah Abian. Ia langsung memesan minuman bahkan sebelum sahabatnya itu menawarkan. Ya, alkohol bukanlah teman akrabnya, namun kali ini ia membutuhkan minuman haram itu.
Abian menoleh dan memperhatikan cara minum sang sahabat yang tidak seperti biasanya. "Vin, apa tidak sebaiknya kamu lepaskan Shela. Aku tahu kalian menikah hanya karena hubungan antara keluarga Wilson dan Alexander, tapi kalau seperti ini terus, bukan kamu saja yang tersiksa tapi dia juga.
Alvino meletakkan gelas kecil itu di atas meja setelah menghabiskan isinya, di tatapnya Abian yang saat ini sedang menunggu tanggapan darinya. "Aku membuat dia hamil dan Naya terlahir, itu adalah bukti kalau aku belajar menerima dia, tapi dia tidak pernah mencoba untuk menerima ku."
Di tuangnya lagi minuman itu dan di habiskan dalam satu kali tegukan. "Aku menyerah untuk mendapatkan hatinya, tapi untuk bercerai ... aku belum siap. Naya membutuhkan kami. Dia sakit dan tidak boleh mengetahui kenyataan bahwa hubungan kedua orang tuanya sudah retak sejak lama."
"Astaga, Vin. Berat ini berat, aku tidak tahu harus berkata apa lagi ... masalah gadis perawan yang kamu minta, malam ini dia akan siap melayani kamu." Abian menepuk pundak sahabatnya itu beberapa kali. "Aku tahu kamu meminta gadis yang masih perawan karena di malam pertama kamu dulu, Shela sudah tidak suci lagi kan?"
"Fucking ****! Jangan bahas dia lagi, aku benar-benar muak. Malam ini aku akan bersenang-senang, melepaskan semua yang sudah aku tahan selama ini." Ia kembali meneguk minumannya yang tersisa di dalam botol hingga tidak tersisa satu tetes pun.
...**...
"Madam, ini gadis yang kemarin saya ceritakan namanya Aliya," ucap pria berkepala plontos itu kepada seorang wanita paruh baya dengan dandanan mencolok.
"Tolong lepaskan saya, Nyonya. Saya berjanji akan melunasi hutang-hutang ayah saya secepatnya, saya janji." Aliya menangis sesenggukan di batas akhir keputusasaannya, meski tidak mungkin namun ia tetap berharap akan terlepas dari penderitaan ini.
Madam tidak menggubrisnya ucapan Aliya. Ia tersenyum puas saat mendapatkan barang yang sesuai dengan uang yang ia keluarkan. "Wah, sesuai dengan yang kamu katakan. Dia cantik, badannya mulus, putih dan langsing. Bawa dia masuk, dia harus bersiap-siap untuk seseorang yang telah membayar mahal untuk merasakan keperawanannya."
"Nyonya! Saya mohon lepaskan saya!" pekik Aliya lagi.
Madam mencengkram dagu Aliya dengan sebelah tangannya. Di tatapnya gadis itu dengan tajam. "Ingat ini baik-baik, kalau kamu membuat kekacauan hingga aku rugi, kamu akan berakhir mati dan mayat kamu akan di buang ke jurang, mengerti!"
Aliya tidak bisa lagi mengeluarkan suara, sekujur tubuhnya bergetar hebat karena rasa takut yang mendera. Hancur sudah masa depannya, padahal tahun ini adalah ia akan segera lulus di salah satu universitas swasta di Jakarta.
~
Dua jam berlalu....
Di sebuah ruangan khusus yang bisa di sebut ruang make up. Aliya sudah sangat cantik dengan setelan gaun seksi dan rambut tertata rapi. Seorang wanita yang lebih tua darinya sibuk membuat tampilannya semakin sempurna.
"Mulai hari ini kamu harus membiasakan diri, aku juga dulu di jual seperti kamu. Tapi sekarang aku menikmatinya. Kamu hanya perlu pasang badan, terlentang di atas ranjang, keluarkan de*sahan manja yang membuat para bos itu puas maka tugas kamu selesai."
Aliya yang sejak tadi tertegun mendongakkan kepalanya untuk melihat wanita yang berdiri di hadapannya. "Apa setiap hari aku akan terus seperti ini, melayani pria hidung belang?"
"Tentu saja, hidup ini kejam, say. Kalau kamu tidak punya uang, maka gunakanlah tubuh kamu untuk menghasilkan uang. Realistis saja, kita ini butuh uang untuk segala hal."
Aliya kembali terdiam, tertunduk dan menghela napas panjang. Kenapa hidupku menjadi seperti ini. Apa aku harus pasrah dan menerima kenyataan, tapi aku bukanlah wanita malam dan tidak ingin menjadi bagian dari mereka, batin Aliya.
"Ambil ini," sahut wanita itu seraya menyodorkan sebuah botol kecil kepada Aliya.
"Apa ini?" tanya Aliya yang seraya memegang botol itu.
"Kalau tidak ingin hancur sebaiknya kamu rutin mengkonsumsinya. Jaga diri kamu, jangan sampai hamil anak buaya," ucap wanita itu lalu beranjak pergi meninggalkan Aliya sendiri.
...**...
"Tuan, gadis itu sudah siap," bisik seorang pria kepada Abian.
"Baiklah, kami akan segera kesana." Abian melangkah menghampiri Alvino yang masih duduk di kursi bar. "Vin, gadis itu sudah siap, dia sekarang ada di hotel sebelah, ini kunci kamarnya." Ia menyerahkan sebuah benda persegi seperti kartu kredit kepada sahabatnya itu.
Alvino meletakkan gelas kecil itu lalu beranjak dari tempat duduknya. Tanpa mengatakan apapun, ia meraih kartu itu dari tangan Abian kemudian melangkah pergi meninggalkan club malam yang semakin malam semakin riuh dengan dentuman musik remix dari sang istri dist jokey.
Dengan langkah lunglai ia terus menyusuri jalan menuju takdir yang tengah menantinya. Entah apa yang akan terjadi setelah ini, namun yang pasti kali ini ia akan menuruti kata hatinya tanpa memikirkan apa yang memenuhi logikanya.
Bersambung 💓
"Come on, liya. Kamu pasti bisa mencari jalan keluar." Ia melangkah menuju jendela besar yang ada di kamar itu, saat keluar menuju balkon, nyalinya seketika menciut tak kala mendapati mobil-mobil di bawah sana seperti semut yang sedang merangkak di jalan padat dan penuh polusi. "Ah kenapa tinggi sekali."
Klek..
Aliya menoleh kebelakang saat mendengar suara pintu terbuka. "Ah sial." Ia segera melangkah dengan cepat kembali masuk kedalam, pupus sudah harapannya, rasanya percuma mencari cara untuk kabur. Ia yakin orang yang akan segera muncul dari balik pintu itu adalah pria paruh baya dengan perut buncit dan kepala botak.
Pintu kamar itu mulai terbuka, rasanya Aliya tidak sanggup untuk melihat takdirnya yang akan segera mengambil alih mahkota yang sudah ia jaga seumur hidupnya. Matanya memicing tajam hingga akhirnya seorang pria masuk dan melangkah ke arahnya.
Tampan....
Satu kata itu tiba-tiba saja terlintas dalam pikiran Aliya. Karena pria yang melangkah sempoyongan kearahnya saat ini benar-benar jauh dari ekpektasi. Namun ia buru-buru menyingkirkan pikiran anehnya itu. Ah apa yang aku pikirkan, mau dia tampan atau apapun itu, dia tetap saja pria hidung belang. Bagaimana ini sepertinya sudah terlambat untuk kabur, batin Aliya.
Langkah Alvino berhenti tepat di hadapan Aliya. Ia menyunggingkan senyumnya saat melihat menampilan seksi yang langsung membangkitkan naluri lelakinya. "Kamu cantik dan sangat muda tapi kenapa kamu menjual diri? Ck, kenapa juga aku malah bertanya."
Kenapa tubuh ku kaku begini, apa yang harus aku lakukan sekarang, batin Aliya.
Dengan mata sayub dan langkah gontai, Alvino mendekati Aliya, meraih pinggang kecil itu dengan tangan kekarnya. Ia menyusuri bagian leher gadis muda yang nampak menegang karena sentuhannya. "Kamu harus melakukan tugas mu, sesuai dengan uang yang sudah aku keluarkan," bisik Alvino hingga membuat darah gadis muda itu berdesir hebat.
Alvino mendorong Aliya hingga jatuh terlentang di atas ranjang. Tanpa basa-basi ia membuka kemeja putih yang membalut tubuh atletisnya. Sudah begitu lama ia tidak merasakan hasrat sekuat ini pada wanita. Ia sampai lupa kapan terakhir kali dirinya begelut dan Shela.
"Tu-tuan saya mohon, lepa .... eemmm." Aliya tidak bisa melanjutkan ucapannya saat Alvino lebih cepat membekap mulutnya dengan ciuman panas dan penuh tuntutan. Bagai tidak ada ampun Alvino terus menggila hingga merobek kain tipis yang membalut tubuh indah Aliya. Ia menjelajahi bagian leher hingga dada sintal yang nampak sangat padat dan besar.
"Ahhh....emmm...tu-tuan..ahhh." Tanpa sadar Aliya meracau semakin gila karena sensasi yang ia rasakan di setiap sentuhan Alvino pada tubuhnya. Meski tubuhnya bereaksi tapi hatinya tak berkata sama, dari sudut mata tergambar jelas air mata yang mulai mengalir deras.
Alvino menghentikan aktivitasnya sejenak, menatap wajah Aliya yang semakin terlihat samar-samar dalam pandangannya. Matanya sudah di selimuti kabut hasrat terpendam yang ingin segera di tuntaskan, hingga ia tidak sadar jika gadis yang berada dalam kungkugannya tidak menginginkan hal ini. "Kamu membuat ku semakin bergairah, sayang Aku tau ini yang pertama untuk kamu maka ikuti saja permainan ku."
Saat tidak mendapatkan jawaban apapun. Alvino yang semakin menggila, ia membuka lebar-lebar paha Aliya dan menenggelamkan wajahnya di depan surga dunia yang selalu ia rindukan.
Lu*matan, hi*sapan terdengar begitu jelas di telinga Aliya. "Ahhh...ahhh...emmm, tu-tuan ja-jangan." suara lirih Aliya malah membuat Alvino semakin tidak sabar untuk sampai ke intinya.
Alvino mengakhiri aktivitasnya, ia megusap bibirnya yang sudah basah karena cairan kenikmatan dari hasil permainannya di bawah sana. "Aku akan memuaskan kamu, sayang." Ia mengarahkan senjatanya ke tempat yang tadi ia jelajahi dengan mulutnya.
Aliya mengigit bibir bawahnya saat hentakkan demi hentakkan mulai menerobos pertahanan yang ia jaga selama ini. "Tu-tuan, tolong hentikan."
Penderitaan Aliya semakin besar saat Alvino mendorong pusakanya sekuat tenaga, memberi hentakkan yang luar biasa hingga akhirnya-- "Argghhh!" eragan keduanya menggema di sekeliling ruangan. Alvino tersenyum menyeringai saat melihat darah segar membasahi pusakanya.
Ternyata begini rasanya seorang wanita perawan, batin Alvino.
"Tu-tuan, stop! Saya mohon, ini sakit." Aliya tak bisa membendung air matanya saat hal yang paling suci kini telah di koyak oleh orang asing yang menilainya dengan uang.
Alvino yang masih dalam pengaruh alkohol tidak memperdulikan tangis Aliya. Pria gagah dan perkasa itu menciumi seluruh wajah Aliya yang basah karena air mata. "I'm sorry honey." Ia menggerakkan pusakanya secara perlahan agar Aliya terbiasa.
"Sssttt...tu-tuan." Aliya desis saat mesakan perih dan kenikmatan yang bercampur menjadi satu. ia lagi-lagi mengigit bibir bawahnya.
Alvino memejamkan matanya seraya terus bergerak perlahan. Ia bisa merasakan sensasi berbeda dari seorang darah perawan yang ia dambakan selama ini, ia merasa seperti meledak-ledak.
"Uhhh...ahhh." eluhan kecil kembali terdengar dari mulut Aliya, hingga membuat Alvino menghentak semakin kuat dan cepat, membuat Aliya semakin memekik nikmat.
"Arggghhhh!" mereka mengeluarkan suara itu secara bersamaan saat mencapai pelepasan yang sebenarnya. Alvino menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Aliya. Sementara Aliya kembali menangis tanpa suara, satu-satunya hal yang paling berharga kini telah menghilang dari raganya, ia bukan lagi wanita sempurna karena ulah sang hot Daddy.
...**...
Menjelang pagi, Aliya tebangun dari tidurnya. Ia mencoba bangkit meski rasa perih mulia terasa di bagian intinya. Ia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, ia jijik namun apa daya semua terjadi begitu saja. Setelah ini ia sudah bisa menebak jika hari-harinya akan di habiskan di atas ranjang dengan pria berbeda-beda. Menangis pun sudah tidak ada guna.
Lama ia berada di kamar mandi. Saat keluar, ia mendapati Alvino tengah berdiri di ambang pintu kamar dengan dua orang pria bertubuh kekar yang tidak asing bagi Aliya. Mereka yang malam tadi membawaku kan, apa mereka akan menjemput ku, batin Aliya.
"Kami datang untuk membawa wanita itu kembali. Waktu anda bermain dengan dia sudah habis," ucap salah satu pria bertubuh kekar itu kepada Alvino.
Melihat keberadaan Aliya, dua orang itu tidak lagi menunggu jawaban Alvino. Mereka masuk dan manarik Aliya keluar dari ruangan itu. "Saya mohon lepaskan saya, saya tidak mau kembali ke tempat madam."
"Ah banyak ngomong kamu, kamu harus ikut kami karena ada konsumen yang menginginkan pelayanan kamu hari ini," sahut salah seorang pria itu.
Secara tidak sengaja, Alvino menangakap tatapan mata Aliya saat melewatinya. Ia bisa melihat jika wanita muda itu seolah meminta tolong padanya, sebenarnya ia juga belum rela jika semua berakhir begitu saja. "Berhenti!"
Dua orang pria yang menarik Aliya menghentikan langkah mereka saat mendengar suara Alvino. "Ada apa lagi, Tuan?"
Alvino melangkah perlahan, hingga berada di hadapan Aliya. Di tatapnya gadis itu sebentar kemudian beralih kepada dua pria yang menunggu jawaban darinya. "Aku akan membayar penuh untuk wanita ini, jadi lepaskan tangan kalian darinya."
Aliya yang tadi tertunduk lemas, kini mendongakkan kepalanya menatap Alvino. Apa maksudnya semua ini, batin Aliya.
Bersambung 💕
Jangan lupa dukungannya ya readers. Jika suka dengan ceritanya jangan lupa tambahkan ke favorit ya. Terimakasih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!