"Bos Jhon, mobil mereka melarikan diri! Kami kalah menghajar mereka." ucap seorang pria masuk kedalam mobil begitu tergesa.
"Kejar mereka! Jangan biarkan mereka selamat terutama Syafira, kita harus bisa menghabisinya sesuai perintah Tuan Mahendra!" perintah Jhon pada anak buahnya.
Mobil yang di kendarai Jhon melaju kencang mengejar mobil yang ada di depannya. Mobilnya terus menyalip dan memepet mobil Syafira bahkan menabraknya dari belakang, namun mobil di depan bisa menghindar dan melesat kencang menghindari kejaran Jhon.
"Sial, mereka pandai menghindari." Jhon berpikir bagaimana caranya membuat mobil di depan berhenti. "Tembak mobil itu!" titah Jhon pada anak buahnya.
Door.....
Satu tembakan di layangkan ke depan, akan tetapi mereka bisa mengelak. "Mereka cukup gesit, Bos."
"Tembak kembali sampai dapat!" Jhon kembali memerintah, tangan sibuk mengatur setir dan mata pokus kedepan mengejar.
Anak buah Jhon mengarahkan senjatanya pada ban mobil.
Door... Door
Tembakan kembali di layangkan dan kali ini tepat mengenai kedua ban mobil belakang milik Syafira sehingga membuat mobil di depannya oleng. "Kena, Bos."
"Bagus, ini saatnya kita menabrak mobil itu." Jhon menginjak pedal gas kemudian dengan kencang menabrakan mobilnya ke mobil yang ada di depan.
Mobil di depan semakin tak terkendali sedangkan Jhon sendiri memelankan laju mobilnya. Mobil Syafira banting stir ketika melihat truk di depannya dan menabrak pembatas jalan sampai bagian pinggir dan depan ruksak.
Jhon memperhatikan kecelakan itu dari jauh. Dia yakin kalau orang-orang di dalam mobil tidak akan selamat karena kecelakaan itu sangat dahsyat. Jhon tidak melihat bahwa Syafira berhasil keluar dan tak lama kemudian kendaraan milik Syafira meledak.
"Saya yakin mereka tidak akan ada yang selamat," kata Jhon pada anak buahnya.
"Saya yakin juga bos. Lihatlah, ledakannya sungguh luar biasa."
"Tugas kita selesai, sekarang kita ke kota J memberitahukan perihal keberhasilan kita." Jhon memutar balikan mobilnya meninggalkan tempat itu dan di hari itu, malam itu juga Jhon beserta anak buahnya pergi ke kota J.
(Jika ingin tahu lebih detail nya. Kalian bisa baca BUKAN JANDA BIASA (Hanya status) )
****
Seorang gadis cantik begitu tergesa menuruni anak tangga, wajahnya panik, matanya sesekali melihat arloji yang tersemat di pergelangan tangannya.
"Bi, sepatu aku dimana? Tolong carikan ya! Aku udah kesiangan ini." Gadis itu berteriak meminta tolong kepada salah satu art di rumahnya. Dia begitu sibuk membereskan buku dan tas yang ada di atas meja ruang keluarga karena semalam ia habis mengerjakan tugas dari dosennya.
"Iya, Non." Sahut art nya.
"Bella kamu sarapan dulu, Nak! Mama sudah buatkan sarapan kesukaanmu." Pekik seorang wanita yang merupakan Ibu nya Bella.
"Iya, Mah. Sebentar!"
"Ini, Non sepatunya." Art tadi memberikan sepatu yang di perlukan Bella.
"Terima kasih, bi." Gadis itu tersenyum ramah.
"Sama-sama, Non."
Bella langsung saja memakai sepatunya dengan tergesa pula. Setelahnya, dia berjalan cepat ke arah dapur dan meminum susu yang ada di atas meja kemudian mengambil roti yang sudah tersedia di sana.
"Mah, aku berangkat dulu. Aku sudah kesiangan." Bella kembali melihat jam tangannya.
"Kamu belum sarapan, Bel." Sang ibu kebetulan sedang menyiapkan sarapan nasi goreng.
"Aku mengambil ini saja, Mah." Bella kembali mengambil roti dan membawanya. Aku berangkat dulu, dah Mama." Kata dia melangkahkan kakinya dengan tergesa.
"Anak itu, kebiasaan sekali dia," gumam sang Mama menggelengkan kepalanya.
Bella terus melangkah ke luar dengan roti di gigit di mulut, dan kedua tangannya kembali memeriksa buku-buku yang ia bawa.
Bruuukkk....
Tanpa sengaja ia menabrak tubuh seseorang ketika di pintu sampai bukunya kembali berserakan di lantai dan iapun membereskannya, sedangkan mulut mengomel. "Kamu bisa tidak jalannya pakai mata? Sudah tahu aku lagi tergesa takut kesiangan malah di tubruk kayak banteng menyeluduk."
Orang itu diam memperhatikan Bella yang sedang berjongkok membereskan bukunya. Dia melipatkan tangan di dada menikmati wajah cantik Bella yang terlihat kesal.
"Kamu dengar tidak sih saya ngomong?" Bella mendongak sebab tidak ada perkataan keluar dari orang itu. Matanya tak berkedip, mulutnya mangap, wajahnya cengo melihat pemuda tampan yang ada di hadapannya. Dia terkesima akan ketampanan lelaki itu.
"Alamakk, ganteng sekali! Mama ada cowok ganteng di sini!" Pekik Bella memanggil Mamanya.
Pria itu mengerutkan kening heran. Batinnya berkata, "Begini saja langsung terpesona. Dasar."
Bella segera berdiri dan segera mengulurkan tangannya. "Kenalin, aku Bella. Kamu namanya siapa? Kenapa kamu ada di sini? Dan kamu mau bertemu siapa ya?" Bella bertanya secara bertubi-tubi dan matanya masih menatap terpesona.
"Jhon, kenapa kau masih berdiri di dekat pintu? Ayo masuk!" Ajak lelaki paruh baya yang masih terlihat muda di usianya yang baru berumur 46 tahun.
Jhon pun membuka lipatan tangannya dan matanya melirik ke arah sang Bos lalu melirik ke arah Bella.
"Pah, Papa kenal dia?" Tanya Bella penasaran.
Lelaki yang di sebut Papa itu menoleh, ia memperhatikan penampilan anaknya dari atas sampai bawah. Tatapannya sulit di artikan ada sesuatu yang tersirat dari tatapan itu.
"Dia Jhon, asisten baru papa."
"Bella, bukannya kamu udah kesiangan kenapa masih berada di sini?" Mama menghampiri suara bising dari depan. Ia bingung kenapa anaknya masih ada di rumah.
Bella menepuk jidatnya. "Astaga, Mah. Aku lupa, aku berangkat dulu." Bella langsung saja berlalu meninggalkan mereka tanpa pamit terlebih dulu.
Arabella, gadis muda berwajah cantik yang memiliki tubuh ideal bak gitar Spanyol. Dia merupakan anak sambung dari seorang Mahendra Siregar dan anak kandung dari Elsa Arisma. Mahendra sendiri seorang pengusaha bahan bangunan terkaya dan terkenal di kotanya.
****
Kampus
Gadis itu berlari menyurusi koridor kampus dan langsung masuk ke kelasnya. "Untung masih belum ada dosen masuk." Ia mengusap dada mengatur napasnya supaya lebih relaks.
"Kamu kenapa terlambat? Untung belum ada dosen, kalau sudah ada, habis kamu di suruh gosrek WC kalau tidak di suruh berjemur di lapang." Tanya teman Bella yang duduk di sebelahnya.
"Semalam aku habis ngerjain tugas dari dosen, Mel. Aku tidurnya malam dan kesiangan. Maka dari itu aku menjalankan mobil ngebut dan secepatnya berlari masuk takut di hukum."
"Oh gitu," balas Amel dan tak lama kemudian sang dosen pun masuk.
****
"Bagaimana hasilnya, apa kau sudah melaksanakan tugas yang ku berikan?"
"Sudah, Bos. Mobil itu meledak dan kemungkinan besar mereka tidak akan selamat."
"Hahaha kau sungguh bisa di andalkan Jhon. Saya bangga padamu karena kau sudah berhasil mengikuti apa perintahku. Sesuai janji saya, saya akan memberikan pekerjaan sebagai asisten saya dan kau harus menuruti semua perintah saya!" Mahendra menatap tajam penuh perintah. Mahendra memutar kursinya menghadap Jhon yang ada di hadapan dia.
"Baik, bos. Saya akan melakukan yang kau mau."
Bersambung....
Pelajaran telah selesai, Bella dan Amel beriringan menuju parkiran.
"Bella," panggil seseorang.
Mereka menoleh ke belakang. "Haikal, ada apa?" kata Bella memberhentikan dulu langkahnya.
"Nanti malam aku jemput kamu ya?"
"Ngapain?" tanya Bella.
"Ya mau ngajakin kamu makan malam, ada sesuatu yang ingin ku sampaikan padamu." Haikal menatap Bella serius.
"Hmmm sorry, aku ada acara keluarga jadi tidak bisa. Maaf ya." Sebenarnya Bella tidak memiliki acara apapun bareng keluarga karena dia sudah ada janji dengan teman SMP nya dulu.
Haikal membuang nafas secara kasar. "Oh gitu, ya sudah tidak apa-apa." balas Haikal lesu.
"Kita duluan ya." Pamit Bella pada Haikal.
****
Dalam mobil
"Kenapa kamu menolak ajakan dia? dia itu cowok terganteng di kampus kita loh, gak nyesel nolak ajakan cowok ganteng dan sekeren dia?" tanya Amel menatap sebentar pada Bella yang sedang mengemudi kemudian menatap kedepan.
"Aku rasa tidak karena tadi pagi aku habis bertemu cowok yang jauh lebih ganteng dari Haikal." Bella tersenyum tipis mengingat pertemuannya dengan pria yang sempat ia tabrak tadi.
"Waaahhh, siapa? tidak biasanya seorang Arabella terpesona pada pria. Berarti pria itu benar-benar ganteng dong?"
"Yaaaa bisa di bilang seperti itu." Bella memberhentikan mobilnya karena mereka sudah sampai di depan rumah Amel.
"Cieee sepertinya jatuh cinta pada pandangan pertama." Amel menggoda Bella.
Wajah Bella tiba-tiba saja memerah, dia tidak tahu apakah dia jatuh cinta atau tidak. Tapi bayangan wajah Jhon tidak bisa hilang dari benaknya. "Aku tidak tahu. Sudah sana, ini udah sampai." Bella malah mendorong pelan Amel.
Amel tertawa puas melihat wajah temannya. "Iya, iya. Ciee jatuh cinta pada pandangan pertama."
"Ameeelll...." Bella melotot, ia kesal sebab Amel terus menggodanya.
****
Langkah Bella terasa ringan saat memasuki rumah.
"Bella, baru pulang?" tanya Hendra yang kebetulan ada di kursi tamu.
"Iya, Pah. Aku masuk dulu." Bella ingin kembali melangkah namun berhenti ketika Hendra kembali memanggil.
"Bel, sini, duduk dulu dekat Papa! Papa ingin bicara sama kamu."
Bella pun menghampiri Papanya dan duduk di hadapan Mahendra.
"Duduk sini." Hendra menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya.
Tanpa menolak dan tanpa berpikir yang aneh-aneh, Bella duduk di dekat Hendra.
Hendra menatap penuh arti tubuh Bella. "Bagaimana kuliahmu?"
"Baik, Pah. Semuanya lancar dan aku sangat senang dapat kuliah di sana." Wajah Bella memancar kebahagiaan saat menceritakan tempat sekolahnya.
Hendra menaruh tangannya di pundak Bella. "Syukurlah kalau kamu senang. Papa akan melakukan apapun supaya kamu bahagia."
"Beneran, Pah?" mata Bella berbinar.
"Iya." Hendra menatap wajah Bella ada sesuatu yang ingin di lakukan ketika berdekatan dengan anak sambung yang ia urus sejak usia lima tahun itu.
"Aaaa terima kasih, Pah." Bella memeluk tubuh Papanya dan langsung melepasnya lalu pergi dari situ dengan hati dan wajah bahagia.
****
Seorang pemuda berkulit putih, wajah bulat beralis tebal, bermata sipit, terus meminum wine yang ada di depan nya. Dia merasa menyesal sudah menyakiti wanita yang ia kagumi. "Syafira, andai kamu tidak menolakku, mungkin saat ini kamu masih ada. Aku sungguh mencintaimu tapi kau malah menolakku. Jangan salahkan aku jika ku lebih memilih kamu pergi selamanya dari pada melihat kamu bersama orang lain." gumam Jhon terus meminum wine nya.
Jhon Vernando, seorang pemuda berusia 25 tahun. Ia seorang anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan bareng adiknya. Dia menerima tawaran Mahendra untuk melenyapkan Syafira karena merasa sakit hati ungkapan perasaannya terus di tolak.
****
Bella menuruni tangga, dia memakai mini dress dengan bahu terbuka dan memperlihatkan kaki jengjangnya. sore ini dia ada janji dengan Tiara teman ketika di bangku SMP dulu. Saat ini usia Bella baru 20 tahun dan sedang kuliah semester tiga.
"Mah, aku mau ketemuan sama salah satu teman aku. Kemungkinan aku pulangnya malam." Bella menghampiri kedua orang tuanya yang kebetulan sedang santai di taman belakang.
"Siapa? cewek atau laki-laki?" Elsa penasaran sebab Bella tidak memiliki teman dekat selain Amel. Dan Bella juga belum pernah pacaran.
"Perempuan. Mama tenang saja, aku bertemu mereka di rumahnya kok." Ucap Bela meyakinkan.
"Ya sudah, Mama izinin kamu keluar asal pulangnya jangan larut malam dan kamu harus hati-hati!" izin Elsa penuh peringatan.
"Iya, Mah. Akan ku ingat itu." Bellapun pamit undur diri dari hadapan keluarganya. Tanpa di sadari, Mahendra terus menatap Bella penuh arti.
****
"Aku sudah di dekat alamat yang kamu tuju, dimana keberadaanmu, Tiara?" Bella menelpon temannya dan posisi dia saat ini ada di dekat perumahan elite.
"Loe tunggu saja di situ. Gue yang kesana!"
Setelah menunggu, Tiara datang menjemput Bella lalu keduanya masuk kedalam rumah. Bella sempat kaget melihat banyak makanan dan minuman sudah tersedia di ruang tamu dan juga sudah banyak teman Tiara yang tidak Bella kenal.
Bella menjadi takut dan enggan masuk kedalam. Sebelumnya dia tidak tahu kalau Tiara seperti ini. Tiara hanya mengundang Bella untuk menghadiri acara reuni mereka, dan ternyata reuni itu hanya teman yang dulu dekat dengan Tiara saja.
"Ti, gue mau pulang aja ya. Gue tidak nyaman berada disini." Bisik Bella memegang gemetar lengan Tiara.
"Ayolah, Bel. Ini zaman modern, masa dengan melihat minuman itu saja loe takut. Kita tidak akan apa-apain loe kok." Tiara meyakinkan.
"Tapi, gue tidak nyaman dengan mereka. Mereka seperti mau makan gue." Bisiknya kembali.
"Tenang saja, mereka baik. Ayo masuk!" Tiara sedikit menarik paksa tangan Bella membawanya masuk.
Para lelaki yang ada di sana memperhatikan Bella. "Temen loe Ti? cantik juga. Iya gak teman-teman? tapi sayang, sepertinya dia anak rumahan." tanya salah satu dari mereka.
"Iya, bener. Tidak asik."
"Kalian tidak boleh gitu! Dia teman gue yang paling royal. Dia anak orang kaya loh." Tiara memuji lalu mendudukkan Bella di dekat salah satu teman lelaki nya.
Perasaan Bella mendadak tidak enak dan takut. Takut mereka mengapa-ngapain dirinya. Setiap orang yang ada di sana saling berpasangan dan pasangannya begitu menempel bahkan ada yang melakukan adegan kissing.
"Jangan takut cantik, kita baik kok. Iya kan teman-teman."
"Iya, mending kita bersulang." Salah satu teman cewek Tiara menuangkan minuman memabukkan dan meminumnya.
Bella tidak bisa berlama lagi di situ, ia tidak mau berada di antara mereka yang sedang pesta miras. Bella berdiri dari duduknya ingin pergi namun di cekal oleh pria yang duduk di dekatnya.
"Mau kemana cantik? di sini saja." Pria itu menarik paksa Bella sampai terjatuh duduk di pangkuannya. Bella berontak ingin lepas.
"Aku tidak mau! Aku mau pulang." Bella ingin lepas dari pelukan pria itu, matanya sudah mengeluarkan air mata, tubuhnya sudah gemetar ketakutan.
"Masa segini saja cengeng. Ayolah Bel, ini seru, cobain ini, ini sangat enak dan pasti kamu akan ketagihan." Tiara memaksa Bella untuk minum.
Dengan sekuat tenaga Bella menutup mulutnya rapat-rapat supaya minuman itu tidak masuk. Kepalanya terus menggeleng untuk menolak minuman yang ada di tangan Tiara.
Batinnya berkata, "Siapapun tolong aku, aku takut."
Dan secara tiba-tiba, seseorang memekik. "Lepaskan dia..!"
Bersambung....
"Lepaskan dia..!"
Semua orang menoleh ke arah suara bariton itu. Hati Bella merasa lega melihat ada Jhon di sana.
Jhon tidak sengaja melihat mobil Bella memasuki perumahan elite karena kebetulan dia lewat jalan situ memotong jalan untuk kerumah Hendra. Hati kecil Jhon ingin mengikutinya dan Jhon pun mengikuti.
Bella menyikut perut pria yang memeluk dia dengan keras sampai terlepas kemudian berlari menghampiri Jhon lalu bersembunyi di belakang punggung Jhon.
"Siapa kau? berani sekali masuk ke rumahku tanpa izin." Sergah pria yang tadi mencekal Bella.
Bella terkejut ternyata rumah ini bukan rumah Tiara. Bella sudah di bohongi oleh Tiara dan dia tidak tahu apa maksud Tiara melakukan ini padanya.
"Kau tidak perlu tahu saya. Saya hanya akan membawa dia pulang dari sini." Jhon mencekal pergelangan tangan Bella membalikan tubuhnya menarik Bella.
"Jangan bawa wanita itu pergi, dia harus menjadi pelayan ku!" bentaknya.
Deg..!
"Pelayan?" gumam Bella mematung. "Apa maksudmu?" Bella berhenti sejenak, menoleh dan bertanya.
"Tiara sudah menawarkanmu padaku dengan sejumlah uang. Jika kalian pergi dari sini kembalikan uang yang telah Tiara gunakan atau tidak Bella harus menjadi pelayan di ranjang ku selama satu Minggu." Dia mengakui perjanjiannya dengan Tiara.
Tentunya Bella semakin terkejut, dia menatap tak percaya pada temannya itu. Jhon sudah mengepalkan tangan dan dia langsung saja melepas cekalan tangannya dan langsung memukul wajah pria itu.
Buggh...
"Kalian pikir dia barang sampai kalian membuat perjanjian seperti itu, hah? ck bedebah, benar-benar teman laknat." Jhon sampai meludah ke meja yang banyak minuman.
Tiara sendiri mematung ketakutan melihat kemarahan Jhon, mau tak mau ia harus mengembalikan uang yang telah di gunakannya.
Jhon langsung menarik Bella meninggalkan tempat itu.
****
"Kenapa kamu sebodoh itu sampai tidak tahu mana teman yang baik dan mana teman yang tidak baik?" Jhon memarahi Bella, keduanya sedang berada di dalam mobil.
"Aku tidak tahu, aku tidak bisa membedakannya. Aku pikir Tiara baik karena selama dekat dengannya tidak pernah berbuat jahat padaku."
"Bella, kau harus bisa belajar menilai seseorang supaya kamu tidak tertipu lagi seperti tadi. Kalau saja aku tidak lewat sini, kamu pasti sudah menjadi piala bergilir."
"Piala bergilir? emangnya kita sedang melakukan pertandingan ya, sampai ada piala bergilir segala?" tanya Bella polos.
Jhon mengernyit. "Maksud dari piala bergilir yaitu di pake secara bergilir."
"Emangnya aku baju yang sering di pake bergilir? kan aku manusia." Balas Bella tambah bingung.
Jhon kesal sendiri, ternyata Bella masih tidak mengerti maksud dari ucapannya. "Maksud aku nanti kamu di perkosa secara bergili, mau?" Jhon menyebutkan jelas supaya Bella mengerti.
"Iiihhh aku tidak mau!" pekik Bella ketakuatan.
Dari sinilah awal keduanya mulai dekat. Mereka jadi sering ngobrol, sering makan bareng, sering nonton, bahkan sering bertukar pesan. Bella jadi sering mengerjakan tugas bareng Jhon, kadang sering bergelayut manja di lengan Jhon dan selalu memeluk Jhon saat sedang dalam keadaan bahagia.
Bella merasa terlindungi jika berada didekat seorang Jhon Vernando. Dia merasa nyaman dan merasa bahagia ketika sering bersamanya.
Dengan seiringnya berjalan waktu, keduanya mulai merasakan perasaan yang berbeda. Bella sering mencari tahu perasaan apa yang dirasakannya lewat teman atau google dan Bellapun tahu bahwa dia mencintai Jhon.
Sikap Bella pun mulai berubah menjadi lebih glamor dan ingin mendapatkan apa yang di inginkan setelah mengenal Jhon yang sering memanjakannya dan Mahendra juga sering memanjakan Bella dengan uang-uang nya.
Jhon juga sering merasakan getaran berbeda. Sesuatu aneh dalam dada saat bersama Bella. Namun Jhon masih belum mengerti arti perasaan yang ia rasakan.
Sampai dimana Mahendra melihat sosok yang ia incar nyawanya kembali dan mendekati kehidupannya.
Mahendra kebetulan ingin melakukan meeting di restoran mall yang juga ada Syafira bareng Felix sedang mampir ke mall tersebut.
(Kalau tidak salah Fira mengajak main Felix ada di bab 20)
Hendra sampai menunda meetingnya untuk memastikan penglihatan dia. "Jhon, tolong atur ulang untuk meeting hari ini! Ada yang harus saya pastikan dulu." Hendra meninggalkan Jhon tanpa mendengar jawabannya.
Dari jauh Hendra mengikuti Fira, wajahnya sengaja di tutupi masker. "Ternyata dia masih hidup. Aku yakin itu dia." Hendra sangat yakin jika itu Aurelia Syafira. Wajah Fira sama seperti kakeknya Albern Alexander namun ini versi wanita.
"Kenapa dia bisa hidup lagi? bukankah Jhon sudah memastikan tidak akan ada yang selamat dari ledakan itu? bahkan Jhon juga mengirimkan rekaman dimana mobil Aurel meledak." gumam Hendra bertanya-tanya.
"Ini tidak bisa di biarkan, saya harus segera menyingkirkannya sebelum perusahaan saya di ambil oleh dia." Hendra melangkah menuju parkiran.
"Jhon, aku ingin bicara sama kau. Tapi bukan di sini," ucap Hendra dingin menampilkan wajah tak bersahabat.
"Iya, Bos." Jawab Jhon bingung. Dia juga bertanya dalam hati, "Ada apa dengan Bos Mahendra? kenapa wajahnya sangat tidak bersahabat?"
****
Kantor
"Duduklah, Jhon!" Hendra menyuruhnya duduk di Sofa dan dia sendiri masih berdiri.
"Apa kau yakin jika Aurel sudah tiada?" tanya Hendra langsung pada inti. Dia menatap tajam Jhon penuh penekanan.
Jhon sendiri sampai takut melihat tatapan itu. "Saya yakin, Bos. Saya sendiri melihat mobil itu meledak."
"Kau yakin sudah mencari tahu ke setiap rumah sakit dan memastikan jika dia sudah tiada?"
Lelaki muda itu diam karena dia tidak melakukan apa yang di katakan Mahendra. "Be belum," jawabnya pelan.
"Brengsekkk....! Jadi kemungkinan besar dia masih hidup. Pokoknya saya tidak mau tahu, kau harus menghabisi dia. Jangan biarkan dia hidup berkeliaran di kota ini!" Mahendra marah sebab Syafira adalah ancaman terbesarnya.
"Maksudnya dia masih hidup?" Jhon memastikan pendengarannya.
"Iya, dia masih hidup, Jhon. Kau tidak becus menyingkirkannya. Seharusnya kau periksa dulu apakah dia tiada atau tidak, bukan malah main kabur saja." Bentak Hendra sudah marah.
Dalam hati Jhon selalu bertanya, "Kenapa Mahendra ingin sekali melenyapkan Syafira?"
"Saya tidak ingin terlalu lama menunggu, saya ingin kau segera melenyapkan dia! Atau adikmu menjadi taruhannya." Ancam Hendra menggunakan adiknya.
Tentunya pemuda itu terkejut, dia tidak ingin adiknya menjadi korban karena kesalahan dirinya. "Tidak, tidak. Saya akan segera melakukan apa yang Anda perintahkan. Tapi jangan apa-apakan adik saya." Jhon memohon, dia akan melakukan apapun demi keselamatan sang adik.
Hendra menyeringai, "Bagus, itu baru anak buah setia."
Kini ia menyadari bahwa hidupnya berada di bawah tekanan Mahendra. Hendra selalu mengancam dirinya menggunakan sang adik perempuan. Jika tidak di turuti, Mahendra akan melakukan apapun yang diinginkan sampai tujuannya tercapai. Mahendra selalu mengancam akan membuat hidup adiknya hancur dengan menghancurkan kehormatan sang adik dan itu tidak akan Jhon biarkan.
Biarlah dirinya berkorban asal adiknya selamat dan tidak tersentuh sedikitpun.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!