Mama said, "Bang, gimana udah ketemu calonnya? Mama udah gak sabar mau nimang cucu. Semalam menantunya Ibu Sena udah lahiran, cucunya perempuan lucu banget, mama udah bayangin gendong cucu dari kamu."
Bapak said, "Sampai kapan kami menunggu? ingat umur kamu sudah tidak pantas lagi untuk milih-milih calon istri, kamu mau jadi perjaka tua?"
Adik pertama said, "Bang pacarku udah ngotot minta nikah, gimana ini? aku gak mungkin bilang dia bersabar terus, dia juga butuh kepastian Bang. Orang tuanya juga udah ngatain aku, kalau aku hanya mempermainkan putrinya."
Adik kedua said, "Bang Mama sama Bapak udah semakin tua Bang, gimana dengan calon Kaka Ipar itu Bang, udah ada? Kalau belum, aku mau kenalin Abang sama Kaka teman aku."
Johandra Pov
Namaku Johandra, sering dipanggil Jo. Aku sadar, menemukan yang cocok untukku dan keluargaku tidak semudah dengan mendapatkan teman bisnis. Karena aku tahu, menikah bukan hanya sekedar mengucapkan ikrar di depan pendeta atau ahli agama lainnya. Tetapi menikah ialah menghilangkan ego masing-masing untuk tujuan bersama memulai hidup baru.
Karena mereka bukan lagi dua melainkan menjadi satu. Dan kedua insan yang sudah menikah harus menerima kekurangan dan kelebihan dari makhluk yang dinikahinya.
Tidak cukup hanya itu, kirannya kedua mempelai haruslah menyayangi keluarga dari masing-masing mempelai, baik dari keluarga wanita maupun keluarga pria. Semuanya harus saling mendukung, supaya pernikahan itu ibaratkan kapal yang berlayar ditengah laut, tau kemana dia akan berlayar, dan tidak akan terombang ambing ditengah lautan.
"Aaaaaaaargh" aku muak dengan semua pertanyaan ini, hampir setiap hari notifikasi seperti ini muncul di Hp ku.
Bukannya tidak berusaha mencari, tapi Pertanyaan ini selalu saja menghantuiku setiap harinya. Aku bahkan enggan untuk membalasnya, terlalu sering aku balas yang ada akan berkelanjutan untuk menindas ku dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih pedas, Aku biarkan saja seperti itu setiap harinya.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, bahkan tahun pun berganti tahun. Tidak terasa umurku saat ini sudah menginjak 35 tahun. Hari-hariku kuhabiskan dengan menyibukkan diri bekerja di sebuah kantor yang kudirikan sendiri dengan jerih payah ku. Puji Tuhan usahaku berjalan lancar.
Tapi ini semua tidak menutup diriku untuk merasa tidak kesepian, disaat mereka yang seusia denganku tertawa bahagia dengan istri dan anak-anaknya, menghabiskan waktunya bermain di taman dengan anak-anaknya.
Seketika aku ingin pulang ke kampung halamanku, memeluk kedua orang tua ku yang semakin tua. Kemudian meminta maaf sebanyak-banyaknya, karena sudah mengacuhkan mereka.
Aku terlalu lelah berada di kota yang padat ini. Aku merasa sendiri, bosan, lelah, cemas. Hari-hariku terasa tidak berwarna, aku sadar bisa saja aku mendapatkan semuanya tapi tidak dengan kebahagian.
Aku merasa bersalah terhadap orang tuaku dan juga adik laki-laki ku yang beda dua tahun usianya dariku, yang menunda menikah hanya karena tidak mau mendahuluiku.
Aku menutup Laptopku, bergegas pulang ke rumah. Rasanya hari ini sangat melelahkan setelah melakukan rapat dan meninjau proyek yang berada tidak jauh dari kantorku. Kuraih tasku dan kubawa beberapa berkas yang harus diperiksa terlebih dahulu sebelum menyerahkannya kepada sekretarisku.
Kulihat jam yang melekat di tanganku tidak terasa sudah menunjukkan jam 19:05 WIB setiap hari waktu ku habiskan untuk bekerja. Berangkat pagi pulang malam, setiap hari selalu seperti ini kecuali weekend selalu aku habiskan untuk beristirahat di rumah jika tidak ada jadwal mendadak.
Setelah sampai di rumah, aku langsung bergegas keruang kerja yang berada di lantai bawah. Aku Letakkan tas kerjaku dan beberapa berkas yang kubawa tadi dari kantor, aku beranjak ke kamarku dan langsung kubersihkan diriku terlebih dahulu di bathroom.
Lalu aku turun kebawah untuk makan malam, istirahat sebentar diruang keluarga yang tidak jauh dari ruang makan, kemudian aku melihat pesan dari beberapa kolega bisnisku yang akan mengadakan rapat besok siang.
Kulihat pesan yang lain ada pesan dari mama.
"Bang minggu depan kamu harus pulang ke rumah! ada hal yang penting yang harus Nenek Prita bicarakan, Mama harap kamu bisa datang, kami rindu merayakan natal bersamamu."
Bertepatan minggu depan adalah hari natal, rasanya aku ingin pulang segera. Kalau dipikir-pikir sudah lama aku tidak merayakan natal bersama keluarga, bukan karena apa-apa hanya saja ingin menghindari pertanyaan-pertanyaan yang membuat nyaliku ciut.
Tapi tidak bisa ku pungkiri juga bahwa aku merindukan suasana natal bersama dengan mereka yang kusayang. Tidak menunggu lama, kujawab pesan dari mama "Iya Ma, kalau tidak ada halangan aku akan pulang minggu depan."
Reina Pov
Aku sudah lulus dari salah satu universitas yang banyak digemari di daerahku. Tidak terasa waktu sangat cepat berlalu, rasanya baru tahun lalu aku kuliah, sekarang sudah lulus saja.
Aku masih ingin menikmati acara-acara yang diadakan kampus dan bergelut dalam beberapa organisasi kampus. Tapi aku juga bahagia karena aku mampu menyelesaikan studiku dengan tepat waktu, aku sadar bahwa kehidupan nyata akan segera dimulai.
Aku termenung di depan televisi, selama satu minggu ini pikiranku entah kemana, badan boleh disini tapi pikiran entah sudah sampai dimana.
Aku bertekad harus segera mendapatkan pekerjaan walaupun hanya mengandalkan ijasah SMA, karena ijasah Sarjanaku belum keluar. Berhubung karena covid, jadinya banyak urusan yang terhambat.
Setidaknya setelah tamat kuliah aku tidak lagi membebankan kedua orangtuaku.
Menjadi anak pertama dari 3 bersaudara, mengajarkanku untuk menjadi pribadi yang tidak egois. Sudah cukup bebanku selama ini ditanggung oleh kedua orangtuaku, dan untuk saat ini, dan selamanya jangan lagi.
"Rere kenapa bengong? Awas kesambet," Tiba-tiba suara itu mengagetkanku, aku menoleh ke samping dan melihat Namboru (saudari perempuan bapak) mendudukkan tubuhnya di sampingku. Jarak rumah kami tidak terlalu jauh, hanya sekitar 150 meter. Dalam hati aku bertanya-tanya ada apa gerangan siang-siang bertamu?
"Eh Nam (panggilan sayangku kepada wanita yang berada di sampingku saat ini) sejak kapan ada disini?"
"Baru aja Re, oh ya gimana rencana kamu kedepannya, mau melamar kerja dimana?" tanya Namboru
"Rere masih belum tau Nam, karena ijasah atau SKTL Rere belum keluar. Kalaupun Rere mencari kerja untuk waktu dekat ini, Rere harus menggunakan ijasah SMA," kujawab pertanyaan Nam dengan wajah sendu.
"Oh gitu, gimana kalau kamu kerja di tempat Bang Jo, kebetulan perusahaannya lagi menerima lowongan,"
"Serius ini kan Nam, Ngak lagi bohongin Reina kan?"
"Iya Re, Nam serius"
Aku senang sekali mendengar kabar bahagia ini, gak sabar mau cepat-cepat kerja di kantoran hehehe.
"Rere, minggu depan bang Johan akan pulang. Kamu nanti boleh tanya-tanya sama Bang Johan." ucap Nam sembari mengelus tanganku
"Iya Nam, makasih ya Nam." kupeluk tubuh yang berada di sampingku saat ini (Sambil tersenyum manis)
****
Setelah satu minggu berlalu, kami semua berkumpul di rumah Nenek Prita. Semua keluarga sudah berada di rumah Nenek Prita, baik yang jauh, maupun yang dekat, kecuali cucu pertama Nenek Prita.
Dan tidak akan lama lagi, seseorang yang mereka tunggu-tunggu, juga akan ikut berkumpul. Dan akhirnya kami bisa merasakan suka cita natal penuh, dengan kehadiran semuanya, tanpa ada yang kurang. Karena natal sebelumnya formasinya kurang lengkap.
Hari ini adalah hari dimana Johan akan pulang ke kampung halaman. Setelah mengkonfirmasikan kepada asisten pribadinya untuk menghandle perusahaan selama dia berada dikampung tepat jam sepuluh pagi Johan sudah memasuki pesawat.
Setelah menunggu satu setengah jam, pesawat yang dia naiki mendarat dengan baik di landasan kualanamu dan akan sampai dikampung halaman sekitar tiga jam lebih melalui jalur darat. Johan sudah tidak sabar untuk bertemu orang tuanya, sanak saudaranya, dan Neneknya yang entah apa yang akan dibicarakan sehingga memaksanya untuk segera pulang ke rumah.
Sesampainya dikampung halamannya, Johan langsung memberikan perintah kepada supirnya untuk memarkirkan mobilnya didepan rumah nenek prita yang tampak sejuk dilihat dari luar, karna didepan rumahnya yang ditanami banyak bunga dan dua pohon pinang disisi sebelah kanan dan kiri yang memberikan kesan indah.
Setelah menyadari kedatangan orang yang mereka tunggu-tunggu semua keluarga terutama para orang tua keluar menyambutnya dan memberikan pelukan hangat kepadanya. Anak dari Nenek Prita berjumlah lima orang dan semuanya sudah menikah dan masing-masing sudah memiliki anak, tetapi tak ada satupun cucu dari Nenek Prita yang sudah menikah, oleh karena itu Nenek Prita ingin menjodohkan cucu dari anak perempuannya yang bernama Johandra dengan Reina cucu dari anak laki-lakinya (Marpariban).
"Apa?"
"Apa?"
Sontak Johan dan Reina terkejut dengan kabar yang diberikan langsung oleh Nenek Prita.
"Ini ngak benar kan Nek, mana mungkin aku menikah dengan Abangku sendiri."
Dengan wajah yang memerah Reina menolak perjodohan ini.
"Iya Nek, Nenek bercandakan? Kalaupun Nenek ingin melihatku segera menikah bukan begini caranya, aku akan usahakan segera membawa calonku kesini untuk meminta restu dari Nenek."
"Emang Abang sudah punya calonnya?" Celetuk Mama
Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Jangankan calon istri teman wanita pun aku tidak punya, karena selama ini aku selalu menghindari para wanita yang ingin mendekatiku dan tidak sedikit juga wanita yang dengan sukarela terang-terangan menyatakan cinta kepadaku. Tetapi semua itu ku tolak mentah-mentah, karena aku sudah menyimpan satu nama wanita di hatiku sejak 3 tahun yang lalu aku memendam rasa ini dan hanya aku dan pemilik semestalah yang tau.
"Sudah Ma, tapi...." Aku menjawab pertanyaan Mama dengan pandanganku tidak terlepas dari wajah Reina yang sedang menunduk. Mungkin dia sedang tidak nyaman dengan suasana yang telah di ciptakan oleh Nenek Prita saat ini.
"Tapi apa bang?
Abang belum yakin kalau dia mau sama Abang? Yaelah Bang susah amat hidupmu, pokoknya kamu dan Reina harus menikah." ucap mama tanpa boleh dibantah.
Aku melihat Reina sekilas, matanya sudah berkaca-kaca, dan dia bergegas pulang ke rumah yang tidak terlalu jauh dari rumah Nenek Prita hanya berkisar 100 meter karena rumah kami berada di komplek yang sama.
Aku merasa tidak enak terhadapnya dengan rencana tiba-tiba ini, rasanya aku ingin menyusulnya ke rumah, tapi kuberikan saja waktu untuk dia menenangkan diri.
Reina adalah saudari Johandra yang berasal dari daerah yang sama dengan Johan, Johan memanggil Reina adik sedangkan Reina memanggil Johan Abang. Reina tumbuh menjadi gadis yang baik, manis, ceria, dan cerdas. Diusianya yang baru menginjak 22 tahun, Reina sudah lulus dari Universitas ternama di kotanya .
Pada malam harinya, keluarga besar sudah berkumpul bersama untuk makan malam, hanya Reina yang tidak ada disana. Sepertinya dari perjodohan ini hanya Reinalah yang belum bisa menerimanya.
"Jo, sana ajak Reina makan!" celetuk Mama Johan yang menyadari kalau Reina tidak ada diantara mereka yang sedang berkumpul untuk makan malam.
"Iya Ma." kemudian Johan langsung pergi menemui Reina. Sebenarnya Johan juga menyadari kalau Reina tidak ada bersama mereka, setelah Johan sampai di depan rumah Reina, dia melihat dua orang sedang duduk di teras salah satunya adalah Reina yang sedang pegangan tangan dan bersandar di pundak kiri teman prianya, melihat adegan romantis itu entah kenapa Johan merasa ingin marah tapi kemudian dia menstabilkan emosinya dengan menghirup udara sebanyak-banyaknya dan membuangnya perlahan, kemudian Johan berjalan menghampiri mereka yang belum menyadari kedatangannya.
"Rere, kamu dicariin Mama untuk makan malam di rumah Nenek" seketika Rere kaget atas kedatangan Johan secara tiba-tiba. kemudian Reina duduk tegak dan melepaskan pegangan tangannya dari Andra pacarnya.
"Na, dia siapa?" tanya Andra kepada Reina
"Sepupu aku." Ngak ada salahnya kan dia mengatakan sepupu terhadap Johan, toh sebutan itu juga benar bahwa Johan adalah sepupunya, batin Reina.
"Ooh" kirain siapa, lalu Andra menyodorkan tangannya untuk salaman dengan Johan.
"Andra, pacarnya Reina" Andra menjabat tangan Johan lalu tersenyum manis kepada pria yang sudah menahan emosinya mulai awal dia ada disana
.
"Johan" ucap Johan pendek, lalu menarik tangan Reina untuk pergi ke rumah Nenek Prita.
Belum jauh melangkah Reina menghentakkan tangannya kuat dari genggaman Johan kemudian menatap Johan dengan tatapan tajamnya, tapi Johan menatapnya dengan pandangan sayu.
"Aku belum lapar, kalian makan duluan saja!" sambil melangkah kembali ke rumah Rere mengumpat kesal kepada Johan, karena tindakan seenaknya yang dilakukannya terhadapnya. Entah mengapa setelah pengumuman perjodohannya di hadapan semua keluarganya Reina menjadi benci melihat Abang Sepupunya itu.
Johan berjalan mengikuti Reina dari belakang, seketika Reina berhenti dan berbalik "kenapa belum pulang? kan aku udah bilang aku belum lapar."
"Na kamu makan dulu gih! ntar kamu sakit lagi, aku balik dulu ya besok kita ketemu lagi," Andra bicara dengan lembut seraya mengelus puncak kepala kekasihnya itu, sorot matanya memancarkan ketulusan. Reina merasa gak enak hati terhadap kekasihnya itu, yang sudah menjalin hubungan kurang lebih 2 tahun terakhir ini dan sebentar lagi akan segera berakhir akibat perjodohan yang dilakukan oleh keluarganya sendiri.
"Hati-hati di jalan ya Bang!" Andra mengangguk mengiyakan ucapan kekasihnya itu, kemudian Andra memacu kuda besinya dan berlalu dari hadapan kedua insan yang akan segera menikah berkat perjodohan tersebut.
"Ayok kita ke rumah Nenek" Johan menarik tangan Reina untuk segera mengikuti langkahnya.
Belum sempat melangkah Reina menarik tangannya kembali
"Aku nggak mau kesana. Aku gak lapar, kamu pergi saja sana makan, dan kalaupun aku lapar aku bisa masak disini." Reina memperlihatkan wajah kesalnya terhadap sepupunya itu, lalu berjalan ke rumah dan diikuti oleh Johan dari belakang.
"Rere, aku tahu kamu masih kesal atas perjodohan ini, tapi aku mohon supaya kamu jangan menghindari kita semua! Kasihan Nenek Prita, nantinya Nenek jadi merasa gak enak hati terhadapmu karena merasa memaksakan kehendaknya." mendengar ucapan itu seketika Reina ingin meluapkan semua kegundahan hatinya.
"Jelaskan padaku kenapa kamu menyetujui perjodohon ini? Aku masih terlalu muda, kamu bisa mendapatkan perempuan yang lebih dewasa di luar sana. aku belum siap untuk menikah, aku masih ingin hidup bebas. Aku ingin sukses dengan kerja kerasku, aku belum siap terikat dengan lelaki manapun, aku benci sama kamuuuu." wajah Reina berapi-api mengucapkannya dan seketika itu juga dia menangis dihadapan calon suaminya itu.
Melihat Reina menangis, Johan menjadi kasihan terhadapnya, Johan tidak tega melihat calon istrinya itu merasa frustasi terhadap perjodohan mereka.
"Rere, kalau kamu belum siap untuk berumah tangga denganku aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi aku janji setelah kita menikah nanti, aku tidak akan pernah menyakitimu dan apapun yang kamu inginkan aku akan mencoba menyanggupinya. Dan aku tidak akan menyentuhmu kalau kamu tidak mengijinkannya,"
Belum selesai bicara Reina sudah menimpalinya
"Tentu saja aku tidak mengijinkannya." Jawab Reina dengan kesal
Johan mengangguk untuk menyanggupinya.
"Dan untuk masalah kebebasan, aku memberikan kebebasan untukmu dan tidak akan ikut campur terhadapmu selagi itu masih dibatas wajar. Apa kamu setuju?"
"Ya aku setuju, semoga kamu bisa menyanggupi ucapanmu." kemudian ingin melangkah menuju dapur, tapi belum sempat melangkah pergelangan tangannya sudah ditarik kembali.
"Di dalam bahtera rumah tangga kita, saya harap kamu bisa menjaga diri untuk tidak berhubungan dengan pria lain, termasuk pacarmu itu!"
Mendengar ucapan Johan yang terakhir sontak saja membuat Reina tidak terima
"Apa-apaan sih, kamu tidak boleh ikut campur terhadap hidupku, masa aku tidak boleh berteman dengan kaum pria?" Reina melayangkan protesnya.
Lagi-lagi Johan geram terhadap calon istrinya ini, belum selesai dia bicara sudah ditimpali lagi "Karena bagaimanapun orang-orang akan tahu kita adalah suami istri, jadi saya tidak ingin ada tanggapan jelek terhadap pernikahan kita."
Reina mendengus kesal terhadap ucapan calon suaminya itu.
Keesokan harinya Reina sudah berada di rumah Nenek Prita. Atas permintaan Nenek Prita sendiri, mereka berdua tampak berbincang di dalam kamar.
"Reina, maafin Nenek kerena sudah memaksakan kehendak Nenek terhadapmu," Nenek Prita tampak mengeluarkan air matanya di hadapan cucu perempuannya itu. Melihat air mata yang terjatuh dari netra Nenek Prita, membuat Reina tidak tega untuk menyakiti hati neneknya.
"Nenek gak usah minta maaf sama Reina, Reina yang seharusnya minta maaf sama Nenek, Reina belum bisa menjadi cucu yang baik untuk Nenek, maafin Reina ya Nek" tanpa disadari oleh pemilik netra itu, air matanya luruh juga. Seketika kamar Nenek Prita hening hanya suara isakan yang tersisa, mereka berdua saling berpelukan seraya memberikan penguatan satu sama lain.
Setelah isakan itu reda, Nenek Prita langsung memberitahukan tujuan utama memanggil Reina ke kamarnya.
"Rei, pernikahan kalian akan dilangsungkan tiga minggu yang akan datang." Ucap nenek Prita langsung
Reina langsung shock mendengar ucapan Neneknya itu, tetapi dia menyembunyikan kekagetannya dari hadapan nenek Prita, karena dia tidak ingin Neneknya kecewa terhadapnya.
🌸🌸🌸
Malam ini adalah menit-menit menyambut tahun baru, dimana bagi banyak orang merayakan malam tahun baru dengan berkumpul bersama keluarga besar untuk berdoa bersama dan saling meminta maaf satu sama lain. Keluarga besar nenek Prita sudah berkumpul di rumahnya tanpa terkecuali.
Ting.... ting.... ting.... lonceng telah berbunyi pertanda tahun telah berganti. Keluarga besar nenek Prita sudah berkumpul diruang tamu duduk beralaskan tikar. Nenek Prita duduk bersandar di diantara Johan dan Reina kerena Nenek Prita sengaja menyuruh kedua cucunya itu untuk duduk disebelahnya.
Nenek Prita sendiri yang mengawali untuk pembukaan acara yang mereka adakan.
"Terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkatnya yang tak berkesudahan terhadap kita semua, sehingga saya masih dapat berkumpul bersama anak, menantu dan cucu-cucu saya yang saya kasihi.
Saya harap di tahun yang baru ini kita dapat merasakan kebahagiaan yang berlipat ganda dari tahun-tahun sebelumnya.
Teruntuk cucu saya Johan dan Reina, Nenek minta maaf atas perjodohan mendadak kalian, Nenek percaya bahwa kalian berdua bisa menerima satu sama lain, dan Nenek berharap padamu Johan, kamu bisa membangun bahtera rumah tanggamu dengan baik. Jangan pernah mengacuhkan istri dan anak-anakmu kelak." Johan mengangguk mengiyakan ucapan Neneknya itu.
"Nenek juga berharap kepadamu Reina, jangan sekalipun kamu menganggap pernikahan ini adalah permainan, jangan pernah mengacuhkan suamimu kelak, terimalah apa adanya dia." Reina sedari tadi hanya dapat menundukkan kepalanya tanpa berniat menjawab ucapan nenek Prita.
Setelah seluruh keluarga selesai meminta maaf, kini mereka saling bersalaman dan berpelukan secara bergilir. Dimulai dari Johan yang memberikan salam terlebih dahulu kepada Nenek Prita, dan Nenek Prita membalas salam dari cucunya itu, kemudian memeluknya.
Setelah menerima pelukan dari Nenek Prita, Johan beralih ke sebelah Nenek Prita, lalu menjulurkan tangannya sembari tersenyum dihadapan Reina.
Reina menerima uluran tangan Johan yang ada di hadapannya saat ini tanpa melihat ke arah wajah calon suaminya itu.
"Maafin abang ya Rere," ucap Johan dengan sendu. Karena Johan tahu Reina belum bisa menerima perjodohan mereka. Tanpa melihat wajah sendu itu Reina menarik tangannya dari genggaman tangan Johan, lalu Johan beralih ke yang lain.
Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, saat ini waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Mereka semua sudah mengambil posisi masing-masing untuk tidur. Para wanita tidur di kamar, dan para pria tidur di ruang tamu dengan menggelar tikar yang dilapisi bed cover, dan beberapa diantaranya tidur di sofa ruang tamu.
Johan tidur di salah satu sofa di ruang tamu, dia harus merilekskan badannya saat ini juga. Karena jam enam pagi dia sudah harus berangkat ke bandara, karena dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya di ibu kota. Karena tiga minggu lagi dia akan disibukkan dengan acara pernikahannya.
****
Tepat pada pukul 05:40 WIB Johan sudah rapi dengan pakaian kasualnya. Dia tampak memakai baju kaus berwarna putih tangan pendek, dan celana jeans selutut. Dia sudah memasukkan kopernya kedalam bagasi, kemudian dia masuk ke rumah untuk berpamitan kepada keluarganya.
Johan masuk ke kamar Nenek Prita dan mendapatkan Nenek Prita dan calon Istrinya masih tertidur pulas di atas kasur. Johan mendekati calon istrinya dan mengelus pipinya sembari tersenyum. Tidak hanya sampai disitu, Johan kemudian mencium keningnya. Reina masih terlelap dan tidak menyadari perbutan Johan. Kemudian Johan beralih ke Nenek Prita, lalu mencium pipi Neneknya sembari mengucapkan terimakasih.
Lalu Johan berpamitan kepada kedua orangtuanya, dan kedua calon mertuanya yang sebentar lagi akan menjadi mertuanya. Diikuti dengan keluarganya yang lain yang sudah bangun dari tidurnya.
"Aku titip Adek ya Bu," sembari berpelukan Johan berpesan kepada ibu calon mertuanya untuk menjaga calon istrinya
"Iya Nak jangan khawatir, Ibu pasti menjaga Reina untukmu. Kamu jangan terlalu memikirkannya, fokus sama kerjaan saja supaya cepat kelar. Jangan lupa jaga kesehatan juga!" Ibu mengelus lengan menantunya dengan sayang.
"Iya Bu, terimakasih banyak Bu, karena sudah mempercayakan saya untuk mempersunting adek."
****
Johan sudah berada di rumahnya, dan merasa kesepian karena hanya dia dan satu pembantunya saja yang berada di rumahnya, sedangkan di rumah Nenek Prita sangatlah ramai
Johan jadi sangat rindu dengan suasana kampung halamannya. Memang benar, sejauh apapun kita melangkah rumah berpulang ternyaman tetaplah rumah orang tua kita.
Johan juga Rindu dengan calon istrinya, walaupun setiap bertemu dengan Reina, Reina selalu menghindar darinya. Dan menjawab cuek setiap ada kesempatan untuk mengobrol dengannya, tetapi johan sudah terbiasa dengan tingkah calon istrinya itu. Tatapi entah kenapa, semakin hari Johan semakin gemas melihat calon istrinya itu.
Johan naik kelantai atas kemudian langsung rebahan di ranjangnya, karena merasa lelah setelah perjalanan yang dilakukannya tidak berapa lama Johan langsung terlelap.
Jam lima sore Johan terbangun dari tidurnya, langsung beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah selesai mandi, Johan mengambil Hwp nya yang ada di meja sebelah tempat tidurnya untuk melihat pesan yang masuk ke Hp nya.
Ada beberapa pesan yang masuk dan membahas tentang pekerjaan. Dan ada pesan dari Mamanya yang menanyakan keadaannya, Dan tidak lupa juga dia membaca pesan dari calon ibu mertuanya. Johan melihat foto yang dikirim ibu Reina dan membuatnya langsung tersenyum lebar membayangkan tingkah konyol yang dilakukan calon istrinya dengan sepupunya yang paling kecil, yang masih berusia empat tahun.
Melihat calon Istrinya dengan sepupunya kuncir dua, dan pipi yang penuh dengan garis horizontal mirip seperti Minnie mouse, membuatnya ingin segera ada disana bersama dengan calon Istrinya itu.
Reina memang senang bermain dengan anak-anak, dan anak-anak mempunyai ketertarikan tersendiri untuk dekat dengan Reina.
"Tok tok tok, tuan makan malam sudah siap." wanita paruh baya itu memberitahukan kepada tuannya untuk segera turun untuk makan malam. Bi Idah adalah asisten rumah tangga yang tinggal di rumah Johan. Bi Idah sudah menganggap Johan seperti anaknya sendiri karena Bi Idah merasakan bahwa tuannya itu sangatlah baik.
"Iya Bi" Johan langsung bergegas turun ke bawah untuk makan malam. Setelah makan malam, Johan bergegas ke ruang kerjanya mempersiapkan berkas untuk meeting besok di kantornya.
Selama kurang dari tiga minggu ini Johan disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk di meja kerjanya, tidak jarang juga Johan menghadiri meeting bersama para rekan kerjanya. Johan berusaha menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin. Supaya perusahaan yang di pimpinnya tidak keteteran disaat dia tidak berada di kantor untuk jangka waktu beberapa hari kedepan. Sehingga tidak banyak waktu untuk Johan beristirahat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!