"Kamu adalah orang yang ku pesan," ucap Ariana.
Di suite senior, Ariana mengulurkan tangannya mendorong pria itu jatuh di atas ranjang membuat Pria itu tercengang.
Kemudian Ariana duduk diatasnya.
Tangannya yang halus menepuk wajah Pria itu dengan ringan, matanya berbinar, bulu mata yang lentik dengan senyuman yang menggoda.
"Kamu boleh juga," gumamnya.
Hembusan nafasnya berbau alkohol yang sangat menyengat hingga membuat Daniel mengernyit dengan tatapan jijik.
Wanita yang ingin merayunya tidak lah muda, tetapi wanita yang merayunya dengan cara seperti ini hal yang pertama kali ia temui.
Ini sangat berbeda.
wanita itu merapatkan wajahnya, merangkul erat leher Danie dengan lengannya yang putih dan mulus, lembut seperti sutra.
"Ayo c**m dulu," ucap Ariana dengan manja.
Daniel melotot kearahnya.
"Kamu yakin mau seperti ini?" ucapannya bertanya dengan tenang sambil menghindari bibi merah wanita itu.
"Jangan banyak omong, apakah kamu laki-laki?" ucap Ariana menyerigai.
Mendengar kata-kata yang seperti meragukan kejantanannya Daniel merasa tertantang. Ia menyipitkan matanya sebentar, kemudian membalikkan badannya menatap wanita di bawahnya dengan sinis.
"Laki-laki atau bukan Aku akan membuatmu mengakuinya sendiri," sinis Daniel.
"Ah .... "
Menit berikutnya Ariana merasakan rasa sakit seperti di robek.
Daniel melakukannya berkali-kali hingga Ariana menyerah dan mengakui bahwa pria itu adalah laki-laki sejati.
Esok harinya, Ariana terbangun dengan rasa yang sakit di sekujur tubuhnya. Ia menatap aneh dengan dekorasi mewah di ruangan itu.
"Ini ..!"
Ariana tiba-tiba tersentak dan bangun seketika menyadari apa yang sudah ia perbuat semalam. Adegan mencengkeram dan wangi parfum semalam masih membekas.
Adegan demi adegan semakin muncul di kepalanya.
Tadi malam Ariana mendapati kekasihnya bersama wanita lain, demi membalaskan dendamnya ia juga mencari Pria bayaran.
"Ini adalah hadiah untukmu! B*****n sialan!" ucap Ariana sambil mengepalkan tangannya.
"Kamu sedang mengumumkan apa?"
Suara tenang itu mengejutkan Ariana.
Arian menatap Pria yang baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu menutupi bagian tubuhnya dengan setengah handuk. Air dari rambut Pria itu menetes, wajahnya yang tampan terlihat sangat segar, otot-otot kekarnya terlihat jelas oleh Arian, ia menelan ludah sambil memalingkan wajahnya.
Ariana mengakui bahwa Pria ini benar-benar tampan, apa lagi mempunyai bentuk tubuh yang sangat bagus, tak heran jika dia adalah Pria bayaran, pikir Ariana.
"Kenapa kamu masih belum pergi?" ujar Arian bertanya tanpa melirik Pria itu.
Bibir tipis Daniel melengkung ke atas, terlihat senyum sinis menatap Ariana.
"Karena aku penasaran, setelah kamu berhasil merayuku lalu kamu menggunakan cara seperti apa untuk membuatku bertanggung jawab padamu?" ucap Daniel sinis.
Membuatnya bertanggung jawab itu adalah tujuan yang utama yang di inginkan para wanita yang mendekatinya sebelumnya.
Ariana memutar bola matanya ke atas.
"Siapa juga yang meminta seorang Pria bayaran untuk bertanggung jawab?"
Arian berpakaian dengan cepat, sementara Daniel tercengang dengan kata-kata perempuan itu, bibirnya sedikit terbuka ingin mengatakan sesuatu.
Sementara Ariana cepat-cepat membuka tasnya setelah mengenakan pakaiannya.
"Ini hadiah untukmu, ambillah, servis mu bagus tadi malam,"
Ariana meletakkannya uang sejumlah 4 juta di atas kasur, sambil beranjak pergi.
Daniel terdiam sesaat, matanya melotot. "Apakah wanita ini sudah bosan hidup?" pikir Danie
"Tunggu!" ucap Daniel menahan langkah Ariana. Daniel kesal, tapi perempuan itu sudah berjalan ingin keluar dari ruangan itu.
"Hei, berhenti!"
Teriak Danie dengan menggertakkan giginya dengan kasar sambil menahan emosi.
Ariana berhenti dan menoleh Pria tampan itu, ia tersenyum malu-malu.
"Apakah uangnya masih kurang? itu sudah banyak, sesuai dengan pelayanan kamu, lagi pula kamu juga menikmatinya kan?" Ariana tersenyum simpul.
"Kamu ...," desis Daniel dengan geram.
"Sudah ya, sampai jumpa bay ..." Ariana melambaikan tangannya melangkah dengan cepat meninggalkan kamar suite itu.
Daniel menatap pintu itu, dengan ekspresi wajah yang sangat gelap, menunjukkan kalau ia sedang menahan emosi.
"Wanita itu! lihat saja nanti!" geram Daniel sambil mengepalkan kedua tangannya.
Kalau saja ia tidak sedang memakai handuk, sudah di pastikan Daniel sudah mengejar dan mencengkeram leher perempuan itu. Ia benar-benar merasa terhina oleh perempuan itu.
.
.
.
.
Sembilan bulan kemudian,
Oekk ... oekk... !
Tangis bayi keras terdengar menyelimuti ruang operasi. Melihat bayi-bayi merah yang menunggu untuk di beri makan, Arian terlihat sibuk membersihkan ASI. Ini pertama kalinya ia menjadi seorang ibu, ia merasa kaku, belum begitu telaten bagaimana caranya mengurus bayi. Apa lagi memiliki bayi 4 sekaligus, ia bingung yang mana yang harus di beri makan duluan.
Tepat ketika ia berpikir bagaimana ia bisa mengurus bayi sekaligus, menjadi ibu yang hebat, sebuah wawancara keuangan di TV menarik perhatiannya.
Mata Ariana melebar seketika, ketika ia melihat seorang Pria tampan dengan setelah jas yang mahal dan elegan itu duduk di kursi utama.
"Jaman macam apa ini? Apakah seorang Pria bayaran bisa juga masuk dalam wawancara keuangan? " pikir Ariana sambil menyusui anak-anaknya dan ingin mendengarkan apa yang akan mereka bicarakan?
"Pak Daniel, saya mendengar anda sedang mencari seseorang tapi tidak dapat menemukannya, bolehkah saya bertanya siapa orang tersebut? siapa tau para pemirsa yang ada di rumah bisa membantu anda untuk mencari informasi yang berguna untuk pak Daniel?"
Mata tajam Daniel menatap lurus kedepan, giginya terkunci rapat, menahan emosi yang ia pendam.
"Saya mencari wanita yang uangnya tertinggal di saya, saya akan menggantinya 100 kali lipat!"
Seratus kali lipat?
Daniel berkata dengan lantang, wajahnya semakin gelap. Kemudian ia juga menjelaskan rupa dan penampilan wanita itu.
Ariana yang mendengarkan ternganga, matanya tidak berkedip memandang televisi. Bukankah yang di sebutkan Pria itu adalah gambaran bentuk dirinya.
"Siapapun yang dapat memberikan informasi berharga, saya akan membayarnya dengan harga yang cukup pantas, tidak kurang dari satu miliar,"
"Satu miliar hanya untuk mencari diriku, Pria ini terlalu sombong," gumam Arian.
Arian tiba-tiba memiliki firasat buruk, setelah ia mencari tau tentang Pria bayaran itu. hatinya bergidik ngeri.
"Ternyata dia bukanlah Pria bayaran ...!" Ariana membekap mulutnya dengan tangannya, untung Ariana cepat tersadar, kalau tidak bayinya sudah terlepas dalam gendongan yang sedang ia beri makan, ia tak hentinya merutuki dirinya. Ternyata namanya Daniel Mahesa Anugerah, Presedir direktur perusahaan internasional, hampir di seluruh negara perusahaan Mahesa berdiri sukses. keluarga terkaya, keluarga yang sangat di takutkan oleh kalangan bisnis di manapun.
Dan waktu itu Ariana menyebutnya Pria bayaran, Pria gigolo.
Menatap wajah angkuh Pria itu hati Ariana langsung bergidik, ada ketakutan di wajahnya.
"Jika Pria itu menemukannya, maka habislah aku dan anak-anak ku,"
Tidak, Ariana harus mencari cara agar menghindari Pria itu sejauh mungkin.
Apa yang akan Ariana lakukan? cara apa agar Ariana terhindar dari Pria menakutkan itu?
ikuti terus kisah menariknya. jangan lupa tap love agar kalian mendapatkan notifikasi update terbaru dari novel ku. jangan lupa dukungannya ya, selamat membaca.
Hari berikutnya pak Daniel menerima hadiah spesial.
Daniel menatap bayi dalam bungkusan kain bedong itu dengan seksama.
"Ini ..., "
"Pak Daniel, ini adalah anak dari perempuan yang anda cari itu, ia mengalami kecelakaan dan meninggal saat itu juga. Ia meninggalkan bayi ini," tukas bodyguard Daniel.
Daniel mengambil bayi itu dan menggendongnya. matanya terus menatap bayi mungil tanpa dosa itu, bibirnya sama persis dengan dirinya.
Beberapa ingatan 9 bulan yang lalu mulai muncul di pikirannya.
***
Daniel menatap pintu yang tertutup rapat, ia sangat marah dan kesal dengan kelakuan perempuan itu yang mengatai dirinya gigolo.
Daniel cepat-cepat mengganti pakaiannya, saat ia mau mengambil ponselnya yang ada di tempat tidur, ia melihat ada bekas noda darah di seprai kasurnya. Daniel mendekat dan meraba bekas noda itu. Ia tertegun sejenak.
"Apa maunya wanita itu, sombong sekali dia," Daniel mengepalkan tangannya dengan erat.
"Cari wanita itu!"
Perintah Daniel setelah menelpon seseorang, tidak lupa ia juga menggambarkan bentuk dan paras wanita itu. Ia pun juga menelpon keluarganya untuk membantu mencari perempuan yang sengaja sudah membuatnya marah. Lalu ia mengambil dan menggulung seprai itu, menyimpannya dalam lemari.
Beberapa bulan kemudian, perempuan itu tidak juga mereka temukan, emosi Daniel semakin meluap.
"Saat menemukan mu, aku akan mencincang tubuh mu, tunggu pembalasan dari ku!" kedua tangannya terkepal erat sampai memutih.
Bersamaan dengan itu, Ariana kebingungan saat mengetahui bahwa ia di nyatakan positif hamil.
Ia berpikir akan menggugurkan kandungan itu, Namun pikiran itu berubah seketika, ketika ia menyadari kalau ia tidak memiliki siapa-siapa lagi.
"Tidak, aku tidak akan menggugurkannya, aku akan membesarkan mereka, bagaimanapun caranya aku akan berusaha menjadi kuat. Hanya mereka yang aku miliki saat ini," pikir Ariana mantap.
Iya,
kedua orang tuanya sudah meninggal sejak ia beranjak dewasa, keluarga lainya memusuhinya dan merampas apa yang seharusnya Ariana miliki dari peninggalan orang tuanya. Ariana bertahan hidup dengan sisa uang yang ia miliki hasil tabungan yang orang tuanya berikan.
Ariana menangis sekencang-kencangnya. Mengingat kasih sayang kedua orang tuanya yang begitu menyayanginya. Ayahnya tidak pernah membiarkan siapapun yang menyakitinya, termasuk keluarganya, namun apalah daya, setelah mereka tiada, Arian di perlakukan sangat buruk, bahkan mengusirnya di rumahnya sendiri setelah tepat 40 hari kepergian orang tuanya.
Ariana pergi mengunjungi makam kedua orang tuanya, meletakkan bucket bunga mawar putih di atas pusar keduanya, air matanya tidak dapat terbendung, ia menangis sejadinya.
"Papa, Mama, maafkan Ariana, Ariana berjanji tidak akan menggugurkan cucu kalian, Ariana akan membesarkan mereka," isak Ariana sambil menyeka air matanya.
Setelah pulang dari makam kedua orang tuanya, Arian tampak hidup kembali, mukanya yang selalu murung, kini sedikit kembali ceria dan tersenyum seraya meraba perutnya yang sudah mulai membuncit.
Ia membuka usaha kecil demi melanjutkan hidup, agar uang yang tersisa tidak habis begitu saja, setidaknya ada pemasukan setiap hari pikirannya.
Setelah melahirkan anak-anaknya, Ariana bingung dengan kondisi anaknya yang pertama, yang tidak begitu sehat. Ia pun bimbang, hidupnya sedikit sulit, keuangan sangat terbatas, bagaimana tidak, anak-anak butuh sufor, ASI-nya tidak akan cukup untuk ke-empat anak-anaknya.
Jika salah satu anaknya berada di keluarga Mahesa, ia akan hidup berkecukupan. hidup sehat dan memakan apa pun yang mereka mau.
Akhirnya Ariana memutuskan, akan mengirim putranya yang pertama, ke keluarga Mahesa.
***
Ada keraguan di hati Daniel setelah menerima bayi itu.
"Lakukan tes DNA secepatnya!"
perintah Daniel begitu bariton yang tidak mampu anak buahnya bantah. Keluarganya pun berkumpul dalam situasi ini. Orang tua Daniel memutuskan akan merawat bayi itu, meski nanti, bayi itu dinyatakan bukan anaknya Daniel, mereka tetap akan merawatnya.
Daniel terdiam, tidak menanggapi ucapan kedua orang tuanya.
.
.
.
Tiga hari kemudian, sesuai yang ia inginkan, Daniel menerima hasil tes DNA.Ia terpaku menatap hasil yang tertulis di kertas itu. Keluarganya pun ikut penasaran.
"Dia benar anakku,"
Gumam Daniel tanpa mengeluarkan suara.
Keluarganya ikut mau tau. Sesuai yang orang tuanya katakan tempo hari, mereka akan merawatnya.
"Tidak, aku sendiri yang akan merawatnya, dia putraku," ucap Daniel dengan nada yang dingin.
Semua terdiam tanpa membantah.
.
.
.
Disisi lain, Ariana membawa pergi ketiga bayinya, agar terhindar jauh dari pria yang sombong dan angkuh itu.
Disela menghidupi ketiga anaknya, Ariana menuntut ilmu di negara asing. Dengan biaya yang terbatas ia berhasil meraih mimpinya yang dulu tertunda.
Anak-anaknya tumbuh dengan sehat dan cerdas, menjadi anak yang Sholeh dan Soleha, mereka sangat patuh pada Ariana. tidak sia-sia Ariana mendidik mereka.
Ariana menatap satu persatu anaknya dengan bibir yang tersenyum, senang, ia Ariana sagat senang dengan kehadiran buah hatinya, sambil membagikan makanan yang ia beli barusan.
Mereka meloncat kegirangan.
"Ye .., kita makan!" teriak mereka, sambil berlari mengambil piring dan sendok.
"Yang Mama mana? Kenapa Mama tidak makan?" tanya si Deffa anak laki-laki.
Ariana tersenyum, mereka saling pandang.
"Mama sudah makan sayang, ini buat kalian," ucap Ariana dengan senyum yang tulus.
Reva menatap Revi adiknya yang suka sekali makan, badannya lebih besar dari Reva dan Deffa.
"Kita bagi makanan untuk Mama," ucap Deffa kemudian.
"Kalian berdua saja, makananku tidak akan cukup jika di bagi,"
Revi mendengus, menatap cepat kedua kakaknya, lalu memegang erat piring yang berisi makanannya.
"Dasar rakus, lihat badanmu sudah kayak kerbau," ejek Reva menatap sinis adiknya.
"Biarin, yang penting sehat, ngk seperti kamu, kayak papan triplek," Revi membalas ejekan Reva.
Ariana mengangkat kedua alisnya mendengar pertengkaran anak perempuannya.
"Sudah-sudah, ayo makanlah, kalian tidak perlu membagi makanan kalian, Mama masih kenyang kok," Ariana tersenyum, mereka terdiam.
"Revi, setidaknya kurangi makan yang berlebihan, itu kurang baik buat kesehatan kamu," ujar Deffa menimpali di sela suapannya.
Revi yang di katakan Deffa, hanya diam saja, sambil menikmati makanannya. Tidak begitu lama, makanannya sudah habis.
Cepat sekali dia makan.
Revi langsung membereskan bekas makanannya dan mencuci piring pergi ke-dapur. Yang lain pun begitu, mereka tidak ingin merepotkan mamanya, apa pun yang mereka lakukan, bekas makan baik itu pun bekas bermain, mereka selalu membereskannya tanpa di perintahkan oleh Ariana.
Ariana sangat beruntung memiliki mereka. Meski apa pun yang mereka lakukan belum terlalu sempurna, namun Ariana tetap memuji apa pun hasilnya, mereka semua senang dengan pujian-pujian mamanya.
"Baiklah, besok Mama akan membelikan kalian kue yang enak," ucap Ariana menatap satu persatu anaknya dengan senyum yang mengembang.
Mereka semua membulatkan matanya sambil tersenyum lebar.
"Benarkah ..., "
ucap mereka serentak.
Ariana mengangguk dengan cepat.
"Ye ....! asik ...! "
Teriak mereka sambil meloncat kegirangan. Apa lagi Revi, ia sangat senang, bahkan sudah membayangkan kue yang akan ia pesan sama mamanya
...****************...
Hai reader, tunggu Kisah selanjutnya ya, jangan lupa tap love, dan komen, agar author update lagi ya. terimakasih, selamat membaca karyaku.
Lima tahun kemudian.
Bandara internasional Soekarno-Hatta.
Ariana memakai, pakaian yang tertutup, lengkap dengan masker dan kaca mata hitamnya.
Tidak tahu dalam lima tahun terakhir ini, apakah pria yang ingin 'membalasnya seratus kali lipat' itu masi mencari tau keberadaannya atau tidak.
Jika bukan karena ingin menyelamatkan orang itu, dia juga tidak akan kembali untuk mengambil resiko ini.
Ariana mendorong kopernya dengan perasaan yang tidak tentu. Tentu saja ia sagat gugup dan takut. Langkah kakinya sengaja di percepat, tiga anaknya di belakang juga mengikuti langkahnya yang sama, dengan kaki kaki kecil mereka.
Tiba-tiba suara yang keras bergema di belakangnya, "ma ..., jalannya jagan cepat-cepat dong, aku ikut langkah Mama, sampai-sampai perut ku berasa lapar! aku ingin makan coklat, kue, roti bakar, ice cream dan makan ..."
"Sit ...," Ariana membalikkan badannya, memberi isyarat diam, dengan telunjuk di bibirnya yang tertutup masker itu, karena takut menarik perhatian orang lain.
Revi anaknya yang bungsu, ia sangat suka makan dan jajan.
"Revi, nanti Mama akan membawamu ke toko kue, oke!"
Mata Revi langsung berbinar, dengan cepat ia mengangguk-anggukkan kepalanya.
Di samping Revi, ada seorang anak yang paras wajahnya mirip sekali dengan Revi. Dia adalah Reva kakaknya Revi, ia menggelengkan kepalanya sambil menghela napasnya seperti orang dewasa.
"Masih kecil sudah rakus, bagaimana jika sudah dewasa nanti? kamu akan terlihat gendut dan jelek, kita harus menjaga penampilan kita!" tukas Reva melirik Revi di sampingnya.
Revi menoleh dan menatap Reva dengan malas.
"Memangnya kamu tidak ma makan?" ucapannya sewot.
"Ya makanlah, tapi hanya sedikit," ucapan Reva dengan santai.
"Sedikit, tidak di hitung makan," timpal Revi lagi.
"Di hitung!"
"Tidak, itu tidak termasuk hitungan! Deffan, menurutmu itu di hitung tidak?" tanya Revi, mencari kakak laki-lakinya untuk menjadi orang tengah.
Deffan merasa tidak enak untuk menjawab, ia hanya mengelus kepalanya.
"Aku rasa kalian berdua benar," Jawaban Deffan membuat kedua adiknya merasa kesal, dan melanjutkan langkah kakinya dengan cepat sambil cemberut, lucu sekali.
"Oke, ayo pergi!"
Ariana mengelus puncak kepala Deffan yang kecil. Deffan pun menganggukkan kepalanya sambil mengikuti Ariana dari belakang.
Revi yang postur tubuhnya paling besar di antaranya, berjalan menundukkan kepalanya sambil marah. Secara tidak sengaja, ia menabrak kaki seorang wanita, dan terjatuh ke lantai.
"Hey ...! Apa kau jalan tidak melihat dengan matamu!"
"Tentu saja aku melihat dengan mata," jawab Revi dengan benar.
Revi menatap wanita yang barusan memarahinya.
Tante ini galak sekali.
"Ayo, bangunlah dek,"
Melihat adiknya jatuh, Reva langsung berlari menghampiri Revi, ia membantu adiknya, mengulurkan tangan kecilnya, lalu menatap wanita yang ada di depannya.
Meskipun wanita itu cantik, tapi tidak akan mengalahkan kecantikan mamanya.
Dia tidak suka, wanita itu berkata kasar dan galak, ekspresinya terlihat jelas di wajahnya.
"Kalian ini kenapa menatapku seperti itu? Cepat minta maaf!" Wanita itu berteriak lagi pada Revi dan Reva.
"Tante, maafkan aku," ucap Revi dengan lirih, matanya yang bening sudah berair, tanda ketulusan yang ia ucapkan.
Reva menatap adiknya dengan kesal. Bagaimana adiknya terlihat menjadi tidak berguna.
"Dan kamu! Kamu juga harus minta maaf!" Wanita itu juga menegur Reva dengan angkuh.
Reva menatapnya dengan keras kepala, ia berdiri menatap wanita itu tanpa berkata sepatah katapun.
"Apa yang terjadi?" Ucap seorang dengan suara beratnya, tentu saja dia adalah pria dewasa.
Bersamaan dengan Ariana.
"Ada apa ini?" Suara wanita dewasa ikut berbicara. Pertanyaan mereka dalam satu waktu, hingga membuat Ariana mengangkat wajahnya dan melirik Pria yang barusan ikut bicara. Jantung Ariana berdegup kencang, ia segera menundukkan wajahnya, seakan ingin menenggelamkan dirinya sendiri.
Ternyata pria itu adalah, pria yang ia temui beberapa tahun yang lalu. Daniel Mahesa Anugerah.
Sial sekali bagi Ariana, baru saja ia menjejakkan kakinya di kota kelahirannya, ia harus bertemu dengan Daniel, pria yang angkuh dan sombong.
"Daniel, anak ini sangat kasar, ia sudah menabrak ku, tetapi ia tidak mau juga minta maaf. Lihat dia ..."
Daniel menundukkan kepalanya, untuk melihat Reva. Wajah gadis kecil itu putih dan imut, sangat lucu. Namun matanya yang jernih itu menunjukkan sifat keras kepalanya.
Ariana yang sedang menundukkan kepalanya, melirik kesamping, melihat mata Daniel tertuju pada Reva, ia pun gugup dan berdoa dalam hatinya, semoga Daniel tidak mencurigai mereka, karena Reva dan Revi sangat mirip dengannya.
"Tuhan tolong lah aku, tolong aku ya tuhan,"
hati Ariana berdegup kencang, jantung seperti ingin meloncat di dalam dadanya.
Deffan yang kerap di panggil Deff ataupun Deffa, berdiri di sampingnya, melihat ada yang tidak beres dengan mamanya, dan menatap wajah Daniel dengan mata kecilnya.
Aneh, ini sungguh aneh.
"Wajah paman ini begitu mirip dengannya," batin Deffan.
Deffan penasaran, baru saja ia ingin melangkah, mau menelitinya, namun Ariana sudah menghalanginya.
Ariana segera mengeluarkan masker khusus anak-anak dan memakainya pada wajah Deffan yang kecil itu.
"Ya tuhan, kamu jangan ikut-ikutan juga," gumam Ariana, namun tak terdengar oleh Deffan.
Jika Daniel melihat wajah Deffan, maka habislah sudah mamanya ini. Dengan begitu, Deffan tidak mengerti mengapa mamanya melakukan ini, namun ia tidak berjalan kedepan lagi, ia hanya berdiri di samping Ariana dan hanya memegang tangan mamanya.
"Anak kamu?"
Suara yang dalam dan berkarisma itu tiba-tiba mengejutkan Ariana.
Ariana menganggukkan kepalanya dengan cepat, tidak berani mengeluarkan suaranya, takut Daniel akan mengetahuinya.
"Oh .., anak kecil itu perlu di didik dengan baik dan benar, jika tidak, mereka akan menjadi orang yang tidak tau sopan santun jika sudah dewasa nanti,"
"Kenapa Om bilang kami tidak sopan? Tadi tante ini duluan yang memarahi adikku dengan kasar, tadi dia bilang, adikku jalan tidak pakai mata, jika dia tidak bersikap seperti itu, tentu saja aku sudah minta maaf dari tadi," ucap Reva , seraya mengangkat wajah imutnya, menatap wajah Daniel tanpa rasa takut.
"Kamu! Kamu masih kecil saja sudah pandai bersilat lida," wanita muda dan cantik itu berdiri di samping Daniel, dan menatap Reva dengan mata yang sulit di artikan.
Bibir tipis Daniel sedikit melengkung, ia tersenyum menatap anak kecil yang sudah pandai sekali bicara, ia mengingat ia mirip dengan ....
Sambil memikirkan ini, Daniel kembali menatap Reva dengan hati-hati, kemudian kembali menatap Revi, lalu menoleh lagi pada Ariana yang berpenampilan serba tertutup itu.
Dua anak ini sangat mirip dengannya, apakah dia juga, ibu dari kedua gadis kecil ini juga?
Ariana mengangkat kedua matanya, menatap mata Daniel yang sangat tajam, ia berusaha untuk terlihat tenang, tangannya meremas ujung baju Deffan.
Tatapan Daniel sangat dalam, membuat Ariana gugup. jantungnya berpacu cepat.
"Ya tuhan, habislah sudah, mampus la kita,"
"Kamu ...,"
Baru saja Daniel ingin bicara, tiba-tiba Deffan memotong kalimatnya.
"Aku mau pipis, aku mau pipis, aku sudah tidak tahan lagi, ayo antar aku ke toilet!"
deffan menarik narik tangan Ariana dengan memelas dan manja, meskipun ia tidak tau apa yang sebenarnya, namun Deffan merasakan kepanikan mamanya.
"Karena Mama takut dengan paman ini, maka aku harus membantu Mama untuk menjauhi paman ini," pikir Deffan.
Ariana tidak pernah berpikir kalau Deffan punya ide seperti ini, Ariana tertegun sejenak.
"Baiklah, Mama akan mengantarmu ke toilet,"
Selesai bicara, ia membawa Deffan menghindar dan pergi.
Ada apa sebenarnya?
Reva dan Revi saling pandang, kemudian ikut menyusul langah kaki Mama dan Deffa.
Daniel yang hendak mengejar, tiba-tiba di panggil oleh wanita yang bernama Sela itu.
"Daniel, sudahlah, lupakan anak-anak itu, tidak perlu mengejar mereka lagi,"
Bibir Daniel melengkung, dan tersenyum dengan sarkastik.
"Kurasa kata-kata anak itu ada benarnya, bisa jadi buka mereka yang tidak sopan,"
Sela mengerutkan keningnya.
"Daniel, apa maksud kamu, kamu tidak mungkin lebih mempercayai seorang anak kecil, ketimbang aku kan? kita sudah berteman sejak kecil dan tumbuhan bersama, seharusnya hubungan kita sudah saling dekat,"
Dekat?
.
.
.
.
Ayo reader, jangan lupa komentarnya ya, like dan vote karya author, semoga karya ini menghibur kalian semua. terimakasih 🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!