Hai reader, selamat membaca
rate 18+
Di bawah cahaya lampu yang temaram. Sepasang kekasih tanpa mengenakan busana, terlihat sedang bergulat mesra di atas ranjang.
Suasana yang hening dan panas. Membuat keduanya tampak menikmati setiap gerakan yang dilakukan. Lenguhan demi lenguhan pun sontar terdengar, memenuhi ruangan kamar apartemen tersebut.
Butiran-butiran keringat pun, terlihat membanjiri tubuh sepasang makhluk yang sedang menikmati indahnya surga dunia. Suara ******* kini terdengar dari mulut Devano dan juga Helena, sepertinya mereka sudah hampir menuju puncak.
Pria itu semakin mempercepat gerakan maju mundurnya, membuat wanita yang ada di bawah Kungkungannya kembali merasakan kenikmatan yang tiada tara.
Namun, disaat mereka nyaris mencapai puncak menara. Tiba-tiba saja lampu kamar apartemen menyala dengan sendirinya, awalnya Devano tidak memperdulikan kenapa lampu bisa menyala sendiri.
Sebab ia hanya fokus pada pusakanya, yang sebentar lagi akan mengeluarkan cairan lava kenikmatan. Akan tetapi, Helena yang mengetahui jika ada orang lain lagi di kamarnya. Langsung mendorong Devano agar menghentikan aktivitas dan segera menutupi tubuh polosnya dengan selimut.
"Kenapa berhenti, Mas? Padahal aku sedang menikmati tontonan seru ini," ucap Valerie, dengan santai.
"V-valerie," pekik Devano. Ia begitu terkejut dengan kehadiran istrinya yang memergoki dirinya tengah bermain gila bersama wanita lain.
"Kenapa kamu terkejut, mas? Dan lihat wajahmu pucat sekali … ah, aku tahu pasti karena kau gagal meluncurkan rudal mu kan? Hmm, maafkan aku," sindir Valerie, wanita itu menyeringai ke arah suaminya dan juga Helen yang sedang tertunduk.
"S-sayang, a-aku bisa jelasin. A–," terpotong.
"Jangan terburu-buru, Mas. Santai saja, jika kau ingin melanjutkan aktivitas mu … silahkan saja, aku akan menunggu. Em, apa perlu aku mendokumentasikannya untukmu?" ejek Valerie, sambil memutar-mutar jarinya di atas bibir cangkir teh.
"Astaga dimana bajuku?" gumam Vano, yang sibuk mencari keberadaan bajunya.
"Mas, kamu nyari baju ya?" tanya Valerie sambil menyesap teh hangatnya.
"Dimana bajuku?" Vano menatap getir pada sang istri, yang malah terlihat begitu santai.
Valerie tersenyum manis ke arah Devano yang tengah berdiri tanpa busana. "Tadi pas aku kesini. Aku liat baju kamu dan dia berserakan di atas tangga. Kamu taukan aku orangnya tidak suka dengan hal yang berantakan, jadi aku membantu kalian mencuci baju … baikan aku,"ungkap Valerie sambil terkekeh. Dan seketika sebuah seringai pun muncul di sudut bibir Valerie. Ketika mengingat dua jam yang lalu, sebelum ia duduk santai di ruangan tersebut.
Dert … dert.
Sebuah panggilan masuk dari seseorang bernama Mr X, yang merupakan seorang detektif yang disewa oleh Valerie dua bulan lalu untuk memata-matai kemanapun suaminya pergi.
"Apartemen Cempaka, lantai 4, no 206," suara berat terdengar dari balik telpon.
"Oke, thank you. Aku akan segera mentransfer sisa pembayarannya setelah aku berhasil menangkap basah pria bajingan itu."
Kliik, sambungan terputus
🌼🌼🌼
Apartemen Cempaka.
Sebelum masuk ke dalam apartemen, Valerie mencoba menguatkan hati dan tubuhnya agar tidak bergetar. Ia juga mencoba untuk tetap tenang dan tidak terpancing oleh emosinya, ketika ia benar-benar melihat sang suami bersama wanita lain.
"Ayo Val, kamu bisa. Kamu kuat," gumamnya menguatkan diri sendiri
Klek …
Valerie membuka pintu apartemen yang kebetulan tidak terkunci. Saat ia masuk suasana apartemen itu terlihat sangat sepi.
Awalnya ia tidak yakin jika suaminya berada di tempat tersebut tapi, setelah ia masuk lebih dalam lagi dia melihat beberapa pakaian yang tidak asing baginya yaitu pakaian milik suaminya.
Tak hanya pakaian suaminya saja, ia juga melihat pakaian milik wanita lain yang berserakan di sepanjang anak tangga.
Valerie menarik nafasnya panjang, dan mulai memunguti satu per satu pakaian yang berserakan. Kemudian ia memasukkan semuanya ke dalam mesin cuci termasuk dompet dan ponsel.
Setelah selesai dengan urusan pakaian, Valerie berjalan menuju dapur dan menyeduh satu gelas teh hangat untuk ia nikmati sembari menonton suaminya yang tengah beradegan panas dengan wanita lain.
Selesai dengan teh hangat, ia mulai berjalan menuju kamar tempat dimana suaminya berada. Entah ini keberuntungan bagi Valerie atau Vano yang ceroboh mengunci seluruh pintu, sebab pintu kamar utama apartemen terbuka lebar begitu saja.
Suasana kamar yang gelap, seolah mempermudah Valerie untuk bisa masuk tanpa diketahui oleh kedua orang yang tengah dimabuk asmara.
Jujur saat ini hati Valerie tengah hancur, sehancur-hancurnya. Darahnya mulai mendidih, manik matanya bergetar tak kuasa menahan bulir bening yang sudah membendung. Tangannya mengepal dengan erat, ingin rasanya ia mengamuk menarik rambut dan menampar wanita juga suaminya.
Namun, semua emosi itu ia tahan. Dia tidak ingin menggunakan kekerasan dalam menghadapi setiap masalah. Karena menurutnya, untuk apa ia harus membuang-buang tenaga hanya karena memperebutkan pria tak setia seperti Devano.
Selama satu tahun ia menikah dengan devano, kehidupan rumah tangganya berjalan dengan harmonis.
Tidak ada perubahan sikap apapun yang membuat Valerie curiga jika suaminya itu berselingkuh. Meskipun banyak orang yang mengatakan, jika mereka beberapa kali melihat Devano sedang berjalan dengan wanita lain.
Namun Valerie tidak pernah percaya pada orang-orang yang memberitahunya. Karena merasa jengah dengan ucapan orang-orang terdekatnya, sampai akhirnya ia memutuskan untuk menyewa seorang agen rahasia, untuk membuntuti suaminya.
Dan hari ini untuk pertama kalinya, ia melihat dengan mata dan kepalanya sendiri jika suaminya benar-benar menduakan dirinya bersama wanita lain.
10 menit telah berlalu, Valerie yang sudah tidak tahan melihat suaminya beradegan panas dengan wanita lain, memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Ia menekan tombol lampu yang ada di dekatnya, membuat kedua sejoli itu terkejut.
Dan disinilah kini dia berada, menonton sebuah pertunjukan yang begitu mengiris hati sembari menyesap secangkir teh hangat buatannya sendiri.
Sluuurrppp
"Emm … tehnya enak sekali. Dimana kamu membelinya?" tanya Valerie dengan ramah, ia berbicara tanpa melihat ke arah wanita yang sudah menggoda suaminya.
Wanita itu tidak menjawab pertanyaan Valerie, ia hanya menunduk menutupi wajahnya dengan rambut.
Kamar apartemen itu terdengar hening. Devano, yang terlihat seperti anak kucing yang kepergok mencuri ikan asin, tak berani berbicara apapun. Ia hanya diam tak berkutik.
Valerie menarik nafasnya panjang, dan bangkit dari duduknya
"Huft, baiklah sepertinya aku terlalu lama berada di sini. Sebaiknya aku pergi, oh ya mas kamu tidak usah buru-buru pulang untuk menjelaskan aku akan membebaskanmu mulai detik ini."
"Apa maksud kamu Val?" Vano mulai panik mendengar ucapan istrinya.
"Nanti kamu juga akan tau mas," ujar Valerie. Ia hendak pergi tapi langkahnya terhenti karena ia teringat akan sesuatu.
"Ish sial!" desis Valerie, dia mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya.
"Aku lupa, aku punya hadiah buat kamu mas." Valerie melemparkan, selembar kertas ke hadapan suaminya
"Sayang, apa ini?" Vano mengambil kertas tersebut.
"Itu surat perpisahan kita. Kamu gak usah khawatir, kamu cuman perlu tanda tangan, sisanya biar pengacara aku yang urus."
"Tapi Val, aku tidak mau pisah sama kamu."
Valerie kembali, menghampiri suaminya dan mengelus rahang pria berusia 27tahun itu dengan lembut.
"Hmm, sebenarnya aku juga tidak ingin berpisah denganmu, mas. Tapi aku kasihan dengan kekasihmu jika aku tidak melepasmu lalu, bagaimana dengan nasib dia? Dia sudah menyerahkan harga dirinya padamu. Jika bukan bersamamu mungkin tidak akan ada pria lain lagi yang menginginkannya," sindir Valerie membuat Helena tertegun.
"Jaga mulutmu!" sentak Helena, ia tidak terima dengan sindiran Valerie yang dilontarkan oleh istri kekasihnya.
"Kenapa? Kau tersinggung? Aku benarkan … jika bukan dengan suamiku kau tidak akan laku, jika para pria minat pada mu tidak mungkin kan kau menggoda pria yang sudah memiliki istri," timpal Valerie menatap tajam Helena.
"Aku tidak menggoda suamimu tapi, suamimu sendiri yang datang padaku," elak Helena membela diri.
"Aku tahu dan karena aku baik, jadi biar aku saja yang mengalah. Melepaskan pria bajingan seperti dia dan memberikannya pada wanita penggoda seperti mu!" sambung Valerie dengan nada menekan.
"Val … aku mohon jangan seperti ini." Vano menarik tangan istrinya tapi, Valerie dengan cepat menepis tangan tersebut.
"Aku pergi dulu mas, sampai ketemu di pengadilan," pamit Valerie, ia mengenakan kaca mata hitamnya dan melenggang pergi dari kamar yang sejak dari tadi membuat dadanya sesak.
Setelah ia keluar dari sana, bulir bening yang sejak tadi ia tahan agar tidak jatuh di hadapan suami dan wanita itu akhirnya tak dapat terbendung lagi.
Butiran-butiran bening pun, kini tumpah membasahi pipi Valerie dengan deras.
"Val!!! Valerie tunggu aku … Val!" teriak Devano yang memanggil nama istrinya, dia terus mengejar sang istri sampai ke lobby apartemen.
Devano, yang keluar hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya membuat semua penghuni apartemen itu menatap Devano dengan aneh. Tapi pria itu tidak memperdulikan semua orang, ia hanya fokus mengejar sang istri yang semakin jauh darinya.
"Val, aku mohon jangan tinggalkan aku!!" lirih Vano sambil berlari.
Bersambung.
Rate 18+
Saya terima nikah dan kawinnya Valeriea laruna binti Hartawan rajasa dengan mas kawin satu unit rumah di bayar tunai.
Sebuah janji suci yang diucapkan Devano Aldebaran satu tahun lalu, di hadapan penghulu dan juga mendiang ayahnya.
Suara itu terdengar lantang, dan tulus. Membuat Valerie yang duduk di samping Devano, dengan balutan gaun pengantin berwarna putih menitikan air mata bahagia.
"Sayang, aku janji aku akan selalu mencintaimu sampai kapan pun. Dan akan aku pastikan tidak akan pernah ada orang ketiga, dalam hatiku. You're the only one in my heart, Val."
Sebuah janji manis yang dilontarkan oleh devano, terngiang-ngiang di telinga Valerie.
[Pembohong! kamu pembohong mas!! Kamu penipu! Dasar brengsek!! Aku membencimu Devano!! Aku sangat membencimu," umpat Valerie dalam batinnya.
Ia berjalan dengan cepat, meninggalkan kamar apartemen milik wanita yang sudah merebut suaminya.
Air mata dibalik kacamata hitamnya yang tak berhenti mengalir membuat pandangan Valerie sedikit kabur, ditambah lagi Devano yang terus mengejarnya membuat wanita itu terus berlari tanpa melihat apapun yang ada di hadapannya. Dan tanpa sengaja ia menabrak seseorang yang sedang berjalan sambil menelpon di lobby apartemen.
Bugh..
Valerie, terjatuh cukup keras. Membuat wanita cantik itu meringis.
"Awww,, shhh," ringis Valerie, menyentuh sikunya yang membentur lantai.
"Apa kau tidak punya mata nona?" tanya pria itu dengan ketus.
"Kau pikir, loby ini lapangan bola! Yang bisa dipakai untuk berlari-lari!" Sambung seorang pria yang berbicara tanpa henti.
"M-maafkan saya tuan, saya tidak sengaja," ucap Valerie dengan bibir yang bergetar, wanita itu berusaha bangkit dari jatuhnya.
"Maaf, maaf mangkanya kalau jalan itu pakai–,"
Seketika ucapan pria itu terhenti. Manik matanya yang berwarna hitam membulat dengan sempurna, dan jantungnya berdetak dengan kencang. Saat wanita yang sedang ia marahi itu tiba-tiba menarik tengkuk lehernya dan menempelkan bibir ranum wanita tersebut ke bibirnya. Membuat semua orang yang berada di lobby apartemen melihat ke arah mereka.
[Apa-apaan ini? Berani sekali dia menodai bibirku yang suci,] Gumam batin pria yang bernama Gerald Alexander Dhanuendra.
Seorang pria berusia 30 tahun, yang merupakan CEO di perusahaan besar miliknya yang bernama Sunshine group.
Gerald, mencoba melepaskan dirinya dari wanita yang tiba-tiba saja mencium bibirnya di depan umum.
Namun, Valerie yang masih melihat suaminya berada di lobby. Tidak melepaskan Gerald, wanita itu malah semakin mengeratkan tautan bibirnya.
[Sial, ada apa dengan wanita ini? Sepertinya wanita ini tidak waras. Tapi, kenapa jantungku berdegup kencang seperti ini.] Gerald yang baru pertama kali merasakan ci*uman itu hanya diam terpaku merasakan detak jantungnya yang tidak biasa .
Sampai suara alarm kebakaran berbunyi dan Vano pergi dari lobby, Valerie baru melepaskan bibirnya dari bibir Gerald.
Valerie tampak tersenggal, karena menahan napasnya ketika mencium bibir pria yang tidak ia kenal itu.
"Maafkan saya Tuan," ucap Valerie, dengan wajah tanpa dosa. ia hendak pergi meninggalkan Gerald Tapi, langkahnya terhenti ketika pria itu menarik tangan Valerie dengan cepat.
"Yak, mau kemana kau? Apa kau pikir, setelah melakukan itu padaku di hadapan umum kau bisa pergi begitu saja!" Dengus Gerald mencengkram pergelangan tangan Valerie dengan erat.
"Tuan lepaskan saya," lirih Valerie, sambil terisak.
[Kenapa wanita ini menangis? dia yang sudah melecehkanku. Kenapa dia yang menangis?] bisik batin Gerald heran.
"Tuan, ayo kita pergi telah terjadi kebakaran di lantai atas," seru sekretaris pribadi Gerald bernama Rendy Atmaja, berusia 30 tahun.
Suara alarm kebakaran yang tak berhenti berdering, membuat seluruh penghuni apartemen itu berhamburan menyelamatkan diri. Gerald yang terus ditarik oleh sekretarisnya, akhirnya melepaskan cengkraman tangannya dari tangan Valerie.
Karena banyaknya penghuni apartemen yang berhamburan keluar gedung, membuat Gerald kehilangan jejak wanita yang sudah mencuri ci*uman pertamanya.
🌼🌼🌼
Apartemen lantai 4
Helena, yang saat itu hendak menyusul kekasihnya ke lantai bawah, Mengurungkan niatnya. Saat ia mendapati apartemennya telah dibanjiri oleh air sabun yang berasal dari mesin cuci.
Melihat apartemennya penuh dengan busa deterjen Ia jadi teringat, pada ucapan istri pacarnya yang menyebutkan jika dia memasukan semua baju miliknya dan juga Vano kedalam mesin cuci.
"Ish, sial! berapa banyak deterjen yang dia masukan ke dalam mesin cuciku? Wanita itu benar-benar membuat rumahku berantakan!" geram Helena, kesal.
Saat dirinya akan kembali ke dalam kamar, untuk menelpon bagian staff apartemen. Seketika suara ledakan yang berasal dari dapur terdengar, membuat Helena refleks menjongkokkan tubuhnya.
Duaarrr....
Suara dari kompor gas yang sejak tadi menyala, dengan teko kosong di atasnya itu meledak. Dan menyebabkan kebakaran.
Api itu terus merambat dengan cepat, melahap apapun yang ada di hadapannya. Helena yang melihat kobaran api di hadapannya kian membesar, terlihat begitu panik. Dan berteriak untuk meminta tolong tapi, keadaan apartemen lantai 4 telah sepi sehingga tak ada satupun orang yang membantunya.
"Tolooongg! Kebakaran!! Uhuk … uhuk," teriak Helena, ia terbatuk-batuk karena telah banyak menghirup asap.
Beberapa menit kemudian, Devano yang sudah punya firasat jika kebakaran itu berasal dari kamar apartemen Helena. Langsung mencari keberadaan kekasihnya.
"Helen!!" Teriak Devano memanggil pacar gelapnya.
Ia menerobos api yang kini sudah melalap sebagian besar apartemen yang di tempati oleh Helena.
"Helen!! Kamu dimana?" Devano terus memanggil Helen, yang tak kunjung menjawab
Vano yang merasa khawatir dengan keadaan pacar gelapnya itu, langsung mengambil sebuah kain. Ia membasahi kain tersebut lalu memakainya seperti jubah, dengan penuh keberanian Devano naik melewati anak tangga yang hampir termakan habis oleh si jago merah.
Saat vano sampai di lantai atas. Matanya terbelalak ketika mendapati kekasih rahasianya itu telah tergeletak tak sadarkan diri di depan pintu kamar dengan wajah yang terluka.
"Helen!" Devano menghampiri kekasihnya
"Helen bangun, sayang." Devano menepuk-nepuk pipi Helen agar wanita itu sadar.
Karena api yang terus membesar, dengan bantuan damkar Devano akhirnya berhasil membawa Helen ke luar dari kebakaran, dan merujuknya ke rumah sakit.
🌼🌼🌼
Kantor Sunshine group
Gerald, yang sedang duduk di kursi kebesarannya tampak merenung. Bayangan akan sosok wanita yang sudah mencuri ci*uman pertamanya terus melintas dalam benaknya.
Meskipun bibir itu hanya menempel beberapa menit tapi, kehangatannya masih terasa sampai sekarang.
"Sial! Kenapa wanita itu terus muncul dalam pikiranku?" dengus Gerald mengusap wajahnya kasar.
"Aku penasaran, siapa wanita itu sebenarnya? Berani sekali dia mencuri ciuman pertamaku. Bahkan setelah dia mengambilnya, tanpa rasa bersalah dia pergi meninggalkan ku begitu saja!" gerutu Gerald. Dia memanggil sekretaris pribadinya untuk masuk ke ruangannya.
"Ya tuan, anda memanggil saya?" tanya Rendi. Pria itu dengan sigap berdiri di samping bosnya.
"Cari rekaman cctv apartemen itu, dan bawa kemari!" titah Gerald dengan wajah datar
"Rekaman cctv? untuk apa tuan?" Rendi mengerutkan keningnya heran, kenapa tuannya meminta rekaman cctv apartemen tersebut.
"Ren, apa kau bosan dengan jabatan mu yang sekarang?" Tanya Gerald dingin.
Mendengar pertanyaan bosnya. Rendi yang tak ingin kehilangan jabatannya dengan cepat pergi mencari apa yang diinginkan oleh bos besarnya.
Sementara itu, Valeri yang sedang berada di tepi sungai. Tampak tertunduk dengan pipi yang basah karena bulir bening yang terus keluar dari kelopak matanya.
"You're the only one in my heart.Cih," decak Valerie, sembari menyunggingkan sudut bibirnya.
Bersambung.
rate 18+
happy reading.
"Wajahku," rintih Helena, yang melihat pipinya terluka dalam pantulan cermin.
"Semua ini gara-gara, wanita itu! muka ku jadi hancur!!" erang Helena melemparkan cermin yang ada di tangannya sampai pecah.
Prank...
Cermin itu hancur berhamburan, membuat Devano yang sedang mengobrol di luar bersama seorang dokter langsung masuk menghampiri Helena.
"Helen, apa yang terjadi?"
"Apa yang terjadi? kamu nggak lihat wajah aku hancur gara-gara istri kamu mas!" Helen menaikan nada bicaranya satu oktaf.
"Aku begini karena istri kamu, wanita itu sudah menghancurkan semuanya mas!!" bentak Helen pada Devano.
Devano diam tak bergeming,
"Aku harus melaporkannya ke polisi," ucap Helena, dengan penuh amarah.
"Nggak, Helen aku nggak setuju kalau kamu laporin istri aku ke polisi," protes Devano tak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Helen.
Helen menatap Devano dengan tajam.
"Kenapa? karena dia istri kamu … jadi kamu nggak rela kalau lihat dia di penjara begitu mas! Dia wanita jahat, dia sudah menghancurkan apartemen ku mas! yang lebih penting dia sudah membuat wajah ku menjadi seperti ini!!" Cerocos Helen dengan dada naik turun karena emosi.
"Tidak, Helen. Valerie tidak jahat, justru kita yang jahat kita sudah menyakiti perasaannya, jadi wajar kalau dia marah," ucap Vano membela istrinya
"Kita mas? bukankah kamu yang maksa aku buat jadi simpanan kamu, kenapa kau menyalahkan aku kalau aku yang jahat!" ujar Helena. tidak terima jika dirinya ikut di salahkan
"Tapi kamu jugakan yang sudah menggoda aku, kau sudah tahu kalau aku sudah beristri tapi kau masih saja ingin berhubungan denganku!"
"Kok kamu jadi nyalahin aku sih mas!"
"Memang kenyataannya seperti itu kan, kamu tiba-tiba datang ke aku terus curhat tentang kehidupan kamu yang menyedihkan. Sampai aku iba sama kamu dan kamu maksa aku buat jadi pacar kamu!!" ungkap Devano, mengungkit masa lalu ketika pertama kali Helen mendekatinya.
"Ya itu iman kamu aja yang tipis, kalau kamu bener-bener cinta sama istri kamu. Kamu nggak akan tergoda sama wanita manapun termasuk aku," seloroh Helen, dengan mata penuh amarah
"Terserah kamu lah, aku pusing berdebat sama kamu, mending aku cari istri aku sekarang dari pada nemenin kamu di sini." Devano pergi meninggalkan Helen, sembari mengacak-acak rambutnya
"Loh, mas! kamu nggak bisa tinggalin aku gitu aja, mas!!" teriak Helen memanggil Devano, yang sudah menghilang di balik pintu.
"Ck, argh! Lihat saja kamu Valerie, aku akan membalas semua perbuatanmu padaku!" decak Helen frustasi.
🌼🌼🌼
Rumah kediaman Valerie dan Devano
Valerie, duduk di depan meja riasnya. ia terlihat sedang memoles wajah cantiknya dengan make up.
Malam ini ia terlihat sangat berbeda, jika biasanya selalu menggunakan make up natural tapi malam ini ia memoles wajahnya dengan warna makeup yang berani.
Bibirnya yang biasa terlihat pink, kini ia merubahnya menjadi merah merona. Valerie yang mengenakan balutan dress berwarna hitam, dengan belahan dada rendah dan juga belahan di bagian paha yang cukup tinggi, membuat Valerie terlihat semakin cantik dan seksi.
Setelah merasa pas dengan apa yang di kenakan olehnya, Valerie pun pergi ke sebuah klub untuk merefresh otaknya yang di penuhi dengan beban berat.
Valerie, memacu laju mobilnya dengan kecepatan tinggi. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman ketika ia mengingat suaminya yang bermain gila bersama wanita lain.
Cekiiiiiiitt
Suara decitan dari rem mobil yang mendadak berhenti akibat menghindari mobil yang melesat dengan cepat di hadapannya, membuat kening penumpang yang berada di kursi belakang mobil itu terbentur.
"Rendi! kalau bawa mobil itu hati-hati. Kau mau mati!!" Tegur Gerald, ia menyentuh keningnya yang nyeri.
"Maaf tuan, barusan ada mobil ugal-ugalan," ungkap Rendi yang juga terkejut. Ketika mobilnya hampir menabrak, untung saja Rem mobil yang di kendarai Rendi dan tuannya pakem jadi ia bisa cepat menghindar jika tidak keduanya akan wassalam.
"Kejar mobil itu Ren, dia pikir jalanan ini milik nenek moyangnya apa!" titah Gerald pada Rendi.
Rendi mengangguk, ia langsung melajukan mobilnya cepat dan mengikuti mobil yang tadi hampir ia tabrak.
Valerie yang masih memacu kecepatan mobilnya dengan tinggi, sadar jika ada sebuah mobil yang mengikutinya dari belakang.
"Sial, siapa yang berani mengikuti ku?" desis Valerie, ia semakin menambah kecepatan mobilnya.
"Gila, mobil itu malah semakin cepat." gumam Gerald yang ikut gemas dengan keahlian si pengemudi.
"Tuan sepertinya yang mengendarai mobil itu adalah seorang wanita," sahut Rendi, sembari fokus ke jalanan.
"Wanita yang menarik, tambah lagi kecepatannya Ren jangan sampai kita kehilangannya," perintah Gerald, yang penasaran dengan sosok wanita yang ada di balik kemudi mobil merah tersebut.
🌼🌼🌼
Crisant Klub
Dua mobil yang saling kejar-kejaran di jalan raya itu, akhirnya menepi di sebuah parkiran Klub malam di kota edelweis.
Valerie yang turun lebih dulu, langsung buru-buru masuk kedalam Klub untuk menghindari orang yang mengejar mobilnya.
[Tunggu, bukankah itu wanita yang ada di apartemen? sedang apa dia di sini?] gumam batin Gerald penuh tanya.
"Ayo kita turun Ren," ajak Gerald pada sekretaris pribadinya.
Rendi berjalan di belakang tuannya, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan untuk mencari wanita yang di sebutkan oleh Gerald.
Ia terus memutar kedua bola matanya mencari keberadaan wanita yang dimaksud oleh bosnya, hingga akhirnya Rendi berhasil menemukan wanita itu sedang duduk dikerubungi oleh tiga pria hidung belang.
"Tuan, di sana." Rendi menunjuk kearah salah satu room club.
"Akhirnya aku menemukanmu, Nona," bisik Gerald, dengan seringai di bibirnya.
Gerald dan Rendi segera menghampiri Valerie, yang sedang berbincang dengan tiga orang pria yang tak dikenal. Karena pakaian Valerie yang begitu terbuka membuat ketiga pria itu terus memindai sekujur tubuhnya yang terekspos.
"Ekhem, Sayang. Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya seorang pria yang tiba-tiba datang, memanggil Valerie sayang.
Gerald menyenderkan tubuhnya di daun pintu dengan tangan yang terlipat di dada, membuat Valerie dan ketiga orang itu menatapnya heran.
"Siapa kau?" sahut, seorang pria bertubuh kekar.
"Siapa aku? Sayang apa kau tidak memberitahu mereka kalau kau sudah menikah?" timpal Gerald dengan percaya diri.
"Katakan pada mereka kalau aku ini suamimu," sambung Gerald dengan tatapan penuh arti.
Valerie yang tidak kenal dengan pria yang mengaku suaminya itu, mengerutkan keningnya penuh tanya.
"Jangan mengaku-ngaku kau, dia bilang dia adalah wanita singel." ujar pria yang bertubuh kurus.
"Astaga, Sayang aku tau kau marah padaku. Tapi, kenapa kau tega tidak mengakui pernikahan kita … aku mohon maafkan aku dan ikutlah pulang bersamaku, ya," pinta Gerald dengan wajah memelas
"Siapa kau? aku tidak mengenalmu," tukas Valerie menggelengkan kepalanya.
"Astaga Sayang, kita baru bertengkar lima menit yang lalu dan kau sudah melupakanku, kau sungguh kejam Sayang," lirih Gerald, memasang wajah sedih.
Sementara Rendi yang terus memperhatikan bosnya yang sedang berakting, Manahan senyum di bibirnya.
[Wah, tuan aku baru tau kau sangat berbakat dalam hal berakting, lain kali aku akan mendaftarkan mu menjadi aktor.] Rendi terkekeh dalam batinnya.
"Tapi aku benar-benar, tidak mengenal anda Tuan!" ujar Valerie, semakin menautkan kedua alisnya.
Gerald dan Valerie terlibat perdebatan, yang satu keukeuh mengaku-ngaku suami si wanita, dan yang satu juga tetap teguh tidak mengenal dengan pria yang mengaku suaminya itu.
Ketiga pria hidung belang itu, akhirnya pergi meninggalkan Valerie. Selain karena pusing mendengarkan perdebatan di antara kedua makhluk yang tidak saling kenal, Gerald juga mengancam akan melaporkan mereka ke polisi karena sudah mengganggu istrinya. Mungkin lebih tepatnya istri orang lain.
"Eh, kalian mau kemana? jangan percaya padanya aku benar-benar tidak mengenal siapa dia," seru Valerie, berusaha menghentikan ketiga orang tersebut.
Tapi mereka tidak mendengarkan, Valerie. mereka terus melenggang pergi mencari mangsa yang lain.
Gerald yang masih berdiri di daun pintu kini menyeringai, ia membuka jas putihnya dan menghampiri Valerie secara perlahan.
"Ren, tutup pintunya." titah Gerald pada Rendi, membuat wanita yang masih duduk itu mengingsudkan tubuhnya.
.
.
.
.Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!