"Kamu gugup?" Suaranya sedikit terdengar mengejek, "Pertama kali, ya?"
Tubuh Anastasya menggigil, dia berkata dengan sedih, "Bisa dibilang begitu, tapi, tidak juga …"
"Hmm …" Dalam kegelapan, ada gelombang emosi yang seakan terlintas di bola mata pria itu, "Bisa dibilang begitu tapi juga tidak? Pernyataan yang sangat unik! Sungguh menggodaku."
"Tuan, tapi keperawananku, sudah hilang pada saat operasi pada hari itu …" suara Anastasya terdengar sedikit malu dan sedih.
Keperawanannya telah dia serahkan pada pisau operasi yang dingin itu. Apa yang bisa lebih absurd dan konyol dari hal ini?
Pria itu sedikit tertegun, ia mendekatkan kepalanya di sisi Anastasya dan berkata, "Bukan masalah, setidaknya masih bersih dan belum disentuh orang lain, kamu akan sangat menikmatinya."
Perlahan, lelaki itu membuka pakaiannya, dengan tatapan penuh nafsu. Pria itu membuka kancing baju Anastasya dari atas hingga bawah secara perlahan. Anastasya merasa gemetar dengan hal ini, ini pertama kalinya ia merasakan emosi yang begitu campur aduk. Lelaki itu secara perlahan juga mengeluarkan kejantanannya yang sudah mulai mengeras.
"Kamu cukup diam dan menikmatinya, biar aku yang bermain memuaskanmu!" Ucap Pria itu dengan penuh semangat.
Perlahan, pria itu mengangkat kaki Anastasya …
Setelah melakukannya dengan sang majikan, Anastasya tidak pernah lagi pergi ke villa sang majikan.
Asisten Margareth berkata, "Jika kali ini Anastasya masih belum hamil, nantinya akan dilakukan operasi lagi."
Anastasya hanya dapat menunggu dengan tenang.
—
Suasana kampus pada akhir pekan, sama seperti biasanya, angin berhembus perlahan ke arah danau. Teman-teman kuliahnya sedang bermain sambil tertawa di sisi danau. Bagaikan angan-angan yang akan menghilang dikemudian hari.
Anastasya duduk sendirian dari kejauhan, menatap wajah teman kuliahnya yang ceria di bawah sinar matahari. Ia sedikit merasa frustasi perlahan hinggap di hatinya. Dia sangat berharap dirinya masih bisa seperti dulu, walau hidupnya susah, setidaknya dia masih punya semangat untuk memperjuangkan kebahagiaannya.
"Anastasya!" Terdengar suara seseorang memanggilnya.
Dia menoleh ke belakang dan seketika matanya langsung sembab. Rino, laki-laki paling tampan di kampusnya. Dia berbakat dan tampan, pria impian dari seluruh gadis di kampus.
"Kenapa kamu menghindariku?" Sosok Rino yang tampan telah berdiri di hadapannya.
Ada tatapan panik yang terlintas di mata Anastasya, "Aku tidak menghindarimu."
"Kudengar, belakangan ini terjadi sesuatu pada keluargamu? Apa kamu perlu bantuan dariku?" Rino duduk di samping Anastasya, dengan cepat, mereka sudah menjadi pusat perhatian bagi semua orang.
"Tidak perlu, terima kasih." Anastasya merasa sedikit tidak nyaman.
"Anastasya, belakangan ini kamu kenapa? Kamu sangat asing dimataku, apakah aku berbuat salah padamu?" Rino sedikit emosional, dia mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan kecil Anastasya.
Jari-jari Anastasya sedikit bergetar, "Rino, jangan seperti ini … akuu …"
"Anastasya, aku mendengar dari teman-teman yang lain, beberapa waktu lalu ada mobil mewah yang menjemputmu di depan gerbang kampus. Apa itu benar?" Ternyata, masalah tentang Margareth yang mengirim orang untuk menjemputnya, sejak awal sudah tersebar di kampus.
Berhadapan dengan pertanyaan Rino, Anastasya hanya bisa tersenyum pahit, "Apa yang ingin kamu tanyakan?"
"Awalnya aku tidak percaya pada rumor itu. Tapi melihat sikapmu belakangan ini, mau tidak mau membuatku merasa curiga." Rino ragu-ragu saat mengatakannya.
"Rino!" Anastasya menarik napas dalam-dalam dan bangkit berdiri, "Ujian akhir sudah dekat, aku ingin mengulang pelajaranku."
Setelah selesai bicara, Anastasya berbalik dan berniat untuk pergi.
"Anastasya! Kenapa kamu menghindar dariku?" Rino segera menarik tangannya, "Apa rumor kalau kamu menjadi simpanan seseorang itu benar?"
"Hah?" Anastasya sangat terkejut. Hatinya seperti ditusuk keras dengan jarum, sakitnya menyebar hingga seluruh tubuhnya.
"Kenapa diam saja?" Rino mengeratkan genggamannya pada tangan Anastasya, "Anastasya, apa aku yang selama ini terlalu percaya diri? Apa pertemanan kita selama beberapa tahun ini bagimu sama sekali tidak ada artinya?"
"Rino …" Anastasya mengangkat matanya, menatap lekat wajah Rino yang tampan dan terlihat cerdas.
Seolah ingin mengingat setiap garis di wajah itu dengan lekat di dalam hatinya. Rino, lelaki yang telah menemaninya di sepanjang masa mudanya, selama ini telah menjadi kepercayaan dan kerinduan terdalam di hatinya. Bagi Anastasya, Rino adalah matahari yang sangat ingin ia gapai, walau nyawa menjadi taruhannya.
Tapi sekarang, Anastasya begitu kotor, apa ia masih punya hak untuk mengejar matahari ini?
"Jangan diam saja! Anastasya, katakan padaku kalau rumor itu bohong, kumohon!" Teriak Rino dengan tatapan hampa penuh kegalauan.
Anastasya berusaha menenangkan dirinya dalam diam, setelah itu barulah dia tersenyum lebar di hadapan Rino.
Anastasya berkata, "Rino, maaf. Lupakan saja aku." Ucapnya dengan senyuman penuh penyesalan dalam hatinya.
Tidak ada yang pernah tahu, berapa banyak keberanian yang digunakan untuk menolak seseorang yang paling dicintainya, perasaan yang begitu dalam, remuk! Layaknya cemilan keripik kaca ketika digigit. Anastasya mendorong Rino dengan keras, ia berbalik pergi dengan sedih. Ia pergi sebelum tangisnya pecah. Anastasya terlalu takut berhadapan dengan wajah Rino yang polos dan tulus.
"Anastasya …" Rino menatap punggung Anastasya, ia berteriak dengan perasaan sedih, matanya yang mulai berlinang air mata, berusaha menahan agar tidak bercucuran.
Anastasya berlari sekencang yang ia bisa dengan tubuh gemetaran ke dalam kamar mandi. Sedetik sebelum air matanya jatuh, dia melewati teman-teman kuliahnya dan segera memasuki bilik toilet.
Begitu pintu tertutup, dia bersembunyi di sana untuk menangis. Tangisan pecah membasahi pipinya. Setelah dirinya sedikit tenang, dia mengeluarkan alat tes kehamilan yang telah dia siapkan sejak awal.
Ketika alat tes kehamilan menunjukkan dua garis merah, tangannya seketika gemetar!
"Positif, aku berhasil hamil!" Jarinya tanpa sadar menyentuh perutnya, air matanya sekali lagi mengalir.
Benar-benar ada kehidupan kecil di dalam perutnya. Namun, dia juga tahu bahwa kehidupan kecil ini hanyalah tamu sementara di dalam hidupnya.
—
Delapan bulan kemudian.
Di ruang persalinan, Anastasya sudah bersiap untuk melahirkan.
"Anastasya, ayo! Lihat aku, percaya padaku, jangan takut!"
"Dokter, tolong aku, kumohon … tolong aku, rasanya sakit …" Wajah cantik Anastasya dipenuhi oleh keringat, matanya memerah menahan rasa sakit.
Perutnya jauh lebih besar dari ibu hamil kebanyakan karena dia mengandung anak kembar. Karena hal itu juga, saat melahirkan dia jauh lebih kesulitan.
"Jangan khawatir, aku akan membantumu! Tarik nafasmu secara perlahan, terus …"
"Ah …" Anastasya berteriak dengan kesakitan yang luar biasa.
"Oakk … Oakk …" suara tangisan bayi yang kuat dan jelas memenuhi ruangan.
Dokter menggendong seorang bayi kecil, menyerahkannya ke hadapan Anastasya, "Selamat sayangku, anak ini laki-laki!"
Melihat ekspresi bayi baru lahir dengan kaki dan tangan yang bergerak-gerak dan terus menangis, Anastasya begitu emosional hingga meneteskan air matanya.
"Ini … darah dagingku! Anakku …" Anastasya tidak dapat menahan air matanya.
Setelah hamil hampir sepuluh bulan, anak itu telah menyatu dengan darahnya, mana mungkin dia rela untuk berpisah dengannya? Setelah mendengar suara tangisan bayi di ruang bersalin, seorang perawat perempuan masuk ke dalam.
"Dokter, serahkan bayinya kepada kami."
Anastasya tertegun, ini orang yang dikirim kemari oleh sang majikan! Seorang perawat berjalan mendekatinya dan mengambil bayi itu.
Anastasya sangat tidak rela menyerahkannya, air matanya mengalir dengan deras, "Kumohon pada kalian. Tolong bersikap baiklah padanya …"
"Ini sudah pasti! Dia adalah darah daging Tuan Muda kita! Uangnya telah ditransfer ke rekeningmu. Nona Anastasya, demi kebaikan Nona Anastasya sendiri, mohon ke depannya jangan memikirkan tentang hal ini lagi!" Begitu perawat selesai bicara, dia memasukkan bayi tersebut ke dalam inkubator dan segera meninggalkan ruang bersalin.
"Bayiku …" Anastasya memegang erat selimut di tangannya, masih ada noda darah yang tersisa di sana, ia menangis tersedu-sedu.
Seolah-olah ia masih merasakan bayinya di genggamannya. Anastasya terus menangis tersedu-sedu. Rasa sakit dari perpisahan antara ibu dan anak, tak disangka akan begitu menyakitkan.
Tiba-tiba, perutnya kembali terasa sakit lagi.
"Ah, Dokter, perutku, kenapa sakit sekali."
"Tarik napas, hembuskan! Sayang, kamu sangat kuat! Tuhan memberkatimu, dia menyembunyikan anak keduamu! Ayo, kita lanjutkan ..."
"Terima kasih, dokter …"
Anastasya sangat bersyukur hingga meneteskan air mata. Dokter sekali lagi membantu Anastasya untuk melakukan persalinan.
—
Tujuh tahun kemudian.
Di dalam sebuah bangunan kecil di daerah Kota Baru, tiba-tiba terdengar suara anak kecil yang minta ampun.
"Ah … Mamah, ampun! Anggi mengaku salah, Mah!"
Di depan sofa di ruang tamu, seorang anak laki-laki kecil yang imut sedang menarik daun telinganya sendiri dan memajukan bibir kecilnya dengan lucunya. Alis Anastasya mengerut dengan erat, tangannya yang lembut sedang memegang selembar kertas ujian.
"Anggi, lihat nilai ujianmu ini! Ini sungguh sangat kacau, kamu sengaja ingin buat mama meninggal karena marah?"
"Mamah …" anak kecil itu memasang wajah seakan teraniaya dan terlihat sangat menyedihkan.
"Aaa … Huhuhu … Mamah ." dia berteriak dengan suara lembut dan manis, berharap ibunya tidak marah lagi.
"Apaan dengan jawaban kamu ini?"
"Maa … maah …"
"Anak sialan, jangan pura-pura teraniaya di depanku. Apa yang kamu maksud dengan ada cahaya bulan di ranjang dan mereka tertidur dengan nyenyak? Hah?"
Bocah kecil itu sekarang sudah terdiam karena ketakutan, ia menangis tersedu-sedu. Anastasya mengatupkan bibirnya, dia sebenarnya tidak ingin begitu keras terhadap putranya, tapi apa yang ia pelajari selama disekolah?
Pada saat ini, Ibu Anastasya keluar dari dalam dapur dan berkata, "Apa nilai ujian Anggi sangat parah? Sini, biar nenek lihat."
Susi memakai kacamata bacanya dan mengambil kertas ujian dari tangan Anastasya. Setelah melihat sekilas, dia langsung terkekeh senang.
"Hahaha … Anggi masih begitu kecil, soal ujiannya juga begitu susah. Dia bisa menjawabnya saja, nenek rasa sudah sangat hebat."
"Hehe, makasih, Mak, Emak emang paling tahu untuk memuji aku." Anggi mengambil kesempatan untuk bermanja-manja di dalam pelukan Susi.
"Ibu, lagi-lagi Ibu melindungi dia!" Anastasya memelototi anaknya.
"Anastasya, wajar saja jika ia masih salah-salah, ia perlu belajar lebih keras lagi. Kalau nilainya buruk itu hal yang wajar. Jangan berikan terlalu banyak tekanan pada anakmu."
Susi membawa Anggi ke dalam pelukannya, bukan cucu yang sangat dia manjakan. Tapi dia tahu, hidup yang mereka bertiga lewati selama hampir tujuh tahun ini jauh lebih sulit dari siapapun.
"Bu, bocah sialan ini memang masih kecil, tapi dia tidak pernah mendengar ucapanku!"
Anggi mencibir, tubuhnya gemetaran dan menyusut dalam pelukan emaknya.
"Anakku, kamu tak perlu marah seperti itu, ajari dia lebih baik lagi. Anggi begitu menggemaskan, bukan? Ibu jadi ingat kamu waktu kecil," Susi tidak bisa menahan diri untuk tertawa begitu mendengarnya, "Anastasya, anak ini masih kecil. Ajari pelan-pelan."
"Masih kecil? Umurnya sudah 7 tahun, ia sedang sekolah, bu! Bahasa Indonesianya begitu kacau, aku khawatir dia tidak bisa menguasai satupun pelajaran."
"Ini salahku. Jika bukan karena saat itu aku tidak sakit, dan kamu tidak bekerja diluar negri. Kamu tidak akan memiliki anak seperti ini."
Susi tahu betapa pahitnya hidup putrinya saat itu. Sedari dulu putrinya terus menolak mengatakan dari mana asal uang yang digunakan untuknya berobat. Bahkan ayah kandung Anggi saja dia tidak pernah mau mengatakannya. Tapi Susi tahu, beberapa tahun ini putrinya telah mengalami sangat banyak penderitaan.
"Bu, bukankah penyakitmu sudah sembuh. Tidak perlu membahas masalah ini lagi."
Saat itu, ketika dia melahirkan, ibunya juga sedang berobat. Setelah beberapa tahun, uang hasil dari melahirkan anaknya itu telah dipakai sampai habis. Dapat melihat ibunya kembali sehat, Anastasya merasa semua yang dia lakukan itu layak!
"Iya, aku tidak akan membahasnya lagi. Aku hanya berharap kamu dan Anggi bisa hidup dengan bahagia, bersama-sama menunggu ayahmu keluar dari penjara."
Setiap kali bicara mengenai hal ini, mata Susi akan menjadi sembab.
"Emak, jangan menangis. Anggi janji tidak akan nakal lagi," Anak kecil itu mengulurkan tangan kecilnya dan membantu emaknya menghapus air mata.
Anastasya merasa tenggorokannya agak tersedak, ia memegang erat kertas ujian di tangannya. Dia tahu dia harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan uang agar anaknya bisa memiliki masa depan yang lebih baik. Dengan begini dia tidak akan menyia-nyiakan putra keduanya yang tetap ingin dia pertahankan karena keegoisannya.
—
Suatu malam.
"Anastasya, acara perjamuan sudah dimulai. Kamu sekarang di mana?"
"Pak Ryan, saya di lantai bawah hotel, sebentar lagi akan naik ke atas."
"Baiklah, langsung ke lantai 5. Aku tunggu."
Anastasya menutup telepon dan mengangkat kepalanya untuk melihat bangunan megah di depan matanya. Beberapa huruf besar dengan cetak emas muncul di depan matanya.
Hotel Bio'x.
Hotel ini adalah bangunan penanda di Kota Baru. Sejak dia pindah ke Kota Baru ini, nama hotel ini yang paling sering disebutkan dari mulut setiap rekan di kantornya. Tak disangka malam ini Pak Direktur akan mengajaknya datang kemari untuk menghadiri acara perjamuan.
Begitu memikirkan gaji dan bonus, dia langsung bersemangat. Demi memberikan hidup yang lebih layak untuk ibunya dan Anggi, dia harus mencari uang yang banyak!
Anastasya memegang erat tasnya dan ketika melewati sebuah sedan hitam yang diparkir di pinggir jalan, Anastasya berhenti sebentar dan melihat sejenak dari kaca jendela yang memantulkan dirinya sendiri. Sambil merapikan penampilannya, rambut panjangnya yang hitam telah digulung dengan sangat rapi. Di wajahnya juga hanya mengenakan riasan yang sederhana.
Tapi gaun merahnya mengungkapkan pundaknya ini terasa sedikit salah. Uh, dia berhadapan pada kaca jendela dan merapikan pakaian di tubuhnya. Setelah sesaat, dia baru puas melihat pantulan dirinya di kaca jendela mobil itu.
"Percaya diri dan sopan. Oke, selesai!" Setelah mengambil napas dalam-dalam, saat dia mengungkapkan sebuah senyum untuk menyemangati dirinya sendiri. Tiba-tiba kaca jendela secara ajaib turun perlahan.
Anastasya membatu! Senyuman yang tersungging di bibirnya itu kaku di udara!
"Bagaimana … bagaimana mungkin ada orang di dalam mobil?" Gerutu Anastasya dalam hati.
Seketika wajahnya berubah jadi pucat dan merah padam secara bergantian! Begitu jendela mobil terbuka seluruhnya, muncul seraut wajah tampan luar biasa. Garis wajahnya begitu tegas, menunjukkan aura dingin yang mengejek.
Pupil matanya yang dalam itu terangkat dengan kasar, terlihat sedikit garang dan menatap lurus ke dalam sepasang mata Anastasya. Ujung jari Anastasya gemetaran. Jantungnya sekarang seakan dipukul oleh sesuatu. Pria yang sangat tampan!
"Nona, di sini tidak butuh pelayan." Pria itu sengaja membuat penekanan pada kata pelayan, menunjukkan sarkasme dan melirik Anastasya dengan jijik.
Meski tatapan mata pria ini tampak merendahkan. Sialnya, suara rendah pria itu seperti sayap yang melintasi langit kosong dan masuk tanpa permisi ke dalam hati Anastasya. Sangat merdu hingga membuat orang mabuk kepayang!
Bahkan, rasanya suara itu terdengar sedikit akrab di telinganya. Begitu jauh dan asing, tapi dia merasa seakan pernah mendengarnya di suatu tempat. Jantungnya hampir nyaris berhenti berdetak!
Namun …
"Pelayan?" Ia menggerutu dan Anastasya kembali tersadar.
Dia membelalakkan matanya dan amarahnya seketika naik sampai ke ubun-ubun, "Apa yang kamu ini katakan? Pelayan?"
Siapa pun bisa mendengar nada mengejeknya dari ucapan itu! Meski suaranya sangat merdu, tapi kata-kata yang keluar, rasanya Anastasya ingin merobek wajahnya yang tampan itu!
"Memangnya kamu kira, kamu ini siapa?" Rasa malu membuat Anastasya begitu marah hingga wajahnya memerah seketika!
"Pelayan kepalamu, kamu itu yang pelayan, pelayan di keluargamu!"
Awalnya, Anastasya ingin berteriak padanya, tapi setelah dipikir-pikir. Anastasya menggertakkan giginya dan tetap mempertahankan ekspresi yang tenang seperti sebelumnya, ia tersenyum manis namun tidak tulus.
"Oh? Tuan tampaknya salah paham. Aku datang kesini untuk mencari pelayan!"
Sambil berbicara, dia sambil sengaja menggunakan tatapan matanya untuk menatap pria itu dari atas sampai bawah dengan tatapan merendahkan. Juga dengan melebih-lebihkan dan mengeluarkan uang dari dalam tasnya, seperti seorang kakak yang ingin membeli seorang pelayan.
Suara yang dingin dan bangga terdengar, "Hahaha, sungguh disayangkan, Tuan. Kelihatannya kamu belum memenuhi standarku!"
"Hmph! Berani mengejeku? Maka aku juga tidak akan sungkan! Memangnya kenapa kalau dia tampan?" Gumam Anastasya.
Mulutnya begitu beracun, sungguh sangat disayangkan untuk wajah setampan itu. Pria itu terlihat jelas tidak memasang ekspresi marah atau terprovokasi oleh ucapan Anastasya.
Dia hanya mengangkat alisnya dengan dingin dan mengatupkan bibirnya, "Bagus sekali. Aku juga tidak suka pada wanita yang tidak jelas."
"Wanita yang tidak jelas? Beraninya dia mengatakan aku seorang wanita yang tidak jelas?" Anastasya membelalakkan matanya, menatap sengit pada pria itu!
"Bagus sekali! Pria ini terus-menerus menguji kesabaranku!" Gerutu Anastasya mengepalkan tunjunya, raut wajahnya sedikit memerah.
"Apa yang dimaksud wanita tidak jelas? Nasib buruk apa yang aku temui hari ini? Hanya meminjam kaca jendela mobil sebagai cermin untuk berkaca dan merapikan pakaian!" Ia terus menggerutu dalam hatinya.
Apa pantas dipermalukan oleh seorang pria sampai begitu kasar? Anastasya menatap wajah pria dengan kelumpuhan saraf wajah yang mungkin wajahnya tidak akan berubah walau ribuan tahun terlampaui. Anastasya begitu kesal hingga giginya terasa gatal!
Di wajah pria ini seolah-olah emosi sedih, marah, senang dan bahagia tidak pernah sekali pun muncul. Wajah pria itu begitu mulus hingga tidak bisa ditemukan jejak keriput! Semakin dilihat rasanya semakin kesal!
"Kalau tampan memangnya bisa menindas perempuan? Punya mobil mewah bisa sembarangan mencemooh perempuan?" Gerutu Anastasya dalam hatinya.
Anastasya mengepalkan tinjunya dan melirik sekilas pada pria itu. Mengambil kesempatan sebelum pria itu menutup kembali jendela mobilnya. Nona Besar Anastasya telah melakukan aksi tergila dan terjantan di sepanjang hidupnya.
Anastasya tersenyum dan tiba-tiba membungkuk. Dia sengaja mendekat pada kaca jendela mobil itu dan berpura-pura memasang wajah menggoda. Dia meletakkan satu tangannya di jendela itu untuk menghalangi pria itu menutup jendela mobil.
Ia tersenyum manis dan mengulurkan tangan lainnya, tepat sebelum pria itu merespon. Tangan Anastasya bagaikan gurita dan memegang wajah luar biasa tampan itu hingga rasanya dewa dan manusia pun bisa saling berperang!
"Plak, Plak, Plak!" Anastasya melayangkan tiga tamparan keras di wajah itu!
"Wah, Kakak. Sepertinya kamu memakai topeng, ya? Kalau tidak, bagaimana mungkin bisa menjaga wajahmu sampai tidak ada satu kerutan pun? Kamu operasi plastik di luar negeri?" Anastasya tersenyum angkuh, ia mencubit wajah pria itu dengan keras.
Dia masih tidak lupa untuk berkata sarkas, "Emm, seluruh saraf di wajah ini sepertinya lumpuh. Semakin dilihat semakin menakutkan. Kalau begitu akan kutunggu sampai Kakak mengalami kelumpuhan saraf wajah dan aku akan datang lagi untuk menjagamu, bye." Anastasya terus memanggilnya dengan sebutan kakak dari awal hingga akhir dan itu membuatnya sangat senang.
Anastasya sengaja mengatakan kata menjaga yang memiliki makna ganda, seakan pria itu adalah seorang pria simpanan. Sebelum pria itu marah, Anastasya mencuri kesempatan untuk segera menarik kembali tangannya. Aura dingin dan suram terpancar dari wajah pria itu.
Anastasya begitu ketakutan hingga tubuhnya gemetaran. Dia sudah tidak berani beradu pandang dengan sepasang mata yang begitu dalam dan berkabut. Seperti mengikuti nalurinya sendiri, Anastasya segera mengambil tasnya dan melangkah mundur.
Jantungnya yang berdebar kencang, menikmati betapa indahnya balas dendam. Dia tidak berani lagi untuk berbalik dan melihat bagaimana ekspresi wajah pria itu di dalam mobil. Suara langkah dari sepatu hak tinggi, menapak dan menuju ke dalam Hotel Bio'x.
Di dalam hotel, lantai 5.
Anastasya menuju ke tempat acara, berbagai macam wangi parfum bermerek mahal telah bercampur padu di dalam sana. Tempat acara yang sangat besar, para tamu berpakaian sangat mewah. Berkilauan dan megah. Ini acara jamuan makan malam untuk kalangan kelas atas.
"Anastasya, akhirnya kamu datang!" Ryan melihat ke belakang dan melihat wanita yang sedang berdiri di depan pintu tempat acara.
Dia dengan cepat berjalan menghampirinya, tatapan takjub terlintas di matanya.
"Pak Ryan." Anastasya tersenyum dan mengangguk.
Rasa tidak nyaman secara tidak jelas muncul dalam hatinya.
"Anastasya, malam ini kamu sungguh cantik!" Ryan mengangkat punggung tangan Anastasya dan menempatkan sebuah ciuman di sana.
Anastasya tanpa sadar mengerutkan kening, menarik punggung tangannya dengan sedikit tidak wajar.
"Pak Ryan, untuk acara jamuan semacam ini, harusnya Maya yang lebih cocok untuk datang kemari."
Maya adalah manajer humas di perusahaan mereka. Untuk berurusan dengan tamu kalangan atas, Maya sudah pasti jauh lebih kompeten dibandingkan dirinya yang hanya seorang staf kecil di perusahannya.
Tapi Ryan tidak berpikir demikian.
Dia tersenyum dan mengambil gelas sampanye dari seorang pelayan dan menyerahkan kepada Anastasya.
"Anastasya, acara jamuan malam ini sebenarnya adalah pertemuan awal untuk penawaran Proyek Ten."
Anastasya sedikit terkejut, Proyek Ten sekarang sedang menjadi proyek utama yang diincar oleh hampir semua industri konstruksi di Kota Bandung. Baru-baru ini, Departemen Teknik begitu kelabakan demi berusaha mendapatkan proyek ini. Tidak heran Pak Ryan memintanya untuk datang kemari.
"Tapi, Pak Ryan, saya hanya staf kecil di kantor yang masa kerjanya belum lebih dari tiga bulan ..."
"Justru karena kamu masih baru! Masih segar!"
Senyuman di sudut bibir Ryan menunjukkan makna tersembunyi, "Anastasya, aku minta kamu datang karena ada tujuanku sendiri. Tenang saja, jika kerjamu bagus malam ini, bonusmu sudah dipastikan banyak. Ayo, minum sampanye ini untuk mendoakan agar penawaran kita berhasil."
Anastasya menerima gelas yang diserahkan oleh Ryan, ia sedikit ragu-ragu. Dia melihat sekilas pada sosok orang-orang yang berada di ruangan pertemuan itu. Mungkin dirinya terlalu tidak berguna hingga terlalu takut untuk menghadapi situasi semacam itu.
Selama ini, selain menjaga ibunya dan putranya, dia hampir tidak keluar untuk bekerja. Hingga setengah tahun lalu dia mulai kehabisan uang. Sekarang, dia sudah merasa sangat puas bekerja di Departemen Teknik, Perusahaan Urban Temptation. Dia merasa sangat bersyukur.
"Kenapa tidak diminum, Anastasya? Jangan katakan minum sampanye saja kamu bisa mabuk, hehehe …"
Wajah Anastasya sedikit merah merona, dia menggelengkan kepala, "Jadi ditertawakan oleh Pak Ryan. Kalau begitu, saya doakan agar penawaran perusahaan bisa berjalan sukses."
Anastasya tidak lagi ragu-ragu, dia memegang gelas sampanye dan bersulang dengan Ryan. Ia menghabiskan minum itu dalam sekali teguk. Ryan menatap Anastasya yang menghabiskan sampanye itu, di mata sipitnya itu terlintas sebuah rencana busuk!
Anastasya meletakkan gelas sampanye, tenggorokannya terasa sedikit pedas. Seketika, tempat acara itu menjadi hening. Dia masih belum jelas apa yang telah terjadi.
Mata semua orang sekarang menatap lekat pada pintu masuk tempat acara. Seorang pria yang tinggi besar dan tampan berjalan dengan anggun ke dalam tempat acara. Tubuh itu seakan bercahaya, menarik perhatian setiap pasang mata.
Seorang pria dalam balutan setelan jas hitam edisi terbatas buatan tangan, membuat perawakannya menjadi jauh lebih sempurna. Seolah-olah bagai seorang raja yang perkasa, di belakangnya juga diikuti oleh sekelompok bawahan yang tertunduk hormat. Rambut pendek dan hitamnya, disisir dengan sangat rapi.
Memancarkan aura yang tenang dan serius. Telinga kirinya menunjukkan kilau berlian yang samar-samar. Wajahnya begitu tampan bak wajah Dewa, sudah dipastikan ini adalah tindak kejahatan bagi seluruh negeri.
"Dia?" Anastasya langsung mengenalinya dalam sekali lirik.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!