NovelToon NovelToon

ARZAN

Kamu

Maaf, aku tak bisa melindungi kamu, batin Arzan berkata sedih melihat dari balik jendela kaca ruangan tersebut, Arzan melihat seorang gadis terbaring tak berdaya di sana. di sebalah gadis itu terlihat sosok ayah gadis tersebut menangis tersedu-sedu melihat putrinya itu kemalangan seperti ini, ayah mana yang tega melihat putrinya seperti ini?

"Maaf kan ayah nak, ayah tak bisa menjagamu," gumam pria paruh baya itu ditengah-tengah tangisnya.

tangisan pria itu terhenti ketika dia menyadari ada orang yang masuk ke dalam ruangan itu, segera ia menghapus air matanya ketika langkah kaki itu mendekat dan menyapanya sopan.

"paman tidak apa-apa?" Arzan bertanya.

Setelah mengumpulkan keberanian untuk melihat wajah sang kekasih Arzan akhirnya masuk dan berdiri di samping wanita itu. Hati Arzan terasa teriris melihat kondisi kekasihnya, tubuh kurus terbaring lemah dengan wajah yang dipenuhi luka lebam. Arzan sampai tak bisa mengenali jika ini adalah kekasihnya.

lutut Arzan seketika melemah dan terduduk di kursi, ia tertunduk sesaat lalu matanya menatap sayu wajah gadis itu.

"Meg buka matamu, ini aku Arzan. aku ada disini meg." Arzan memohon dengan nada suara yang gemetar, "please, buka matamu. setidaknya bukan untukku tapi untuk ayahmu meg."

Arzan terdiam saat ia tak sanggup lagi menahan air matanya, ia menggigit bibir agar tidak meraung. betapa lemahnya Arzan saat itu padahal mega paling benci melihat cowok cengeng dan ayahnya pun pernah bilang untuk tidak menangis di depan wanita karena akan terlihat sangat lemah, tapi apalah daya kesedihan Arzan begitu besar sehingga tak bisa terbendung lagi.

Bib... bib... bib...

Monitoring di samping pasien berbunyi, layarnya menampilkan garis-garis yang menunjukkan grafik detak jantung pasien.

Arzan termenung sesaat lalu ia melihat jam dipergelangan tangannya sudah pukul delapan lewat, ia segera bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan tersebut karena waktu kunjungan sudah mulai berakhir, sebelum ia pergi ia berpamitan dengan wanita yang tengah koma tersebut, Arzan mengucapkan beberapa kata lalu pergi.

tak lupa Arzan berpamitan dengan ayah dari gadis tersebut, sepanjang langkah Arzan keluar dari rumah sakit ia terus terbayang sosok gadis tersebut.

aku tau kau gadis yang tangguh, bertahanlah demi aku, ayahmu, dan orang yang engkau sayangi, gumam hati Arzan tersenyum kecut melewati pintu keluar rumah sakit.

Arzan tak pernah menyangka jika dirinya sangat menyayangi gadis itu. padahal gadis itu sangat memusuhinya, seperti satu tahun yang lalu ketika mereka bagaikan kucing dan tikus disekolah.

*

*

*

"ARZAN! SETAN YA KAMU!" pekik seorang gadis dari tangga lantai dua.

Gadis berambut pendek dan bersuara lantang itu bernama Mega, dia seorang badgirl di sekolah ini, tidak ada satu pun siswi di sekolah ini yang berani cari masalah dengan dia. mata coklatnya melotot menatap pria di depannya yang sedang membelakanginya.

pria yang dipanggil Arzan tersebut menoleh kebelakang menampilkan wajah datar dan berkata dengan ketus, "Aku bukan setan, aku manusia."

mega menggigit bibirnya, geram dan tak tahu harus merespon apa, yang pasti dia sangat geram dengan Arzan sampai ingin melayangkan tinju padanya.

Namun itu tidak mungkin sebab Arzan anak dari pemilik sekolah ini, bisa bahaya jika dia memukul Arzan bisa-bisa dia dikeluarkan pihak sekolah dan dibully fans Arzan. Maklum Arzan orang yang populer baik di sekolah maupun di luar sekolah, pengikut akun medsosnya saja sampai beribu-ribu.

Selain tampan dan tinggi dia juga cerdas, berkali kali dia memenangkan olimpiade. Berbeda sekali dengan mega yang hanya berbuat onar dimata orang-orang.

"bisa gak sih lu gak usah ikut campur urusan gue dan ganggu gue!" tegas mega.

"emang kamu siapanya aku pakai ngelarang segala?"

"gue ibu lu," jawab mega jengkel dengan pertanyaan Arzan, urat kesalnya sampai muncul ke permukaan.

"kau mau jadi ibuku? mau jadi istri ayahku? adu jotos dulu dengan bundaku." Arzan tersenyum miring.

gila, batin mega menaikan sebelah alisnya.

"siapa juga yang mau nikah dengan bapak lu," bantah mega semakin kesal dengan Arzan.

"tadi siapa yang bilang?" Arzan mengingatkan.

mega menggertak giginya darahnya naik ke ubun ubun dan siap meledak dalam hitungan detik.

"INTINYA YA ZAN, LU GAK USAH IKUT CAMPUR URUSAN GUE! NGERTI GAK LU?!" Mega meledak berteriak kepada Arzan.

"Dengar ya, aku tidak akan ikut campur urusan kau selagi kau tidak mencoreng nama baik sekolah. Anak-anak sepertimu bulannya harus dibina agar menjadi orang yang baik dan berguna bagi masyarakat bukan? Aku hanya membantu para guru untuk membina kalian, sebagai teman," kata Arzan sekilas lalu berbalik badan melangkah pergi meninggalkan Mega yang berdiri seperti patung dengan kedua bahu terangkat dan wajah amarahnya, asap mengepul keluar dari kepalanya sepertinya otak Mega tengah dibakar dengan emosi buktinya tak lama setelah Arzan menghilang dari pandangan mega melepas semua emosinya, dia teriak dan meloncat seperti orang gila.

"ARZAAAAAAAAAAN!" teriak mega tertahan kakinya pun ikut menghentak lantai sangking kesalnya dengan Arzan.

"Iiiiiiiiiih... ngeselin banget sih jadi orang. Rasanya pengen tak egh... remas remas kau zan," kesal mega berkacak pinggang mengatur nafas setelah melepas kegilaannya.

Arzan yang berada di lantai bawah mendengar teriakan mega lantas tersenyum tipis dan menggeleng kepala.

Disisi lain pula seorang wanita ayu dengan gamis pink tengah sibuk memotong sayur tiba-tiba menghentikan kegiatannya, ia melepas pisau dan memperhatikan tangannya yang entah kenapa terasa gatal.

"Kenapa nyonya?" tanya asisten rumah tangga yang kebingungan dengan nyonya.

Latika berbalik badan memperlihatkan tangannya pada assisten rumah tangannya yang bernama Sri sambil berkata, "Ini Lo bi, tanganku tiba-tiba terasa gatal rasanya ingin bogem seseorang." Latika tersenyum devil kearah Hasnah membuat Hasnah ketakutan. Ibunda Arzan ini sangat suka menakut-nakuti orang.

"Aduh, jangan bogem saya nyonya, saya gak salah apa-apa." Hasnah melambai-lambai sambil menggeleng kepala gak mau dibogem.

"becanda kok bi." Latika tersenyum manis lalu melanjutkan memotong sayuran, namun ditahan oleh Hasnah.

"udah biar saya aja nyonya yang nyelesain. nyonya istirahat cuci tangan lalu istirahat." Hasnah mau merebut pekerjaan namun tertahan ketika Latika mengeluarkan pepatah orang dulu.

"Kata orang dulu, kalau bekerja itu harus diselesaikan jangan sampai diambil oleh orang lain, nanti suami diambil orang lain. Saya gak mau dong suami saya diambil orang, bibi mau gak suaminya diambil orang?"

"Gak mau nyonya."

"Maka dari itu saya harus selesaikan pekerjaan ini, nanggung juga sebentar lagi selesai."

"eheheh... Iya Nyonya." Hasnah tertawa canggung, "Kalau tuan direbut kan bisa berabe?"

"Siapa yang mau jadi Istri suamiku? Adu jotos dulu denganku." Latika tersenyum licik menatap Hasnah, yang ditatap meneguk ludah kasar.

mereka kemudian bekerja ke pekerjaan masing-masing, karena sebentar lagi jam makan siang, suami dan anaknya akan pulang Latika dan Sri bergegas memasak makanan.

bersambung...

gereget

"HEEEG!" Mega menghentak kaki memasuki kelas membuat seisi kelas kaget, ruangan seakan diguncang gempa ketika mega masuk.

Mega mendengus mendaratkan bokongnya di kursi, kedua tangannya dilipat di depan dada sambil menatap tajam kedepan.

Dua orang cewek mendekat duduk di kursi depan mega.

kedua sahabatnya menatapnya bingung.

"Lu kenapa Meg?" Tanya cewek yang duduk di depan mega menoleh ke belakang sambil mengemut permen.

Gadis wajah jutek dan tidak bersahabat ini bernama karin, anak klub silat, sahabat mega dari smp. jutek jutek begini otaknya encer, kadang bisa ngeleng juga kalau bersama dua sahabatnya yang mana otaknya dibawah rata-rata.

"Sumpah kesel banget gue sama Arzan, haiss..." Mega mendesis gak bisa berkata-kata sangking kesalnya mahkluk yang bernama Arzan.

"Arzan kenapa?" Seorang cewek berambut kuncir tanduk dua muncul tiba-tiba dengan pop es ditangannya.

Senyum lebar merekah terpamapang diwajah manis gadis bernama Mira, anak grazy rice. tapi centil demen cowok ganteng, suka menggoda cogan mana saja yang ditemui. Meskipun anao grazy rice

"Itu mahkluk bikin gue kesal tau gak," keluh mega.

"iya, tapi dia bikin kesal lu karena apa?" tanya Mira sambil menyedot es miliknya, karin menatap datar temannya satu ini yang tidak bisa baca situasi.

"DIA TUH SUKA BANGET IKUT CAMPUR URUSAN GUE TAU GAK, SOK SOK PAKAI NASEHATIN GUE LAGI. JIJIK TAU GAK DENGAR NASEHAT DIA!" Mega meledak mengagetkan seisi kelas.

Seluruh perhatian penghuni kelas tertuju pada mereka bertiga, buru-buru karin membungkam mulut mega ketika ia ingin kembali berteriak.

"Kecilin suara lu," pinta karin menjauhkan tanggannya dari mulut mega.

"gue tuh pengen banget jauh dari dia, gak diikuti dia, gak perlu lihat wajah sok kegantengan dia dan gak perlu dengar nasehat dia," mega terlihat frustasi. Badgirl sepertinya merass tertekan jika berhadapan dengan Arzan, apalagi akhir-akhir ini ia sering masuk ruang Bk gara-gara Arzan. Paru-parunya juga terasa sesak gak ngirup asap rokok, Arzan terus memantaunya.

"lah dia kan memang ganteng," celetuk mira dengan wajah polosnya.

syiiiiing...

Mega menatap tajam mira, sektika mira yang lagi minum pop es tersedak.

"Kenapa natap gue gitu?" tanya mira menyeka lelehan air di dagunya dengan lengan bajunya, "Lagian kamu aneh, banyak cewek di sekolah ini yang mau didekati Arzan lah kamu malah mau dijauhi. Dia itu baik lo bukan badboy ataupun playboy."

"nye nye nye gue gak dengar, masa bodo!" mega menutup kedua telinganya mengabaikan pembicaraan.

"kepedean lu meg, Arzan juga gak mau ngikutin elu terus. kalau pengen dijauhi ya elu pindah sekolah, lagian bapak gue pernah bilang 'jangan membenci orang berlebihan nanti suka'." Karin bersuara setelah sekian detik terdiam.

yang dari tadi hanya diam

"dih, amit-amit mending gue mati daripasa suka atau hudup bersama dia," timpal mega.

"hus jangan bicara kayak gitu, pamali. tapi kalau urusan lu gak mau diganggu ya elu tinggal bersikap seperti cewek baik, jangan bandel." Mira berkata bijak setelah dirinya duduk di sebelah mega.

"Tumben banget lu bijak, tapi yah kan kita ini anak bandel apa kata guru kalau kita tiba-tiba berubah? nanti dikira buang perangai. Kalau kita berubah berarti pak anton nganggur dong," kata karin yang ada benar salahnya juga. Perlu diketahui mereka bertiga memang sering keluar masuk bk dan kerap kali ditegur para guru.

"Agh, masa bodo lah! gak mau gue mikirnya!" pekik Mega merebahkan kepalanya di meja dengan wajah yang masih sebal.

"Awas aja lu zan," gumam mega yang sudah gak dianggap aneh oleh kedua temannya.

*

KRRIIIIIIIING...

Bel sekolah berbunyi panjang menandakan waktunya untuk pulang. Selang berapa menit kemudian suara riuh terdengar dari seluruh penjuru sekolah bersamaan dengan keluarnya warga sekolah.

Tak butuh waktu lama sekolah mulai sepi sebagai dari siswa sudah berada diperjalanan pulang.

Arzan melangkah di lorong sepi menuju ruang kepsek dimana ini sudah menjadi rutinitasnya setiap pulang sekolah.

tok tok tok...

Arzan mengetuk pintu diiringi salam, "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, masuk Zan," sahut seseorang dari dalam ruangan dengan suara bariton yang berat.

Arzan masuk kedalam dan mendapati kepala sekolah yang tengah sibuk dengan leptopnya.

"tunggu sebentar ya zan, ayah selesaikan ini dulu sedikit lagi," kata kepsek yang menyebut dirinya ayah.

Yah benar, Kepsek tersebut merupakan ayahnya arzan. Dia pemilik yayasan Ayyubiyah hing school, Afriadi M.Ed.

Wajah menawannya tak luntur kemakan usia, diusianya yang terbilang tidak muda lagi pria beranak tiga itu tetap terlihat awet muda.

"Iya." Arzan duduk di sofa menunggu ayahnya selesaikan pekerjaannya. Sambil menunggu ia memainkan ponselnya untuk menghilangkan rasa gabut.

"Gimana pelajarannya hari ini? Arzan nangkap gak?" tanya Afriadi disela-sela kesibukannya.

"Alhamdulillah bisa ayah, tadi ada beberapa yang tidak aku pahami tapi setelah bertanya dan guru mengulangi penjelasan Alhamdulillah aku paham," jawab Arzan mengalihkan fokusnya dari hp ke Afriadi, dia seakan benar-benar menyimak apa yang ayahnya bilang.

"Apa yang Arzan pahami? Coba jelaskan ulang." Afriadi mengetes anaknya, tes ini memang sering ia lakukan sebab ia ingin tahu apakah anaknya benar-benar belajar dengan benar? apakah anaknya benar-benar paham dengan pelajaran yang dia dapat hari ini?

Tanpa menunggu waktu lama Arzan menjelaskan pelajaran yang dia tangkap hari ini, terlebih dahulu Arzan menjauhkan ponselnya agar tidak menganggu fokus.

Afriadi mendengarkan dengan seksama sesekali ia menatap Arzan atau mengangguk kan kepala memberi tanda bahwa ia menyimak dengan seksama.

Waktu berlalu Arzan selesai menjelaskan Afriadi pun selesai dengan pekerjaannya.

"Bagus anak ayah, sampai rumah diulangi ya." Afriadi berpesan sambil mengemas barangnya, "Ayo, kita pulang bunda pasti sudah nunggu."

Arzan tersenyum, mengendong tasnya dan mereka keluar dari ruang kepsek bersama.

Jika berjalan berdua begini mereka terlihat seperti kembaran ketimbang ayah dan anak, banyak orang yang mengatakan begitu. Apalagi dengan tampang ayahnya yang awet muda membuat orang salah mengira jika mereka saudara.

nyatanya bagi Afriadi ia bersyukur memiliki anak pertama yang mirip dengannya, setiap kali ia bicara dengan putranya ia merasa seperti bicara dengan teman kadang saudaranya meski pada kenyataannya Afriadi tidak memiliki saudara.

Namun perlu diketahui istrinya Afriadi, latika. sangat tidak terima jika orang-orang mengatakan bahwa arzan lebih mirip Afriadi ketimbang dirinya, dia akan marah gak jelas jika hal tersebut terjadi. Tapi kalau dilihat sekali lagi pun memang iya dari hidung, mata, mulut, tubuh, rambut, dan sifatnya lebih condong ke Afriadi.

Dan ketika Latika cemberut gak jelas keduanya harus ekstra kerja keras buat menghiburnya.

tit...

klakson mobil berhenti di depan gerbang rumah, tak lama kemudian pagar rumah terbuka lebar memberi jalan untuk mobil tersebut masuk.

mobil terparkir di halaman rumah yang luar dan kedatangan mereka disambut Latika, percakapan kecil terjadi. Mereka masuk kedalam dan makan siang bersama, meski ini sudah lewat dari makan siang.

Basket

Sore

Dug... Dug... Dug...

Suara pantulan bola basket yang dipantulkan oleh Arzan. Afriadi bersiap-siap merebut bola dari Arzan, dan tidak butuh waktu lama ketika arzan bergerak memantulkan bola saat itu juga Afriadi merebutnya, membawanya lari sambil memantul-manulkan ke tanah dan memasukkan ke keranjang.

"Wow!" Afriadi bersorak gembira menepuk punggung anaknya. Arzan tersenyum pasif sejak dari tadi dia belum mencetak angka, ayahnya terus yang memasukkan bola ke keranjang.

"Ayah, beri aku kesempatan masukkan bola ke keranjang." Arzan memelas.

"Tidak semudah itu, jika ingin Arzan harus merebutnya tunjukkan usahamu jangan meminta, musuh tidak akan semudah itu memberikan bola ini. bukannya Arzan tahu sang juara harus bekerja keras dan berusaha untuk mendapatkan juara?" Afriadi berkata sambil memantul-manulkan bola.

Arzan yang tadinya tidak bersemangat menjadi bersemangat untuk merebut bola dari ayahnya sebab arzan adalah sang juara.

Berusaha dan terus berusaha, memahami gerakan laman, dan...

Arzan berhasil merebut bola dari ayahnya dan membawanya ke keranjang lawan, Arzan melompat

Daaan...

Dug...

Bola masuk ke keranjang.

"Yes!" Arzan bersorak mengajukan tinju ke udara.

"Bim ayo main bareng!" seru Arzan memanggil anak laki-laki bertubuh bulat duduk di bangku dekat lapangan, yang tak lain ialah adiknya.

Bimbi Aditia anak ketiga dari tiga bersaudara, dia sangat manja sebab dia anak bungsu dikeluarga ini. Bima berusia 8 tahun masih duduk di bangku SD, wajah serta tubuhnya yang bulat dan kulitnya yang hitam manis merupakan ciri khas Bima, meski di keluarga ini tidak ada yang berkulit hitam manis dan bertubuh bulat.

Meskipun berbeda dia sangat disayang keluarga, maklum anak bungsu.

"Sini lah, ikut main daripada duduk terus!" Kali ini Afriadi berseru sambil memantul-manulkan bola.

"Gak ah yah, mau nonton aja," sahut Bimbi, baginya tidak ada yang lebih asik dari nonton sambil ngemil.

Yaudah mereka lanjut main Bimbi diajak nolak terus. Namun tak berselang lama Latika datang menghampiri mereka dan merebut bola dengan galaknya berkata.

"Mau sampai kapan mainnya?! Ini udah jam berapa? Lima belas menit lagi adzan, sana mandi!" tegas Latika. Ayah dan anak ini menciut cengengesan garuk-garuk kepala sedangkan Bimbi sudah menghilang dari tempatnya.

"...Dari tadi bunda manggil." Latika mengomel, Arzan dengan tega berlari masuk ke rumah meninggalkan ayahnya.

"Iya Bun ini juga mau udahan mainnya," kata Afriadi merangkul istrinya.

"Gak usah merangkul sana mandi." Latika menepis tangan Afriadi.

"Main gak ingat waktu, buang aja bola ini," gerutu Latika.

"Bunda yakin mau buang? Itu bola kan ada kenangannya." Afriadi mengingatkan.

Langkah Latika terhenti, ia teringat kembali saat pertama kali bola ini dibeli. Waktu itu ketika Latika masih duduk di bangku SMA dan sekolahnya mengadakan kalasmeting dimana ada lomba basket untuk cewek Latika menjadi salah satu perwakilan kelas untuk mencukupi jumlah anggota time pada masa itu.

Karena Latika tidak tahu cara main bola basket Afriandi berinisiatif mengajarkannya main, setiap sore mereka main di lapangan basket yang ada dihalaman rumah kebetulan Afriadi dan ayahnya sangat suka main basket.

Namun Afriadi tak pernah bermain basket lagi setelah kepergian ayahnya. Setiap kali ia memegang bola, memantulkan, dan melemparnya ia selalu terngiang mendiang ayahnya.

Butuh waktu mengikhlaskan seseorang yang disayangi untuk pergi selamanya

"Bola basketnya mana?" tanya Latika kala itu mencari bola di gudang namun nihil.

Afriadi tertunduk ia baru ingat bahwa ia tidak memiliki bola basket di rumah, karena ia sudah jarang main lagi.

Namun sekarang dia putuskan untuk bermain lagi, setelah ada pujaan hatinya.

"Aku lupa tidak memiliki bola di rumah, bagaimana kita beli dulu?" saran Afriadi yang diiyakan Latika.

Mereka mencari bola basket di toko terdekat, setelah bola didapat mereka kembali pulang dan mulai latihan.

Berkat kegigihan Afriadi mengajari Latika bermain basket dia dan timenya memenangkan perlombaannya di sekolah.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Afriadi mendekati Latika yang tengah duduk di bibir kolam berenang sambil mencoret sesuatu.

Latika tidak menjawab ia hanya tersenyum, Afriadi melihat apa yang sedang Latika coret, ternyata dia sedang memberikan tanda tangan di bola tersebut.

"Ini bola latihan pertama yang membawa kemenangan pertamaku main basket." Latika menoleh dan tersenyum manis, "Terimakasih sudah mengajarkan main basket."

Afriadi mengalihkan wajahnya yang bersemu, hatinya pun tak luput tersipu malu padahal Latika hanya tersenyum dan berterimakasih.

"Anu... Ini. Tanda tangan disini sebagai kenangan." Latika menyerahkan bola dan spidol pada Afriadi, wajahnya tersipu malu.

Afriadi tersenyum menerima bola dan spidol, ia mulai menggoreskan spidol di bola tersebut tepat di sebelah tandatangan Latika.

Bola itu menjadi barang kenangan bagi mereka berdua dan setiap kali mereka bermain basket selalu menggunakan bola itu sampai sekarang, banyak kenangan yang ada di bola tersebut.

"Gak jadi dibuang?" pertanyaan Afriadi membuyarkan lamunan Latika.

"Gak, sayang," gumam Latika tidak begitu jelas namun terdengar jelas ditelinga Afriadi.

"Cie gak jadi dibuang, masih ada sayangnya ya." Afriadi menggoda Latika membuat wajah Latika seketika datar bersemu malu.

"Awok ah, cepat masuk udah senja ini. Nanti dicuri Wewe gombel," kata Latika melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan Afriadi yang berseru di belakang.

"Mau mandi bareng gak?" goda Afriadi ketika mereka sudah masuk ke rumah, alisnya naik turun menggoda Latika.

"Apaan sih? Mandi aja sendiri, Bunda udah mandi ya," kata Latika dengan wajah semberut memerah.

"Nanti Ayah diintip Wewe gombel gimana?"

"Ayah jangan bercanda, mandi sana. liat sudah hampir jam enam ini, sana sana sana mandi sebentar lagi adzan Maghrib." Latika mendorong tubuh suaminya dengan bola, yang didorong cekikikan.

"lagian gak ada kerjaan banget wewe gombel ngintip ayah," gumam Latika.

"Yah namanya juga pria mempesona, makhluk mana yang gak tertarik?" canda Afriadi diiringi gelak tawa.

"Bunda gak tertarik." Latika menjawab datar yang mana merupakan candaan, sebenarnya Latika tertarik dengan Afriadi hanya saja mengakuinya diusia begini bikin malu.

"Sadar sudah aki aki mempesona dari mana?" gumam Latika menggembungkan wajah yang memerah.

Afriadi terdiam, tersenyum kecil. ia tahu jika sekarang wajah istrinya pasti memerah seperti persik, sangat menyenangkan baginya menggoda istrinya.

***

Azan berkumandang di masjid anggota keluarga Afriadi bersiap menjalankan ibadah sholat Maghrib berjamaah di rumah.

"Arzan qomat," perintah Afriadi.

Tanpa disuruh dua kali Arzan qomat, setelahnya mereka menjalankan ibada sholat Magrib, beranggotakan empat orang Afriadi menjadi imam dan tiganya menjadi makmum.

Setelah sholat Maghrib Latika turun ke dapur memasak makan malam sedangkan Afriadi mengajari kedua anaknya mengajai.

Meski Arzan dan Bimbi sudah lancar mengaji ia tetap mengaji bersama ayahnya agar hubungan ayah anak semakin rapat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!